BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Pemanfaatan buah takokak oleh masyarakat Kampung Gunung Leutik untuk mengobati 11 macam penyakit yaitu, asam urat, prostat, mata, sakit pinggang, diabet basah, benjolan-benjolan, penambah stamina tubuh, pertumbuhan sel tulang, lemah sahwat, reumatik, dan darah tinggi. Cara pengolahan buah takokak yang dilakukan masyarakat Kampung Gunung Leutik adalah dengan cara dimasak sebagai sayur dan dengan cara dimakan langsung tanpa diolah. Cara penggunaan buah takokak yang dilakukan masyarakat Kampung Gunung Leutik adalah dengan cara dimakan.
2. Sebesar 57,60% tumbuhan takokak yang ada di Kampung Gunung Leutik berada dalam kondisi tumbuh baik di tempat yang aman dan sebesar 58,13% tumbuhan takokak yang ada di Kampung Gunung Leutik merupakan tanaman hasil budidaya.
3. Dalam sekali panen tumbuhan takokak mampu menghasilkan buah muda rata- rata sebanyak 1,14 kg/tumbuhan. Jumlah tumbuhan takokak di Kampung Gunung Leutik yang diperkirakan produktif dalam menghasilkan buah yaitu tumbuhan takokak dengan kondisi tumbuh baik yaitu sebanyak 347 tumbuhan, sehingga Kampung Gunung Leutik dapat menghasilkan buah takokak rata-rata sebanyak 1,5 – 2,0 ton/tahun.
4. Program pengembangan pemanfaatan buah takokak yang dapat dilakukan yaitu
penguatan kelompok TOGA, penyuluhan kepada masyarakat luas, budidaya
takokak, pembuatan simplisia buah takokak, dan pemasaran buah.
6.2Saran
Perlunya upaya pengembangan pemanfaatan buah takokak melalui : (1) Peningkatan penyuluhan pemanfaatan buah takokak, (2) Kegiatan budidaya takokak yang lebih terarah, (3) Pelatihan pengolahan pascapanen buah takokak.
DAFTAR PUSTAKA
Adiputra IN, Handari LMI. 2003. Strategi Pelestarian Tanaman Obat dalam Perspektif Budaya. Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar.
Aliadi A, Roemantyo HS. 1994. Kaitan Pengobatan Tradisional dengan Pelestarian Pemanfaatan Tumbuhan Obat. Di dalam : Zuhud EAM, Haryanto, editor. Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan
Obat Hutan Tropika Indonesia. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya
Hutan Fakultas Kehutanan IPB dan Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN). Hlm16-50.
Aljuburi HJ, Al-Masry HH, Al-Banna M, Al-Muhanna SA.2001 .Effect of Some Growth Regulators on Some Fruit Characteristics and Productivity of Date Palm Trees (Phoenix dactyliferaL.) 2-Khaniezy Cultivar.The Second International Conference on Date Palms. March 25-27, Al-Ain, United Arabic Emirates, pp: 21.
Amador P, Ocotero M, Castaneda JMG, Esquinca ARG. 2007. Alkaloids in
Solanum torvum Sw (Solanaceae).ΦYTON 76 : 39-45.
Bari MA, Islam W, Khan AR, Mandal A. Antibacterial and Antifungal Activity of
Solanum torvum (Solanaceae).International Journal of Agricultural &
Biology 12 : 386-390.
Deryanti T. 2010. Konservasi Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) untuk Kesehatan Masyarakat secara Mandiri (Studi Kasus di Kampung Carangpulang, Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Bogor) [Skripsi]. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan IPB. Hidayat R. 2005. Pengaruh Pemangkasan dan Kombinasi Dosis Pupuk Buatan
terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan Tanaman Mangga (Mangifera
indica L.) Cv. Arumanis. Agrosains 7(1) : 13-18.
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. penerjemah. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Terjemahan dari :
Lawrence GHM. 1964. Taxonomy of Vascular Plants. The Macmillan Company : New York.
Prasetyo E, Mukson. 2003. Kajian Pemasaran Produk Pangan Olahan di Beberapa Kabupaten di Jawa Tengah. Laporan Penelitian. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan. Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro.
