• Tidak ada hasil yang ditemukan

MARXISME DALAM PERSPEKTIF TAN MALAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MARXISME DALAM PERSPEKTIF TAN MALAKA"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh Ahsani Rofiqi NIM : 109033100011

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahrva:

1.

Skripsi ini merupakan hasil karl'a asli saya yang diajukan untuk melnenuhi salah satu pers.varatan memeroleh gelar strata satu

di

Universitas Islan-r Negeri Syarif Hidayatullal-r Jakarta.

Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan

ini

telah saya-cantumkan sesuai dengan ketentuan .vang berlakr"r

di

Universitas Islan"r Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jika di kemuclian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil kar.va asli sa.va atau merupakan hasil jiplakan dari kar;-a orang lain, maka sa.va bersedia menerima salrksi yang berlak-r-r

di

Universit;is

islam lJcgcri

S1'arif liiciay iltuiiah Jal:arta.

Ciputat, 17 Oktober 2106

Ahsani Rofiqi 2.

(3)

Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh Ahsani Rofiqi

NIM:

109033100006 Llibawai r Biir''nirrgan : NIP : 1 96108271993031002

PROGRAM STUDI AQIDAH dan FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(4)

LEMBAR PENGESAI{AI\ PAI\ITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul MARXISME DALAM PERSPEKTIF TAN

MALAKA

telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 20 Oktober 2017. Skripsi ini telah diterima sebagai salah safu syarat memeroleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada program studi Aqidah dan Filsafat Islam.

Ciputat, 20 Oktober 2017

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap

Anggota

Sekretaris Merangkap Anggota

Dra. Tien Rohmatin. M.A NIP: 1 96808031994032002

Dr. Abdul Hakim Wahid. MA NIP: 1 9780424201503 I 00 1

NIP: 1 967091 8 1 99703 1 001

1993031002

(5)

materi sebagai pondasi dasar. Marx merupakan penggagas dasar dari teori ini. Yang menjadi unik dari teori ini adalah sekalipun Marxisme pada mulanya dijadikan kritik terhadap Idealisme Hegelian, namun teori ini masih bergantung pada teori-teori Hegel, seperti misalnya, Marx menerima semua gagasan formal dialektika Hegel, tetapi menolak kadar idealistis dalam teorinya.

Marxisme merupakan alternatif untuk memperjuangkan kemerdekaan. Ciri khas utama dari Marxis adalah sifat keengganan untuk ‘diatur’ dan keinginan untuk terlepas dari segala bentuk yang dapat menahan dan menghambat ‘keinginan’. Sifat ini tentu saja memberikan angin segar bagi masyarakat yang sedang diduduki oleh penjajah. Indonesia yang pada waktu itu posisinya sebagai Negara terajajah membuat Tan Malaka mengambil inisiatif mengusung ideologi ini dalam rangka merebut kemerdekaan.

Penilitian ini ingin mengetahui bagaimana Tan Malaka mengimplemintasikan gagasan Marxisme di Indonesia, serta bagaimana pula revolusi di bawah kendala Tan Malaka. Melalui karya-karya yang ditulis langsung oleh Tan Malaka diketahui bahwa ia memiliki jalan yang berbeda dan cenderung bersebrangan dengan komunis tingkat lokal maupun internasional.

(6)

KATA PENGANTAR

Bismillah ar-rahman ar-rahim

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmahrya. Sholawat serta salam semoga selalu terlimpahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang telah dan akan selalu memberikan syafa'at kepada kaum Muslim dunia.

Alhamdulillah, setelah delapan tahun lebih menjadi mahasiswa di fakultas Ushuluddin Jurusan Aqidah Filsafat (sekarang sudah menjadi Aqidah dan Filsafat Islam), penulis telah mencapai ak*rir dari perjuangan menuju Sarjana Agama (dulunya masih Sarjana Filsafat Islarn), banyak ilmu dan pengalaman yang telah penulis dapat dari UIN Syarif Hidayatullah yang

semoga saja dapat dijadikan bekal di tengah kehidupan sosial masyarakat.

Terima Kasih penulis haturkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya Skripsi ini diantaranya :

1. Drs.

Agus Darmaji, M. fils selaku pembimbing yang dengan sabar memberikan masukan dan arahan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

2.

Prof.

Dr.

Masri Mansoer,

M.Ag

selaku Dekan Fakultas Ushuluddin beserta Jajarannya,

Dr.

M. Ikhsan Tanggok,

M.Si,

Dr.

Bustamin, SE,MM dan Drs. Suryadinat4 M.Ag.

3.

Para dosen-dosen Jurusan Aqidah Filsafat: Dra. Tien Rohmatin, M.A, Drs. Nanang Tahqiq, M.A, Drs. Agus Darmaji, M.Fils, Dr. Faris pari, M.Fils, Drs. zuhdi zairu, M.A dan dosen-dosen lainnya tanpa mengurangi hormat yang tak dapat penulis tuliskan satu per satu. Terima kasih banyak telah memberikan ilmu kepada penulis

(7)

dorongan dan semangat dalam selesainya skripsi ini.

6'

Para sahabat dimanapun berada, yang telah mendahului penulis dalam kelulusan

Sarjana.

7.

Teman-teman satu jurusan: Dedi, Eka, cikal, Dwi, Nasruddin, dll.

8'

Dan terakhir kepada istriku Mutmainah Musyakkir dan Anakku M. Ikhsan al-Baghir yang dengan sabar menunggu dirumah.

Jakarta, 17 Oktober 2017 Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TRANSLITERASI DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Batasan dan Rumusan Masalah...8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...8

D. Tinjauan Pustaka...9

E. Metode Penelitian...10

F. Sistematika Pembahasan...11

BAB II BIOGRAFI TAN MALAKA...13

A. Riwayat Hidup...13

B. Latar Belakang Pendidikan...14

C. Perjuangan Tan Malaka...18

D. Karya Tulis...27

BAB III MARXISME... ...29

A. Pengertian Marxisme... ....29

B. Sejarah Singkat Perkembangan Ideologi Marxisme...32

C. Neo Marxisme...36

BAB IV MARXISME DALAM PERSPEKTIF TAN MALAKA...39

A. Pokok-pokok Ajaran Marxisme Tan Maalaka...39

1) Materialisme...40

(9)

B. Revolusi sebagai Wujud Implemintasi Marxisme...56

BAB V PENUTUP ...64

A. Kesimpulan...64

B. Evaluasi...65

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ada banyak cara yang telah dilakukan oleh banyak tokoh bangsa untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia dari cengkraman para penjajah. Ada di antara mereka yang menggunakan ajaran agama untuk menyentuh hati para anak bangsa agar peduli dan berjuang hingga titik penghabisan terakhir demi cita-cita kemerdekaan. Ada pula di antara mereka yang mengandalkan orasi untuk mengobarkan hati para pemuda dalam semangat meraih kemerdekaan. Dan rupanya ideologi Marxisme juga ikut andil dalam agenda perjuangan kebangsaan Republik Indonesia.

Masuknya ideologi Marxisme di Indonesia sudah ada sejak tahun 1914 yang diprakarsai oleh Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet (1883 – 1942), seorang berkebangsaan belanda, kemudian ia mendirikan organisasi Marxis pertama di Asia yang bernama Indische Social Democratische

Vereniging (ISDV) atau Perserikatan Sosial Demokrasi Hindia bersama J.A

Brandsteder, H.W. Dekker, P. Bergsma. Mereka menyebarkan paham Marxisme ini hingga ke Syarikat Islam, bertemu dengan Semaun dan Darsono dari Syarikat Islam Semarang yang kemudian bersedia menerima ideologi

(11)

Marxis yang melatarbelakangi berdirinya Persyerikatan Komunis di Hindia (dulu masih Hindia Belanda) cikal bakal Partai Komunis Indonesia.1

Meski banyak yang tidak mengenal sosok Tan Malaka, tokoh ini sebenarnya mempunyai peran penting dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Ia merupakan salah satu dari empat orang, dimana Presiden Soekarno menghendaki untuk melanjutkan tugas kepemimpinan Republik.2 Tan Malaka merupakan orang yang sangat berbakat, mempunyai wawasan sangat luas, berpengalaman dalam masalah politik, dan mempunyai karakter kepemimpinan yang kuat. Soekarno pun menyebut tokoh ini sebagai seseorang yang mahir dalam revolusi.3

Kesadaran Tan Malaka akan pentingnya ideologi Marxisme dalam memperjuangkan kemerdekaan sekaligus sebagai ideologi kebangsaan dimulai sejak ia mengenyam pendidikan di Belanda.4 Di sana ia mulai memahami kaitan antara kapitalisme dan perjuangan kelas setelah meletusnya revolusi Rusia 1917. Ia termotivasi untuk menerima paham baru yang menurutnya bisa membebaskan Indonesia dari kapitalisme, kolonialisme dan imperialisme yaitu dengan melalui ideologi Marxisme.

Boleh dibilang Marxisme merupakan ideologi paling laku pada waktu itu di dunia internasional. Ideologi yang sangat keras dalam menentang segala

1 Ruth Mcvey T, Kemunculan Komunisme Indonesia, (Jakarta: Komunitas

Bambu, 2010), h. 22-28

2 Harry A. Poeze, Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia: Agustus

1945-Maret 1946, (Jakarta: Yayasan Obor, 2008), h. 60

3 Tim Buku Tempo, Tan Malaka: Bapak Republik yang dilupakan, (Jakarta :

Kepustakaan Populer, Gramedia. 2010), h. 2

4Ahmad Suhelmi, Dari Kanan Islam Hingga Kiri Islam: Biografi dan Pemikiran

(12)

3

bentuk perbedaan kelas apalagi perbudakan yang pada waktu itu sedang merajalela.

