• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesimpulan

Dalam dokumen MARXISME DALAM PERSPEKTIF TAN MALAKA (Halaman 60-74)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebaliknya dengan dialektika, maka bisa saja tempo, permasalahan, pertentangan dan gerakan dapat menjawab dua kesimpulan yang bertentangan benar kedua-duanya (A pada saat itu bisa saja non A), seperti dicontohkan oleh Tan Malaka mengenai Thomas Edison.19

Namun, di dalam Madilog Tan Malaka menjelaskan bahwa ia tidak akan banyak berbicara tentang logika dan menganggap bahwa logika hanya merupakan salah satu permasalahan di dalam “Madilog” karena menurutnya logika bukanlah permasalahan yang terlalu penting.

Untuk memahami logika, Tan Malaka justru menganjurkan agar membaca karya, John Stuart Mill, A System of Logic, Ratinative Inductive. Jovons (W. Stanley) The Principle of Science: A Treatise of Logic and Scientific Method, London 1874, 2 vol XVI 463 and VII, 480 page; Irendelenburg (Ado), Logische Untersuchungen, Berlin 1840; Wondleband (W), Die Prinzipien der Logik, Tubingen 1913. Opzoomer, De Weg der Wetenschap, Een Handboek der Logica, Amsterdam 1851; Opzoomer, Het Wezen der Kennis. Een Lesboek der Logica, ‘Adam 1963, 183 blz.20

4. Logika Mistika

Tan Malaka di dalam bukunya Madilog juga berbicara tentang logika mistik yang menjadi salah satu sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Berbeda dengan logika sebelumnya seperti yang telah dibahas, logika mistika menurut

19Tan Malaka, Madilog, h. 222 20Tan Malaka, Madilog, h. 221

Tan Malaka adalah logika yang berdasarkan rohani. Akibatnya, orang cenderung pasrah pada takdir karena memandang hidupnya sebagai keterberian, yang tidak dapat diubah lagi.

Tan Malaka di dalam Madilog memberikan gambaran seperti apa bentuk logika rohani.

Demikianlah firmannya maha dewa Rah: Bersabda: maka timbullah langit dan bumi. Bersabda: maka timbullah bintang dan udara. Bersabda: maka timbullah sungai Nil dan daratan. Bersabda: maka timbullah tanah subur dan gurun.21

Dewa Rah/ dewa Matahari merupakan dewa tertinggi menurut keyakinan bangsa Mesir kuno. Para pemuja dewa ini menganggap bahwa segala sesuatunya diciptakan oleh dewa tertinggi ini dalam sekejap tanpa proses apapun.

Keyakinan-keyakinan tersebut telah terbantahkan dengan telak oleh the law of evolution (hukum evolusi) yang digagas oleh Darwin. menurut Darwin, tumbuhan, hewan dan manusia merupakan pertumbuhan yang lama dari puluhan, ratusan, hingga ribuan tahun yang lalu. Masih kata Tan Malaka, keajaiban/ada tanpa proses hanya terdapat dalam dongeng. Dalam 40 tahun belakangan pada zamannya, di antara 2000.000.000 manusia itu belum pernah saya dengar satu mahluk yang dengan kata saja dapat menciptakan macan. Si lapar kurus kering tidak akan dapat dikenyangkan dengan hanya kata kenyang sekalipun telah kita ulangi 1001 kali. Semua benda sudah tersusun dengan

21Tan Malaka, Madilog, h. 38

53

kodratnya masing-namun, namun kodrat tersebut dapat diketahui setelah benda itu ada. 22

Dewa Rah tidak memiliki kuasa terhadap alam dan hukumnya, karena belum pernah Dewa Rah terlihat mencegah matahari terbit. Semua yang ada di alam semesta ini berjalan menurut hukumnya sendiri. Seorang pemikir nakal pernah berkata, yang kuat di alam ini mengalahkan yang lemah. Dia mengandaikan semut yang ditekan oleh jari manusia, lalu pemikir itu berkata, "kalau ada Kodrat yang bisa mencegah alam menjalankan hukumnya, tolonglah semut ini". 23

Lalu apakah berarti Dewa Rah memiliki kuasa yang sama seperti kuasa alam dan hukum alam? Tan Malaka menjelaskan bahwa hukum alam jauh lebih jelas untuk dirasakan dan gaibnya Dewa Rah tidak terasa sama sekali. lebih baik memuja alam karena terlihat daripada menyembah dewa Rah yang tak terlihat samasekali. Seandainya dewa Ra memang ada dan tak setuju dengan hal ini, maka tak perlu takut akan kemarahannya. Kalaupun marah maka berjuanglah dan kekuatannya akan seimbang dengan alam.

