• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

pusaka), untuk masalah SAKO tidak dapat diteruskan ke Pengadilan Negeri.

Fungsi Karapatan Adat Nagari (KAN)

Fungsi Kerapatan Adat Nagari (KAN) yaitu lembaga yang mewakili masyarakat hukum adat sesuai dengan ketentuan Perda No. 13/1983 yaitu:

1. Mengurus dan mengelola yang berkaitari dengan Norma Adat tentang SAKO Dan PUSAKO.

2. Menyelesaikan perkara adat istiadat, mengusahakan perdamaian dan memberikan kekuatan norma terhadap anggota masyarakat yang berperkara serta memberikan pembuktian lainnya menurut norma adat.

3. Membina masyarakat adat, menurut sepanjang adat yang berlaku secara bajanjang naiak batanggo turun.

4. Mempersatukan dan memupuk rasa kekeluargaan di dalam masyarakat adat, untuk meningkatkan rasa sosial dan semangat kegotong royongan.

5. Mengkoordinir dan memperhatikan seluruh yang menjadi potensi Nagari begitupun wilayah Nagari.

Majelis Peradilan Adat KAN :

1. Untuk menyelesaikan sangketa adat (SAKO dan PUSAKO) KAN menganut asas "Musyawarah dan Mufakat"

2. Untuk menjamin objektivitas dalam penyelesaian sengketa, ditentukan anggota majelis yang ada sangkut pautnya dengan yang bersengke,ta tidak boleti duduk dalam Majelis yang menyidangkan perkara tersebut.

3. Anggota yang duduk dalam Peradilan Adat (Hakim Perdamaian) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Harus mengetahui pengetahuan tentang tali tigo sapilin yaitu Agama, Adat dan Undang-Undang.

b. Harus bersifat jujur, taat pada agama dan bersifat adil.

c. Untuk sengketa yang terjadi dalam satu kaum peradilannya terdiri atas tingkat-tingkat:

1) Tingkat Kaum: Pada tingkat kaum ini diselesaikan oleh Mamak Kepala Waris, didalam satu musyawarah kaum, jika tidak tercapai perdamaian dilanjutkan ke tingkat suku (Mamak Kepala Suku).

2) Tingkat Suku: Sengketa diselesaikan dalam musyawarah suku, jika belum dapat diselesaikan maka dilanjutkan pada tingkat Jurai (Perluaraian)

3) Tingkat Perjuraian: Peradilan adatnya terdiri dari Ninik Mamak yang terhimpun di perjuraian yang terkait. Jika masih belum terdapat titik temu, maka dilanjutkan pada KERAPATAN ADAT NAGARI (KAN).

Proses Penyelesaian Sengketa KAN

1 . Pihak yang mengajukan permohonan kepada KAN untuk menyelesaikan perkaranya, oleh pengurus KAN, terlebih dahulu dimusyawarahkan, baru menentukan hari sidangnya.

2 . Pada waktu hari yang ditentukan oleh Majelis Kerapatan Adat untuk memanggil dari kedua belch pihak yang bersengketa dan saksi-saksi.

Jenjang tingkat pengadilan diatas tersebut diatas tidak mempunyai kekuatan eksekusi seperti Pengadilan sehingga jika salah satu pihak tidak puas dan tidak mngikuti keputusan yang telah di tentukan, hal itu tidak mengakibatkan akibat hukum tertentu. sehingga biasanya setelah diajukan dalam Kerapatan Adat Nagari tidak memuaskan salah satu pihak maka dapat diajukan ke Pengadilan Negeri.