Di Indonesia, Tan Malaka menawarkan konsep Marxisme dengan jalan yang berbeda. Ia menyesuaikan pahamnya agar mudah diterima dan meresap di hati rakyat Indonesia. Ia sama sekali tidak membabi buta dalam menerapkan prinsip-prinsip ideologi Marxisme Marx-Engels ataupun Marxisme Leninisme.

Kehidupan masyarakat Minangkabau yang relegius banyak mempengaruhi pemikiran Tan Malaka. Sekalipun ia mengusung ideologi Marxisme, isi dan keyakinan politiknya masih sangat kental dengan nuansa ke-Islaman.5 Ia mendukung aliansi Islam sebagai sebuah perjuangan untuk merdeka, seperti kesimpulan Hamka tentang Tan Malaka bahwa fakta-fakta sejarah menunjuk Tan Malaka sebagai tokoh revolusi Islam Minangkabau. Adat Minangkabau yang dinamis dan anti-parokialis (tidak berpandangan politik sempit)cukup memberikan pengaruh dalam perjalanan intelektual Tan Malaka. Adat dan falsafah Minangkabau memandang perbedaan sebagai sesuatu yang esensial untuk mencapai dan mempertahankan integrasi dalam masyarakat.6

Fakta sejarah menunjukkan bahwa seringkali Tan Malaka tidak sepaham dengan kawan-kawan seperjuangan lainnya yang notabene komunis. Ia meyakini Islam merupakan kendaraan yang sangat empuk untuk dijadikan sebagai spirit perlawanan atas kolonialisme dan imperialisme, maka tak heran kiranya jika ada yang menyebut Tan Malaka sebagi penggagas ideologi

5 Tan Malaka, Madilog, (Yokyakarta: Narasi, 2014), h. 477

6 Hary Prabowo, Perspektif Marxisme Tan Malaka, (Jakarta Pusat: LPPM Tan

(13)

komunis; ajaran tentang kesamaan dan kebersamaan manusia dalam Islam dan komunis.7

Tan Malaka, ingin meletakkan pengetahuan manusia sebagai garda paling terdepan dalam perjuangan kemerdekaan. Pengetahuan adalah kemerdekaan yang tidak dapat diambil dari individu tetapi pengetahuan dapat direpresi. Sesuatu yang terepsesi akan menemukan jalannya untuk meluber.

Tan Malaka bukan orang yang dogmatis dan doktriner dalam menerjemahkan

Marxis. Sikap bebas yang dikembangkannya, menempatkan dia sebagai seorang yang dapat diterima di mana saja. Presiden Soekarno mengatakan, bahwa ia mengenal Tan Malaka seutuhnya. Ia juga mengatakan bahwa telah membaca semua tulisan-tulisan Tan Malaka. Soekarno telah berbicara dengan beliau berjam-jam dan dalam pembicaraan dengan Tan Malaka soekarno melihat Tan Malaka sebagai pencinta Tanah air bangsa Indonesia, dan sosialis sepenuhnya.8

Ciri khas gagasan Tan Malaka adalah: Pertama, berangkat dengan cara berfikir ilmiah berdasarkan ilmu empiris dan rasional. Terlihat jelas dalam tulisan-tulisannya terutama dalam Madilog, bagaimana ia mengajak dan memperkenalkan kepada bangsa Indonesia cara untuk berfikir ilmiah dan bukan menelaah sesuatu secara hafalan, text book thinking, dogmatis dan doktriner.

7 Taufiq Adi Susilo, Tan Malaka Biografi Singkat 1897-1949 (Yogyakarta:

Ar-Ruzz Media, 2008), h. 14

(14)

5

Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk menjadikan pemikiran Tan Malaka sebagai objek penilitian. Dalam hal penerapan ajaran Marxis sebagai komponen ilmu dan cara pandang terhadap dunia dan garis perjuangan, Tan Malaka menjadi tokoh yang mampu membumikan gagasan atau paham tersebut pada konteksnya. Ia adalah penafsir yang dinamis dan dialektis, menempatkan dirinya bukan sebagi tahanan dogma.

Kalau kita membaca karya-karyanya sejak awal dan mengikuti perjalanan hidupnya yang revolusioner, kita akan menjumpai Marxisme yang ada dalam dirinya tidak dianggap sebagai dogma yang beku, yang selalu saja menuruti tafsiran Lenin dan Stalin yang memiliki pengaruh besar di masanya baik di Indonesia maupun dunia internasional. Apalagi paska pemberontakan PKI 1926 / 1927 dan pendirian Partai Republik Indonesia (PARI), Tan Malaka telah menunjukkan independensinya dalam menerjemahkan Marxisme.

Sementara banyak yang beranggapan bahwa ia adalah seorang komunis tulen; antitesa agama, padahal ia sangat dekat dengan gerakan-gerakan Islam, seperti yang telah penulis singgung di atas. Penulis meyakini, Tan Malaka hanya menolak mistisme yang ditempatkan pada tempat yang kebal terhadap kritik, sehingga menghambat kebebasan berfikir dan kemerdekaan Indonesia. Manusia mistis menjadi manusia idaman para pemimpin yang gila kekuasaan.

Marxisme sebagai sebuah pandangan filsafat, cukup populer di Indonesia. Kontribusinya yang sangat signifaikan terhadap saat perjuangan kemerdekaan Indonesia dari penjajah juga tidak terbantahkan. Akan tetapi

(15)

sangat sedikit orang yang memahami filsafat Marxisme secara utuh dan baik. Hal ini dikarenakan terbatasnya sarana dan ruang untuk mempelajari Marxisme.

Keterbatasan ini terutama dikarenakan oleh pelarangan dari penguasa pasca Soekarno, atau Orde Baru melalui TAP MPRS No. XXV/1966. Munculnya TAP MPR ini disebabkan oleh sebuah gerakan yang berlangsung pada tanggal 30 September – 1 Oktober 1965. Gerakan ini dikenal juga sebagai gerakan 30 September 1965.

Di dunia akademik bahkan diskursus tentang Marxisme juga dibatasi sesuai dengan isi dari TAP MPRS No.XXV/1966. Dalam TAP MPRS No. XXV tahun 1966 terdapat beberapa pasal yang membatasi pluralitas ideologi khususnya di dunia akademik, pertama, “Setiap kegiatan di Indonesia untuk

menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran

Komunisme/MarxismeLeninisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, dan penggunaan segala macam aparatur serta media bagi penyebaran atau pengembangan faham atau ajaran tersebut, dilarang” (Pasal 2 TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966, 5 Juli 1966). “Khususnya mengenai kegiatan mempelajari secara ilmiah, seperti pada Universitas-universitas, faham Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam rangka mengamankan Pancasila, dapat dilakukan secara terpimpin, dengan ketentuan, bahwa Pemerintah dan DPR-GR diharuskan mengadakan perundang-undangan untuk pengamanan” (Pasal 3 TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966, 5 Juli 1966). Pasca jatuhnya pemerinntahan Soeharto (Orde Baru), ketetapan ini tetap dinyatakan berlaku lewat Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 yang berbunyi: “Ketetapan Majelis

(16)

7

Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan seluruh ketentuan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Nomor XXV/MPRS/1966 ini, kedepan diberlakukan dengan berkeadilan dan menghormati hukum, prinsip demokrasi dan hak asasi manusia”.9 Keterbatasan ini sudah tentu menyebabkan kurang berkembangnya studi ilmiah materialisme dan dialektika yang menjadi inti Marxisme.

Belum lama ini, terdengar banyak sekali kabar pembubaran-pembubaran forum ilmiah yang hanya karena mendiskusikan Marxisme dan Tan Malaka oleh sebagian ormas-ormas radikal yang berada di Indonesia. Penulis beranggapan hal ini terjadi karena kurangnya informasi tentang bagaimana sebenarnya Marxisme apalagi yang diusung oleh Tan Malaka, serta bagaimana pula peranan penting dari Marxisme terutama oleh Tan Malaka untuk membantu kemerdekaan Indonesia.

Maka penulis tertarik untuk mengungkap pemikiran-pemikiran Tan Malaka khususnya yang masih belum tereksploitasi dengan baik. Sangat menarik untuk digali lebih dalam mengingat Tan Malaka seorang Marxis yang masih memegang teguh identitas agamanya.

(17)

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah penulis paparkan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa penelitian ini akan dibatasi pada pemikiran Tan Malaka tentang Marxismenya terutama yang tertuang dalam Madilog.

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah sebenarnya pandangan Marxisme Tan Malaka? 2. Bagaimana pandangan revolusi Tan Malaka di Indonesia

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan

1. Tujuan utama dari penulisan skripsi ini adalah untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ushuluddin di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Untuk mengetahui pribadi Tan Malaka

3. Untuk mengetahui tentang latar belakang pemikiran filsafat Marxisme Tan Malaka.

4. Untuk mengetahui langkah-langkah yang diambil oleh Tan Malaka serta pemikirannya dalam membangun revolusi di Indonesia.

b. Manfaat

5. Menambah khazanah intelektual dalam wacana Pemikiran

(18)

9

6. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan warna bagi dinamika keintelektualan baikdikalangan akademisi maupun non-akademisi. 7. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi dasar dari penelitian

selanjutnya.