Bagaimana jika memang dewa Rah ada, namun kurang berkuasa dari alam dan hukum alam? Tan Malaka menganalogikan dengan Dr. Frankeinstein dan robot buatannya. Kemudian Dr. Frankeinstein lari akibat robot buatannya lebih besar dan bersembunyi akibat takut dengan robotnya sendiri. Dengan demikian, dewa Rah pastinya sudah takluk dengan alam dan hukumnya karena hukum

22 Tan Malaka, Madilog, h. 44-45 23 Tan Malaka, Madilog, h. 48

alam tak terbantahkan. Jika sudah demikian, lalu apalagi yng perlu ditakutkan dari Dewa Rah?24

Budha Gautama oleh Tan Malaka disebut sebagai filsuf mistik terbesar sepanjang sejarah. Gautama Budha mengaku bahwa rohaninya telah bersatu padu dengan roh alam dan telah sampai ke nirwana. Namun ketika tidak dapat menjawab pertanyaan kritis muridnya, yaitu apakah roh alam itu sama dengan jiwa manusia? Ia hanya bisa menjawab “pertanyaan itu salah”.25

5. Islam dan Tan Malaka.

Tan Malaka mendapatkan pemahaman Islam dari keluarga dan lingkungannya. Saat masih muda, Tan Malaka sudah mengajar tafsir Al-Qur’an di surau kampungnya. Hingga masa dewasa, Tan Malaka menganggap bahasa sebagai bahasa yang paling baik, kaya dan mulia.

Perhatian Tan Malaka terhadap Islam tidak pernah lepas begitu saja kendati ia disibukkan dengan perhatiannya terhadap komunis. Tan Malaka juga banyak membaca literatur-literatur Islam seperti, ia membaca karya-karya Maulana Muhammad Ali, beberapa karya Sales, Snouck Horgronye dll.26

Islam, dalam pndangan Tan Malaka telah beberapa kali mengalami perkembangan, pertama, adalah perkembangan politik; perkembangan ini dimulai pada pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah yang dilakukan secara demokratis. Kedua, Islam menjadi agama yang mengarah pada keagaiban (mystisme). Tokoh yang terkenal di fase ini adalah Imam Syafi’i, Hambali, Hanafi dan Ahmad. Keempat, fase rasional yang dprakarsai oleh Imam Ghazali.

24Tan Malaka, Madilog, h. 49-50 25 Tan Malaka, Madilog h. 50 26 Tan Malaka, Madilog, h. 478

55

Fase ini mengalami tingkat ekstrem, karena terdapat sebagian mu’tazilah yang mengingkari keberadaan tuhan (Atheisme). Fase ini juga bermunculan sayap kanan ekstrimis seperti Wahabi dan Salafi.27

Tan Malaka mengklaim bahwa, Nabi Muhammad tidak mengingkari kebenaran yang dibawa Nabi Isa dan nabi-nabi sebelumnya. Hanya saja harus dilakukan penyucian kembali terhadap ajaran-ajaran Nabi sebelumnya yang telah dipalsukan oleh bangsa Yahudi dan Kristen saat ini.

Kata Tan Malaka, manusia sejatinya memang membutuhkan Tuhan dan adanya yang “Esa”. Ketiadaan ke-esaan ini telah berdampak negatif, contohnya, tentang apa yang telah terjadi di Arab sebelum kedatangan Nabi Muhammad. Kekosongan yang terjadi pada waktu itu membawa kehidupan masyarakat Arab dalam petak-petak kesukuan. Menyembah apapun yang mereka suka, sehingga muncul banyak kepercayaan yang sesat. Keadaan ini tentu saja menjadikan tidak adanya kebenaran yang Esa. Kekacauan dalam bentuk pencurian hingga pembunuhan dianggap legal oleh tradisi dan kepercayaan mereka. Tengok saja betapa banyak bayi wanita yang dikubur hidup-hidup.

