• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keserasian Sosial Masyarakat Majemuk Di Kelurahan Bandar Selamat Kecamatan Medan Tembung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keserasian Sosial Masyarakat Majemuk Di Kelurahan Bandar Selamat Kecamatan Medan Tembung"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan. 2008. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana.

Carey, Peter.1984. Orang Jawa dan Masyarakat Cina. Jakarta: Pustaka Azet.

Coleman, James S. 2010. Dasar-Dasar Teori Sosial.Bandung: Nusa Media.

Geertz, Clifford. 1992. Politik Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius.

Henselin, James M. 2007. Sosiologi: dengan Pendekatan Membumi. Jakarta:

Penerbit Erlangga.

Huntington, Samuel P. 1996. Benturan Antarperadaban dan Masa Depan Politik Dunia. Cetakan ke-9. (Penerjemah: M. Sadat Ismail). Yogyakarta: Penerbit Qalam.

Irwan, Abdullah. 2006, Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan, Jakarta: Sinar Harapan.

M. Setiadi, Elly dan Usman Kolip. 2013. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana.

Madjid, Nurcholish. 2000. “Pluralisme dan Toleransi”. Cet. 1. Jakarta: Paramadina dan Tabloid Tekad.

Mulyana, Deddi dan Rakhmat Jalaluddin. 1998. Komunikasi Antarbudaya (Panduan Berkomunikasi Dengan Orang-orang Berbeda Budaya). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

(2)

Poloma, Margaret M. 2004. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2009. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana.

Soekanto, Soerjono. 2003. Sosiologi Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Soetomo. 1995. Masalah Sosial dan Pembagunan. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya.

Sujanto, Bedjo. 2007. Pemahaman Kembali Makna Bhinneka Tunggal Ika. Jakarta: Sagung Seto.

Sunarto, Kamanto. 2000. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Wirutomo, Paulus, dkk. 2012. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: UI Press.

Sumber Lain:

Abdullah, I, 2001.Penggunaan dan Penyalahgunaan Kebudayaan di Indonesia: Kebijakan Negara dalam Pemecahan Konflik Etnis. Jurnal Antropologi Indonesia No. 66 Tahun XXV.

(3)

Lindayanti dan Wirtrianto. 2014. Harmoni Kehidupan pada Masyarakat Plural: Studi Kasus Intergrasi Sosial Antat Etnis di Kbupaten Tanjung Jabung Timur. Padang: Universitas Andalas.

Pelly, U. 1999. Akar Kerusuhan Etnis di Indonesia: Suatu Kajian Awal Konflik dan Disintegrasi Nasional di Era Reformasi.Jurnal Antropologi 23(58):45-60

Pelly, U. 2005. Pengukuran Intensitas Konflik dalam Masyarakat Majemuk. Jurnal Antropologi Sosial Budaya. Etnovisi 1(2):75-90

(4)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif yang bertujuan untuk memahami secara lebih mendalam dan menggali informasi tentang permasalahan yang terjadi. Metode deskriptif digunakan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian, Bungin (2007:68). Sedangkan pendekatan kualitatif bertujuan untuk memahami secara lebih mendalam permasalahan yang diteliti. Penelitian dengan pendekatan kualitatif yang akan digunakan adalah untuk mengetahui gambaran sosial pada masyarakat majemuk dan proses integrasi di Kelurahan Bandar Selamat Kecamatan Medan Tembung Kota Medan.

3.2. Lokasi Penelitian

(5)

3.3. Unit Analisis dan Informan 3.3.1. Unit Analisis

Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian. Subjek penelitian dalam unit analisis dapat berupa kelompok ataupun individu. Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah warga etnik Batak, Jawa, Melayu, dan Minang Kelurahan Bandar Selamat yang kemudian dianalisis sesuai hasil data lapangan.

3.3.2. Informan

Informan adalah subjek atau sumber informasi yang mengerti tentang permasalahan penelitian. Yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah

a. Lurah Bandar Selamat b. Tokoh masyarakat

c. Masyarakat etnik Mandailing, Jawa, Melayu, Minang, dan Karo

Untuk menetapkan kriteria informan digunakan beberapa kriteria dalam menetapkan informan yaitu :

a. Warga etnik yang telah menetap minimal 10 tahun b. Hidup membaur dan bertetangga dengan etnik lain

3.4. Teknik Pengumpulan Data

(6)

3.4.1. Data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber informan yang ditemukan di lapangan. Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data primer ini adalah dengan cara:

a) Observasi

Observasi adalah pengamatan secara langsung terhadap objek yang diteliti untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai objek penelitian artinya disini peniliti ikut terjun ke lapangan untuk memahami fenomena yang ada di lapangan. Dalam penelitian ini, peneliti langsung mengamati ke lapangan. Data yang diperoleh melalui observasi ini terdiri dari rincian tentang kegiatan, perilaku, tindakan orang secara keseluruhan. Hasil observasi ini kemudian dituangkan dalam catatan lapangan.

b) Wawancara Mendalam (in-depth interview)

(7)

3.4.2. Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian atau sumber data lain. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan pencatatan dokumen, yaitu dengan mengumpulkan data, jurnal, dan dari situs-situs internet yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti.

3.5. Interprestasi Data

(8)

3.6. Jadwal Kegiatan

Jadwal Kegiatan dan Laporan Penelitian:

No Jenis Kegiatan Bulan Ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Observasi √

2 Penyusunan Proposal Penelitian √ √ 3 Seminar Penelitian √ 4 Revisi Proposal Penelitian √

5

Penyerahan Hasil Seminar

Proposal √

6 Operasional Penelitian √

7 Bimbingan √ √ √ √

(9)

3.7. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menyadari masih terdapat keterbatasan-keterbatsan dalam penelitian. Untuk itu bagi para akademisi yang menggunakan hasil penelitian ini sebagai dasar kajian ilmiah maupun bagi praktisi yang menggunakan hasil penelitian ini sebagai dasar pengambilan keputusan diharapkan memperhatikan keterbatasan peneliti dalam penelitian ini yaitu:

1) Penelitian ini hanya membahas keserasian sosial masyarakat majemuk. Padahal masih banyak hal-hal lain yang berhubungan dengan penelitian ini misalnya aspek sosial ekonomi masyarakat multi etnis dan sebagainya.

(10)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian

4.1.1.Sejarah Kelurahan

Kelurahan Bandar Selamat adalah salah satu kelurahan yang terdapat di Kecamatan Medan Tembung, yang lahir dari perluasan Kotamadya Medan. Sebelumnya kelurahan ini adalah bagian dari Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. Saat itu kelurahan ini masih berstatus sebagai desa. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang warga yang sudah tinggal di kelurahan ini selama 35 tahun, terkait sejarah kelurahan disebutkan bahwa dulunya sebelum menjadi kelurahan, desa ini masih pusat tanaman buah pisang dan batas wilayah Medan Estate dulunya masih tanaman tembakau. Adapun asal mula nama kelurahan ini sebagai Kelurahan Bandar Selamat adalah dulu ketika musim penggrebekan bandar di Kota Medan, Bandar yang ada di Letda Soejono ini selamat dari penggrebekan tersebut, sehingga kelurahan ini diberikan nama Kelurahan Bandar Selamat.

(11)

Kelurahan Bandar Selamat saat ini dipimpin oleh seorang lurah yang bernama Bapak Muktar Lubis, SE yang telah menjabat selama dua tahun dan sekretaris lurah yang bernama Ibu Julita Siregar, SE. Kelurahan ini memiliki 12 lingkungan yang masing-masing lingkungan dipimpin oleh seorang kepala lingkungan. Kantor kelurahan saat ini memiliki anggota sebanyak 3 perangkat kelurahan, 1 Kasi Pemerintahan yang bernama Rusliani Girsang, SH dan 1 orang staff yang bernama Nurmayan Siregar, SE, 1 Kasi Trantib yang bernama Ahmad Sofyan, SE, 1 orang Kasi Pembangunan yang bernama Noni Kesumawati Siregar dan 1 orang staff yang bernama Syamsul Bahri Harahap, dan 12 kepala lingkungan. Lingkungan I kepala lingkungannya bernama Yusran Nasution, lingkungan II dipimpin oleh Darwis Nasution, lingkungan III dipimpin oleh H. Riswalina Nasution, lingkungan IV dipimpin oleh Darwis Pulungan, Lingkungan V dipimpin oleh Ir. M. Noor Arifin, Lingkungan VI dipimpin oleh Irwansyah Lubis, Lingkungan VII dipimpin oleh Bahjar H. Srg, lingkungan VIII dipimpin oleh Syamsul Anwar Lubis, lingkungan IX dipimpin oleh Fachrizal Lubis, lingkungan X dipimpin oleh Mhd. Irsan Nst, lingkungan XI dipimpin oleh Agus Supriyatna, lingkungan XII dipimpin oleh Retno M. Saragih.

(12)

4.1.2. Keadaan Geografis Kelurahan

Kelurahan Bandar Selamat Kecamatan Medan Tembung memiliki wilayah yang terdiri dari 12 Lingkungan yaitu lingkungan I terdiri dari 440 KK (1791 jiwa), lingkungan II terdiri dari 452 KK (2299 jiwa), lingkungan III terdiri dari 362 KK (1522 jiwa), lingkungan IV terdiri 415 KK (1641 jiwa), lingkungan V terdiri dari 309 KK (2088 jiwa), lingkungan VI terdiri dari 530 KK (2550 jiwa), lingkungan VII terdiri dari 231 KK (1517 jiwa), lingkungan VIII terdiri dari 587 KK (2963 jiwa), lingkungan IX terdiri dari 222 KK (1228 jiwa), lingkungan X terdiri dari 496 KK (2154 jiwa), lingkungan XI terdiri dari 216 KK (1009 jiwa), lingkungan XII terdiri dari 296 KK (909 jiwa).