Rahayu M, Sunarti S, Sulistiarini D, Prawiroatmodjo S. 2006. Pemanfaatan Tumbuhan Obat secara Tradisional oleh Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara. Biodiversitas Vol 7 (3) : 245-250.
Rahayu MS. 2011. Pengembangan Tumbuhan Obat oleh Masyarakat Kabupaten Subang, Jawa Barat (Studi kasus di Kecamatan Jalancagak, Kecamatan Dawuan dan Kecamatan Tambakdahan). [skripsi]. Jurusan Konservasi Sumnberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan IPB.
Romantyo HS dan Wiriadinata H. 1990.Pemanfaatan Beberapa Jenis Tumbuhan Obat dan Cara Pengobatan Tradisional di Daerah Kupang, Timor. Di dalam : Zuhud EAM, Haryanto, editor. Pelestarian Pemanfaatan Tumbuhan Obat
dari Hutan Tropis Indonesia. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan
Fakultas Kehutanan IPB.
Sastrapradja DS dan Sastrapradja S. 1990. Melaqngkanya Tumbuhan Obat di Indonesia. Di dalam : Zuhud EAM, Haryanto, editor. Pelestarian
Pemanfaatan Tumbuhan Obat dari Hutan Tropis Indonesia. Bogor: Jurusan
Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB.
Stevanie, Fidrianny I, Elfahmi. 2007. Telaah kandungan kimia ekstrak n-heksana buah takokak (Solanum Torvum Swartz). http://bahan – alam.fa.itb.ac.id/detail.php?id=22.
Tukiman. 2004. Pemanfaatan Tanaman Obat Keluarga (TOGA) untuk Kesehatan Keluarga. Bagian Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Wahyuningsih E. 2009. CVPD pada Jeruk (Citrus Spp.) dan Upaya Pengendaliannya.Vis Vitalis Vol 02(2) : 65-73.
Wibowo T, Utama P, Zuhud EAM. 1991. Potensi dan Upaya Pelestarian Pemanfaatan Tumbuhan Obat di Taman Nasional Meru Betiri. Media Konservasi Vol III (2) : 28-42.
Yuan LUY, Guang LUOJ, Yi KONGL. 2011. Chemical Constituent from
Solanum torvum. Chinese journal of natural medicine 9(1): 30-32.
Zein U. 2005.Pemanfaatan Tumbuhan Obat dalam Upaya Pemeliharaan Kesehatan. http://e-usureporsitory.com.
Zuhud EAM, Siswoyo, Sandra E, Hikmat A, Adhiyanto E. 2003. Buku Acuan Umum Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta : Yayasan Sarana Wanajaya. Zuhud EAM dn Haryanto. 1990. Pelestarian Pemanfaatan Tumbuhan Obat di
Indonesia. Di dalam : Zuhud EAM, Haryanto, editor. Pelestarian
Pemanfaatan Tumbuhan Obat dari Hutan Tropis Indonesia. Bogor: Jurusan
Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB.
Zuhud EAM, Yuniarsih A. 1995. Keanekaragaman Tumbuhan Obat di Cagar Alam Pananjungan. Proceeding pelestarian pemanfaatan tumbuhan obat dari hutan tropis Indonesia. Kerjasama Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fahutan-IPB dengan Yayasan Pembinaan Suaka Alam dan Margasatwa Indonesia (IWF).
Lampiran 1 Responden yang diambil dalam pengambilan data pemanfaatan buah takokak oleh masyarakat Kampung Gunung Leutik Bogor
Kader TOGA Usia (th) MP TP JK Bukan kader TOGA Usia (th) MP TP JK
Pak Yusuf 54 Kuli SLTA L Bu Iyum 76 Pdg SD P Bu Sekar 52 Pdg SLTA P Bu Aar 49 IRT SLTP P
Pak Said 54 Pdg SLTA L Bu Eti 35 IRT SLTP P Pak Yanto 50 Ptn SLTA L Bu Neni 45 IRT SD P
Bu imas 45 IRT SLTA P Bu Nyai 45 IRT SD P Pak keji 47 Kuli SD L Bu Een 50 IRT SD P Bu Yeti 50 IRT SD P Bu Hani 42 IRT SLTP P Bu Nana 49 IRT SD P Bu Yoyo 52 IRT SLTP P Bu Arsih 49 IRT SD P Bu Wati 47 IRT SD P Pak Dedy 50 Pdg SD L Bu Aan 40 IRT SLTA P Keterangan : (JK) jenis kelamin, (TP) tingkat pendidikan, (MP) mata pencaharian, (IRT) ibu
Lampiran 2 Panduan Wawancara Kader TOGA
PANDUAN WAWANCARA KADER TOGA
Data Responden Nama : Usia : Jenis Kelamin : Pekerjaan : Jabatan :