C. Tinjauan Keputusan Yuridis Mengenai Pewarisan Harta Pusaka Rendah Di Pengadilan

Apabilan penyelesaian sengketa tidak dapat di tempuh dengan cara musyawarah mufakat dan Kantor Adat Nagari, maka para pihak dapat menempuh jalan melalui hukum positif yaitu melalui Pengadilan Negeri. Tentu saja sengketa

yang masuk ke Pengadilan Negeri di selesaikan dengan Hukum Islam, ini berdasarkan keputusan rapat adat di Bukit Tinggi pada tahun 1952 dan dikuatkan lagi oleh seminar hukum adat Minangkabau pada tahun 1968 yang dihadiri oleh para ninik mamak, cendikiawan, alim ulama dan tokoh adat Minangkabau yang isi putusannya antara lain adalah “ Terhadap harta pencaharian berlaku hukum faraidh. Dan terhadap harta pusaka berlaku hukum adat”

Bila pelaksanaan pewarisan harta pencaharian ini ditelusuri dari perkembangan hukum waris, maka titik awal terjadinya perubahan pelaksanaan

Pewarisan harta pencaharian di dalam masyarakat adat Minangkabau, bermula dengan adanya keputusan hakim dalam kasus dr. Muchtar yang sangat terkenal karena dianggap sebagai kasus yang menentang adat. Pada kasus dr. Muchtar dalam dekade 30-an tersebut hakim memutuskan bahwa harta pencaharian seorang laki-laki diberikan kepada anak-anaknya .80

Dokter Mochtar tidak mempunyai kemenakan kandung yang langsung, semasa hidupnya menghibahkan hartanya kepada anak anaknya. Setelah dr. Muchtar meninggal dunia kemenakannya menuntut. Namun akhirnya Pengadilan memutuskan anak-anak dari dr. Mochtar sebagai pihak yang menang. Disini terlihat bahwa hibah merupakan tindakan penyelundupan terhadap norma waris adat. Sehingga dikenal 2 (dua) bentuk pelaksanaan pewarisan harta pencaharian, dari ayah diberikan kepada anak sebagaimana yang diajarkan dalam agama Islam dan harta yang diwariskan

80 Kasus peradilan terhadap Dr. Muchtar ini di kutip oleh Prof. Mahadi dalam beberapa sendi

sesuai dengan norma adat yaitu kepada kemenakan. Dua bentuk harta ini telah diakui dalam rapat Pemuka adat dan Agama Islam di Bukittinggi pada tahun 1952 dan ditegaskan lagi pada seminar Hukum Adat di Padang pada tahun 1968.

Walaupun telah ada keputusan pemuka adat dan telah ada penegasan lebih lanjut pada seminar hukum adat pada tahun 1968, namun pada pelaksanaannya masih ada sengketa yang di bawa ke pengadilan mengenai pewarisan harta pencaharian. Terbukti ketika penulis berkunjung ke Pengadilan Negeri Padang, banyak kasus yang berkenaan dengan pewarisan harta pencaharian. Dari wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Padang di Pengadilan Negeri Padang.81 Masih banyaknya kasus yang dilimpahkan ke pengadilan disebabkan masih minimnya pengetahuan dari pihak yang menggugat. Dan lebih mengherankan penulis rata-rata dari kasus tersebut tidak selesai di tingkat pengadilan Negeri, mereka banyak yang membawanya banding, malah beberapa dibawa ke Mahkamah Agung.

Menurut Sarwono S.H.M.H sengketa mengenai pembagian warisan di kota Padang tidak ada yang sampai ke Pengadilan Agama. Kasus-kasus yang sampai ke Pengadilan Agama hanyalah mengenai sengketa harta gono-gini (harta suarang) dalam kasus perceraian, yang Penyelesaian nya telah menggunakan hukum nasional (Undang-Undang nomor 1 tahun 1974, tentang perkawinan). Yaitu harta benda yang didapat sejak akad nikah yang berupa harta suarang dianggap sebagai harta bersama, kecuali ditentukan lain oleh suami istri tersebut atau berupa harta pambawaan dan harta dapatan, maka harta tersebut dibagi dua di antara suami istri.

81 Wawancara Khusus dengan Sarwono, S.H,M.H Hakim Pangadilan Negeri Padang, tanggal

Tetapi dapat diamati dari kasus-kasus tersebut, rata-rata harta pencaharian yang diwariskan ada sangkut pautnya dengan harta pusaka tinggi.