Secara geografis Kelurahan Bandar Selamat Kecamatan Medan Tembung berada sekitar 5 sampai dengan 7 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata 32 ºC. Kelurahan ini memiliki wilayah seluas ± 94 ha dan memiliki jarak tempuh dari pusat kota ± 5-6 Km, sedangkan batas wilayahnya adalah :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kampus UMA Kabupaten Deli Serdang

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Tembung

c. Sebelah Barat berbatasan dengan Medan Estate Kabupaten Deli Serdang

(13)

4.1.3. Sarana dan Prasarana Kelurahan a. Sarana Kesehatan

Pemenuhan kebutuhan kesehatan di Kelurahan Bandar Selamat dilengkapi oleh beberapa prasarana kesehatan. Adapun sarana kesehatan yang terdapat di kelurahan ini sebanyak 17 unit seperti puskesmas, rumah sakit, apotik dan posyandu yang semuanya diharapkan dapat menunjang dan mendukung kesehatan masyarakat. Untuk lebih terperinci dapat dilihat pada tabel 1:

Tabel 1

Sarana Kesehatan di Kelurahan Bandar Selamat

No Sarana Kesehatan Jumlah

1. Puskesmas 1 unit

2. Rumah Sakit 1 unit

3. Apotik 3 unit

4. Posyandu 12 unit

Total 17 unit

Sumber: Profil Kelurahan Bandar Selamat 2014

(14)

rumah sakit 1 unit, apotik 3 unit dan posyandu 12 unit. Jadi khusus posyandu terdapat di masing-masing lingkungan yang ada di kelurahan.

b. Sarana Pendidikan

Dalam kehidupan dunia pendidikan sangatlah penting karena pendidikan sebagai upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga dalam setiap kelurahan sangat dibutuhkan adanya sarana pendidikan berupa yayasan atau lembaga-lembaga pendidikan. Adapun sarana-sarana pendidikan yang ada di Kelurahan Bandar Selamat adalah Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas yang berstatus negeri dan swasta seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2

Sarana pendidikan di Kelurahan Bandar Selamat

No Sarana Pendidikan Negeri Swasta Jumlah

1. TK - 4 4

2. SD 2 8 10

3. SMP 1 5 6

4. SMA - 3 3

Total 3 20 23

(15)

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa sarana pendidikan yang ada di kelurahan cukup memadai, hal ini terlihat dari setiap unit dari tingkat pendidikan yang memiliki jumlah yang cukup. Secara keseluruhan sarana pendidikan dari tingkat TK sampai tingkat SMA. Adapun jumlah sarana pendidikan yang terdapat di Kelurahan Bandar Selamat berjumlah 23 unit. Dimana sarana pendidikan negeri sebanyak 3 unit dengan rincian tingkat SD 2 unit dan tingkat SMP 1 unit, sarana pendidikan milik swasta terdapat 20 unit dengan rincian tingkat TK ada 4 unit, tingkat SD ada 8 unit, tingkat SMP ada 5 unit dan tingkat SMA terdapat 3 unit. Berdasarkan jumlah sarana pendidikan yang terdapat di kelurahan ini sudah maksimal dalam menunjang pendidikan masyarakat.

c. Sarana Peribadatan

(16)

Tabel 3

Sarana Ibadah di Kelurahan Bandar Selamat

No Sarana Ibadah Jumlah

1. Mesjid 15 unit

2. Gereja -

3. Vihara -

Total 15 unit

Sumber: Profil Kelurahan Bandar Selamat 2014

(17)

4.1.4. Gambaran Penduduk Kelurahan Bandar Selamat

4.1.4.1. Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Lingkungan Tempat Tinggal Jumlah penduduk di Kelurahan Bandar Selamat Kecamatan Medan Tembung adalah 21.649 jiwa, terdiri dari laki-laki berjumlah 10.475 orang dan perempuan berjumlah 11.174 orang. Jumlah kepala keluarga (KK) yaitu 4.559 KK. Dari seluruh jumlah penduduk yang tinggal di kelurahan ini terbagi ke dalam 12 lingkungan yang masing-masing lingkungan terdiri dari 1791 jiwa di lingkungan I dipimpin oleh Yusran Nasution, lingkungan II 2299 jiwa dipimpin oleh Darwis Nasution, lingkungan III 1522 jiwa dipimpin oleh H. Riswalina Nasution, lingkungan IV 1641 jiwa dipimpin oleh Darwis Pulungan, lingkungan V 2088 jiwa dipimpin oleh Ir. M. Noor Arifin, lingkungan VI 2550 jiwa dipimpin oleh Irwansyah Lubis, lingkungan VII 1517 jiwa dipimpin oleh Bahjar H. Srg, lingkungan VIII 2963 jiwa dipimpin oleh Syamsul Anwar Lubis, lingkungan IX 1228 jiwa dipimpin oleh Fachrizal Lubis, lingkungan X 2154 jiwa dipimpin oleh Mhd. Irsan Nst, lingkungan XI 1009 jiwa dipimpin oleh Agus Supriyatna, lingkungan XII 909 jiwa dipimpin oleh Retno M. Saragih.

Seluruh penduduk di desa ini adalah warga Negara Indonesia atau penduduk pribumi. Secara terperinci dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 5

(18)

No. Lingk.

Jumlah KK

Jumlah Laki-laki

Jumlah Perempuan

Total

F % F % F %

1. I 440 839 46,84 952 53,15 1791 100

2. II 452 1011 43,97 1288 56,02 2299 100

3. III 362 751 49,34 771 50,65 1522 100

4. IV 415 788 48,01 871 53,07 1641 100

5. V 309 972 46,55 1086 52,01 2088 100

6. VI 530 1238 48,54 1312 51,45 2550 100

7. VII 231 782 51,54 735 48,45 1517 100

8. VIII 587 1379 46,54 1584 53,45 2963 100

9. IX 222 666 54,23 562 45,76 1228 100

10. X 496 1067 49,53 1087 50,46 2154 100

11. XI 216 568 56,29 441 43,70 1009 100

12. XII 296 424 46,64 485 53,35 909 100

(19)

Dari tabel 5 dapat kita peroleh gambaran bahwa dari 4559 KK, jumlah penduduk yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak dari jumlah penduduk laki-laki yaitu 11174 Jiwa (51,61%), Sedangkan penduduk yang berjenis kelamin laki-laki-laki-laki yaitu 10475 Jiwa (48,38%). Dari 12 lingkungan yang ada di Kelurahan Bandar Selamat, Lingkungan VIII dengan kepala lingkungan Bapak Syamsul Anwar Lubis merupakan salah satu lingkungan yang penduduknya lebih banyak dibandingkan dengan lingkungan lainnya. Lingkungan ini terdiri dari 587 KK dengan jumlah penduduk 2963 jiwa.

4.1.4.2. Penduduk Berdasarkan Etnik

(20)

Tabel 6

Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnik

No. Etnik

Jumlah Laki-Laki

Jumlah Perempuan

Total

Persentase

(%)

1. Mandailing 8.922 10.431 19.353 89,39%

2. Jawa 544 250 794 3,76%

3. Melayu 352 169 512 2,36%

4. Minang 330 129 459 2,12%

5. Nias 138 116 254 1,17%

6. Banjar 52 38 90 0,41%

7. Aceh 40 37 77 0,35%

8. Sunda 38 27 65 0,30%

9. China/Tion ghoa

25 11 36 0,16%

(21)

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa Kelurahan Bandar Selamat merupakan salah satu kelurahan yang terdapat di Kecamatan Medan Tembung yang karakteristik masyarakatnya heterogen yaitu didiami oleh berbagai etnik seperti Etnik Mandailing (89,39%), Jawa (3,66%), Melayu (2,36%), Minang (2,12%), Nias (1,17%), Banjar (0,41%), Aceh (0,35%), Sunda (0,30%), dan China/Tionghoa (0,16%). Dalam hal ini berdasarkan data yang telah diperoleh dari data kependudukan Kelurahan Bandar Selamat dapat di lihat bahwa masyarakat yang tinggal di kelurahan ini di dominasi oleh Etnik Mandailing, karena Etnik Mandailing merupakan etnik yang lebih manyoritas dari beberapa etnik yang tinggal di kelurahan ini.

4.1.4.3. Penduduk Berdasarkan Agama

Ditinjau dari sudut agama yang dianut oleh penduduk Kelurahan Bandar Selamat, terdapat perbedaan jumlah penganutnya yang dikelompokkan atas penganut Agama Islam, Kristen Protestan, Katholik, Hindu, Buddha. Unutk lebih terperinci dapat dilihat pada tabel 8:

(22)

Tabel 8

Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

No. Agama

Jenis Kelamin

Jumlah Persentase Laki-Laki Perempuan

1. Islam 7.450 7.739 15.189 70,17 %

2. Kristen P 2.973 3.448 6.421 29,65 %

3. Katholik - - - -

4. Hindu - 1 1 0,01 %

5. Budha 18 20 38 0,17 %

Total 10.441 11.208 21.649 100 %

Sumber: Profil Kelurahan Bandar Selamat 2014

Bersadarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa agama yang paling banyak dianut masyarakat di kelurahan ini adalah agama islam dengan jumlah 70,17 % atau 15.189 jiwa. Agama ini sebagai agama mayoritas yang paling banyak dianut masyarakat dikarenakan penduduk yang tinggal di kelurahan ini mayoritas masyrakat Mandailing. Dan kita ketahui bahwa Etnik Mandailing rata-rata beragama islam. Sedangkan agama Kristen Protestan 29,65% atau 6.421 jiwa, agama Hindu berjumlah 0,01 % atau 1 jiwa orang serta agama Buddha berjumlah 0,17 % atau 38 jiwa.