D. Tinjauan Pustaka

Terdapat beberapa karya ilmiah berupa skripsi tentang Tan Malaka. Penulis menemukan beberapa di antaranya adalah:

Pertama, skripsi dengan judul Konsep Murba Dalam Pandangan Tan Malaka

yang disusun oleh Yermia Rendi S. Skripsi ini ditulis sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana strata satu di program studi pendidikan sejarah jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta pada tahun 2014. Karya ini berfokus pada pada latar belakang terbentuknya konsep murba Tan Malaka.

Kedua, skripsi dengan judul Materialisme, Dialektika, dan Logika Sebagai Kesatuan Epistemolgi dalam Pemikiran Tan Malaka yang disusun oleh Sanjifa Manurung pada tahun 2012 sebagai syarat untuk medapatkan gelar sarjana di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Program Studi Ilmu Filsafat. Karya ini membahas tentang pengaruh barat terhadap pemikiran Tan Malaka. Karya ini menitikberatkan pada kajian epistemologis materialisme, dialektika dan logika.

Ketiga, skripsi dengan judul Pandangan Tan Malaka Terhadap Marxisme di Indonesia. Karya ini disusun oleh Rizki Muhafzan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas PGRI Yoyakarta pada tahun 2015.

(19)

Karya ini banyak sekali berbicara tentang gerakan-gerakan Tan Malaka di Indonesia dan tentang konsistensi pemikiran Marxisme Tan Malaka di Indonesia.

Skripsi dan karya ilmiah tentang Tan Malaka sebenarnya cukup banyak. Beberapa karya tersebut telah berhasil penulis baca, dan penulis mendapatkan kesimpulan bahwa ada perbedaan antara skripsi yang kami buat saat ini dengan skripsi dan karya ilmiah lainnya.

E. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan tipe penelitian kualitatif deskriptif, yaitu menggunakan pengumpulan data yang menekankan pertanyaan mengenai apa yang dipikirkan oleh peneliti sekaligus menemukan jawaban dan menggambarkan data apa adanya.

Adapun teknik data dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan (library reseach). Yaitu penelaahan terhadap berbagai literature, misalnya, buku, jurnal, makalah, internet, dokumen-dokumen/arsip-arsip, dll. Sumber-sumber tersebut dapat dikategorikan ke dalam data primer dan data sekunder. Data primer yang dimaksud adalah karya-karya yang berasal dari Tan Malaka sendiri yang berkaitan dengan ideologi Marxismenya. Di antaranya adalah:

1. Madilog, buku ini dapat dikatakan sebagai magnum opus karya Tan

Malaka. Buku ini yang menjabarkan secara komperehensif tentang pandangan-pandangan Marxisme-nya.

(20)

11

2. Dari Penjara ke Penjara, merupakan sebuah karya yang

mengisahkan perjuangan Tan Malaka dalam rangka memerdekakan Indonesia dengan pandangan Marxis-nya.

3. Aksi Massa, Tan Malaka banyak berbicara tentang konsep revolusi

politik dan ekonomi Indonesia di dalam bukunya ini.

4. Gerpolek (Geriliya Politik dan Ekonomi), Merupakan kumpulan

tulisan Tan Malaka yang di dalamnya menguraikan tentang sejarah perjuangan Indonesia dari sudut pandang gerakan gerilya politik dan ekonomi serta perlawanan terhadap perjanjian-perjanjian (diplomasi) terhadap kolonial.

Sedangkan data sekunder adalah tulisan-tulisan yang ditulis selain oleh Tan Malaka tentang Tan Malaka maupun tentang ideologi Tan Malaka, Misalnya, karya Harry Poeze. Verguisd en vergeten; Tan Malaka, de linkse beweging en de Indonesische Revolutie, 1945-1949 Terj. Hersri Setiawan, Tan Malaka, Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia.

Sebagai pedoman teknik penulisan skripsi, penulis menggunakan buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, dan Disertasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta terbitan Ceqda tahun 2007, serta buku pedoman akademik 2008-2009 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2008.

(21)

Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I pembahasan tentang latar belakang masalah yang menjadi landasan alasan pelaksanaan penelitian ini, batasan dan rumusan masalah menjadi pembahasan topik selanjutnya, lalu kami menguraikan tentang tujuan dan kegunaan penelitian serta metode penelitian yang kami gunakan. Kemudian bab ini kami tutup dengan sistematika pembahasan.

BAB II merupakan tinjauan teoritis atas penelitian yang saya laksanakan. Adapun isinya adalah latar belakang perjalanan hidup Tan Malaka. Kemudian latar belakang pendidikan Tan Malaka; yang berisi tentang perjalanan pendidikan yang ia tempuh. Kemudian bab ini berisi tentang aspek-aspek yang amat sangat mempengaruhi corak pemikirannya, yakni tentang latar belakang sosial, perjuangannya akan revolusi dan kemerdekaan bangsa Indonesia. Tak lupa sebagai penutup, penulis uraikan karya-karya tulis Tan Malaka.

BAB III berisi tentang pengertian dan sejarah Marxisme secara umum juga titik temu pemikiran Tan Malaka dengan Marxisme.

BAB IV berisi tentang ide-ide pokok Marxisme Tan Malaka secara umum serta bagaimana ideologi Marxisme diperkenalkan untuk dijadikan sebagai landasan ideologi kemerdekaan. Bab ini juga secara khusus berbicara tentang Islam dan Tan Malaka.

BAB V adalah bab yang berisi tentang saran dan penutup dari penulis yang berbicara tentang kesimpulan dan saran sebagai bab pamungkas.

(22)

13

BAB II

BIOGRAFI TAN MALAKA

A. Riwayat Hidup

Tan Malaka dilahirkan dengan nama Ibrahim, namun kelak dia mendapatkan gelar dengan nama sutan Ibrahim Datuk Tan Malaka. Sebuah gelar feodal dan terlihat tidak tepat untuk disandangnya karena sebenarnya dia membenci feodalisme. Tan Malaka lahir di desa kecil bernama Padang Gadang, Suliki, Minangkabau, Sumatera Barat.

Tahun kelahiran Tan Malaka secara tepat tidak diketahui. Pada waktu itu belum ada register (daftar) penduduk bagi orang Indonesia. Dari data yang ditemukan Harry Poezoe, terdapat beberapa perbedaan pendapat mengenai kapan tepatnya tanggal lahir Tan Malaka. Ada yang meyebutkan bahwa dia lahir pada tahun 1897 ada pula yang menyebutnya lahir pada 1893, 1894, 1895, 2 Juni 1896, 2 Juni 1897 dan 1899. Poezoe cenderung berpendapat bahwa tahun kelahiran Tan Malaka adalah 1897, asumsinya pada tahun 1903 Tan Malaka telah mengikuti pendididkan di sekolah rendah. Biasanya usia untuk mengenyam pendidikan rendah saat itu adalah pada usia 6 tahun.1

Saat menginjak usia remaja, Tan Malaka telah mahir berbahasa Arab dan menjadi guru muda di surau kampungnya. Pendidikan agama Islam ini begitu membekas dalam diri Tan Malaka sehingga kemudian sedikit banyak memberikan warna dalam corak pemikiran Tan Malaka tentang Marxisme.

1Safrizal Raambe. 2003. Pemikikiran Politik Tan Malaka. (Yogyakarta : Pustaka

(23)

B. Latar Belakang Pendidikan

Tan Malaka menyatakan bahwa keluarganya beragama Islam dan beradat asli Minangkabau. Ia lahir dalam kultur yang peduli terhadap pendidikan dan memiliki tradisi keagamaan yang kuat. Ia berasal dari keluarga yang sangat taat kepada ajaran Islam. Seperti yang ia tuturkan

“Sumber yang saya peroleh untuk pasal ini (agama Islam) adalah sumber hidup. Seperti sudah saya lintaskan dahulu, saya lahir dalam keluarga Islam yang taat. Ketika sejarah Islam di Indonesia bisa dikatakan masih pagi, diantara keluarga tadi sudah lahir seorang alim ulama, yang sampai sekarang dianggap keramat. Ibu-Bapak saya keduanya taat, takut pada Allah, dan menjalankan sabda Nabi. Saya saksikan Ibu saya sakit, menentang malaikat maut sambil menyebut juz Yasin berkali-kali dan sebagian besar isi Al- Qur’an diluar kepala. Dikabarkan orang, Bapak saya didapati pingsan dengan setengah badannya dalam air. Dia mau menjawat air sembahyang, sedang menjalankan tarikat. Setelah sadar, dia mengatakan dia berjumpa dengan saya yang pada waktu itu di negri Belanda. Masih kecil sekali saya sudah bisa tafsirkan AL-Qur’an dan dijadikan guru muda. Ibu menceritakan soal Adam dan Hawa dan Nabi Yusuf. Tidak jarang dia kisahkan pemuda piatu Muhammad bin Abdullah, yang entah karena apa, mata saya terus basah mendengarrnya.2”

Tan Malaka memulai pendidikannya pada tahun 1903-1908 di Suliki. Berkat kecerdasannya, Tan Malaka didorong dan dibantu oleh para gurunya agar melanjutkan pendidikannya di sekolah para guru negeri atau disebut pula sebagai sekolah raja di bukit tinggi. Tidak mudah untuk masuk ke lembaga pendidikan ini, bahkan ia tercatat sebagai satu-satunya anak di kampungnya yang dapat melanjutkan pendidikan di kweekschool. Tan Malaka harus melewati rapat adat tetua untuk memulai pendidikannya di Kweekschool.

(24)

15

Di sekolah guru Tan Malaka termasuk murid yang periang, dia banyak disukai oleh teman-temannya. Hampir semua kegiatan sekolah dia ikuti terutama kegiatan ekstra seperti sepak bola dan musik. Tan Malaka bergabung dalam orkes sekolah guru dan dalam orkes Eropa di Fort De Kock yang keduanya di bawah bimbingan Horensma langsung.