Di lingkungan pengadilan walaupun tidak banyak kasus pewarisan harta pencaharian disidangkan, namun kasus yang pernah masuk dipengadilan putusannya adalah seperti yang berlaku di luar pengadilan. Sebagai suatu contoh kasus pelaksanaan pewarisan harta pencaharian yang diajukan ke pengadilan Negeri Padang antara lain kasus perdata No 99/PDT/6/2000/PN PDG, mengenai tanah hibah. Antara Syamsul Nasir (penggugat 1), Nasrul Nasir (penggugat 2), Nurbaiti (penggugat 3), Nurbaiza, Herman N (tergugat B) kelimanya adalah kakak-beradik kandung melawan Rajulis (tergugat A ), Herman N (tergugat B), Syafni bakarudin (tergugat C), Kepala kantor BPN (tergugat D) erdan Zamri SH (tergugat E), Notaris di Padang, yang menjadi pokok permasalahan dalam perkara ini adalah tentang status kepemilikan sebagian dari tanah pada sertifikat hak milik yang asalnya bernomor 2169 GS. No.17 dan sertifikat hak miliki No.2170 GS. Dalam surat gugatannya mendalilkan bahwa ibu dan bapak penggugat mempunyai 2 (dua) bidang tanah pencahariannya dengan SHM, No. 2169 GS No.17 atas nama Nurbaiza dan No.2170 GS No. 18 atas nama pik roti dan Nasir, di atas tanah dengan nomor sertifikat H.M No. 2169 Gs. No. 17 atas nama Nurbaiza yang menurut penggugat telah dibuatkan kedai seluas 77 M2 dan dikenal dengan merk Alfi, sedangkan tanah selebihnya seluas 194 M2 atas persetujuan orang tua penggugat telah dijual pada Jamalus Aras dan Jamalus Aras telah menjual kembali kepada tergugat C Syafni Bakaruddin SE, selanjutnya tergugat C telah menjualnya pada tergugat A rayulis termasuk sebagiab dari tanah yang luasnya 77 M2.

Untuk sertifikat hak Milik No.2169 GS. No.17 atas nama Nurbaiza yaitu saudara kandung penggugat 1, 2, dan 3 sebagaimana di akui penggugat dalam gugatannya dan diakui pula oleh tergugat-tergugat dan dari jawaban tergugat D (BPN) diungkapkan bahwa SHM No.2169 GS. No17 tersebut telah dirobah menjadi SHM No. 686 atas nama Syafni Bakaruddin SE.

Oleh karena SHM No. 2169 tersebut atas nama yang pada mulanya atas nama Nurbaiza berarti menurut hukum tanah tersebut adalah milik Nurbaiza dan tidak ada kewenangan serta hak penggugat-penggugat untuk menggugat tanah tersebut apalagi yang menjual tanah tersebut adalah Nurbaiza sendiri sebagaimana di uraikan oleh pihak tergugat C dalam jawabannya yang di kuatkan dengan bukti surat yang diajukan tergugat C berupa produk TC 1 yaitu Akta jual beli antara Nurbaiza dengan Jamalus Aras atas tanah Hak milik No. 2169. Dan S.H.M No.2170 GS N.18 yang pada mulanya atas nama Pik Roti dan Nasir (orang tua penggugat 1, 2, dan 3 dan tergugat B) diatasnya dibangun sebuah kedai seluas 57 M2 (kedai Sepatu), selanjutnya dengan jalan hibah, tergugat B telah memecah sertifikat No.2170 menjadi sertifikat No. 1400 GS. No.6/SG/1998 tanpa sepengetahuan penggugat-penggugat; dan berdasarkan akta hibah yang dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, pik roti telah menghibahkan sebagian tanah yang tertuang dalam SHM. No.2170 seluas M2 kepada Herman anaknya, sementara penggugat 1 hanya membawa bukti surat dibawah tangan yang di tanda tangani oleh pik roti ia tidak pandai tulis baca oleh karena itu majelis menilai bahwa bukti surat tersebut tidaklah mempunyai kekuatan pembuktian untuk membatalkan surat hibah yang diajukan tergugat B yang dibuat di hadapan Notaris.

