• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kelayakan Usaha Sapi Perah PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos, Kecamatan Ciawi, Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kelayakan Usaha Sapi Perah PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos, Kecamatan Ciawi, Bogor"

Copied!
165
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memiliki peranan penting dalam menopang perekonomian regional maupun nasional1. Selain itu pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang dilakukan untuk menciptakan suatu agribisnis yang kuat di masa mendatang. Langkah yang dilakukan yaitu dengan mengarah pada pengembangan peternakan yang maju, efisien, dan mempunyai daya saing global.

Subsektor peternakan terdiri dari berbagai jenis komoditi yang meliputi ayam, itik, kambing, domba, babi, sapi potong, dan sapi perah. Masing-masing komoditi memiliki peranan tersendiri dalam pemenuhan gizi seperti protein, lemak, kalori dan vitamin. Peningkatan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya nilai gizi, membuat masyarakat lebih banyak mengkonsumsi pangan yang bergizi tinggi. Salah satu contohnya adalah susu. Dari berbagai jenis komoditi pertanian yang dihasilkan untuk konsumsi pangan, susu merupakan salah satu dari produk peternakan yang memiliki kandungan gizi lengkap. Susu merupakan minuman bergizi dengan kandungan kalsium sebanyak 358 miligram, dilengkapi dengan kandungan protein 8 gram, 9 gram dan energi 153 kalori gelas2.

Permintaan susu sapi di Indonesia pada tahun 2007 mencapai 1,5 juta ton, sementara produksi nasional hanya 636,9 ribu ton atau sekitar 26,5 persen dari permintaan nasional3. Produksi susu sapi jauh di bawah permintaan konsumsi nasional, sementara permintaan akan susu sapi di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami kenaikan (Tabel 1). Dimana konsumsi susu masyarakat di Indonesia terus meningkat dari 1.021.802 ton pada tahun 2003 menjadi 1.430.258 ton pada tahun 2007 atau terjadi peningkatan sebesar 39,97 persen selama kurun waktu 6 tahun.

Tabel 1. Perkembangan Tingkat Konsumsi Susu di Indonesia Tahun 2003-2007.

Tahun Produksi Susu (ton) Tingkat Konsumsi (ton)

2003 553.000 1.021.802

1 [BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Satistik Struktur PDB Nasional. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

2 Khomsan, Ali. 2005. Rendah, Konsumsi Susu Cair. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak /2005/0405/30/0605.

(2)

2004 549.000 1.237.986

2005 536.000 1.291.294

2006 616.000 1.354.235

2007 636.900 1.430.258

Sumber : Direktorat Jendral Peternakan, 2009

Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui adanya ketimpangan antara produksi susu sapi yang dihasilkan dengan permintaan susu sapi. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan pengembangan sapi perah untuk menunjang peningkatan produksi susu dalam negeri. Hal ini dilakukan untuk menghindari impor susu yang berlebihan. Saat ini susu sapi segar dalam negeri baru mencapai 26,5 persen kebutuhan nasional, sedangkan 73,5 persen dipenuhi melalui impor1.

Dilihat dari segi konsumsi, sampai saat ini konsumsi masyarakat Indonesia terhadap produk susu masih tergolong sangat rendah bila dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Konsumsi susu masyarakat Indonesia tahun 2009 yakni sekitar 10 liter/kapita/tahun. Sedangkan konsumsi susu negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Thailand rata-rata mencapai 30 liter/kapita/tahun serta Vietnam sebanyak 12 liter/kapita/tahun4.

Besarnya potensi sumberdaya alam yang dimiliki Indonesia memungkinkan pengembangan subsektor peternakan sehingga menjadi sumber pertumbuhan baru perekonomian Indonesia5. Kondisi geografis, ekologi dan kesuburan lahan di beberapa wilayah Indonesia memiliki karakteristik yang cocok untuk pengembangan usaha ternak sapi perah, seperti pada wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Hal tersebut menyebabkan pulau Jawa terus menjadi wilayah utama peternakan sapi perah di Indonesia, mencakup 97 persen dari produksi susu nasional di tahun 2004 (Tabel 2). Sementara itu produksi susu sapi perah di Pulau Jawa pada tahun 2007 rata-rata mencapai 10,80 liter/ekor/hari.

Tabel 2. Produksi Susu Sapi di Indonesia Tahun 2005 - 2009

No Provinsi Tahun (ton)

4 Rahman, Chairul. 2009. Konsumsi Susu Di Indonesia Masih Rendah. http:/www.depkominfo.go. id.

(3)

2005 2006 2007 2008 2009 1 Pulau Sumatera 9.273 10.444 6.356 3.069 2.316 2 Pulau Jawa 526.360 362.656 558.916 359.658 672.399

3 Pulau Kalimantan 159 216 360 186 228

4 Pulau Sulawesi 90 1.184 1.849 2.882 2.979

5 Pulau Irian Jaya 0 96 69 54 46

Sumber : Direktorat Jendral Peternakan, 2009

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki karakteristik yang cocok untuk usaha sapi perah. Salah satu karakteristik yang menjadi dukungan pengembangan usaha ternak sapi perah ini adalah iklim yang cocok untuk sapi perah dalam berproduksi. Menurut Ditjenak (2009), Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu penghasil susu sapi terbesar kedua di Indonesia setelah Provinsi Jawa Timur. Sekitar 40 persen populasi ternak sapi perah Indonesia berada di Jawa Barat dan 32 persen produksi susu segar nasional dihasilkan oleh Provinsi Jawa Barat. Produksi susu sapi perah di Jawa Barat dari tahun 2003 sampai tahun 2010 rata-rata sebesar 22,7 persen (Tabel 3).