Menurut Tan Malaka, tidak ada yang lebih sempurna dari agama yang dibawa Nabi Muhammad. Nabi Muhammad datang dengan membawa wahyu yang menyuarakan persamaan manusia di hadapan Tuhan. Nabi Muhammad mampu membawa wanita dalam derajat yang sama dengan lelaki. Wahyunya adalah yang paling konsisten dan lurus. Seandainya ada yang bisa

menyempurnakan teori Relativity Einstein, maka penyempurna tersebut sama diapresiasinya dengan Nabi Muhamad yang telah menyempurnakan agama.28

B. Revolusi Sebagai Wujud Nyata Marxisme.

Bagi seorang Marxis, revolusi merupakan satu-satunya jalan untuk mencapai tujuan perjuangan, kecuali bagi Bernstein dan pengikutnya. Bagi Tan Malaka, revolusi bukanlah lagi sebuah utopis seperti kata Bernstein. Revolusi komunis yang terjadi di Rusia pada tahun 1917 sebagaimana telah disinggung sebelumnya memberikan keyakinan yang sangat penuh bagi Tan Malaka, bahwa kelas buruh dan rakyat tertindas harus mengambil alih kekuasaan dan menghancurkan kaum penguasa.

Menurutnya, revolusi tidak lahir dari sebuah gagasan manusia, revolusi lahir atas perubahan sosial ketika terjadi pertentangan kelas yang tajam yang disebabkan oleh faktor ekonomi, sosial, politik dan psikologi. Semakin kuat penindasan, maka akan semakin menimbulkan reaksi dari masyarakat yang tertindas untuk melakukan perlawanan atau revolusi, walaupun harus dengan kekerasan.

“Suatu revolusi disebabkan oleh pergulatan hidup, satu akibat tertentu dari perbuatanperbuatan masyarakat. Atau dise-but dengan perkataan dinamis, revolusi adalah hasil dari akibat-akibat tertentu dan tak terhindarkan yang timbul dari pertentangan kelas yang kian hari kian tajam. Ketajaman pertentangan yang menimbulkan pertempuran itu ditentukan oleh pelbagai macam faktor, yakni ekonomi, sosial, politik, dan psikologis. Semakin bertumpukkekayaan pada satu pihak, maka, semakin berat kesengsaraan dan perbudakan di lain pihak. Pendeknya, semakin besar jurang antara kelas yang memerintah dengan kelas yang

57

diperintah, maka, semakin besar pula hantu revolusi. Tujuan sebuah revolusi ialah menentukan kelas mana yang akan memegang kekuasaan negeri, politik dan ekonomi, dan revolusi itu dijalankan dengan "kekerasan". ”29

Pasca pecahnya Revolusi Komunis di Rusia, Tan Malaka banyak membaca buku yang berkaitan dengan Revolusi di dunia seperti, De Franshe Revolutie (De Grote Franche Om Wenteling) karangan Carlyle, Juga karya filsuf Jerman Friederich Nietzsche De Grote Denkers der Euwen dan Friderich Nietzsche : Zoo Sprak Zarathusra itu semua dijadikan sebagai bahan telaah.30

Tan Malaka harus kehilangan nyawanya, karena mempertahankan keyakinan bahwa revolusi bukanlah sesuatu yang dapat ditawar. Dia mengambil jalan yang berbeda dengan pemerintah dan tokoh-tokoh nasional lainnya. Penolakan terhadap kapitalisme di Indonesia sebenarnya bukan hanya ciri khas Tan Malaka, Bung Karno, Hatta, Sjahrir, Tjokroaminoto, tokoh terakhir ini justru menyatakan bahwa Islam itu juga sosialis (dalam bukunya Islam dan Sosialisme).31 Hanya saja di kemudian hari Tan Malaka mengambil jalan ekstrim untuk revolusi.