Dalam kesibukannya mengenyam pendidikan di sekolah guru inilah tepatnya pada bulan Juni tahun 1921 Tan Malaka harus kembali ke kampung halamannya untuk diangkat menjadi kepala suku (penghulu) di sana dengan gelar “Datuk Tan Malako”3. Setelah mendapatkan gelar ini Tan Malaka

kemudian melanjutkan sekolahnya di Kweekschool.

Berkat semangat, perangainya yang amat sopan serta kecerdasannya yang di atas rata-rata, Tan Malaka mendapat perhatian lebih dari seorang guru berkebangsaan Belanda bernama Horensma, bahkan ia mengangkat Tan Malaka sebagai anaknya.

Setelah Tan Malaka menyelesaikan pendidikannya di Kweekschool, yakni pada tahun 1913 Horensma beranggapan bahwa Tan Malaka sangat layak untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi dan maju di negeri Belanda. Kemudian Heronsma menjadi promotor utama Tan Malaka untuk melanjutkan

3Datuk berasal dari bahasa Sanskerta (Dato)' dan tersusun dari dua kata kata

yakni da atau ra berarti yang mulia dan to artinya orang sehingga datuk dapat bermakna sama dengan raja. Dalam kebudayaan Minangkabau, gelar ini sangat dihormati dan hanya dipakai oleh kaum lelaki yang akan atau telah menjadi pemangku adat/tokoh pemuka adat. Jika seseorang yang telah menyandang gelar Datuk maka masyarakat setempat tidak diperbolehkan lagi untuk memanggil nama sebelumnya tetapi harus memanggil dengan nama kebesaran/gelarnya, jika diketahui terdapat masyarakat setempat yang menghina dan merendahkan seseorang yang bergelar Datuk, maka orang tersebut akan dikenai sanksi adat. lebih lengkap lihat, A.A. Navis, Alam Terkembang Jadi Guru; Adat Istiadat danKebudayaan Minangkabau, (Jakarta: PT. Grafiti Pers, 1984).

(25)

pendidikannya di Belanda. Horensma membantu membiayai Tan Malaka dari dana pribadinya serta dari upayanya agar mendapatkan jaminan keuangan dari Engku Fonds, yaitu semacam lembaga keuangan para Engku di Suliki. Biaya itu dianggap sebagai pinjaman yang akan dibayarnya kelak apabila sudah bekerja dan sudah berpenghasilan jaminannya adalah harta keluarga Tan Malaka. Ia harus kembali setelah tiga tahun dan membayar utangnya dari gajinya. Tan Malaka kemudian mendapatkan f 30 per bulan untuk membiayai pendidikannya. Kelak utang tersebut dilunasi oleh gurunya, Horensma4.

Tepat pada bulan Oktober 1913, Tan Malaka meninggalkan tanah kelahiranya untuk perjalanan yang kelak akan mengubah semua cara pandang hidupnya; tempat dimana ia akan menemukan ideologi Marxisme5.

Sesampainya di Belanda, Tan Malaka berhasil masuk di Rijks Kweeks School, sebuah lembaga pendidikan yang dijalankan untuk mendapatkan gelar diploma guru kepala atau hoofdakte di kota Harlem.

Di Harlem, Tan Malaka kemudian berkenalan dengan Herman, pengikut setia partai Sosialis Demokrat di Belanda. Dari sinilah pengaruh pemikiran Barat mulai masuk ke dalam benak pikiran Tan Malaka.

Belanda benar-benar telah membentuk watak Tan Malaka. Ia telah mengarungi banyak hal. Membaca, mempelajari hal-hal baru dan mengalami beberpa penderitaan. Ia menutupi biaya hidupnya dengan mengajar bahasa

4 Wasid Suwarto, Mewarisi Gagasan Tan Malaka, (Jakarta: LPPM Tan Malaka,

2006), h. 29

5 Tan Malaka, Dari penjara ke Penjara,Tan Malaka, Dari Penjara ke Penjara,

(26)

17

melayu dan ia juga melawan sakit bronkritis; penyakit yang timbul karena ia tidak memiliki baju hangat di musim dingin.

Melalui berbagai buku dan brosur membuat Tan Malaka berkenalan dan lebih dekat dengan teori revolusioner, sosialisme dan Marxisme-komunisme. Ketertarikannya ini mengantarkan Tan Malaka untuk ditunjuk sebagai wakil Indische Vereeniging oleh Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) dalam kongres pemuda Indonesia dan para pelajar ideologi di kota Deventer.

Penyakit seakan tanpa henti menyerang Tan Malaka. Kondisi iklim Belanda yang jauh berbeda dengan Indonesia membuat kewalahan daya tahan tubuhnya. Tak ayal Tan Malaka terseok-seok menyelesaikan pendidikannya hingga ia terlambat beberapa tahun.

Untuk memulihkan kesehatannya Tan Malaka terpaksa pindah ke kota kecil yang berhawa tropis dan sejuk bernama Bussun. Di tempat ini Tan Malaka dapat lebih serius mengamati dan mempelajari berbagai peristiwa revolusi di dunia yang saat itu sedang marak di Eropa.

Di Bussum, Tan Malaka mulai lebih berkonsentrasi untuk membaca karya-karya Nietzsche, seorang filsuf Jerman. Ia juga dengan leluasa mempelajari karya-karya Karl Max. Buku-buku Karl Marx mulai dilahap seperti, Het Kapital berbahasa Belanda. Tak cukup karya-karya Karl Max, ia juga membaca

Marxtische Ekonomie karya Karl Kautsky, surat kabar radikal Hel Volk milik

Partai Sosialis Demokrat Belanda serta brosur-brosur yang menceritakan perjuangan dan kemenangan Revolusi Bolsyhevik pada Oktober 1917. Dia

(27)

menamakan Nietzche sebagai thesis, Rousseau sebagai antithesis, dan Marx-Engels sebagai sintesis dalam proses pemikirannya.6

Bagi Tan Malaka, cerita berhasilnya revolusi Bolsyhevik di rusia pasca perang dunia 1 merupakan inspirasi besar. Revolusi sosial yang telah berhasil menumbangkan kediktatoran Tsar. Banginya ini adalah bukti nyata dari kebenaran teori Karl Marx tentang hancurnya dominasi kapitalisme oleh suatu revolusi sosial yang dilakukan oleh kaum buruh7.

Akhir tahun 1919, ia kembali ke Indonesia setelah enam tahun dalam masa perantauan yang mengubah banyak hal dalam dirinya. Dengan menenteng ijazah Diploma guru (Hulpace) karena ia gagal dalam ujian guru kepala (Hoofdacte). Di Indonesia ia memulai karirnya dengan menjadi seorang guru untuk anak-anak kuli kontrak yang bekerja di perkebunan Senembah, Tanjung Morawa Sumatera Timur milik seorang Belanda bernama C.W Janssen. Di sana ia mendapatkan tempat dan penghasilan yang sangat baik, gaji sebesar 350 Gulden perbulan dengan berbagai fasilitas serta diperlakukan sama layaknya orang Eropa8.

C. Perjuangan Tan Malaka

Saat Tan Malaka beraktivitas sebagai pengajar sebagaimana telah diuraikan di atas, tak jarang ia mendapat cemohan oleh para petinggi perkebunan. Bagi para petinggi perkebunan, sekolah bagi anak-anak kuli hanya membuang-buang

6 Tan Malaka, Dari Penjara ke Penjara ,h. 30

7 Tan Malaka, Dari Penjara ke Penjara h. 21

8 Harry. A.Poeze. Tan Malaka: Dari Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia:

(28)

19

uang. Tak ayal pendapat ini ditentang oleh Tan dalam sebuah rapat para tuan besar perkebunan, bagi Tan “anak kuli adalah anak manusia juga”. Tan juga memaparkan pentingnya pendidikan bagi anak kuli. Menurut dia, tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan, serta memperhalus perasaan. Ia jugalah yang berada di balik layar ketika terjadi mogok massal para buruh di Sanembah9.

Kondisi ini beserta nasib buruh kaum pribumi membuat ia sangat kecewa. Ia mulai berfikir kritis dan jadilah ia sebagai seorang komunis yang sadar. Ia kemudian menulis risalahnya yang pertama, sebuah uraian tentang komunisme: Soviet atau Parlement? Dan ia sangat aktif bergeriliya di kaum buruh untuk melakukan perlawanan yang kemudian dikecam keras oleh administrator ditempatnya bekerja, hal ini membuat harapan Tan Malaka untuk bertahan di Senembah semakin mengecil.

Saat situasi makin sulit, Tan Malaka memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya, meninggalkan kemewahannya dan pergi ke Pulau Jawa. Di Pulau Jawa, Tan Malaka bertemu Semaun dan tokoh-tokoh komunis lainnya yang telah menginfiltrasi ke tubuh Sarekat Islam (SI). Pada Maret 1921, Tan mengikuti kongres SI yang ada di Yogyakarta dan setelah itu menetap di Semarang sebagai anggota SI Semarang. Di Tahun yang sama Tan Malaka menerbitkan brosur bertajuk SI Semarang dan Onderwijs yang berisi tentang sistem pendidikan yang bersifat kerakyatan dan mempromosikan sekolah yang dibangun oleh Sarekat Islam.