(23)

Mandailing, Jawa, Melayu, Minang, Nias, Banjar, Aceh, Sunda dan Tionghoa/Buddha. Meskipun demikian masyarakat di kelurahan ini hidup harmonis dan mereka bebas melakukan berbagai kegiatan keagamaan seperti perayaan hari besar masing-masing agama.

4.1.4.4. Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu sarana untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan dalam berpikir, baik itu secara formal maupun informal. Dengan bekal pendidikan yang dimiliki, seseorang diharapkan dapat berdiri sendiri dalam menunjang kehidupannya di kemudian hari.

(24)

Tabel 9

Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase

1. Belum Sekolah 3970 18,33 %

2. Taman Kanak-Kanak 1506 7,01 %

3. SD 1323 6,11 %

4. SMP 1080 5,00 %

5. SMA 1132 5,22 %

6. Diploma 7384 34,11 %

7. Sarjana 4767 22,01 %

8. Pasca Sarjana 487 2,24 %

Total 21649 100 %

Sumber: Profil Kelurahan Bandar Selamat 2014

(25)

(7,01%), tingkat SD berjumlah 1323 jiwa (6,11%), tingkat SMA 1132 jiwa (5,22%), tingkat SMP berjumlah 1080 jiwa (5,00%), dan tingkat pasca sarjana berjumlah 487 jiwa (2,24%). Dari semua rincian tingkat pendidikan penduduk masih terdapat penduduk yang belum sekolah 3970 jiwa (18,33%).

4.1.5. Ekonomi Masyarakat

(26)

Tabel 10

Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

No. Jenis Pekerjaan Jumlah (Jiwa)

Persentase

(%)

1. Pegawai Negeri Sipil 720 6,70 %

2. Pengrajin Industri Rumah Tangga

1.100 10,22 %

3. Pedagang Keliling 86 0,80 %

4. Montir 350 3,25 %

5. Dokter Swasta 12 0,11 %

6. TNI 47 0,43 %

7. POLRI 414 3,84 %

8. Pensiunan PNS/TNI/POLRI 950 8,83 %

9. Pengusaha kecil dan menengah

250 2,32 %

10. Pengacara 5 0,04 %

(27)

12. Jasa Pengobatan Alternatif 1 0,01%

13. Dosen Swasta 47 0,43 %

14. Karyawan Perusahaan Swasta 3.337 31,02 %

15. Karyawan Perusahaan Pemerintah

- -

16. Buruh 890 8,27 %

17. Tukang Becak 275 2,55 %

18. Mahasiswa 1866 17,34 %

19. Tidak Bekerja/Belum Bekerja 400 3,71 %

Total 10757 100%

Sumber: Profil Kelurahan Bandar Selamat 2014

(28)

(0,04%), jasa pengobatan alternatif 1 orang (0,01%), dan dari daftar pekerjaan penduduk masih ada yang belum bekerja/belum bekerja berjumlah 400 jiwa (3,71%).

Apabila kita perhatikan angka-angka di atas yang menunjukkan komposisi penduduk berdasarkan pekerjaan, secara ekonomi sudah baik, mengingat kawasan ini merupakan kawasan pinggiran kota yang dijadikan sebagai kawasan industri ataupun semakin berkembangnya perusahaan-perusahaan swasta yang bisa membantu penduduk dalam hal ekonomi. Sehingga dapat diketahui bahwa jumlah penduduk terbesar yang tinggal di kelurahan ini bekerja sebagai karyawan perusahaan swasta.

4.2. Profil informan

1. Muktar Lubis (Lurah Bandar Selamat)

(29)

Pak Muktar telah menjabat sejak tahun 2013 yang jika dihitung lamanya beliau telah menjabat selama 2 tahun 5 bulan. Baginya, jabatan adalah amanah yang harus dia tanggung dan jalankan karena lari dari jabatan adalah sebuah sikap pengecut dan lari dari sebuah masalah karena seorang Lurah adalah orang yang dipercayakan oleh Camat untuk diamanahi sebuah tugas yang mulia yaitu mengabdi kepada masyarakat. Banyak suka duka yang beliau rasakan selama menjabat sebagai Lurah. Kalau untuk diceritakan maka waktu yang sangat terbatas dan sedikit ini dalam proses wawancara maka tidaklah cukup karena waktu 2 tahun 5 bulan sangat banyak cerita manis pahitnya menjadi seorang abdi masyarakat. Akan tetapi beliau beri masing-masing satu contoh. Suka sebagai abdi masyarakat yang beliau contohkan adalah menjadi salah satu alasan untuk bisa dekat dengan semua lapisan masyarakat disini karena dengan begitu beliau bisa memiliki banyak teman dan kenalan apalagi Pak Muktar bukan lah orang yang berdomisili di kelurahan ini. Sedangkan duka menjadi seorang abdi masyarakat adalah belum mampunya beliau untuk meningkatkan produktivitas keseluruhan masyarakatnya dalam hal lapangan pekerjaan karena beliau menyadari masih ada warganya yang belum memiliki perkerjan karena pekerjaan adalah alasan untuk menciptaka kesejahteraan sebuah keluarga. Jika keluarga baik maka baik pula masyarakatnya, ungkap pak Muktar.

2. Sayuti Lubis (Tokoh Mandailing )

(30)

tahun silam. Banyak perubahan yang dia rasakan sejak dahulu hingga sekarang. Mulai dari masyarakatnya sampai infrastrukturnya. Ompung lubis pernah tinggal 5 tahun di jakarta untuk merintis sebuah usaha berbentuk toko dengan jenis dagangan umum. Akan tetapi dia tidak cukup lama mampu bertahan dengan persaingan yang ada di ibu kota. Beliau memutuskan untuk kembali ke Medan dan membangun hidup disini. Ompung lubis memiliki 2 orang istri dan 7 orang anak. Istrinya yang pertama telah meninggal dunia ketika beliau hidup di jakarta. Dari istri pertamanya dia mendapat 6 orang anak dan istrinya yang kedua 1 orang anak.

Ompung Lubis yang kesehariannya selalu membaca ini banyak akan pengalaman hidup yang jika seandainya ditanya tentang suatu perkara tentang permasalahan hidup maka hampir-hampir dia tidak pernah absen dalam menjawab dan sangat jarang dia tidak mengetahui apa solusi dari permasalahan tersebut. Maka sangat wajar, ketika warga ada permasalahan maka yang menjadi tempat bertanya adalah orang yang banyak pengalaman hidupnya.

3. Datuk Zul (Tokoh Melayu)

(31)

Dengan jabatan yang dia emban, membuat wak Datuk dikenal di masyarakat dan dengan sering tampilnya di kegiatan-kegiatan masyarakat yang bukan hanya kegiatan dari etnik Melayu saja. Banyak kegiatan masyarakat Bandar Selamat yang diketuai oleh beliau dan beranggotakan orang-orang dari etnik lainnya. Beliau juga sempat bercerita kepada peneliti bagaimana sepak terjangnya sebagai ketua dan peran Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia yang penuh suka dan duka, kepercayaan yang pasang surut, fitnah yang timbul, berbaur dengan masyarakat bahkan pengorbanan yang harus dilakukannya.

4. Sarno (Tokoh Jawa)

Telah hampir 30 tahun pak Sarno tinggal di kelurahan Bandar Selamat dan kini beliau telah memasuki usianya yang telah tua. Beliau sekarang berumur 58 tahun dan pertama sekali pindah kesini pada tahun 1986 dimana beliau pada saat itu baru memiliki anak 1 dan sekarang telah memiliki 5 orang anak. Beliau adalah pensiunan perusahaan swasta yang tidak lagi bekerja dan sekarang hanya menjalani waktu-waktunya dengan disibukkan ibadah saja. Beliau adalah orang yang taat dan patuh kepada Tuhannya dengan segala perintah dan laranganNya.

(32)

juga sudah berpengalaman berinteraksi dengan orang-orang yang telah silih berganti masuk keluar di lingkungan dia tinggal. Dengan sebab itu pak Sarno bisa bersikap dengan baik dan pandai menempatkan diri kepada orang-orang disekitarnya.

5. Rijal (warga etnik Melayu)

Pak rijal satu keturunan dengan wak Datuk, sama-sama keturunan Melayu. Mereka tidak memiliki hubungan keluarga sedikitpun hanya tinggal dan bertetangga di kelurahan yang sama saja. Keakraban nampak dari interaksi yang terbanguna sesama mereka dikarenakan mereka satu keturunan yaitu keturunan Melayu. Pak rijal sendiri berasal dari kabupaten Batubara Sumatera Utara sedangkan wak Datuk memang penduduk asli kota Medan. Usia pak Rijal sekarang telah mencapai 40 tahun, usia dimana seseorang telah benar-benar matang secara psikologis. Beliau dikarunia dengan 3 orang anak, yang ketiganya berjenis kelamin perempuan dari seorang istrinya yang beretnik Batak.

Beliau sangat pemurah dan senang berbagi orangnya, banyak yang senang bergaul dengannya dan tak jarang ketika berkumpul bersama di masjid selepas sholat magrib beliau sesekali pergi membeli makanan ringan disekitar masjid untuk dimakan bersama sambil menunggu waktu sholat isya. Masjid menjadi tempat utama warga berkumpul bersama setelah warung, sarana olahraga, dan temapat lainnya.

6. Sugeng Barus (warga Karo)

(33)

padahal beliau adalah orang yang cukup ramah dan dikenal baik. Sugeng Barus adalah nama yang diberikan orang tuanya berdasarkan campuran etnik dari kedua orang tuanya yaitu etnik Karo dan Jawa. Beliau sangat hangat dalam menyambut tamu yang datang. Baginya kedatangan tamu adalah sebuah kehormatan yang harus dimuliakan karena dalam ajaran Islam diajarkan bagaimana memuliakan tamu baik dia dari golongan elite ataupun dari golongan bawah. Beliau sekarang berusia 35 tahun dan tinggal di sebuah rumah kontrakan berkamar 2 dengan istri dan anaknya.