Pik Roti yang telah menghibahkan sebagian tanahnya SHM No.2170 tersebut kepada Herman dan kemudian Herman (Tergugat B) telah memecah SHM.2170 tersebut menjadi SHM.1400 No.GS No.6/SG/1998 seluas 57 M2 sebagaimana bukti TB.111 dan selanjutnya Herman telah menjual tanah tersebut kepada Tergugat A Rayulis. hibah yang dilakukan oleh Pik Roti pada tanggal 3 Februari 1998 kepada Tergugat B atas sebagaimana tanah yang tertuang dalam SHM. No.2170 adalah merupakan kewenangan Pik Roti sepenuhnya karena suaminya Nasir telah meninggal pada tanggal 13 Juli 1997. (P.VII), sementara hak mewarisi dari penggugat- penggugat belum terbuka oleh karena itu hibah tersebut adalah sah secara hukum

Pik Roti semasa hidupnya telah pula memberikan izin untuk memagar batas objek perkara yang dibeli oleh tergugat A Rayulis, sekaligus membuktikan Pik Roti mengakui jual beli antara Herman dengan membuktikan Pik Roti mengakui jual beli antara Herman dengan Rayulis yang berarti Pik Roti menyadari hibah yang telah dilakukannya. berdasarkan uraian dan pertimbangan tersebut diatas Majelis menilai bahwa gugatan Penggugat untuk SHM No.2170 yang telah dipecah menjadi SHM. No.1400 yang dibeli Tergugat A pada Tergugat B adalah tidak beralasan hukum oleh karena itu. haruslah ditolak dan penguasaan tanah dengan SHM.No.1400 Gs No.6/SG/1998 oleh tergugat A Rayulis adalah sah menurut hukum.82

Disini dapat diambil kesimpulan bahwa pewarisan yang dilakukan dengan jalan hibah dalam peralihan hartanya juga banyak dilakukan oleh masyarakat Minagkabau dan ini dapat dilihat melalui keputusan yang diambil oleh Pengadilan Negeri Padang terhadap kasus yang telah diuraikan diatas.

82

Kalau kita perhatikan lagi Putusan Pengadilan Negeri Padang Nomor 100/Pdt.G/2001 PN.PDG 83. kasus ini antara seorang kemenakan yaitu Usman sebagai penggugat melawan anak-anak dari mamaknya Usman yaitu Almarhum Rasul Rajo Sampono. Yang akan di sorot dari kasus ini adalah berdasarkan Perda Propinsi Sumatera Barat No.9 Tahun 2000 tanggal 16 Desember 2000 ayat 1 dan 2, bahwa kasus-kasus mengenai harta pusaka dan harta pencaharian sebelum dibawa ke pengadilan harus diajukan sebelumnya di Kerapatan Adat Nagari setempat. Apabila para bersengketa tidak menerimanya atau tidak tercapai kata sepakat maka baru dapat diajukan ke Pengadilan Negeri84. Apabila penggugat langsung mengajukan pada Pengadilan Negeri maka gugatan penggugat dapat dinyatakan tidak dapat diterima (N.0). dan pada kasus ini bahwa penggugat ternyata tidak pernah mengajukan sengketa ini kepada Kerapatan Adat Nagari ( KAN ) setempat, makanya gugatan penggugat harus dinyatakan tidak dapat di terima (N.O)85

Hal ini menggambarkan bahwa peranan Kerapatan Adat Nagari sangat berperan penting walaupun keputusannya tidak bersifat eksekusi, tetapi tetap menjadi peradilan adat tingkat pertama di masyarakat adat Minangkabau.86

83.

Dokumentsai Pengadilan Negeri Padang

84.

Wawancara khusus dengan Hakim Pengadilan Negeri Padang, Sarwono SH,M.H tanggal 27 Februari 2009 di Padang.

85Internet.Http://www.komisiyudisial.go.id/Buletin/Buletin%20Vol%20I/No%203%20Des%2

02006/P.pdf Kamus Istilah Hukum, menyatakan bahwa Niet Onvankelijk Verklaard adalah apabila peristiwa-peristiwa sebagai dasar tuntutan tidak membenarkan tuntutan, maka gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (termasuk salah satu putusan dari pengadilan.