9 Tim Edisi Khusus Kemerdekaan, “Tan Malaka: Bapak Republik yang Dilupakan”, Seri

(29)

Tan Malaka kemudian diberi kepercayaan untuk membina sekolah SI. Sekolah yang dibina oleh Tan Malaka ini mengalami perkembangan yang sangat pesat dan mencuri perhatian publik yang cukup besar, apalagi di masa penjajahan pendidikan yang mengarah ke pencerdasan bangsa merupakan hal yang sangat sulit untuk didapatkan.

Pemerintah Belanda merasakan hadirnya sekolah SI ini sebagai sebuah ancaman yang tentunya dapat meracuni fikiran anak-anak maupun penduduk pribumi untuk melakukan perlawanan. Oleh karena itu, sebagai upaya untuk menghambat perkembangan sekolah SI pemerintah Belanda mulai mencari-cari kesalahan dalam semua kegiatan sekolah SI seperti melarang kegiatan pasar amal, mempermasalahkan lagu “Internasionale” yang merupakan himne gerakan buruh dan komunisme yang populer sejak abad ke-19. Lagu ini ditulis oleh Eugene Potier (lahir pada tanggal 4 Oktober di Perancis dan meninggal Pada tanggal November 1887 di kota yang sama). Pada tahun 1871, lagu ini diubah oleh komponis kelas buruh, Pierre Degeyter dan sudah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa sejak tahun 1888. Lagu ini acap kali dinyanyikan oleh kaum Sosialis, Komunis, Anarkis, dan Demokrat sosial di seluruh dunia sambil mengangkat tangan kiri yang dikepalkan. Menurut hukum pemerintah Belanda di Indonesia pada masa itu, siapapun yang menyanyikan lagu tersebut dapat dihukum. Hal ini disandarkan pada kitab Undang-Undang Pidana pasal 15410.

Saat Semaun meninggalkan Indonesia, Tan Malaka mengambil alih kepemimpinan ketua SI (SI Merah). SI pada saat ini terpecah menjadi dua

(30)

21

kubu, SI Merah yang mendukung komunis dan SI putih yang menolak bergabung dengan komunis. SI putih lebih memilih untuk menjadi garis Islam. Terlepas dari ini semua, keberhasilan Tan Malaka menduduki posisi penting dalam organisasi komunis dalam tempo yang cepat merupakan bukti dari kecerdasan pemikiran Tan Malaka.

Tan Malaka juga aktif di dalam partai PKI. Diketahui, beliau pernah menjabat sebagai dewan gemeent (anggota kehormatan) di bulan Oktober 1921. Namun, selama menjadi anggota dewan, ia hanya satu kali hadir dalam rapat dewan. Diskusi-diskusi antar dewanpun tak pernah dihadirinya, menurutnya kegiatan-kegiatan tersebut hanyalah membuang waktu dan manfaatnya dirasakan kurang nyata. Maka dari itulah beliau lebih memilih menggerakkan massa. Tan Malaka dan Samaun menjadi Propadandis-propagandis dalam aksi pemogokan buruh di mana-mana.

Terlepas dari pandangannya tentang parlemen tersebut di atas, diketahui beliau juga sempat diangkat menjadi ketua umum partai PKI dalam kongres yang diadakan pada bulan Desember 1921. Pengangkatan ini dimanfaatkan oleh Tan Malaka untuk merealisasikan agenda untuk menyelesaikan friksi yang terjadi di dalam SI, yakni antara kelompok yang berhaluan Islam (dipimpin oleh Tjokroaminoto, Agus Salim, dan Abdul Muis) dengan kelompok yang berhaluan komunis (dipimpin oleh Semaun, Darsono, dan Tan Malaka ). Untuk itu Tan Malaka memberikan pidatonya tentang sistem kapitalis di berbagai Negara dan di Hindia yang menyebabkan penderitaan bagi rakyat. Menurut Tan

(31)

Malaka, hanya dengan cara bersatu, rakyat akan dapat terbebas dari belenggu penderitaan yang disebabkan oleh kapitailis dan imperialis. 11

Penyampaian pidato Tan Malaka menyentuh para hadirin dan berhasil membangkitkan kesadaran para hadirin bahwa persatuan merupakan hal yang paling mendasar dalam merebut kemerdekaan. Segaris dengan hal tersebut, Haji Hadikusumo (pemimin Muhammadiyah) bahkan menyatakan setuju dengan apa yang dikatakan oleh Tan Malaka, beliau menyatakan dengan tegas bahwa seseorang belum-lah menjadi Muslim sejati apabila masih sibuk memecah belah persatuan pergerakan rakyat. Namun sayangnya Abdul Muis ( selaku wakil dari Sentral Serikat Islam) pada saat itu datang terlambat dan tidak sempat mendengarkan pidato yang disampaikan oleh Tan Malaka (1897-1949). Beliaupun kemudian memulai pidatonya dengan membuka permasalahan lama yang megakibatkan suasana kembali mengeruh.12

Tan Malaka tetap mempertahankan argumentasinya tentang pentingnya kolaborasi dengan gerakan Pan-Islamisme yang menyebabkannya berseberangan dengan mayoritas elite Komunis. Segaris dengan hal tersebut, seusai kongres berlangsung, banyak orang yang kemudian tertarik terhadap gerakan PKI sehingga beberapa cabang baru PKI-pun didirikan. Segaris dengan itu, tidak sedikit juga cendekiawan yang kemudian mengundang Tan Malaka untuk memberikan kursus tentang komunisme setelah membaca laporan tentang kongres Komunis. Kenyataan ini cukup menunjukkan bahwa Tan Malaka memberikan peran yang besar di kongres itu, walaupun pada akhirnya Tan

11 Tan Malaka, Dari Penjara ke Penjara, h. 70 12 Tan Malaka, Dari Penjara ke Penjara, h. 75

(32)

23

Malaka tidak bisa melayani undangan-undangan itu karena seminggu sebelum memenuhi undangan itu Tan Malaka sudah ditangkap13.

Belanda benar-benar tidak menginginkan Tan Malaka berada di Indonesia. Tepat pada tanggal 29 Maret 1922 Tan Malaka dibuang ke Belanda. Selama dalam masa pembuangan, Tan Malaka tidak hanya menetap di Belanda. Beliau juga sempat menyinggahi Berlin, ibu kota Jerman untuk mengurusi segala persiapannya untuk mengikuti pendidikan partai Komunis di Moskow. Pada tanggal 19 Oktober 1922, Tan Malaka tiba di Moskow untuk mengikuti Komitern ke-IV.14 Setelah kongres selesai, beliau bergeser ke Rusia dan bekerja sebagai penulis buku. Saat kongres di Moskow, Tan Malaka memiliki kesempatan untuk berpidato. Beliau menyampaikan tentang strategi pergerakan Komunis nasional yang menurutnya setiap bangsa memiliki metode masing-masing untuk menghadapi songsongan fajar Kapitalisme. Yang tidak kalah penting ialah pidatonya tentang pentingnya persatuan antara Komunis dan Pan Islamisme, walaupun isu tentang persatuan antara Komunis dan Pan-Islamisme yang dihadirkannya tidak begitu mendapat perhatian, namun Tan Malaka telah berhasil menancapkan sedikit pengaruhnya di Komitern. Setidaknya di sana beliau terpilih untuk menjadi wakil Komitern untuk wilayah Asia Timur.

Di penghujung tahun 1923, Tan Malaka meninggalkan Rusia menuju Canton, Cina. Setidaknya, di negeri sutra ini beliau bertemu dengan salah

13 Tan Malaka, dari Penjara ke Penjara, h. 97

14 Kongres Komitern IV berlangsung dari tanggal 5 November sampai dengan

tanggal 5 Desember 1922. Komunis Hindia Belanda selalu mengirimkan wakilnya untuk mengikuti Komitern. Di Komitern pertama dan kedua komunis Hindia-Belanda di wakili oleh Sneevliet. Sedangkan di Komitern ketiga komunis Hindia-Belanda diwakilkan oleh Darsono. Pada komitern ke- IV Tan Malaka memiliki kesempatan untuk mewakili komunis Hindia Belanda. Tan Malaka, Dari Penjara ke Penjara, hlm.142.

(33)

seorang revolusioner terbesar Asia, Sun Yat Sen15. Kemudian di negeri ini Tan Malaka jatuh sakit yang hampir merenggut nyawanya16.

Sebagai upaya untuk memulihkan kesehatannya, di bulan Juni 1925 Tan Malaka berangkat menuju Filipina untuk beristirahat dengan total. Di awal Agustus, Tan Malaka bergeser ke Manila.

Pemimpin PKI yang diasingkan ke luar negri membuat keadaan PKI di Hindia menjadi rapuh. Pemerintah kolonial Belanda membuat peraturan untuk para buruh dan proletar untuk tidak menjadi anggota Partai, jika mereka berbuat sebaliknya maka tidak ada satupun pekerjaan untuk mereka, imbasnya kaum buruh dan proletar tidak akan bertahan hidup.