Bang sugeng adalah seorang sarjana lulusan Institut Agama Islam Negri (IAIN) yang sekarang telah berganti nama menjadi UINSU. Beliau banyak bercerita tentang pengalamannya menjadi seorang mahasiswa dan tak sedikit nasihat-nasihat yang ditujukan ke peneliti untuk cepat menyelesaikan masa studi dan bergabung penuh di dunia nyata yaitu dunia aplikasi dari pendidikan yang dirasakan selama sekolah.

7. Zaidir Piliang (warga Minang)

(34)

Pelanggannya bukan hanya orang-orang kelurahan akan tetapi orang dari luar pun banyak yang menjadi pelanggannya mulai dari yang satu etnik maupun bukan satu etnik. Sebagai penjahit yang handal dia tidak membedakan pelanggannya yang satu etnik atau bukan karena dia tahu harus melayani semua orang dari jenis etnik manapun demi kelancaran usahanya. Baginya siapapun yang datang dan ingin hasil karyanya maka dia harus benar-benar melayaninya dengan sepenuh hati. Dia mengakui bahwa setiap orang dari berbagai etnik yang datang khususnya pelanggan yang berdomisili di kelurahan Bandar Selamat memiliki karakter yang berbeda-beda akan tetapi baginya itu adalah rintangan yang harus dia lalui demi kelancaran usahanya.

8. Erna Nasution (warga Mandailing)

(35)

Ibu Erna juga aktif di pengajian ibu-ibu yang diadakan oleh lingkungan sekali dalam seminggu untuk mengisi waktu para ibu untuk mendapatkan ilmu agama. Beliau jarang sekali absen walau sesibuk apapun kegiatannya, akan tetapi beliau tidak memungkiri pernah terlambat dalam menghadiri pengajian dikarenakan kesibukannya. Berkumpul dan bertemu dengan sesama teman dari latar belakang berbeda merupakan kesenangan tersendiri setelah mendengarkan ceramah-ceramah atau kegaiatan yang ada di pengajian tersebut dikarenakan beliau selalu punya cerita dan pelajaran baru disetiap pertemuan sekali seminggunya.

9. Wanti (warga Jawa)

(36)

saja yang baru dia kenal karena 10 tahun diperantauan mengajarkan bagaimana dia harus bersikap kepada berbagai orang dari etnik yang berbeda.

4.3. Gambaran Keserasian Sosial Masyarakat Majemuk di Bandar Selamat 4.3.1. Potret Kerukunan dalam Masyarakat

Kerukunan dalam sebuah tatanan masyarakat yang beragam suku, agama, ras, dan budaya sangat sulit ditemukan. Kelurahan Bandar Selamat merupakan bagian kecil dari konstruksi keharmonisan masyarakat multietnik dan realitas keragaman yang saling menyapa. Kelurahan ini mempunyai keunikan tersendiri, karena dalam wilayah tersebut didiami oleh etnik yang dominan dan non-dominan yang saling menyapa. Wilayah tersebut juga merupakan potret dari keragaman masyarakat Indonesia, yang mampu mengkonstruksi sebuah keragaman identitas menjadi suatu kehidupan yang harmonis dan mampu menciptakan solusi bagi setiap gejolak yang terjadi dalam masyarakat tersebut.

(37)

berdampingan antar satu dan yang lainnya. Sangat jarang ditemukan dalam tatanan kehidupan masyarakat yang heterogen,suatu sikap toleransi dalam sebuah tatanan kehidupan yang di dalamnya ada bermacam-macam suku maupun agama. Ada beberapa contoh sikap saling menghargai dalam masyarakat Bandar Selamat,seperti yang dikatakan oleh pak Datuk Zul sebagai berikut:

“Kami saling kerjasama pas pembangunan masjid, karena lebih tepat dan hemat untuk proses pembangunan yang lebih cepat. Dengan mengerahkan semua kalangan etnik yang ada dengan sumbangsih tenaga, uang, ide, dan sesuatu yang bisa bermanfaat lah.”

Hal yang sama juga diungkapkan oleh pak Sayuti Lubis sebagai berikut: “Pada waktu pembangunan masjid orang-orang Melayu dan etnik lain ikut bekerja bangun, tanpa ngeliat perbedaan dalam diri masing-masing,kayak ketua BKMnya sekarang ini, dia sering motivasi anggota-anggota pengurus BKMnya membaur di wilayah ini karena di organisasi lebih mengutamakan kerja sama dari pada individu, Ketika Masjid mengadakan majelis ta’lim orang Melayu dan etnik lain diundang untuk mendengarkan, mereka sangat semangat untuk menghadiri undangan tersebut.”

(38)

ribuan resiko terpaan gelombang disintegrasi yang cukup kuat menerpa setiap dinding-dinding bahtera kehidupan, masyarakat Bandar Selamat tidak mudah terpropokasi oleh besarnya gelombang perpecahan tersebut. Sebagaimana juga yang disampaikan oleh pak Zaidir Piliang sebagai berikut:

“Kami di sini gak melihat perbedaan yang ada, di sini masyarakat yang berbeda etnik sudah menjadi sekeluarga dan gak mudah terpropokasi dengan isu dari manapun. Kekeluargaan yang lebih kita utamakan dalam menjaga kerukunan antar etnik”.

Pak Sarno dalam wawancaranya juga mengatakan hal yang sama sebagai berikut: “Kita saling menghormati sesama etnik, artinya kami

dari Jawa selalu menjaga agar tidak saling mengganggu antara satu sama lain begitu pula teman-teman yang dari etnik lain. Bahkan kami selalu di beri nasehat oleh orang-orang alim khususnya pak Sayuti, selalu memberikan nasihat panjang lebar tentang menjaga kerukunan dengan cara saling menghargai dan menghormati, sehingga kami menjaga hubungan antar sesama etnik. Kami juga saling menyapa dan menghormati antar sesama baik di tempat bekerja maupun di jalan. Ada majelis taklim akbar disini bergantian kadang di masjid kadang juga dilaksanakan di rumah jadi saling bergiliran, semua etnik diundang sehingga komunikasi dan interaksi berjalan dengan baik.”

(39)

4.3.2. Toleransi dalam Keragaman Etnik

  Istilah budaya toleransi tampaknya belum banyak dikenal dalam wacana

sosial-politik Indonesia, karena selama masa otoriter Orde Baru, toleransi menjadi salah satu nilai yang dimobilisasikan dan diintroduksikan secara represif dalam ideologi uniformitas Pancasila. Beberapa pakar kebudayaan mengungkapkan bahwa nilai toleransi bukanlah sebuah nilai yang hadir pada dirinya sendiri. Kadar toleransi bersumber dari adanya nilai empati yang secara inherent sudah ada dalam hati setiap manusia. Empati merupakan kemampuan hati nurani manusia untuk ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, kemampuan untuk ikut bergembira ataupun berduka dengan kegembiraan dan kedukaan orang lain. Semakin tinggi kadar empati seseorang, semakin tinggi pula kemampuan orang itu membangun nilai toleransi, yaitu kemampuan untuk menerima dan menghargai adanya perbedaan.

(40)

“Masyarakat di kelurahan ini memegang prinsip “Melayu, Jawa, Batak, dan yang lain sama-sama pendatang jadi lebih baik mengutamakan kerja sama dari pada mencari masalah yang hanya merugikan semua dan gak ada untungnya.” Bahkan pada waktu pembangunan masjid pun orang-orang dari berbagai etnik ikut bekerja membangun.

Hal tersebut di atas,merupakan manifestasi rasa dari kesaksian bersama bahwa sudah sepantasnyalah perjalanan kehidupan ini berlangsung seirama, serasi dan sekeyakinan, agar kehidupan rukun yang telah dipelihara selama puluhan tahun akan tetap awet dalam bingkai keberagaman sebagaimana cita-cita dan amanat Bhineka Tunggal Ika. Gejolak yang sering terjadi dalam mewarnai kehidupan masyarakat di Bandar Selamat dapat diatasi dengan baik tanpa harus melalui konflik yang berkepanjangan seperti yang terjadi di berbagai daerah. Hal ini seperti yang diungkapkan pak Mukhtar sebagai berikut:

“Masyarakat disini saling memahami perbedaan yang ada dan mengerti apa yang harus mereka perbuat kalau ada perbedaan yang terjadi. Pernah ada perbedaan pendapat saat pembentukan panitia pembangunan masjid, masalahnya ada orang-orang yang merasa tidak pantas dibidangnya karena tidak punya kemampuan untuk menanggungjawabi tugasnya akan tetapi selaku penasehat, saya mengarahkan bahwa perkara kepanitian ini cuma proses belajar untuk masing-masing orang sedangkan tanggung jawab adalah milik bersama...”

(41)

Jika kita berkaca pada masa yang silam, berjuta-juta nyawa telah melayang dan banyak orang menderita akibat intoleransi yang terjadi di berbagai negara. Samuel Huntington merupakan futurolog yang pertama kali mensinyalir bakal munculnya perbenturan antar masyarakat "di masa depan" yang akan banyak terjadi dalam bentuk perbenturan peradaban “clash of civilisation.” Sentimen ideologis yang selama ini dominan dalam perang dingin, berubah dengan sentimen agama dan budaya. Blok-blok dunia juga akan banyak ditentukan oleh kepemihakan terhadap agama dan kebudayaan. Kutipan pernyataan futurolog ini hanya untuk mengingatkan bahwa kebudayaan tidak jarang membangun blok-blok yang dapat menimbulkan ketegangan dan bahkan peperangan. Masyarakat terutama yang mempunyai karakter multietnik dan multiagama perlu senantiasa menggali wawasan kebangsaannya untuk menghindari ketegangan-ketegangan baru. Konflik horizontal antar kelompok masyarakat tertentu di Indonesia (Ambon, Kupang, Sambas, Palangkaraya, Sampit, Papua, Poso, Lombok, Tasikmalaya, Jakarta, Solo, Surabaya, dll) seharusnya menggugah bangsa ini untuk kembali merenungi pertanyaan-pertanyaan mendasar.