86 Wawancara khusus dengan Syamsiri Rajo Basa, Ketua Karapatan Adat Nagari Nanggalo,

Dari kasus-kasus diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sepanjang mengenai. harta pewarisan selalu ada sengketa dan kebanyakan sengketa bermula dari tercampurnya harta pusaka tinggi dan harta pencaharian. Walaupun masyarakat adat Minangkabau mayoritas beragama Islam tetapi sengketa pembagian harta kebanyakan diajukan ke Pengadilan Negeri tidak ke Pengadilan Agama. Mereka menganggap bahwa yang harta yang mereka.sengketakan masih berkaitan dengan harta adat.87

Ada kasus lainnya sehubungan dengan harta pencaharian yang dikuasai oleh mamak. Pada Putusan Pengadilan Nomor 112/PDT.G/2001. PN. PDG yang kemudian banding pada Pengadilan Tinggi Padang Nomor 124/PDT/ 2002/ PT. PDG. Dan kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamag Agung. Dalam hal ini Mahkamah Agung dalam putusannya nomor 1807 K/ Pdt/ 2003. Yang menguatkan putusan Pegadilan Negeri Padang dan Pengadilan Tinggi Padang dengan perkara antara :

A. Para pihak yang berperkara

1. Ainmar oemar, Nunnimar Oemar, Nesmar Oemar, Hj. Yunimar, Zanimar Ali, dan Nuismar Oemar, SH. Sebagai penggugat melawan.

2. Nuchaidar alias Taci De, Sutan Zulkifli rizal dan Edi Gunawan.

B. Duduk Masalah

Mengenai harta peninggalan yang merupakan pencaharian sendiri dari ayah kandung penggugat yang bernama Muhamad Oemar Gelar Marah Sutan (Almarhum), bahwa pengggugat tanah tersebut berdasarkan warisan peninggalan ayah kandung penggugat yang dikuatkan oleh surat wasiat tanggal 16 Juli 1930 No. 22 .

87 Wawancara Khusus dengan H. Edwarman, S.H, Ketua Pengadilan Negeri Padang, Tanggal

Sebelum almarhum meninggal dunia, beliau sempat membagi-bagikan harta pencariannya tersebut kepada kemenakn-kemenakan dan cucu-cucu dan kepada anak- anak dari hasil perkawinannya dengan napisah serta anak-anaknya dari hasil perkawinannya dengan Nurain yaitu penggugat sebagai ahli waris yang sah sesuai dengan isi dan tujuan surat wasiat tanggal 16 Juli 1930 No.22.

Yang menjadi objek perkara sekarang ini adalah harta peninggalan dari ayah penggugat yang belum pernah diwasiatkan kepada seorangpun, dan tanpa seizin dan sepengetahuan penggugat selaku ahli waris yang sah dari tanah objek perkara , adik kandung ayah penggugat yang bernama Muhamad Zein Saleh (almarhum) mamak dari Nuchaidar telah menyalah gunakan isi wasiat tersebut dengan membalik namakan tanah tersebut yang tertulis Muhamad Oemar Gelar Marah Sutan ke atas nama kaum yang mana mamak Muhamad Zein Saleh sebagai mamak kepala waris.

C. Menimbang

Bahwa penggugat ada mempunyai sebidang tanah hak milik yang berasal dari Eigendom Verponding No. 144 SU No. 345/1926 seluas 326 M2, menurt Akte Eigendom tanggal 26 Januari 1927 No. 19 tertulis atas nama ayah kandung penggugat yang bernama Muhamad Oemar Gelar Marah Sutan, merupakan pencaharian sendiri dan sekarang dikenal dengan hak milik No.97 Surat Ukur No. 345/1926 seluas 326 M2 tertulis atas nama kaum (famili) yang mana mamk kepala warisnya Muhamad Zein Saleh (almarhum) yaitu berupa dua petak ruko/ bangunan lama terletak di pasar Batipuh No.39 Kodya Padang.