Suasana yang buruk membuat petinggi-petinggi PKI geram, puncaknya Keputusan Prambanan yang menyatakan akan dilakukannya pemberontakan pada tahun 1926 terhadap Pemerintah Kolonial Belanda. Sebelum pemberontakan tersusun rapih, Alimin dan Musso datang kepada Tan Malaka yang berada di Manila untuk mendiskusikan aksi dan siasat pemberontakan, tetapi Tan Malaka mencoba menghalangi dengan mengkritik aksi tersebut. Menurutnya, pemberontakan di Hindia masih prematur dan akan mengalami kegagalan. Alimin dan Mosso lalu pergi ke Moskow untuk mendapat dukungan dari Komintern. Sesampainya di Moskow mereka malah mendapat teguran keras. Setelahnya Musso ditahan untuk mempelajari PKI lebih dalam dan Alimin pulang ke Hindia-Belanda.17

15 Beliau adalah pemimpin partai komunis cabang Kanton, Cina. Dikenal sebagai

revolusioner besar yang berasal dari Cina

16 Tan Malaka, dari Penjara ke Penjara, h. 131-139

(34)

25

Pemberontakan tetap berlangsung di Jawa (Banten dan Bandung) pada November 1926, dan Januari 1927 di Sumatra Barat. Namun jalannya pemberontakan dapat dengan mudah dipatahkan oleh Belanda, sekitar 1300 orang dikirim tanpa batas waktu hukuman ke Boven-Digul. Kemudian PKI dibubarkan dan menjadi partai ilegal.18

Akibat peristiwa itu, akhirnya Tan Malaka keluar dari PKI dan Komintern. Setelah peristiwa itu Tan Malaka mendirikan PARI (Partai Repoeblik Indonesia) di Bangkok pada Juli 1927 bersama rekannya Soebakat dan Djamaloeddin Tamin, PARI masih menerapkan paham dan nilai-nilai komunis.19

Di Manila, Tan Malaka tertangkap oleh polisi pemerintahan penjajah Filipina (Amerika Serikat) dan dibuang ke Amoy, Cina. Dari Amoy, Tan Malaka bertolak ke Shanghai tepatnya pada tahun 1932, namun invasi Jepang yang telah sampai daerah Amoy memaksanya untuk beranjak ke kota Kownlon. Di sini polisi Jepang berhasil menangkapnya, walaupun pada akhirnya, di penghujung tahun beliau dipersilahkan keluar dari Hongkong. Beranjak dari sana, Tan Malaka kemudian pergi ke Shanghai. Di sana beliau mengobati penyakitnya sampai pulih kembali.20

18 Harry A.Poeze, Madiun1948, PKI Bergerak, (T.tp: Penerbit Yayasan Obor

Indonesia), h. 2

19 Harry A.Poeze, Madiun1948, PKI Bergerak, h. 2

(35)

Di bulan Juni 1942, Tan Malaka berhasil kembali ke di Indonesia21, tepatnya di Belawan, Medan dan meneruskan perjalanannya ke Jawa pada tanggal 1 Oktober 1945, kemudian Tan Malaka berkeliling Jawa hingga ke kota Kediri guna mengobarkan semangat revolusi rakyat untuk melawan sekutu. Tan Malaka menyadari bahwa kemerdekaan penuh hanya dapat dicapai dengan mengangkat senjata, oleh karena itu pada tanggal 19 Desember 1948 beliau memutuskan untuk melakukan perlawanan secara total kepada Belanda. Di sana beliau berpidato dan menyampaikan seruannya kepada rakyat bahwa tidak ada gunanya mengadakan perundingan dengan pihak imperilialisme Barat. Kemerdekaan hanya dapat diraih dengan cara mengangkat senjata dan mengalahkan musuh. Kemudian Tan Malaka mengambil inisiatif untuk membuat wadah (organisasi) guna mengorganisir perjuangan-perjuangan itu dengan tepat. Organisasi ini kemudian dikenal dengan nama Persatuan Perjuangan.

Perjuangan ini membuat pemerintah tidak senang dan menangkap Tan Malaka. Namun karena tidak terbukti bersalah, Tan Malaka kemudian dibebaskan dan mendirikan partai Murba tepatnya pada tanggal 7 November 1948.

Tan Malaka terus saja melakukan seruan-seruan kesetidakpahaman untuk melaksananakan diplomasi dengan penjajah. Lewat radio mengajak rakyat Indonesia untuk angkat senjata. Hal ini menyulut rasa tidak senang dari pihak

21 Pada tahun 1942, Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang yang berarti

secara tidak langsung hal tersebut menjadi penanda bebasnya Tan Malaka untuk dapat memasuki negrinya dengan leluasa.

(36)

27

militer penjajah maupun pihak pemerintah Indonesia (yang lebih memilih cara bernegosiasi kepada sekutu) kepada Tan Malaka. Ketika Belanda menyerang Kediri, Tan Malaka melakukan geriliya di derah sungai Brantas desa Gringging. Disinilah beliau berhasil ditangkap dan di-eksekusi di desa Selopang, Kecamatan Semen, Kediri. Pada akhirnya,Tan Malaka wafat di tangan Brigade Sikatan atas perintah Letnan Dua Sukotjo pada tanggal 21 Februari 194922.

D. Karya Tulis

Kita patut memberikan apresiasi yang besar terhadap tokoh ini. Di tengah banyaknya tekanan hidup seperti harus melewati sakit kronis, keterbatasan finansial, kesibukannya yang selalu aktif dalam partai dan perjuangan kemerdekaan yang membuatnya kerap kali diburu, ditangkap, diasingkan dan akhirnya dibunuh, namun ia telah banyak menelurkan karya-karya tulis. Setidaknya, terdapat sekitar 26 yang telah beliau lahirkan baik berupa buku maupun artikel, diantaranya adalah: Parlement atau Soviet (1920), SI Semarang

dan Onderwijs (1921), Dasar Pendidikan (1921), Indonezija Ejo Mesto Na

Proboezjdajoestsjemja Voetoke/Indonesia dan Tempat Timur yang Sedang Bangkit (1924). Naar de Republiek Indonesia/Menuju Republik Indonesia (1924), Semangat Muda (1925), Massa Actie (1926), Manifestasi Bangkok (1927), PARI dan International (1927), MADILOG (1943), Asia Bergabung (1943), Manifestasi Jakarta (1945), Politik (1945), Rencana Ekonomi Berjuang

22Masykur Arif Rahman, Tan Malaka, Pahlawan Besar yang Dilupakan Sejarah,

(37)

(1945), Muslihat (1945), Thesis (1946), Pidato Purwokerto (1946), Pidato Solo (1946), Islam dalam Tinjauan MADILOG (1948), Pandangan Hidup (1948), Kuhandel di Kaliurang (1948), Pidato Kediri (1948), Gerpolek (1948), Proklamasi (17-8-45), Isi dan Pelaksanaannya (1948), dan Dari Penjara ke Penjara (1948).

Selain dari karya-karya tersebut di atas, Tan Malaka juga aktif menulis artikel-arikel yang kemudian dikirim ke surat kabar, salah satu artikelnya yang berjudul “Tanah dan Orang Miskin” diterbtikan oleh surat kabar Het Vije

Woord (Kata yang Bebas). Artikel yang dimuat pada edisi Maret 1920 ini

menceritakan tentang jurang kelas yang begitu mencolok antara kaum Kapitalis dan Ploletar. Tan Malaka juga menulis beberapa artikel yang dimuat dalam surat kabar milik Profinter seperti karya tulisnya yang berjudul “Die Rote

Gewerkschafts-Internasionale” (Serikat Buruh Internaional Merah). Terdapat

juga artikel yang membahas pertentangan-pertentangan di Nationaal Arbeids Secretriaat (NAS) atau serikat buruh nasional yang ditulis oleh Tan Malaka dan terbagi ke dalam dua artikel . Artikel pertama membahas sarekat buruh di Indonesia. Sementara artikel kedua membahas industri gula di Pulau Jawa yang memberi keuntungan besar kepada kaum modal dengan cara menindas dan memeras kaum buruh.23

(38)

29

BAB III MARXISME

A. Pengertian Marxisme

Franz Magnis-suseno menjelaskan bahwa Marxisme merupakan ajaran-ajaran Karl Marx yang dibakukan oleh Friedrich Engels dan Karl Kautsky. Pendapat yang lain mengatakan bahwa, Marxisme adalah ajaran-ajaran yang berasal dari pemikiran Karl Max1. Karl Marx menyusun sebuah teori besar yang berkaitan dengan sistem ekonomi, sistem sosial, dan sistem politik.

Karl Marx (1818-1883), pelopor utama gagasan Marxisme dilahirkan di kota Trier, Jerman. Pada umur tujuh belas tahun Karl Max masuk Universitas Bonn megambil jurusan hukum. Lalu berpindah ke Universitas Jena dengan mendapat gelar doktor dalam ilmu filsafat.

Di Paris, pada tahun 1847 Marx pertama kali menerbitkan buah pikirannya yang penting The Poverty of Philosophy (kemiskinan filsafat). Tahun berikutnya bersama Engels mereka menerbitkan Manifesto Komunis pada Januari 1848. Konsep perjuangan kelas dapat dengan mudah ditelusuri dalam karya Marx bersama dengan Engels, Manifesto Partai Komunis yang dicetak pada Februari 1848. Sebulan kemudian pecahlah revolusi yang bermula terjadi di Perancis dan akhirnya melanda hingga Austria. Jilid pertama Das Kapital,

1 Franz Magnis-Suseno, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Permasalahan

(39)

karya ilmiah Marx yang memuat kritik terhadap kapitalisme terbit di tahun 1867.2

Marx-Engel bagi Tan Malaka tidak hanya gagasannya yang menyegarkan dan dapat dijadikan sebagai landasan revolusi, namun tanpa Marx-Engel mempelajari filsafat hanya akan mengantarkan kepada kebingungan. Tidak akan pernah dapat diketahui mana yang benar dan mana yang salah. Seperti halnya di saat menonton sepakbola, jika kita tidak memisahkan masing-masing klub yang bertanding kita tidak akan mengerti apa yang sedang terjadi di dalam pertandingan tersebut. Bagi Tan Malaka, tidak ada jalan lain selain menjadikan Marx-Enggel sebagai acuan utama dalam mempelajari filsafat.3

Marxisme mencakup materialisme dialektis dan materialisme historis serta penerapannya pada kehidupan sosial. Secara historis, filsafat Marxisme adalah filsafat perjuangan kelas buruh untuk menumbangkan kapitalisme dan membawa sosialisme ke dalam kehidupan. Sejak filsafat ini dirumuskan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels beberapa ratus tahun yang lalu dan terus berkembang, filsafat ini telah mendominasi perjuangan buruh secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa usaha yang dilakukan oleh para akademisi borjuis untuk menghapus Marxisme, namun filsafat ini terus hadir di dalam sendi-sendi perjuangan kelas buruh.