I Pemanfaatan Buah Takokak
1. Apakah masyarakat di Kampung Gunung Leutik memanfaatkan buah takokak?
2. Bagaimana mereka memanfaatkan buah takokak tersebut ?
3. Apakah pernah dilakukan penyuluhan oleh kader TOGA terkait pemanfaatan buah takokak?
4. Darimana saja sumber penyediaan buah takokak di Kampung Gunung Leutik?
5. Bagaimana cara pengambilan buah takokak tersebut?
6. Apakah buah takokak yang berasal dari Kampung Gunung Leutik juga didistribusikan ke tempat lain ?
Jika ya, kemana saja buah takokak tersebut didistribusikan ? 7. Apa saja kegunaan dari buah takokak ?
8. Bagaimana cara penggunaan buah takokak ?
II Produktivitas Buah Takokak
1. Bagaimana cara pemanenan buah takoak di Kampung Gunung Leutik ?
• Cara panen
• Waktu panen (usia panen tumbuhan takokak)
III Program-Program Pengembangan tumbuhan takokak yang telah dilakukan
1. Apakah ada program-program pengembangan tumbuhan takokak yang telah dilakukan di Kampung Gunung Leutik ?
jika ya, sebutkan dan jelaskan
2. Apa rencana kedepan dalam upaya pengembangan tumbuhan takokak di Kampung Gunung Leutik ?
Lampiran 3 Panduan Wawancara Masyarakat Kampung Gn. Leutik
PANDUAN WAWANCARA MASYARAKAT KAMPUNG GN. LEUTIK
Data responden Nama : Usia : Jenis Kelamin : Pekerjaan : Jabatan :
Pemanfaatan Buah Takokak
1. Apakah anda memanfaatkan buah takokak di Kampung Gunung Leutik? 2. Bagaimana anda memanfaatkan buah takokak tersebut ?
3. Darimana anda mendapatkan buah takokak ? 4. Apakah anda membudidayakan takokak ?
5. Apakah pernah dilakukan penyuluhan oleh kader TOGA terkait pemanfaatan buah takokak?
6. Darimana saja sumber penyediaan buah takokak di Kampung Gunung Leutik?
7. Bagaimana cara pengambilan buah takokak tersebut ?
8. Apakah buah takokak yang berasal dari Kampung Gunung Leutik juga didistribusikan ke tempat lain ?
Jika ya, kemana saja buah takokak tersebut didistribusikan ? 9. Apa saja kegunaan dari buah takokak ?
Lampiran 4 Status dan Kondisi Tumbuhan Takokak di Kampung Gunung Leutik Bogor
Jumlah Kondisi Status Keterangan
Rawan Aman Liar Budidaya
TB TKB TB TKB
3 √ √ Terletak di tengah ladang
1 √ √ Terletak di tengah ladang
dengan lokasi di pembatas ladang
1 √ √ Terletak di tengah ladang
dengan lokasi di pembatas ladang
2 √ √ Di dalam hutan tanaman
sengon
3 √ √ Di dalam hutan tanaman
sengon
1 √ √ Di dalam kebun
3 √ √ Di depan halaman rumah
2 √ √ Di depan halaman rumah
5 √ √ Di depan halaman rumah
4 √ √ Di depan halaman rumah
4 √ √ Di kebun warga 32 √ √ Di kebun warga 10 √ √ Di kebun warga 200 √ √ Di kebun warga 3 √ √ Di kebun warga 7 √ √ Di kebun warga 3 √ √ Di kebun warga 2 √ √ Di kebun warga 4 √ √ Di kebun warga 46 √ √ Di kebun warga 1 √ √ Di kebun warga 1 √ √ Di kebun pisang
2 √ √ Di areal kuburan keluarga
2 √ √ Di pinggir jalan
1 √ √ Di pinggir jalan
1 √ √ Di halaman rumah, di
2 √ √ Di halaman rumah 1 √ √ Di kebun warga 1 √ √ Di kebun warga 2 √ √ Di kebun warga 9 √ √ Di kebun warga 1 √ √ Di pinggir jalan 2 √ √ Di kebun warga 4 √ √ Di pinggir jalan 1 √ √ Di halaman rumah 1 √ √ Di kebun warga 3 √ √ Di kebun warga 2 √ √ Di kebun warga 1 √ √ Di kebun warga 1 √ √ Di kebun warga
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman tumbuhan obat. Keberadaan tumbuhan obat di Indonesia sebagian besar belum diketahui manfaat dan dampak positifnya bagi masyarakat, padahal masyarakat Indonesia sudah sejak lama menggunakan tumbuhan obat untuk pengobatan berbagai macam penyakit. Salah satu tumbuhan obat tersebut yaitu Solanum torvum Swartz yang sering dikenal masyarakat sunda sebagai takokak.