4.3.3. Konflik Yang Terjadi Pada Masyarakat

(42)

damai, juga sering mengalami gejolak dan gesekan dalam perjalanan mengarungi samudera kehidupan bermasyarakat. Gejolak tersebut terjadi baik yang diakibatkan oleh permasalahan antar generasi muda yang berbeda etnik dan agama, masalah kecemburuan sosial antar etnik, masalah penyindiran agama, bahkan pernah terjadi masalah sengketa tanah yang sampai hari ini permasalahan tersebut belum selesai tetapi masih diredam seperti yang diungkapkan pak Mukhtar sebagai berikut:

“Dulu pernah ada masalah antara Batak dan Melayu, dibalik permasalahan ini ada orang yang bikin fitnah dari salah satu etnik yang ada di kelurahan ini, dasarnya orang ini tidak rukun dengan Melayu, Batak, dan Jawa. Kebetulan orang tersebut bekerja sebagai pembantu sama orang Melayu, kemudian dia bikin fitnah disana, dan alhamdulillah permasalahan tidak sempat menciptakan konflik sosial di antara masyarakat, orang yang tadi rencana akan dibunuh oleh masyarakat, waktu itu masyarakat ribut. tapi saya sempat atasi permasalahan. Saya undang yang bermasalah secara kekeluargaan untuk menyelesaikan masalah tersebut.”

(43)

Fitnah seperti yang terjadi di atas sangat potensial dalam memicu konflik sosial antara masyarakat, sehingga perlu kewaspadaan dan kelapangan hati untuk menerima setiap isu yang digemborkan oleh oknum-oknum yang menginginkan disintegrasi pada suatu masyarakat yang rukun. Dalam masyarakat multietnik, bukanlah merupakan masalah yang baru jika dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan yang krusial seperti di atas, hanya saja, bagaimana sikap kita untuk menepis permasalahan tersebut. Inilah tantangan yang amat besar dalam menjaga keharmonisan masyarakat. Karena tidak dapat dipungkiri, bahwa tantangan tersebut bisa saja datang dari luar bahkan juga dari dalam masyarakat itu sendiri. Modal utama dalam hidup bermasyarakat, terutama dalam masyarakat heterogen adalah jangan cepat terpengaruh oleh isu-isu negatif yang datangnnya dari dalam maupun luar. Hal ini seperti yang diungkapkan pak Sarno sebagai berikut

“Untuk jauh dari konflik antar masyarakat yang berbeda suku dan agama, kita harus menghindari perbuatan kayak menghina, mencela, buruk sangka, pandang enteng, mencemarkan nama baik. Karena hal-hal tersebut yang memicu konflik sosial.”

Kelurahan Bandar Selamat, sering dihadang oleh badai disintegrasi, tetapi dengan semangat persatuan mereka mampu mengkonstruksi harmonisasi di tengah-tengah lautan multikulturalisme. Gejolak yang terjadi di kelurahan ini bukan hanya permasalahan fitnah tapi juga sempat terjadi masalah prasangka sosial terhadap etnik lain yang dikatakan pak Mukhtar sebagai berikut:

(44)

masing-masing etnik yang sering mabuk-mabukan.isunya orang batak tukang mabuk dan makan orang. Tetapi kita bendung dan kita bina anak-anak tersebut tentang buruknya berprasangka apalagi sampai berkelahi, Masing-masing tokoh saya undang agar memberi nasehat kepada masing-masing kelompoknya.”

Hal serupa juga diungkapkan oleh pak Datuk Zul dan Rijal sebagai berikut: “Kami dulu memang ada gejolak buruk sangka antar pemuda, tapi kami tidak berikan kesempatan warga untuk terpengaruh, bahaya nanti bisa-bisa antar warga pulak nanti yang saling serang.”

Munculnya prasangka sosial ditengah masyarakat terutama dalam berinteraksi dengan masyarakat yang berbeda etnik ini disebabkan oleh banyak faktor yaitu antara lain adanya persaingan antar kelompok, kurangnya pengalaman, adanya anggapan yang berlebihan dengan adanya ketegangan emosional dalam diri individu seperti yang diungkapkan pak Mukhtar dan Datuk Zul mengenai anak-anak muda yang mabuk-mabukan tersebut.

Dengan adanya komunikasi yang baik maka akan terbina suatu pola interaksi yang kuat dimana diantara mereka akan terbentuk rasa saling memahami dan mengerti terutama terhadap masyarakat dari etnik lain, sehingga timbulnya prasangka sosial diantara masyarakat Bandar Selamat dapat dikurangi.

4.3.4. Amalgasi Sebagai Upaya Pembauran Budaya

(45)

etnik. Di Bandar Selamat terjadinya perkawinan campur, salah satunya karena faktor pembauran etnik pada suatu tempat yang memiliki berbagai macam etnik. Sehingga, menimbulkan kecocokan antara satu sama lain. Dan, karena perasaan yang timbul dalam jiwa seseorang yang merasa bahwa dirinya sudah cukup matang dalam mengarungi hidup berkeluarga. Mereka merasa bahwa jodoh tak memilih latar belakang apapun. Untuk permasalahan adat perkawinan pun dimusyawarahkan secara kekeluargaan, apakah melaksanakan dengan adat A atau adat B.

Perkawinan campuran antara perempuan dengan laki-laki yang berbeda etnik sudah sering terjadi berdasarkan temuan lapangan dan penjelasan dari informan penelitian,hal ini diungkapkan ibu Erna sebagai berikut:

“kalau yah udah suka sama lawan jenis, apalagi kalau dilihat cantik atau ganteng pasti jarang nanya dia etnik apa, kalaupun pasangannya dari etnik lain gak masalah yang penting suka sama suka...”

Hal senada juga diungkapkan ibu Wanti sebagai berikut:

“perkawinan antar etnik itu biasa disini, suami saya aja orang Batak, kan yang penting suka sama suka. Buktinya kami gak pernah ada masalah justru kami bisa saling mengenal perbedaan satu sama lain..”

Berdasarkan data yang dikumpulkan penulis di lapangan, dalam masyarakat Bandar Selamat perkawinan campur antar etnik yang berbeda tersebut dapat diklasifikasikan kedalam empat bentuk, yakni sebagai berikut:

1. Perkawinan campur antara Etnik Jawa dengan Etnis Mandailing

(46)

Mandailing terdiri dari berbagai latar belakang seperti suka sama suka,religius,santun,lembut, dan lain-lain. 

2. Perkawinan campur antara etnik Minang dengan Mandailing

Etnik Minang yang menikah dengan Etnik Mandailing di Bandar Selamat banyak juga terjadi. Perkawinan campur antar etnik ini melalui kesamaan daerah asal perantauan yang hampir berdekatan.

3. Perkawinan campur antara etnik Mandailing dengan Melayu

Umumnya etnik Mandailing adalah pendatang di kota Medan dan etnik Melayu sebagai penduduk asli yang telah lama terjalin hubungan sosial yang akrab dan merasa sebagai bagian dari keluarga.

4. Perkawinan campuran lainnya antara etnik-etnik yang ada

Perkawinan campuran seperti ini tidak begitu terlihat di permukaan karena etnik yang ada sangat minoritas dan orang-orangnya telah beradapatasi dengan budaya yang beragam.

4.4. Faktor-Faktor Keserasian Sosial Masyarakat Majemuk di Bandar Selamat 4.4.1. Forum-forum masyarakat sebagai komponen Modal Sosial

(47)

tradisi, dan kebiasaan-kebiasaan historis. Mekanisme kultural tersebut mampu membentuk nilai-nilai bersama dalam menghadapi masalah bersama dalam komunitas. Namun demikian, sebagai modal utama terbentuknya modal sosial tersebut adalah kejujuran antar individu yang terus menerus sehingga menimbulkan ikatan kepentingan dalam komunitas. Selanjutnya akan membentuk ikatan kelompok sosial berdasarkan norma-norma yang disepakati sebagai konsekuensi dari ikatan tersebut.

(48)

Pada masyarakat Bandar Selamat sendiri, praktek kerja sama atau yang dikenal dengan gotong royong masih kental pada masyarakat ini, misalnya dalam kegiatan kerja bakti yang dilakukan di kantor lurah Bandar Selamat yang melibatkan semua unsur etnik dan agama. Bahkan hasil wawancara yang peneliti temukan di lapangan, ada salah satu norma yang terbangun dalam masyarakat, ketika ada himbauan untuk kerja bakti lalu kemudian ada salah satu dari masyarakat yang tidak ikut maka akan dikenakan sanksi Rp.1000, seperti yang dikatakan pak Datuk Zul sebagai berikut:

“Ada norma yang kami jadikan pegangan dalam hal gotong royong. Ketika orang tidak ikut kerja bakti misalnya di kantor lurah atau ditempat lainnya, mereka akan kena denda sebesar Rp 1.000 tapi rasa yang sangat ditekankan di situ, misalnya saya tidak ikut kerja bakti di denda Rp 1.000 itu tak seberapa jumlahnya, saya bisa mendapatkan lebih dari itu, tetapi bagaimana dengan perasaan. Jadi, denda itu sebenarnya hanya peringanan atau teguran saja, tetapi rasa itu yang agak berat karena nama-nama yang tidak ikut tersebut akan dibacakan di forum, kami punya forum sendiri setiap hari sabtu minggu pertama. Kami mengadakan forum adat, dan akan dibacakan siapa-siapa yang tidak hadir dalam acara kerja bakti tersebut.”