2 Kristeva, Negara Marxis dan Revolusi Ploretariat, (Yogyakarta: Pusataka Pelajar,

2011), h. 74

(40)

31

Marxisme merupakan ideologi4 dasar bagi seluruh partai komunis di seluruh dunia. Marxisme adalah bentuk perjuangan kelas buruh untuk menumbangkan kapitalisme dan membawa sosialisme ke dalam kehidupan.

Dari catatannya di Manifesto Komunis tersirat beberapa pemikiran penting Marx dan Engels. Pertama, bahwa gagasan sentral dan yang ada di balik pernyataan itu adalah fakta bahwa sejarah umat manusia diwarnai oleh perjuangan atau pertarungan di antara kelompok-kelompok manusia dan dalam bentuknya yang transparan, perjuangan itu berbentuk perjuangan kelas. Perjungan kelas ini menurut Marx bersifat permanen dan merupakan bagian inheren dalam kehidupan sosial. Perjuangan itu telah terjadi sejak awal munculnya kelas-kelas sosial dalam masyarakat kuno.

Kedua, pernyataan itu juga mengandung proposisi bahwa sejarah perkembangan masyarakat selalu terdapat polarisasi. Suatu kelas hanya ada dalam posisi bertentangan dengan kelas-kelas lainnya. Dan kelas yang bertentangan itu tidak lain adalah kelas penindas dan kelas tertindas. Marx berpendapat bahwa perpecahan itu kemudian membentuk dua blok kelas yang saling bertarung, kelas borjuis kapitalis dan kelas proletariat. Kelas borjuis kapitalis adalah mereka yang memiliki alat-alat produksi dan memperoleh keuntungan kapital dan material dengan cara mengeksploitasi kelas pekerja atau

4 Secara bahasa ideologi bermakna sesuatu yang memiliki arti gagasan atau

konsep dan logos yang memiliki arti ilmu. Ideologi berasal dari bahasa Yunani eidos. Secara istilah, para ahli memberikan pendapat berbeda mengenai ideologi, namun Marx berpendapat bahwa, “Ideologi merupakan alat untuk mencapai kesetaraan dan

kesejahteraan bersama dalam masyarakat” lihat Wikepedia Ensiklopedia Bebas, “Ideologi”, artikel diakses pada 1 Oktober 2017 dari http:/id. Wikipedia.org/wiki/ideologi

(41)

proletar. Menurut Marx, tidak bisa hidup tanpa melakukan revolusionarisasi alat-alat produksi dan berbagai hubungan produksi.

Di lain pihak, kelas buruh sebagai kelas tertindas tidak akan pernah dan tidak akan bisa memperbaiki taraf hidup mereka. Kelas ini tidak memiliki alat-alat dan bentuk-bentuk produksi seperti yang dimiliki kelas borjuis. Yang dilakukan mereka hanya menjual tenaga kerja kepada kelas penindas untuk tetap bisa hidup.

Hubungan eksploitatif antar dua kelas itu menurut Marx akan menciptakan antagonisme kelas, yang pada akhirnrya akan melahirkan krisis revolusioner. Kaum proletar menghendaki perubahan struktural, mengambil alih kekuasaan dengan paksa dan melakukan transformasi struktural sosial secara revolusioner. Marx dan Engels selalu menekankan pentingnya konflik kelas. “Tanpa konflik kelas, kata Marx dalam Das Kapital tidak ada kemajuan karena ia merupakan hukum yang selalu menyertai peradaban (dari dulu hingga sekarang)”. Marx sangat meyakini bahwa konflik kelaslah yang dapat mengubah secara struktural kehidupan masyarakat.5

B. Sejarah Singkat Perkembangan Ideologi Marxisme

Kelahiran ideologi sosialis komunis berawal ketika ekses negatif kapitalisme di Eropa pada abad ke-19 terasa semakin nyata. Imperialisme merajalela, sumber daya dan sarana produksi dimiliki oleh segelintir orang. Individualisme tertanam kuat di dalam masyarakat, ditambah sikap gereja yag

(42)

33

bersekutu dengan kaum kapitalis untuk mengambil kekayaan rakyat. Undang-undang dibuat untuk kepentingan kaum borjuis. Kondisi inilah yang memicu kelahiran gerakan anti-kapitalis yakni sosialisme termasuk Sosialisme Marxis.

Marx merumuskan sebuah teori ilmiah untuk kemudian dipublikasikan sebagai karyanya yang monumental dengan judul Das Kapital. Dalam buku tersebut Marx menjelaskan bahwa kapitalisme akan digantikan oleh masyarakat tanpa kelas yang hanya terdiri atas para pekerja atau proletariat yang memiliki dan mengelola alat-alat produksi untuk kepentingan masyarakat.

Sejak filsafat ini dirumuskan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels beberapa ratus tahun yang lalu dan terus berkembang, walaupun dalam sejarah perkembangannya memiliki banyak multi tafsir sebagaimana ideologi-ideologi lainnya, terutama tentang revolusi yang menjadi tujuan dari ideologi ini.

Marx tidak memberikan ajaran spesifik tentang cara-cara revolusi dan bagaimana revolusi itu terjadi. Hal ini memicu konflik panjang antar pengikut Marxisme dalam hal menafsirkan revolusi seperti yang terjadi di Internasionale II.

Kautsky, Rosa Luxemberg, Bernstein dan Lenin merupakan empat tokoh terkenal dan paling berpengaruh di masa Internasionale II. Menurut Kautsky, revolusi merupakan sikap alami saat kondisi sosial yang terjadi antara kaum borjuis yang terus memeras kaum proletar. Keadaan ini akan membuat kaum proletar bangkit berjuang dengan sendirinya melawan kaum borjuis untuk menguasai faktor-faktor produksi. Pendapat kautsky ini sebagai kritik dari

(43)

penafsir lainnya, Lenin dan Rosa Luxemburg yang menyatakan bahwa revolusi harus dipersiapkan.

Bernstein, seorang yang dipandang sebagai revisionis ajaran Marx berpendapat bahwa, revolusi tak lebih dari angan-angan yang utopis. Menurut Bernstein, semuanya harus lebih realistis bahwa sosialisme hanya dapat dicapai dari hasil-hasil ekonomis, politis, dan etis masyarakat borjuasi. Reformasi jauh lebih relevan. Sikap ini tentu saja membuat mayoritas pengikut Marxisme pada masa itu menganggap Bernstein telah menyimpang dari ajaran Karl Max karena tidak lagi memperjuangkan proletar dari cengkeraman borjuis6. Pendukung Bernstein membantah dan mengatakan kaum komunis dengan sebutan kaum dogmatik, karena terlalu kaku dalam menafsirkan ajaran-ajaran Marx.

Lenin diklaim memiliki pandangangan yang lebih murni dalam menyebarkan ajaran Marx, dan ajaran ini kemudian dikenal dengan Marxisme-Leninisme atau kemudian disebut komunis. Buah pikiran Lenin diklaim sebagai sumbangan gemilang bagi perkembangan Marxisme. Lenin berpendapat bahwa revolusi tidak akan terjadi begitu saja tanpa digerakkan dan dipandu. Buruh tidak mungkin dapat memiliki kesadaran, kecuali mereka hanya akan memikirkan tentang kenaikan upah dan pengurangan jam kerja. Revolusi hanya akan tercapai apabila para kaum terpelajar yang memahami teori-teori Karl Max mendirikan organisasi kepartaian.7

Dengan ajaran ini, Lenin berhasil meraih banyak pengikut di Uni Soviet khususnya kaum buruh, lalu melakukan revolusi di Uni Soviet (1917). Setelah

6 Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Max: Dari Sosialisme Utopis ke Permasalahan

Revisionisme, h. 223-224

(44)

35

itu, mendirikam Internasionale ke III atau biasa disebut Komunis Internasional (Komintren) pada 1919, yang menjadi kiblat bagi partai komunis di hampir seluruh dunia, termasuk di Indonesia.8

Lenin juga memberikan penafsiran yang sangat penting mengenai ajaran Marx tentang negara. Menurut Lenin, konflik tak berkesudahan di dalam masyarakat akan menghadirkan sebuah negara. Negara tidak akan terbentuk di dalam masyarakat yang damai.

Dari sini, fungsi sebuah negara hanya untuk menghilangkan kelas yang ada di dalam masyarakat. Inti semua persoalan di dalam masyarakat adalah perbedaan kelasnya yang disebabkan oleh kepemilikan alat-alat produksi. Dan negara harus bertindak netral dan adil. Tidak boleh ada legitimasi negara bagi masyarakat kelas borjuis untuk menindas masyarakat proletar.

Untuk itu sangat penting bagi negara untuk menguasai semua alat-alat produksi dan mengatur secara adil kepada masyarakat, hingga tercapai keteraturan. Bila tidak ada lagi masyarakat yang mendominasi kepemilikan, maka secara otomatis akan hilang perbedaan kelas di dalam masyarakat.