Bahwa tanpa seizin dan sepengetahuan penggugat selaku pemilik sah tanah objek perkara, adik kandung ayah penggugat yang bernama Muhamad Zein Saleh (almarhum) telah menyalah gunakan isi wasiat tersebut dengan membalik namakan tanah Eigendom Verponding atas nama ayah penggugat ke atas nama kaum (famili) yang mana mamak kepala warisnya Muhamad Zein Saleh dimana pelaksanaan balik nama tersebut tidak sesuai dengan isi dan tujuan wasiat tanggal 16 Juli 1930.

Bahwa diatas tanah objek perkara berdiri dua petak toko bangunan lama , satu petak diantaranya tetap ditempati oleh penggugat dxan satu petak lagi penggugat sewakan kepada tergugat B, tetapi semenjak tahun 1990 penggugat memutuskan hubungan sewa menyewa petak toko tersebut dengan tergugat B dengan alasan uang sewanya terlalu kecil dan tidak sesuai dengan situasi sekarang ini, dan toko tersebut akan ditempati sendiri oleh penggugat, namun tergugat B tidak mengindahkannya dan tetap menempati petak toko tersebut tanpa membayar sewa kepada penggugat, dan ini dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum yang sangat merugikan penggugat.

Bahwa perbuatan tergugat C membalik nama tanah objek perkara ke atas nama kaum tergugat A (Muhamad Zein Saleh) selaku mamak kepala waris dalam kaumnya sangat bertentangan dengan undang-undang yang berlaku karena tanah objek perkara murni tanah pencaharian dari ayah penggugat yang bernama Muhamad Oemar gelar Marah Sutan yang berasal dari tanah Eigendom Verponding, bukan tanah pusako tinggi kaum tergugat A.

Bahwa untuk menyatakan sebidang tanah pusako tinggi tidak cukup dengan keterangan / surat dari Pejabat Pemerintah Daerah Kabupaten Padang Pariaman dan surat-surat keterangan lainnya, karena Pemda dan Jajarannya tidak berwenang mengeluarkan sesuatu surat keterangan atas tanah pencarian menjadi tanah pusako kaum, sehingga Akte tanggal 8 Oktober 1955 No.120 yang dibuat oleh Tergugat C cacat hukum dan harus dibatalkan.

Bahwa tindakan dan perbuatan dari Muhamad Zein Saleh yang ahli warisnya sekarang adalah Tergugat A yang telah membalik nama atas objek perkara atas nama kaum adalah tidak dapat dibenarkan karena tidak mempunyai dasar hukum yang kuat perlu dibatalkan serta telah mengaggap tanah objek perkara milik kaumnya dapat duikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum (On Recht Matigedaag).

Menurut Hukum Adat Minangkabau harta pencaharian dibagi secara Faraid yang dibagikan kepada keluarga inti yaitu istri dan anak-anak. Pengadilan Negeri Padang memenangkan penggugat sebagai ahli waris yang sah dengan memutuskan sebagai berikut :

a. Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian.

b. Menyatakan penggugat sebagai ahli waris yang sah dari harta pencaharian peninggalan ayah penggugat bernama Muhamad Oemar gelar Marah Sultan

c. Menyatakan objek perkara sah milik penggugat berdasarkan warisan bapak penggugat bernama Muhamad Oemar gelar Marah sultan .

d. Menyatakan surat wasiat tanggal 16 Juli 1930 No.22 yang dibuat dihadapan Notaris Pieter Van Der Meer adalah sah.

e. Menyatakan batal demi hukum balik nama atas nama Eigendom Verponding No. 1444 SU No.345/1926 seluas 326 M2 keatas nama Muhamad Zein Saleh sebagai mamak kepala waris, Berdasarkan akte tanggal 8 Oktober 1955 no. 97 HM No.97 yang dibuat Kepala Kantor Kadester (Kantor Pendaftaran Tanah Padang).

f. Menyatakan perbuatan tergugat A selaku ahli waris dari Muhamad Zein Saleh dan tergugat B selaku penyewa merupakan perbuatan melanggar hukum.

g. Menghukum Tergugat B mengosongkan objek perkara. h. Menghukum Tergugat C untuk tunduk pada putusan ini.

i. Menghukum Tergugat A, Tergugat B dan Tergugat C membayar ongkos perkara dalam perkara ini sebesar Rp. 584.000 ( lima ratus delapan puluh empat ribu rupiah) secara tanggung renteng.