Buah takokak (Solanum torvum Swartz.) umumnya digunakan sebagai sayur, tetapi tumbuhan ini juga memiliki khasiat obat, yakni sebagai obat untuk melancarkan sirkulasi darah, mencairkan darah beku, menghilangkan sakit (analgetik) dan menghilangkan batuk (antitusif) (Stevanie et al. 2007, Zuhud et al. 2003). Di wilayah Cina, takokak merupakan suatu obat herbal rakyat, yang digunakan sebagai obat penenang, pencernaan, haemostatic dan diuretik. Penelitian terhadap kandungan kimia buah takokak telah banyak dilakukan, dan dilaporkan bahwa buah takokak ini bersifat hepatotoksik dan antivirus (Yuan et al. 2011).
Selama ini tumbuhan takokak banyak tumbuh di hutan-hutan, di tepi sungai, di ladang, di kebun, kadang-kadang dibudidayakan di halaman. Tumbuh dengan baik di berbagai jenis tanah dengan karakteristik lahan yang tidak terlalu berair, ternaungi sedang atau tersinar matahari, dan pada ketinggian tempat 1-1800 mdpl (Heyne 1987, Zuhud et al. 2003).
Tumbuhan takokak merupakan tumbuhan obat potensial. Pengetahuan mengenai khasiat obat yang terkandung pada buah takokak belum banyak diketahui oleh masyarakat, dan penggunaan buah takokak sebagai bahan makanan belum banyak dilakukan karena masyarakat cenderung menggunakan leunca
(Solanum nigrum) yang lebih dikenal sebagai bahan makanan. Hal ini membuat
keberadaan takokak kurang diperhatikan dan tumbuhan ini cenderung tumbuh secara liar di alam.
Kampung Gunung Leutik Ciampea Bogor telah dijadikan contoh sebagai Kampung Konservasi Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) dengan melakukan upaya konservasi dan pengembangan tumbuhan obat keluarga. Salah satu tumbuhan obat keluarga yang menjadi unggulan di Kampung Gunung Leutik Bogor adalah takokak.
Upaya pelestarian pemanfaatan tumbuhan takokak dilakukan melalui pembudidayaan tumbuhan takokak oleh masyarakat di Kampung Gunung Leutik. Namun upaya pelestarian ini kurang berjalan dengan baik karena rendahnya pemanfaatan terhadap tumbuhan takokak oleh masyarakat. Selain itu akibat keberadaan tumbuhan takokak yang kurang diperhatikan oleh masyarakat menyebabkan tumbuhan takokak hanya dianggap sebagai tumbuhan pengganggu. Hal ini menyebabkan tingkat pemusnahan terhadap tumbuhan takokak menjadi tinggi, sehingga apabila kondisi ini terus berlangsung maka dikhawatirkan suatu saat tumbuhan ini akan mengalami kepunahan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai berbagai aspek pelestarian pemanfaatan buah takokak oleh masyarakat di Kampung Gunung Leutik Bogor.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi pemanfaatan buah takokak yang telah dilakukan masyarakat Kampung Gunung Leutik Bogor
2. Mengetahui status dan kondisi tumbuhan takokak di Kampung Gunung Leutik Bogor
3. Mengukur produktivitas buah takokak di Kampung Gunung Leutik Bogor 4. Merumuskan program pengembangan tumbuhan takokak yang ada di
Kampung Gunung Leutik Bogor.