Kemerdekaan hanya terwujud jika sebuah bangsa telah merdeka dari luar dan dalam. Pengakuan bangsa-bangsa lain terhadap kemerdekaan bangsa sendiri merupakan wujud kemerdekaan luar, sedangkan kemerdekaan dari dalam apabila setiap individu dapat menentukan jalan hidupnya sendiri. Inilah gagasan terpenting dari filusuf Indonesia, Tan Malaka.

29 Tan Malaka, Aksi Massa, h. 13

30 Safrizal Rambe, Pemikiran Politik Tan Malaka, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2001), h. 22

Bagi Tan Malaka tidak ada jalan bagi negosiasi/diplomasi, Tan Malaka dalam buku Gerpolek menginginkan kemerdekaan seutuhnya. Yang dimaksud dengan kemerdekaan seutuhnya di sini ialah di mana revolusi Indonesia tidak hanya sebatas revolusi nasional saja akan tetapi merupakan revolusi rakyat. Dengan kata lain, dimana aset-aset negara atau rakyat beserta alat produksi harus direbut kembali oleh negara dan rakyat Indonesia. Hal ini dirasa penting oleh Tan Malaka agar perjuangan rakyat Indonesia tidak terkesan sia-sia. Dengan merebutnya kembali alat produksi maka rakyat Indonesia bisa leluasa mengelolanya kembali, dengan begini maka revolusi Indonesia benar-benar akan terasa kata Tan Malaka.32

Revolusi Indonesia merupakan revolusi politik dan ekonomi, jadi hal ini tentu tidak dapat dipisahkan. Perang kemerdekaan rakyat Indonesia harus berarti kemerdekaan politik dan jaminan ekonomi. Kemerdekaan nasional yang serentak berarti menjamin keadaan ekonomi dan sosial. Hasrat perang kemerdekaan Indonesia tidak saja untuk melenyapkan penindasan dan mendapatkan jaminan hidup dalam masyarakat baru yang di perjuangkan.

Tan Malaka di dalam buku Gerpolek menganggap bahwa revolusi Indonesia bukanlah revolusi nasional semata, seperti yang telah diciptakan oleh segelintir rakyat Indonesia untuk kepentingan diri sendiri dan kemudian dengan sukarela menyerahkan kekayaan alam untuk kolonial33.

32 Tan Malaka, Gerpolek: Gerakan Ekonomi dan Politik, (Yogyakarta: Narasi, 2015) h. 24

59

Tan Malaka membagi revolusi bangsa Indonesia menjadi dua musim. Musim pertama sebagai musim jaya berjuang dan musim kedua sebagai runtuh berdiplomasi. Peristiwa politik pada tanggal 17 Agustus 1945 yaitu, proklamasi kemerdekaan Indonesia oleh Tan Malaka disebut sebagai musim jaya berjuang, dan musim runtuh berdiplomasi yaitu saat peristiwa penangkapan para pemimpin Persatuan Perjuangan di Madiun pada tanggal 17 Maret 1946 sampai 17 Mei 1948.34 Penangkapan ini ditengarai karena pemerintah ingin mengganti aksi massa dengan diplomasi.

Begitupun dalam masalah perekonomian bangsa Indonesia, Tan Malaka membaginya dalam dua musim, musim jaya berjuang dan musim runtuh berdiplomasi. Bukan tanpa sebab, Tan Malaka memberikan hitung-hitungan sebagai berikut.

Pada mulanya, saat musim jaya berjuang, keseluruhan tanah yang lebih dari 700.000 mil persegi serta tanah seluas 4.500.000 mil persegi itu berada di bawah kedaulatan Republik. Celakanya, di musim runtuh berunding, yaitu hasil perundingan Linggarjati republik hanya memiliki kekuasaan 210.000 mil persegi di tanah Jawa-Sumatera. Lebih celaka lagi, pada saat perjanjian Renvill, kekuasaan republik akan daerahnya semakin rendah.35

Perjanjian Linggarjati dan Renville bagi Tan Malaka hanya tampak seperti memberikan kembali kekayaan bangsa terhadap penjajah yang sebelumnya telah berhasil diperjuangkan oleh rakyat di musim pertama.36

34Tan Malaka, Gerpolek, h. 1

35Tan Malaka, Gerpolek, h. 6 36Tan Malaka, Gerpolek, h.8

Revolusi yang sangat terpenting menurut Tan Malaka di saat itu adalah melawan imperialisme asing. Ada beberapa bentuk penindasan secara ekonomi dan politik yang dilakukan oleh para penjajah asing terutama di Asia selama kurang lebih 300 tahun.