Kerja bakti antar etnik bukan hanya dilaksanakan di kantor lurah Bandar Selamat saja tetapi juga pada waktu pembangunan masjid semua etnik datang membantu hingga berdirinya masjid Al-Hikmah, sebagaimana telah di jelaskan dalam wawancara Pak Sayuti pada wawancara sebelumnya. Jadi, kebiasaan masyarakat untuk saling membantu sangat tertanam kuat dalam masing-masing individu.

(49)

di beberapa lingkungan, Tadarusa Ibu-ibu, PKK, dan Yasinan. Kegiatan tersebut juga melibatkan seluruh etnik kecuali Tadarusan dan Yasinan hanya dilaksanakan oleh etnik-etnik yang beragama Islam saja. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat menciptakan komunikasi yang cukup baik di antara masyarakat ketika berkumpul di forum-forum tersebut sebagaimana dijelaskan oleh pak Rijal sebagai berikut:

“Ukhuwah antar etnik di sini sering terjadi dan itu kami pelihara selama bertahun-tahun melalui forum-forum yang ada, sehingga sudah melekat dalam diri kami ukhuwah tersebut.”

4.4.2. Masjid sebagai wadah Dalam Pendidikan Multikultural Kepada Masyarakat

(50)

menjembatani proses interaksi di antara masyarakat juga dilakukan melalui kegiatan-kegiatannya yang bersifat integratif tanpa melihat latar belakang etnik. Contohnya, di masjid sering melaksanakan kegiatan Majelis Ta’lim akbar, dalam kegiatan tersebut, semua etnik yang ada di Bandar Selamat tanpa terkecuali diundang untuk menghadiri, undangan tersebut lebih bersifat mempererat ukhuwah antar etnik dan mendalami ilmu agama. Semua etnik melakukan pembauran tanpa melihat latar belakang, mereka saling berinteraksi seakan tak ada pembedaan antara satu sama lain. Inilah konstruksi harmonisasi yang dilakukan oleh masjid dalam proses pengintegrasian masyarakat seperti yang dijelaskan pak Sayuti sebagai berikut:

“Adanya ukhuwah dan saling koordinasi jadi timbul rasa cinta antar sesama. Masjid juga salah satu tempat yang proses ukhuwahnya antar etnik berjalan, misalnya, ketika ada kegiatan Majelis Ta’lim Akbar yang dilaksanakan satu bulan sekali tepat pada minggu ke tiga, kemudian juga tadarus Al-Qur’an dan Yasinan yang dilaksanakan satu bulan sekali yang dihadiri oleh semua etnik yang beragama Islam. Dari kegiatan tersebut, terbangun ukhuwah yang baik, sehingga interaksi antar etnik pun berjalan baik.”

Hal senada juga diungkapkan oleh pak Sugeng sebagai berikut:

“Masjid sering melakukan kegiatan-kegiatan yang mempunyai kandungan nilai persatuan antar etnik, misalnya kegitan Tadarusan, Majelis Ta’lim Akbar, Istighosa, dan Yasinan. Kegiatan tersebut bukan hanya dihadiri oleh satu etnik saja tetapi hampir semua etnik yang diundang pasti hadir...”

(51)

cukup produktif dalam mempererat ukhuwah antar sesama. Inilah suatu kondisi yang mencerminkan manifestasi rasa dari kebhinekaan dan penerapan dari ideologi Pancasila. Sebuah hubungan yang baik tentu akan melahirkan suatu cinta kasih dan toleransi di lingkungan kehidupan sosial. Bukan hanya pada proses pengintegrasian masyarakat, tetapi juga masjid dituntut untuk mampu mengkolaborasikan proses interaksi di masyarakat maupun proses sosialisasi pendidikan multikultural kepada masyarakatnya mengenai betapa indahnya kehidupan dalam keragaman yang saling menyapa.

(52)

di dalam pikiran seseorang yang kemudian menentukan tindakan apa yang akan dilakukannya.

Pendidikan adalah proses membuat orang berbudaya dan beradab. Pendidikan adalah kunci bagi pemecahan masalah-masalah sosial dan melalui pendidikan masyarakat dapat direkonstruksi. Rekonstruksi berarti reformasi budaya, dengan melalui pendidikan reformasi dapat dijalankan, terutama reformasi budi pekerti, reformasi kebudayaan (keindonesiaan), dan reformasi nasionalisme (NKRI). Pendidikan yang dinginkan masyarakat ialah proses pendidikan yang bisa mempertahankan dan meningkatkan keselarasan hidup dalam pergaulan manusia. Konsep sosialisasi pendidikan yang dapat diterapkan adalah cara berhubungan antarindividu atau antarkelompok atau individu dengan kelompok yang menimbulkan bentuk hubungan tertentu. Masjid dapat dijadikan sarana pembauran multietnik. Para Ustadz harus membina siswa agar bisa memiliki kebiasaan hidup yang harmonis, bersahabat, dan akrab dengan sesama teman dari berbagai latar belakang etnik. Proses pembelajaran di kelas multietnik dapat menghasilkan peradaban baru sesuai dengan harapan reformasi.

(53)

kontribusi masyarakat yang berasal dari etnik yang berbeda, baik kontribusi dana, tenaga, maupun pikiran. Kehidupan sosial yang terbangun di masjid dalam keseharian sangatlah rukun, meskipun tidak dapat dipungkiri ada berbagai masalah gesekan sesama warga yang berbeda etnik maupun sesama etnik, tetapi dapat diredam tanpa harus melalui jalan konflik. Mereka mengutamakan sebuah kebersamaan karena terjadi pembauran. Sebagaimana yang diungkapkan oleh pak Sayuti sebagai berikut:

“Masjid diresmikan tahun 1985 november. Pak Datuk Zul ketua bidang pembangunan masjid , beliau etnik Melayu yang waktu pembangunan masjid orang-orang Melayu ikut bekerja membangun. Ketua-ketua bidang di masjid berasal dari berbagai etnik begitu juga dengan anggota-anggotany yang berasal dari berbagai etnik antara lain, Batak, Melayu, Jawa, Karo, Minang, Sunda, dan ada juga Nias”.

(54)

4.4.3. Peran dan Intervensi Tokoh Dalam Permasalahan Di Masyarakat

Sosok tokoh sangat penting dalam memberi teladan, membimbing dan mengayomi pada setiap deretan perjalanan kehidupan suatu komunitas, terutama hidup dalam masyarakat multietnik dan multiagama. Dalam sebuah masyarakat multietnik, terutama di Bandar Selamat, tidak terlepas dari peran tokoh dalam pengelolaan keharmonisan hidup bermasyarakat. Ibarat nahkoda dalam sebuah bahtera, tokoh harus mampu mengkonstruksi gagasan dan solusi dari setiap permasalahan yang terjadi pada masyarakat, karena dalam lautan bebas kehidupan masyarakat yang heterogen tak terlepas dari hempasan gelombang konflik, yang kemudian hal tersebut dapat menyeret kapal ke suatu lembah disintegrasi sosial. Mungkin, jika kita melihat deretan sejarah panjang yang mewarnai perjalanan hidup masyarakat yang heterogen bangsa ini, selalu dihempas oleh gelombang konflik yang muaranya pada disintegrasi sosial, mulai dari deretan konflik Poso, Ambon, Sampit, dan Sambas. Ini merupakan bukti nyata kehidupan masyarakat yang selalu diwarnai oleh konflik-konflik sosial yang diakibatkan oleh isu SARA.

(55)

keharmonisan hidup bermasyarakat. Salah satu tokoh yang mempunyai andil dalam memecahkan permaslahan masyarakaat yakni Bapak Sayuti, biasa disapa dengan pak Lubis. Menurut masyarakat, beliau adalah sosok tokoh yang dihormati dan terterima di semua kalangan baik, pada semua agama maupun etnik yang ada di Bandar Selamat karena beliau moderat dalam berfikir, dan sangat menerima Pluralisme. Seperti yang dikatakan oleh pak Sarno sebagai berikut:

“Masyarakat sering diberi nasehat oleh orang alim, seperti pak Sayuti. Beliau selalu memberikan ceramah panjang lebar sehingga kami menjaga hubungan antar sesama.”

Hal yang sama diungkapkan oleh pak Sugeng sebagai berikut: “Masyarakat dari Karo, Melayu, Jawa, dan masing-masing etnik sangat mempercayai dan menghormati pak Sayuti, Karena, masyarakat berfikir, tidak mungkin orang tua seperti pak Sayuti menjerumuskan kami ke hal-hal yang tidak baik.”

Seperti yang dijelaskan pada hasil wawancara di atas, bahwa dalam hal menasihati pak Sayuti tidak melakukan dengan metode yang monoton seperti orang tua lainnya tetapi dengan metode variatif, sehingga tidak membosankan dan menyakiti secara langsung. Sikap moderat dari pak Sayuti, bukan hanya sebatas sebagai pemberi solusi terhadap permasalahan masyarakat, tetapi juga peka terhadap permasalaha ekonomi di masyarakat. Misalnya memberi bantuan kepada yang memerlukan, tidak memandang latarbelakang etnik dan agama. Seperti yang beliau ungkapkan sebagai berikut:

(56)

Di samping seorang tokoh utama yang mampu memberi solusi dalam permasalahan etnik secara umum, ada juga tokoh di masing-masing etnik yang berperan penting dalam memberikan nasehat untuk selalu menjaga kerukunan. Misalnya pada masyarakat Melayu yakni Datuk Zul, pada masyarakat Jawa yakni Sarno.