1.3Manfaat
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan dalam pemanfaatan tumbuhan takokak secara lestari oleh masyarakat, khususnya di Kampung Gunung Leutik Bogor.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bioekologi Takokak (Solanum Torvum Swartz)
2.1.1 Morfologi dan taksonomi
Takokak merupkan jenis tumbuhan obat yang memiliki nama daerah terong cepoka, terong pipit (Indonesia), takokak (sunda), terong cekoka, cemongkak, poka, terongan, cepoka, cong belut (jawa). Habitusnya berupa perdu yang seluruhnya dilapisi dengan bulu bintang yang putih kuning dengan tinggi 2-4 m. Sistem perakaran berupa akar tunggang berwarna kuning cokelat. Batang berbentuk bulat, berkayu, berwarna putih kotor atau keunguan, berduri tajam serta tegak, berbulu pada waktu muda. Cabang berbentuk bulat. Tanaman ini berdaun tunggal, tersebar, dan bertangkai. Panjang tangkai 1,5-10,5 cm, tangkai berbulu bintang rapat, sering mempunyai duri tempel. Helaian daun berbentuk bulat telur dengan ukuran 27-30 x 20-24 cm, bercangap, bersisi tidak seimbang, bagian pangkal runcing, bagian ujung runcing, bagian tepi rata, berwarna hijau pada permukaan atas. Ibu tulang daun menonjol di bagian bawah, berduri tempel, tulang daun sekunder menyirip. Perbungaan majemuk dengan bunga- bunga kantong yang putih berbentuk bintang, tangkai karangan bunga 0-0,5 cm, berbulu bintang padat, bertaju, berbintik ungu ketika kuncup. Kelopak berbulu, bertaju 5, runcing bintang, sisi luar berbulu bintang, bertaju 5, taju dihubungkan dengan selaput tipis. Benangsari berjumlah 5, bertangkai dengan panjang ± 1 cm. Kepala putik berwarna putih atau hijau. Buah bertipe buni, berbentuk bulat dengan diameter 12-15 mm, berwarna hijau ketika muda, dan jingga setelah tua. Biji berbentuk pipih, kecil, licin, dan berwarna kuning pucat (Heyne 1987, Zuhud et al. 2003).
Klasifikasi takokak berdasarkan Lawrence (1964) adalah sebagai berikut : Divisi : Embryophyta Siphonogama
Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledone Bangsa : Solanales
Suku : Solanaceae Marga : Solanum
Jenis : Solanum torvum Swartz
2.1.2 Ekologi dan penyebaran
Tumbuhan ini banyak tumbuh di hutan-hutan, di tepi sungai, di ladang, di kebun, kadang-kadang dibudidayakan di halaman. Tumbuh dengan baik di berbagai jenis tanah dengan karakteristik lahan yang tidak terlalu berair, ternaungi sedang atau tersinar matahari, dan pada ketinggian tempat 1-1800 mdpl. Tumbuhan ini selalu tumbuh secara tersebar (Heyne 1987, Zuhud et al. 2003).
Tumbuhan ini berasal dari Amerika, kemudian tersebar luas ke wilayah Asia. Penyebaran tumbuhan ini di Indonesia meliputi Sumatera, Kalimantan, Jawa, Madura, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Ambon, Maluku, Halmahera, Ternate, dan Irian Jaya (Zuhud et al. 2003).
2.2 Budidaya
Tumbuhan ini telah lama dibudidayakan. Tumbuhan ini mudah diperbanyak dengan biji, caranya dengan terlebih dahulu memilih benih dari buah yang segar dengan kondisi yang baik. Tanaman ini dapat disemaikan di persemaian terlebih dahulu atau langsung ditanam di lapangan. Pemeliharaan dilakukan dengan pemberian pupuk kandang atau pupuk organik yang telah masak, penyiraman secara teratur dan penyiangan gulma untuk membantu mempercepat pertumbuhan tanaman. Penanaman dilakukan pada awal musim hujan atau pada akhir musim kemarau (Zuhud et al. 2003).