Secara ekonomi, bentuk pertama imperialisme dilakukan secara terang-terangan (perampokan) seperti yang telah dilakukan oleh Portugis dan Spanyol. Bentuk imperialisme kedua adalah upaya-upaya memonopoli keseluruhan hasil bumi seperti yang dilakukan oleh Belanda. Bentuk imperialisme ketiga adalah dengan cara memonopoli walaupun tidak secara keseluruhan seperti yang telah dilakukan oleh Inggris di India. Dan yang terahir adalah imperialisme dengan cara melakukan persaingan bebas, seperti yang telah dilakukan Amerika di Filipina.

Adapun bentuk imperialisme dalam politik dibagi menjadi empat bagian. Pertama, imperialisme biadab, yaitu suatu upaya untuk membumihanguskan kekuasaan politik bumi putra dan menjalankan pemerintahan yang sewenang-wenang, misalnya adalah seperti yang telah dilakukan Spanyol di Filipina. Kedua, adalah imperialisme autokratis, yaitu usaha memonopoli politik, seperti halnya Belanda di Indonesia. Ketiga, adalah imperialisme setengah liberal, yaitu bentuk imperialisme yang memberikan kekuasaan yang sangat terbatas kepada bumiputra yang berkuasa (raja-raja atau kepala negara yang turun-temurun) seperti halnya Inggris di India. Dan yang terahir adalah imperialisme liberal, imperialisme yang memberikan kemerdekaan kepada tuan tanah yang besar serta kepada para borjuasi

61

bumiputra yang mulai berkembang, hal ini terjadi misalnya di Filipina oleh imperialisme Amerika.37

Menurut Tan Malaka, perbedaan dalam cara pemerasan dan penindasan terhadap negara jajahan bukan karena disebabkan oleh perbedaan tabiat manusia di negeri-negeri imperialis tersebut. Tetapi karena kondisi waktu yang berbeda saat mereka datang ke Asia.

Saat Spanyol dan Portugis kira-kira tahun 1500 datang ke Asia, Portugis dan Spanyol adalah negeri yang bergantung dari hasil pertanian dan kerajinan tangan. Mereka sangat mengandalkan kaum bangsawan dan pemuka agama (jadi belum ada industri). Mereka belum memiliki barang-barang industri yang dapat dijual di tanah jajahan. Yang bisa mereka lakukan hanyalah mendatangi koloni-koloni untuk merampok hasil-hasil di sana lalu dijual di pasar Eropa dengan harga tinggi.

Sebagai pemeluk agama Katolik yang yang sangat fanatik, apalagi di saat berhasil mengusir Islam dari Spanyol, maka bangsa Indonesia serta warga Filipina yang memeluk agama animis di Filipina dipaksa menjadi orang Kristen. Siapapun yang menetang akan dipancung dengan pedang.

Saat Belanda menyusul Spanyol dan Portugis ke Indonesia kira-kira pada tahun 1600, sebagian besar dari feodalisme Belanda telah didesak oleh borjuasinya. Mereka telah melepaskan diri dari tindasan feodalisme serta Katholikisme dan mengambil jalan menuju perdagangan merdeka, liberalisme dan Protestanisme.

Inggris yang pada tahun 1750 berada di India, sebenarnya telah 100 tahun lamanya menyelami revolusi borjuasi di bawah pimpinan Cromwell. Setelah itu kapitalisme Inggris semakin maju dengan sangat cepatnya, disertai dengan paham-paham perdagangan bebas, liberalisme, konstituationalisme dan kepercayaan akan kemerdekaan.

Amerika sampai di Filipina pada tahun 1898 setelah mengalami dua revolusi borjuasi (1775 dan 1860). Amerika kemudian berhaluan demokrasi dan politik pintu terbuka.38

Jika berbicara tentang Indonesia di masa imperialisme Belanda, sesungguhnya Belanda telah memanfaatkan feodalisme masyarakat Indonesia yang telah muncul dalam masyarakat sejak sistem kerajaan terwujud di Indonesia.