4.4.4. Agama Sebagai Instrumen Perekat Dalam Membangun Keserasian Sosial Bagi bangsa Indonesia, agama sebagai nilai fundamental yang mendasari dan mengarahkan seluruh kehidupannya. Agama merupakan salah satu alat pengintegrasi antara etnik di Bandar Selamat. Melalui berbagai kegiatan ritual-ritual keagamaan, masyarakat yang berbeda budaya ini berbaur menjadi satu. Agama mendidik umatnya untuk senantiasa menerapkan ahlakul karimah (perilaku yang baik) sebagai cara bergaul dengan sesama. Prinsip-prinsip inilah yang mendasari hubungan-hubungan sosial antara Masyarakat Bandar Selamat yang kebetulan masih dominan satu agama yaitu Islam. Prinsip-prinsip ahlakul karimah menjadikan seseorang bersikap santun dan dapat menghargai orang lain yang berbeda. Dengan prinsip ini maka suasana kebersamaan akan terbangun karena tidak ada orang yang merasa harga dirinya dilecehkan.

(57)

“Saat ini, mungkin ada gesekan, tapi gak sampai pada konflik etnik, yang kami jadikan pegangan atau yang kami pakai dalam kehidupan adalah agama yang bersifat rahmatan lil ‘alamiin. Untuk menyelesaikan permasalahan antar etnik biasanya di rumah saya. Dalam kehidupan bermasyarakat, rasa persatuan dan rasa senasib yang kita tanamkan. Bahkan ketika di kelurahan ini ada kegiatan keagamaan maka semua etnik yang melaksanakan acara keagamaan tersebut dan mengundang yang lainnya karena dalam agama islam kita diajarkan rasa saling menghargai antar sesama”.

Penjelasan di atas oleh seorang tokoh Batak tersebut sangatlah bijak, dan di dalamnya terkandung makna anjuran untuk saling menghormati antar sesama. Hal senada juga diungkapka oleh pak Datuk Zul sebagai berikut:

“Justru dari peran agama yang menjaga kerukunan di Bandar Selamat ini. Kami di sini menjaga kerukunan ini karena kami memegang 3 sikap yaitu berfikir yang baik, berbuat yang baik, berbicara yang baik, sebenarnya penjabaran dari 3 sikap tersebut panjang sekali. Misalnya dari pikiran muncul pembicaraan dan dari pembicaraan muncul sikap. Ada juga yang disebut dengan“tata susila” atau tata krama. Dan yang terpenting resepnya kita saling menghargai dan menghormati”.

Hal lain yang diajarkan oleh agama adalah satu ajaran yang menyatakan bah-wa antara laki-laki dan perempuan adalah saudara. Persaudaraan yang dibangun atas jalinan kesamaan agama telah menyatukan berbagai kelompok masyarakat yang berbeda baik dalam garis keturunan atau darah maupun dalam berbudaya. Nilai persaudaraan inilah yang dapat meredam potensi konflik yang muncul dalam proses interaksi.

(58)

yasinan serta rukun kematian. Dalam kelompok ini warga masyarakat berbaur menjadi satu. Kelompok-kelompok ini menyatukan etnik-etnik yang berbeda. Perkumpulan yasinan dan pengajian serta arisan cukup efektif di dalam upaya pembauran antar kebudayaan yang berbeda. Hal ini sangat dirasakan dan disadari oleh masyarakat. Dalam organisasi ini, mereka dapat bertukar pikiran dan saling mendalami karakter masing-masing sehingga menimbulkan pemahaman akan perbedaan-perbedaan dan memunculkan sikap toleransi di antara mereka seperti yang dikatakan oleh ibu Erna dan Wanti sebagai berikut:

“ kami para ibu-ibu yang gabung dalam perkumpulan yasinan dan pengajian sangat berbaur mengenal satu sama lain sehingga perbedaan etnik diantara kami mencair seperti saudara aja kami udah. Kalau ada hajatan atau kemalangan kami saling bantu bahkan yang diluar aja kadang kami bantu karena kan sesama muslim bersaudara”.

(59)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

(60)

5.2. Saran

(61)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Masyarakat Majemuk

Kemajemukan seringkali menarik perhatian karena dikaitkan dengan masalah

konflik antar kelompok maupun disintegrasi sosial. Sebetulnya kemajemukan

memiliki dinamika dan dimensi-dimensi sosial yang lebih luas secara sosiologis dari

pada sekedar ada tidaknya konflik. Kita perlu mendalami dan memahami dinamika

sosial interaksi (aksi dan reaksi antar aktor yang bersifat tatap muka dan kasat mata)

sampai pola hubungan sosial (social relationship) yang mencakup hubungan hak dan

kewajiban serta hubungan kekuasaan antar aktor yang bersifat mendalam, kompleks

dan tidak kasat mata (hidden).

Tokoh penting yang menggambarkan tentang kemajemukan masyarakat

Hindia Belanda adalah Furnivall (1939). Ciri masyarakat Hindia Belanda pada masa

itu terdiri dari berbagai kelompok etnik yang tinggal bersama dalam suatu wilayah

namun tidak membaur dan masing-masing memiliki suatu perangkat pranata sosial

(sistem keluarga dan kekerabatan, agama, pendidikan, ekonomi, dan sebagainya)

yang khas secara formal terpisah dan memenuhi kebutuhannya sendiri (self

contained) serta tidak memiliki suatu cita-cita yang sama (common social will). Di Hindia Belanda, kelompok etnik yang secara sosial-budaya terpisah (tidak membaur)

ini hanya bertemu di pasar untuk melakukan perdagangan dan tukar menukar barang

(62)

kekuatan dominan. Hal ini tercermin dalam stratifikasi sosial masyarakat Hindia

Belanda yang terstruktur berdasarkan perbedaan rasial. Bangsa Eropa dan kulit putih

menduduki strata teratas, kemudian ras Timur Asing (Cina, India, Arab, dan lain-lain)

pada posisi kelas menengah dan golongan pribumi yang terdiri dari berbagai

kelompok etnik yang beragam berada pada lapisan kelas bawah. Kondisi ini pada

masa kemerdekaan mengalami perubahan sehingga teori Furnivall tidak relevan lagi,

namun gambaran yang diberikannya tetap penting sebagai latar belakang sejarah.

Walaupun kemajemukan seperti yang digambarkan Furnivall tidak ada lagi

dalam masyarakat Indonesia saat ini, namun bangsa Indonesia tetap merupakan

masyarakat majemuk. Karena itu, kondisi kemajemukan tetap perlu untuk

diperhatikan. Schemerhon (dalam Paulus wirutomo 2012) misalnya, mengajukan

indikator untuk menggambarkan kondisi kemajemukan. Ia mengemukakan adanya 4

macam kemajemukan, yaitu kemajemukan ideologis (adanya perbedaan tentang

kepercayaan atau doctrinal beliefs), kemajemukan politis (banyaknya satuan politik

yang relatif otonom), kemajemukan kultural (banyaknya unit-unit kebudayaan yang

berbeda), dan kemajemukanstruktural (banyaknya kelas sosial dalam stratifikasi).

Jenis kemajemukan yang dikemukakan Schemerhon ini masih relevan untuk

digunakan pada masa kini.

Nasikun (2009:36) menyatakan bahwa masyarakat majemuk merupakan

masyarakat yang menganut berbagai sistem nilai yang dianut oleh berbagai kesatuan

sosial yang menjadi bagian-bagiannya adalah sedemikian rupa sehinggan para

(63)

keseluruhan, kurang memiliki homogenitas kebudayaan, atau bahkan kurang

memiliki dasar-dasar untuk saling memahami satu sama lain.

Karakteristik yang disebutkan Pierre L. Van den Berghe dalam Nasikun

(2009:40) merupakan sifat-sifat dari masyarakat majemuk

1) Terjadi segmentasi ke dalam bentuk-bentuk kelompok subkebudayaan

yang berbeda satu dengan yang lain.

2) Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi kedalam lembaga-lembaga

yang bersifat nonkomplomenter.

3) Kurang mengembangkan konsensus diantar para anggota-anggotanya

terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar.

4) Secara relatif seringkali mengalami konflik diantara kelompok yang satu

dengan kelompok yang lain.

5) Secara relatif, integrasi sosial tumbuh diatas paksaan (coercion) dan saling

ketergantungan di dalam bidang ekonomi

6) Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok lain.

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang terdiri dari kelompok

etnis yang beragam. Hubungan antara satu kelompok etnis dengan kelompok etnis

lainnya beragam, ada yang cukup harmonis dan ada yang sering diwarnai dengan

konflik. Menurut Abdullah (2001), pola hubungan antar etnis itu ditentukan oleh tiga

corak ruang yang menentukan karakter dari hubungan antar etnis itu sendiri.

Pertama, berbagai etnis Indonesia tersebar dalam wilayahnya sendiri-sendiri dengan batas-batas fisik (physical boundary) yang jelas menyebabkan pendefinisian diri lebih

(64)

tradisi dan wilayah. Kedua, berbagai etnis di Indonesia tersebar di berbagai tempat

dengan batas-batas fisik yang semakin tidak jelas dan memiliki sejarah masa lalu

yang berbeda dengan etnis-etnis yang terlibat dalam interaksi sosial sehari-hari.

Ketiga, munculnya wilayah baru (seperti sub urban) yang dibuka di berbagai tempat yang menyebabkan pertemuan antar etnis dalam suatu wilayah yang telah mengalami

redefinisi atas status tanah dan wilayah yang bebas dari pemilikan suatu etnis. Dalam

situasi semacam ini setiap etnis ditempatkan dalam posisi yang relatif egaliter

(Abdullah, 2001: 38).

Perlunya pembahasan tentang kemajemukan sebagai bentuk ideologi yang

mengarah pada kesetaraan sosiokultural berangkat dari persoalan dalam masyarakat

majemuk karena seringnya terjadi gajala dimana kelompok minoritas selalu

didiskriminasi atau dianggap sebagai masyarakat “kelas dua.”Hal ini terlepas apakah

golongan minoritas tersebut didiskriminasi secara legal formal atau ilegal informal

(diskriminasi sosial budaya), seperti yang terjadi di negara Arika Selatan sebelum

direformasi atau pada zaman penjajahan Belanda dan penjajahan Jepang di Indonesia.