Marxisme-Leninisme di Indonesia juga merupakan rujukan paling dominan bagi kaum komunis terutama tentang teori penjajahan. Teori penjajahan merupakan bentuk kekecewaan akan melesetnya ramalan Marx tentang jatuhnya negara-negara industri maju Eropa, karena, sistem kapitalis

(45)

telah memaksakan diri untuk menambah modal melalui penjajahan kepada negara-negara yang belum maju9.

C. Neo Marxisme

Gagasan Neo Marxisme muncul sebagai bentuk kekecewaan atas hilangnya ruh dialektis dalam ajaran Marx. Gerakan ini mengkritik sangat tajam Lenin yang membawa Marxisme lebih identik dengan komunisme dan bukan lagi menjadi analisis kritis masyarakat. Lenin juga telah membawa jauh Marxime menjadi ideologi komunisme iternasional. Neo Marxisme datang untuk memperbaiki, meluruskan dan merumuskan kembali ajaran Marx.10

Asupan yang berasal dari aliran-aliran filsafat kontemporer, khususnya filsafat eksistensi, membawa Neo Marxisme untuk memberikan gagasan dan rumusan baru dalam hal mendudukkan peranan dan kejatidirian manusia di dalam sistem kekuasaan yang tidak manusia. Sedikitnya terdapat tiga ciri gagasan Neo Marxisme. Pertama, memberi batas proses dialektis hanya pada bidang sosial-ekonomi yang dapat mempengaruhi pola kekuasaan di semua aspek kehidupan, juga pentingnya kembali mengkaji pemikiran Hegel untuk menunjukkan hubungannya dengan Marx, yaitu konsep dialektika Hegel yang utopis dan Marx yang ‘membumi’, dan yang tidak kalah penting adalah menyorot kembali teori dan ideologi Marx. Kedua, Neo Marxisme hendak membereskan manusia dari alienasi yang diuraikan Marx dalam

9 Mcvey, Ruth T. Kemunculan Komunisme Indonesia, (Jakarta: Komunitas Bambu, 21010) h. 4

10 Agus Darmaji, Herbert Marcuse tentang Masyarakat Satu Dimensi. Jurnal ilmu

(46)

37

Naskah Perancis. Ketiga, Neo Marxisme berkaitan dengan analisis kritis atas masyarakat modern.11

Neo Marxisme dikenal pula dengan sebutan madzhab/aliran Frankfurt, aliran yang menyatakan ‘penemuan sekali lagi’ ajaran Marx. Kebangkitan aliran ini terjadi pada sekitar tahun 1923 di Institut Penelitian Sosial Frankfurt. Aliran ini pada mulanya diprakarsai oleh Felix Weil yang dikenal

sebagai political scientist yang memiliki ketertarikan terhadap pemikiran Marxisme.12

Tidak mengherankan jika pada masa ini banyak bermunculan para tokoh yang ingin memberikan interpretasi baru ajaran Marx, mengingat banyaknya penyelewengan ajaran Marx yang dilakukan oleh beberapa politisi terutama setelah revolusi Bolshevik di Rusia. Di antara beberapa tokoh yang paling menonjol dalam aliran ini misalnya, Lucas (1885-1971), Karl Korch (1889-1961), Antonie Gramscie (1891-37).13

Marxisme tumbuh pesat terutama di dunia ketiga yang sedang menghadapi imperialisme dan feodalisme. Masyarakat seakan tidak memiliki pilihan, kecuali menjadikan Marxisme sebagai harapan demi tercapainya cita-cita masyarakat.

Seiring waktu, Marxisme mendapat banyak kritik. Dari tuduhan bahwa Marxisme merupakan sesuatu yang utopis, karena dianggap mempercayai adanya kemungkinan kondidsi masyarakat yang sempurna. Pada kenyataannya kehidupan manusia adalah wujud dari kompetisi. Marxisme juga dinilai tidak relevan lagi

11 Jurnal h. 516

12 K Bertens, Filsafat Barat Dalam Abad XX, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1981),

h. 177

(47)

dengan dunia global dan kontemporer. Materialisme Karl Max dianggap tidak cermat, sehingga dengan mudahnya mengabaikan peranan ide dalam proses sejarah dan kehidupan masyarakat.14

Kritik terhadap Marxis ini tidak hanya dari luar, namun pengikut ajaran Marxis juga memberikan banyak kritik/evaluasi dengan membuat redefinisi terhadap ajaran Marx.lalu timbullah beberapa aliran Marxis yang lebih moderat.

14 M. Deden Ridwan (ed), Melawan Hegemoni Barat; Ali Syariati Dalam Sorotan

(48)

39

BAB IV

MARXISME DALAM PERSPEKTIF TAN MALAKA

A. Ajaran Pokok Marxisme Tan Malaka

Tan Malaka menegaskan bahwa ajaran Marxisme yang ia tuangkan dalam karyanya Madilog murni terinspirasi dari Barat.

“Madilog bukanlah barang yang baru dan bukanlah buah pikiran saya. Madilog,ialah pusaka yang saya terima dari Barat. Bukan pula dimaksudkan diterima oleh otak yang cemerlang seperti tanah subur menerima tampang yang baik. Saya akui kesederhanaan saya dalam segala-galanya, pembawaan atau talent, masyarakat, didikan, pembacaan dan kesempatan. Maksud saya terutama ialah buat merintis jalan teman sejawat saya, dengan buku ini, mempersilahkan mempelajari cara berpikir dunia Barat dengan rendah hati sebagi murid yang jujur dan mata terbuka”.1

Seperti Marxisme pada umumnya, begitu pula dengan Tan Malaka menjadikan materialisme sebagai konsep serta dialektika sebagai metodenya. Bermula dari materialisme sebagai dasar pengetahuan, Tan Malaka menggunakan metode dialektis agar pengetahuan tersebut dapat selalu berkembang dan tidak bergantung pada pengetahuan sebelumnya. Selain itu, Tan Malaka turut menggunakan logika agar proses materialisme dan dialektis tersebut dapat secara komperehensif menemukan kesimpulan yang sesuai dengan akal sehat yang independen. Bisa disimpulkan, materialisme, dialektika dan logika adalah perjalanan epistemologi dari Tan Malaka. Ia berpendapat bahwa pengetahuan yang melewati ketiga tahap di atas, maka pengetahuan

(49)

tersebut dapat dikatakan benar. Tan Malaka memiliki prinsip bahwa pengetahuan bersifat selalu berproses dan tidak ada ujungnya.

Memahami Tan Malaka dalam koridor Marxis tentu beralasan cukup, melihat beberapa tulisannya, baik implisit maupun eksplisit, menegaskan bahwa dia adalah Marxis. Orientasi Tan Malaka dalam pergerakan perjuangan adalah memerdekakan bangsanya dari belenggu penjajah imperialis, cara yang ditempuh adalah revolusi seperti Marxis pada umumnya. Sedangkan tujuannya membentuk negara dengan sistem sosialis-komunis.

Tan Malaka melihat kesuksesan Rusia di bawah pimpinan Lenin (revolusi Oktober 1917) sebagai bukti nyata kekuatan kaum proletar. Tetapi Tan Malaka menyadari betapapun suksesnya kaum proletar pada revolusi Oktober yang terjadi di Rusia bukan berarti seluruh gerakan (taktik dan strategi) yang dijalankan di Rusia dapat diterima begitu saja untuk diterapkan di Indonesia.

Tinjauan teoritis Marxist menyatakan, revolusi proletariat hanya dapat dilakukan apabila keadaan ekonomi negara berada dalam kungkungan kaum borjuasi, ini berarti mengharuskan adanya pertentangan kelas dan sistem perekonomiannya harusnya didasari oleh kekuatan –kekuatan produksi yang berarti hanya terjadi dalam masyarakat industri modern. Di Indonesia kondisinya berbalik, masyarakat Indonesia, menurut Tan Malaka, adalah masyarakat yang perekonomiannya berjalan tidak seimbang. Di saat Tan Malaka menyampaikan gagasannya ini, dia mengklaim Indonesia baru menjalankan industrialisasi tidak lebih dari seperempat abad yang lalu.2

1. Materialisme

Referensi

Dokumen terkait

Setiap orang atau badan dilarang melakukan kegiatan menangkap ikan dengan menggunakan alat bahan beracun, bius, listrik, accu dan bahan peledak yang dapat mengakibatkan

Adapun penelitian yang dilakukan oleh Fachreza (2017) yang memiliki tujuan untuk dapat mengetahui seberapa besar pengaruh yang diberikan oleh variabel jumlah penduduk,

Petender dianggap telah berpuas hati dengan keadaan tapak, sejauh mana, keadaan dan kebolehkerjaan, posisi kerja yang berkaitan dengan keadaan semasa, kerja yang sedang

Metode ini meliputi lima langkah dan tambahan beberapa anak langkah pada langkah yang kelima: (1) pengarang menganalisis dalam arti mengidentifikasikan aneka aktivitas

Di daerah Welahan Jepara, terdapat limbah kain perca yang cukup memadai untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan TAS PERCA FASHIONABLE ini.. Untuk perbandingannya dengan

Total luas kebun bibit sekitar 200 ha yang terdiri dari tiga hektar lahan milik pabrik sendiri yang digunakan untuk membudidayakan bibit pokok, bibit nenek,

perusahaan, menjadi bidang garapan wajib IbPE. UKM mitra yang dipilih harus mampu meng-hasilkan produk atau komoditas yang berpeluang ekspor atau minimal dijual antar

Penafsiran ibnu katsir ayat ini di tunjukkan kepada orang yang mengaku cinta kepada Allah SWT namun tidak sepenuhnya mengikuti ajaran Nabi muhammad SAW, orang seperti