2.3 Sifat Organoleptik dan Efek Farmakologi/ Manfaat Empirik
Buah takokak memiliki rasa pedas dan sejuk bila dimakan, mempunyai sifat agak beracun. Buah takokak bermanfaat untuk melancarkan sirkulasi darah, menghilangkan darah beku, menghilangkan sakit, dan menghilangkan batuk (Zuhud et al. 2003). Selain itu buah takokak merupakan suatu obat herbal rakyat, yang digunakan sebagai obat penenang, pencernaan, haemostatic dan diuretik. Penelitian terhadap kandungan kimia buah tanaman Solanum torvum telah banyak dilakukan, dan dilaporkan bahwa tanaman ini bersifat hepatotoksik (efek
samping kerusakan sel-sel atau jaringan hati dan sekitarnya akibat konsumsi suatu obat) dan antivirus (Yuan et al. 2011).
2.4 Kandungan Kimia
Akar tumbuhan takokak mengandung jurubin. Daun, bunga, dan buah tanaman takokak mengandung saponin dan haronoid. Daun dan bunga tanaman takokak juga mengandung neoklorogenin, panikulogenin, dan alkeloid. Selain itu buah tanaman takokak juga mengandung solosin, klorogenin, sisalagenon, tervogenin, protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, vit. A, B1, dan C (Zuhud et al. 2003). Buah takokak mengandung alkaloid dan senyawa solasodina yang dapat digunakan sebagai substrat untuk produksi steroid penting dalam farmakologi (Amador et al. 2007).
2.5 Kegunaan
Buah takokak memiliki khasiat sebagai obat tekanan darah tinggi, katimilmul, dan penambah nafsu makan. Sedangkan daun tanaman takokak memiliki khasiat sebagai obat jantung mengipas (kondisi jantung yang seakan bergoyang-goyang), sakit kepala, dan jantung berdebar (Zuhud et al. 2003). Hasil penelitian Bari et al. (2010) mengungkapkan bahwa kloroform dan ekstrak metanol akar S.torvum sangat aktif terhadap Streptococcus - β - haemolyticus, dan Vasin factum. Hasil analisis konsentrasi hambat minimum (KHM) menunjukkan bahwa ekstrak metanol pada akar dapat menghambat pertumbuhan bakteri bahkan pada konsentrasi rendah (64-128 μg mL-1).
2.6 Pelestarian Pemanfaatan Tumbuhan Obat 2.6.1 Usaha pelestarian tumbuhan obat
Indonesia sebagai salah satu Negara yang menghasilkan tumbuhan obat tradisional telah mencoba melakukan usaha pelestarian tumbuhan obat. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi kondisi tumbuhan obat yang semakin terancam keberadaannya di alam. Di Indonesia sejalan dengan usaha pelestarian jenis tumbuhan dan hewan, usaha pelastarian tumbuhan obat pun memperoleh perhatian yang sama, terutama dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ini. Seperti juga usaha pelestarian pada umumnya, pelestarian tumbuhan obat
ditempuh melalui dua cara, yaitu insitu dan eksitu (Sastrapradja & Sastrapradja 1990).
Secara insitu cara ini merupakan cara terbaik untuk mempertahankan spesies tumbuhan, sebab dengan cara ini evolusinya masih berjalan, yang memungkinkan pengadaptasian dengan perubahan-perubahan alaminya yang terjadi. Akan tetapi pengelolaan kawasan pelestarian insitu ini sulit, terutama di daerah padat penduduk. Secara eksitu, usaha pelestarian dilakukan di kebun koleksi, kebun botani, atau di kebun-kebun pribadi. Cara ini tidak dapat mengganti cara insitu, tetapi merupakan pelengkap yang terkadang perlu ditempuh (Sastrapradja & Sastrapradja 1990).