Ada yang didiskriminasi secara sosial budaya dalam bentuk kebijakan pemerintah

nasional dan pemerintah setempat seperti yang terjadi di Indonesia dewasa ini. Hal

yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak ialah menempatkan hak-hak

kelompok minoritas yang semula ditempatkan sebagai “warga kelas dua” dalam

struktur sosial yang diubah posisinya menjadi masyarakat majemuk dalam

(65)

2.2. Integrasi Sosial

Integrasi mengandung dua pengertian, yaitu pengendalian terhadap konflik

dan penyimpangan dalam suatu sistem sosial dan membuat suatu keseluruhan atau

menyatukan unsur-unsur tertentu, khususnya dalam suatu masyarakat yang

beranekaragam atau multikultural. Sedangkan dikatakan intergrasi sosial jika

dikendalikan, disatukan, atau dikaitkan satu sama lain itu adalah unsur-unsur sosial

atau kemasyarakatan. Dengan bahasa sederhana bahwa integrasi sosial adalah proses

penyesuaian diantara unsur-unsur yang berbeda dalam kehidupan bermasyarakat.

Menurut pandangan para penganut fungsionalisme struktural, sistem sosial

senantiasa terintegrasi diatas dua landasan berikut. Pertama, suatu masyarakat

senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus diantara sebagian besar anggota

masyarakat tentang nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental. Kedua,

masyarakat terintegrasi karena berbagai anggota masyarakat sekaligus menjadi

anggota dari berbagai kesatuan sosial ( cross-cutting-affiliation). Setiap konflik yang

terjadi diantara suatu kesatuan sosial dengan kesatuan sosial lainnya akan segera

dinetralkan oleh adanya loyalitas ganda (cross-cutting-loyalities) dari para anggota

masyarakat terhadap berbagai kesatuan sosial.

Para penganut konflik berpandangan bahwa suatu masyarakat terintegrasi atas

paksaan (coercion) dari suatu kelompok atau satuan sosial yang dominan terhadap

kelompok-kelompok atau satuan-satuan sosial yang lain. Selain itu, suatu masyarakat

dapat terintegrasi karena adanya saling ketergantungan diantara berbagai kelompok

(66)

2.2.1. Syarat-syarat integrasi sosial

Integrasi sosial akan terbentuk di masyarakat apabila sebagian besar anggota

masyarakat tersebut memiliki kesepakatan tentang batas-batas teritorial dari suatu

wilayah atau negara tempat mereka tinggal. Selain itu, sebagian besar masyarakat

tersebut bersepakat mengenai struktur kemasyarakatan yang dibangun, termasuk

nilai-nilai, norma-norma, dan yang lebih tinggi lagi adalah pranata-pranata sosial

yang berlaku dalam masyarakatnya, guna mempertahankan keberadaan masyarakat

tersebut. Selain itu, karakteristik yang dibentuk sekaligus menandai batas dan corak

masyarakatnya.

Menurut William F. Ogburn dan Mayer Nimkoff, syarat berhasilnya suatu

integrasi sosial adalah;

1) Anggota-anggota masyarakat merasa bahwa mereka berhasil saling

mengisi kebutuhan-kebutuhan satu dengan yang lainnya. Hal ini berarti

kebutuhan fisik berupa sandang dan pangan serta kebutuhan sosialnya

dapat dipenuhi oleh budayanya. Terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan ini

menyebabkan masyarakat perlu saling menjaga keterikatan antar satu

dengan yang lainnya.

2) Masyrakat berhasil menciptakan kesepakatan (consensus) bersama

mengenai norma-norma dan nilai-nilai sosial yang dilestarikan dan

dijadikan pedoman dalam berinteraksi satu dengan lainnya. Termasuk

(67)

3) Norma-norma dan nilai sosial itu berlaku cukup lama dan dijalankan

secara konsisten seta tidak mudah mengalami perubahan sehingga dapat

menjadi aturan baku dalam melangsungkan proses interaksi soisal.

Proses integrasi sosial di dalam masyarakat dapat berjalan dengan baik

apabila masyarakat betul-betul memperhatikan faktor-faktor sosial yang

mempengaruhi kehidupan sosial mereka dan menentukan arah kehidupan masyarakat

menuju integrasi sosial. Faktor-faktor sosial tersebut antara lain tujuan yang ingin

dicapai bersama, sistem sosial yang mengatur tindakan mereka, dan sistem sanksi

sebagai pengontrol atas tindakan-tindakan mereka. Dan proses integrasi sosial akan

berjalan dengan baik apabila anggota masyarakat merasa bahwa mereka berhasil

mengisi kebutuhan satu sama lain dan mencapai konsensus mengenai norma-norma

dan nilai nilai sosial yang konsisten dan tidak berubah-ubah dalam waktu yang

singkat. Sehingga anggota-anggota masyarakat selalu berada dalam keadaan stabil

dan terikat dalam integrasi kelompok.

2.2.2. Bentuk-bentuk Integrasi Sosial 2.2.2.1. Asimilasi

Asimilasi merupakan proses sosial taraf lanjut yang ditandai dengan adanya

usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat diantara individu atau

kelompok dalam masyarakat. Dalam proses asimilasi juga terdapat usaha-usaha untuk

mempertinggi kesatuan tindakan, sikap, dan proses-proses mental dengan

(68)

asimilasi, seseorang tidak lagi membedakan dirinya dengan anggota masyarakat yang

lainnya. Batas-batas antara kelompok akan hilang dan lebur menjadi satu kesatuan

kelompok. Jadi secara singkat, asimilasi ditandai dengan pengembangan sikap-sikap

yang sama, walau kadangkala bersifat emosional dengan tujuan untuk mencapai

kesatuan (integrasi). Suatu asimilasi akan mudah terjadi apabila didorong oleh faktor

faktor sebagai berikut.

1. Toleransi antara kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan sendiri

yang akan tercapai melalui suatu proses yang disebut akomodasi

2. Tiap-tiap individu dan kelompok memiliki kesempatan yang sama dalam

ekonomi, terutama dalam memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa.

Dengan demikian akan terjadi perubahan dalam kedudukan tertentu atas

dasar kemampuan dan jasa-jasanya.

3. Diperlukan sikap saling menghargai terhadap kebudayaan yang didukung

oleh masyarakat lain. Masing-masing pihak mengaku

kelemahan-kelemahan dan kelebihan-kelebihan kebudayaan masing-masing. Hal ini

akan mendekatkan anggota masyarakat yang menjadi anggota kebudayaan

tersebut.

4. Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa di masyarakat dengan

memberikan kesempatan pada golongan minoritas untuk memperoleh

pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penggunaan fasilitas umum, dan

partisipasi dalam politik.

(69)

satu dengan yang lainnya. Hal ini juga dimaksudkan untuk menghilangkan

prasangka-prasangka semula ( mungin) ada diantara pendukung suatu

kebudayaan tertentu.

6. Perkawinan campuran akan menyatukan dan mengurangi

perbedaan-perbedaan antara warga dari suatu golongan dengan golongan lain,

misalnya antara golonganminoritas dengan mayoritas.

7. Bila terdapat musuh bersama dari luar, maka proses asimilasi akan

semakin cepat sebab semakin masing-masing kelompok atau golongan

akan mencari jalan untuk bersepakat guna menghadapi musuh bersama

itu.

2.2.2.2. Akulturasi

Menurut Koentjaraningrat, akulturasi adalah proses sosial yang terjadi bila

kelompok sosial dengankebudayaan tertentu dihadapkan pada kebudayaan asing yang

berbeda sehingga unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke

dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu

sendiri.

Proses akulturasi sudah ada sejak dahulu dalam sejarah kebudayaan manusia,

karena manusia selalu melakukan migrasi atau adanya gerak perpindahan dari

suku-suku bangsa di muka bumi. Migrasi ini akan menyebabkan pertemuan-pertemuan

antara kelompok-kelompok manusia dengan kebudayaan yang berbeda-beda.

Akibatnya, setiap individu dalam kelompok-kelompok itu akan dihadapkan dengan

Gambar

Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 6
+4

Referensi

Dokumen terkait

Distribusi frekuensi Berdasarkan Lingkungan Sosial Dan Budaya Responden Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Dalam Pemberian ASI Eksklusif Di Kelurahan Bandar Selamat Lingkungan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengetahuan dan sikap ibu dalam menghadapi menarche pada remaja putri di Lingkungan X Kelurahan Bandar Selamat Kecamatan

Hasil penelitian di Kelurahan Bandar Selamat Kecamatan Medan Tembung menunjukkan bahwa perilaku ibu yang baik yaitu (74,6%), yang dinilai dari pengetahuan yang baik (82,1%),

Dengan demikian peneliti akan memperoleh data atau informasi lebih mendalam mengenai latar belakang kemunculan Komunitas Street Punk Gonzo di Jalan Mandala By Pass Kelurahan

Secara ringkas skripsi ini mendeskripsikan tentang kondisi kemiskinan yang dialami pemulung dan tindakan kolektif yang dilakukan oleh sesama masyarakat pemulung yang berada di

Hasil pengolahan data diperoleh nilai p- value = 0,000 yang menunjukkan bahwa ada hubungan pengetahuan dengan pemberian makanan pendamping ASI dini di Kelurahan

Penelitian yang telah dilakukan dengan judul “Manajemen Kesiswaan dalam Meningkatkan Prestasi Nonakademik di SMP Al-Hidayah Kecamatan Bandar Selamat Kota Medan”,

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa Kualitas Pelayanan di Kantor Kelurahan Bandar Selamat Kecamatan Medan Tembung dapat dikatakan belum berkualitas