Dari kasus-kasus diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sepanjang mengenai harta pewarisan selalu ada sengketa bermula dari tercampurnya harta pusaka tinggi dan harta pencaharian. Walaupun masyarakat adat Minangkabau mayoritas beragama Islam tetapi sengketa pembagian harta kebanyakan diajukan ke Pengadilan Negeri tidak ke Pengadilan Agama. Mereka menganggap bahwa harta yang mereka sengketakan masih berkaitan dengan harta adat.88

88 Wawancara dengan Alidir Datuk Mudo, Ketua Karapatan Adat Nagari Koto Tangah

Tabel 2. Jumlah Perkara Perdata Yang Diterima Dan Diputuskan Di Pengadilan Negeri Kota Padang Tahun 2008

Jumlah Perkara Yang Diterima dan Diputuskan

Jenis Perkara Proses Gugur Cabut Putus Banding Damai

Warisan 3 - - 2 - - Hibah - - - Harta Pusaka 15 - 6 8 4 - Cerai 2 - 1 3 2 - Perbuatan MelawanHukum 1 - - - - - Bantahan 2 - 1 - 1 1 Jual-Beli 3 1 2 2 2 - Ganti rugi 6 - 1 - - - Sengketa 3 - 2 1 1 1 Wanptrestasi 1 - 1 4 - - Sewa Menyewa 1 - - - - - Balik Nama - - 1 - - - Sita Jaminan - - 1 - - - Pembatalan Sertifikat 1 - - - - - Penyitaan 1 - - - - - Dll 2 - - 3 - - Jumlah 41 1 16 23 10 2

Sumber. Berdasarkan Buku Besar Registrasi Hukum Perdata Pengadilan Negeri Padang 2009.

Jika dilihat dari kasus yang masuk ke Pengadilan Negeri Padang yang terdapat pada tabel diatas maka tampak, bahwa tidak sedikit masyarakat Minangkabau yang memilih pengadilan sebagai fasilitas dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi. Ini disebabkan karena msih minimnya pengetauan dari pihak yang menggugat. Namun kebanyakan sengketa yang masuk ke Pengadilan Negeri merupakan sengketa yang berhubungan dengan harta pusaka rendah yang masih bercampur dengan harta pusaka tinggi. Dan ada juga yang tidak puas hanya sampai ke Pengadilan Negeri sehingga mereka banyak membawanya ke tingkat banding, dan malah beberapa di bawa ke Mahkamah Agung.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pewarisan akan melibatkan adanya dua pihak yang saling berinteraksi, untuk selanjutnya terjadi peristiwa yang tersirat dalam norma adat, yaitu di satu pihak pewaris sebagai pemilik dari harta yang akan diwariskan, dan di pihak lain penerima waris (atau ahli waris). Terjadinya peristiwa tersebut akan sangat ditentukan oleh norma adat yang mengatur kehidupan pewaris dan yang mewarisi dalam hidup bermasyarakat. Disamping itu juga sangat ditentukan oleh keinginan dan pertimbangan dari pewaris. Dalam penelitian mengenai sistem pewarisan harta pusaka rendah pada masyarakat adat Minangkabau dapat disimpulkan:

1. Adat Minangkabau menjalankan asas kekerabatan matrilineal. Menurut asas ini seorang anak terikat oleh satu kesatuan keturunan yang ditarik menurut garis ibu atau perempuan. Kesatuan atas dasar keturunan itu merupakan sebuah keluarga besar (extended family). Kehidupan mereka ditunjang oleh seperangkat harta yang diterima secara turun temurun dari nenek moyang yang diakui sebagai orang yang mula-mula menemukan harta itu. Harta itu dimiliki bersama oleh seluruh