2.6.2 Pemanfaatan tumbuhan obat
Tumbuhan obat merupakan komponen penting dalam pengobatan tradisional yang telah digunakan sejak lama di Indonesia umumnya masyarakat yang bermukim di pedesaan yang telah akrab dengan tumbuhan obat. Tumbuhan obat tersebut digunakan oleh keluarga untuk penanggulangan pertama terhadap serangan penyakit sebelum mendapat pengobatan dari dukun atau puskesmas terdekat. Bahkan beberapa dukun cukup terampil dalam meramu beberapa jenis tumbuhan obat sehingga berkhasiat untuk pengobatan serta mahir pula bila diperlukan untuk menolong persalinan. Dukun ini adalah penduduk setempat, umumnya kaum ibu yang mempunyai pengalaman dalam cara pengobatan tradisional yang diperoleh dari nenek moyangnya (generasi terdahulu) yang diturunkan ke generasi sekarang serta tahu persis penggunaan tumbuhan obat itu dipakai tunggal atau langsung dikonsumsi baik dalam bentuk segar maupun diproses terlebih dahulu (Roemantyo & Wiriadinata. 1990).
Keuntungan obat tradisional yang langsung dirasakan oleh masyarakat selain kemudahan dalam memperolehnya adalah bahan bakunya dapat ditanam di pekarangan sendiri serta murah dan dapat diramu sendiri di rumah, sehingga hampir setiap orang Indonesia pernah menggunakan tumbuhan obat untuk mengobati penyakit atau kelainan yang timbul pada tubuh selama hidupnya, baik ketika masih bayi, anak-anak, maupun setelah dewasa. Penggunaan tumbuhan obat secara besar di masyarakat dilakukan karena manfaatnya secara langsung dapat dirasakan secara turun temurun, walaupun mekanisme kerjanya
secara ilmiah masih belum banyak diketahui. Selain manfaat yang dirasakan, penggunaan tumbuhan obat pun dilatarbelakangi sulitnya jangkauan fasilitas kesehatan, terutama di daerah-daerah pedesaan yang terpencil (Zein 2005).
Menurut Roemantyo dan Riswan (1989) diacu dalam Roemantyo dan Wiriadinata (1990) cara pengobatan tradisional pengolahannya sangat sederhana yaitu tumbuhan tersebut hanya direbus atau digunakan dalam bentuk segar untuk menanggulangi dan menjaga kesehatannya. Apabila cara ini tidak berhasil mereka lalu beralih kepada cara pengobatan modern. Cara ini masih mereka tempuh karena adanya kendala ekonomi keluarga yang pas-pasan serta di beberapa tempat masih belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan yang dimonitor oleh pemerintah.
Masyarakat pemanfaat tumbuhan obat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar berdasarkan intensitas pemanfaatan tumbuhan obat (Aliandi & Roemantyo 1994), yaitu :
(1). Kelompok pertama adalah kelompok masyarakat asli yang hanya menggunakan pengobatan tradisional, umumnya tinggal di pedesaan atau daerah terpencil yang tidak memiliki sarana dan prasarana kesehatan. Kelompok ini berusaha mencari sendiri pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit, sesuai dengan norma dan adat yang berlaku.
(2). Kelompok kedua adalah kelompok masyarakat yang menggunakan pengobatan tradisional dalam skala keluarga, umumnya tinggal di pedesaan yang memiliki sarana dan prasarana terbatas. Pada daerah ini sudah tersedia puskesmas, namun tenaga medis, peralatan, dan obat-obatan ada dalam jumlah dan kondisi terbatas. Selain itu kondisi ekonomi masyarakat pun umumnya masih rendah sehingga pengobatan tradisional merupakan alternatif dalam pemenuhan kesehatan masyarakat. Pada kelompok kedua ini, pemerintah telah memasyarakatkan TOGA (Tumbuhan Obat Keluarga). Program ini sesuai untuk kelompok masyarakat yang menggunakan tumbuhan obat dalam skala keluarga dan bertujuan untuk penanggulangan penyakit rakyat, perbaikan status gizi dan melestarikan sumberdaya alam hayati.
Suku-suku bangsa di Indonesia telah banyak memanfaatkan tumbuhan obat untuk kepentingan pengobatan tradisional. Pengetahuan yang dimiliki suku-suku tersebut mengenai pengobatan tradisional berbeda-beda, termasuk pengetahuan mengenai tumbuhan obat (Aliandi & Roemantyo 1994).
2.6.3 Prinsip pelestarian pemanfaatan
Sampai saat ini spesies tumbuhan obat yang telah dimanfaatkan dalam skala ekonomis sebagian besar diambul langsung dari alam pada saat diperlukan.disamping itu diantara seluruh spesies tumbuhan obat baru sebagian