Seiring berjalannya waktu, muncullah kapitalisme sebagai hasil dari sistem feodal yang telah lama berakar di Indonesia. Kapitalisme yang tumbuh akibat penjajahan Belanda melahirkan kelas-kelas dalam masyarakat Indonesia yang tak jauh berbeda ceritanya dengan kapitalisme di negara-negara Eropa yang melahirkan posisi borjuis dan proletar.

Borjuis adalah ungkapan untuk pemilik modal, bangsawan, dan orang-orang yang memiliki jabatan dalam pemerintahan. Proletar adalah para buruh, petani dan para rakyat jelata yang bekerja untuk perusahaan dan perkebunan para borjuis. Kapitalisme merupakan alat yang digunakan penjajah untuk

38Tan Malaka, Aksi Massa, h. 28-29

63

mempersempit sistem produksi masyarakat Indonesia demi kepentingan para penjajah.

Belanda menciptakan keadaan di mana menjadi pekerja/buruh dari pemilik modal di industri para borjuis sebagai langkah modern. Kemudian masyarakat Indonesia berbondong-bondong mendaftarkan diri sebagai buruh di kota-kota industri. Mereka meninggalkan pertanian dan perdagangan yang semula menjadi lahan penghidupan mereka.39

Menurut Tan Malaka, menjadi buruh terutama kepada penjajah dan antek-anteknya sekalipun dari sebagian masyarakat pribumi, merupakan upaya melepaskan diri dari kemerdekaan. Tukang besi di zaman Majapahit dan Minangkabau jauh lebih merdeka dibanding menjadi buruh industri, sekalipun para pandai tersebut hanya masuk dalam kasta waisya, kasta ketiga, namun ia akan dihargai oleh masyarakat. Para pandai besi pada zaman Majapahit dan Minangkabau dapat disejajarkan para insinyur pembuat pesawat terbang pada zaman Eropa saat ini. Pada zaman tersebut, kalah menangnya pertempuran tergantung dengan kuat tidaknya senjata yang dibuat oleh pandai besi. Saat ini peperangan juga tergantung kuat tidaknya persenjataan seperti pesawat tempur dll.40

39 Tan Malaka, Aksi Massa. h. 68 40 Tan Malaka, Madilog, h. 204

64 A. Kesimpulan.

Tan Malaka menjadikan Marxisme sebagai ideologi perjuangan kemerdekaan. Pemikiran Tan Malaka tentang marxisme yang tertuang dalam Madilog, sama sekali tidak mengemukakan pemikiran yang baru. Tan Malaka secara lugas dan tegas pemikirannya tersebut memang merupakan pemikiran dari barat yang coba diterapkan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, akan tetapi ia sama sekali tidak ingin menghancurkan kebudayaan bangsa Indonesia dengan mentah-mentah untuk meniru pemikiran tersebut yang kemudian berakibat pada matinya budaya lokal. Tan Malaka hanya ingin meruntuhkan mistisme dan mengedepankan rasionalitas dalam kehidupan sosial.

Agama dan keyakinan yang bagi marxime pada umumnya dianggap sebagai candu, namun Tan Malaka menjadikannya sebagai teman seperjuangan selama tidak menghambat rasionalitas dan manusia berada pada kodratnya. Terbukti Tan Malaka mampu mempersatukan komunis dan pan-islamisme.

Tan malaka mewajibkan revolusi, namun mengembalikan budaya lokal pra-Hindu dan budha adalah sebuah keharusan, karena sebenarnya Indonesia memiliki budaya yang bagus, rasional, sederhana dan real.

65

Tan Malaka mengajak kemerdekaan yang 100%. Tidak hanya kemerdekaan secara politik, namun juga harus merdeka di dalam berbagai sektor sperti, ekonomi, kebebasan berfikir dan kebebasan dari logika mistika.

Dalam dokumen MARXISME DALAM PERSPEKTIF TAN MALAKA (Halaman 60-74)

Dokumen terkait