Tabel 3. Produksi Susu Segar Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 - 2010.

Tahun Produksi (ton)

2003 207,86

2004 215,33

2005 201,86

2006 211.89

2007 225,21

2008 242,10

2009 256.44

2010 262.17

Rata-rata 227,85

Sumber : Departemen Pertanian. 2010

(4)

adanya peningkatan rata-rata produksi susu sapi di Bogor, namun terjadi penurunan produksi susu sapi pada tahun 2005-2006, baik di Kabupaten maupun Kota Bogor, lalu produksi susu sapi mengalami peningkatan pada tahun 2006-2010.

Tabel 4. Produksi Susu Sapi di Bogor Tahun 2005 - 2010

Bogor Tahun (ton)

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Kabupaten 11,827.61 11,148.64 11,464.19 12,854.77 15,518.43 15,860.10 Kotamadya 2,263.24 1,431.94 1,782.33 1,965.10 2,058.68 2,071.74 Jumlah 14,090.85 12,580.58 13,246.52 14,819.87 17,577.11 17,931.74 Sumber : Dinas Peternakan Jawa Barat, 2010

1.2Perumusan Masalah

Perkiraan peningkatan konsumsi susu sapi merupakan peluang yang harus dimanfaatkan dengan baik. Kondisi produksi susu sapi di Indonesia saat ini sebagian besar didominasi oleh usaha ternak sapi perah skala kecil dan menengah. Menurut Mandaka (2005), sumbangan terhadap jumlah produksi susu segar dalam negeri adalah 64 persen oleh peternak skala kecil, 28 persen oleh peternak skala menengah, dan 8 persen oleh peternak skala besar.

(5)

Berdasarkan hal-hal tersebut dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana kelayakan usaha sapi perah pada PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos jika dilihat dari aspek non finansial ( aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, aspek ekonomi, aspek lingkungan, dan aspek pasar ) ?

2. Bagaimana kelayakan usaha sapi perah pada PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos jika dilihat dari aspek finansial ?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan dan latar belakang maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Menganalisis kelayakan usaha sapi perah PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos dari aspek

non finansial ( aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, aspek ekonomi, aspek lingkungan, dan aspek pasar ).

2. Menganalisis kelayakan usaha sapi perah PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos dari aspek finansial.

1.4Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi penulis sebagai media untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapat dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Departemen Agribisnis Penyelenggaraan Khusus Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

2. Bagi pengusaha diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan terhadap manajemen perusahaan untuk mengetahui kelayakan usaha sapi perah.

(6)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

Usaha peternakan merupakan suatu usaha produksi yang didasarkan pada proses biologis dari pertumbuhan ternak. Dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia, maka manusia campur tangan langsung untuk mengendalikan dan menguasai pertumbuhan hewan ternak (Cyrilla dan Ismail, 1988).

Menurut Mubyarto (1989), berdasarkan pola pemeliharaan usaha ternak di Indonesia diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu : peternakan rakyat, peternakan semi komersil dan peternakan komersil.

1) Peternakan rakyat dengan cara memelihara ternaknya secara tradisional. Pemeliharaan cara ini dilakukan setiap hari oleh anggota keluarga peternak dimana keterampilan peternak masih sederhana dan menggunakan bibit lokal dalam jumlah dan mutu terbatas. Tujuan utama pemeliharaan sebagian hewan kerja sebagai pembajak sawah atau tegalan.

2) Peternakan rakyat semi komersil dengan keterampilan beternak dapat dikatakan cukup. Penggunaan bibit unggul, obat-obatan, dan makanan penguat cenderung meningkat. Tujuan utama pemeliharaan untuk menambah pendapatan keluarga dan konsumsi sendiri.

3) Peternakan komersil dijalankan oleh peternak yang mempunyai kemampuan dalam segi modal, sarana produksi dengan teknologi yang cukup modern. Semua tenaga kerja dibayar dan makanan ternak dibeli dari luar dalam jumlah besar.

Menurut Mandaka (2005), usaha ternak sapi perah kerakyatan di Indonesia memiliki komposisi : peternak skala kecil (memiliki kurang dari empat ekor sapi perah) dengan persentase 80 persen, peternak skala menengah (memiliki empat sampai tujuh ekor sapi perah) dengan persentase 17 persen, dan peternak skala besar (memiliki lebih dari tujuh ekor sapi perah) dengan persentase 3 persen.

Menurut Sutawi dalam Agustina (2007), kondisi peternakan sapi perah di Indonesia saat ini, yaitu :

(7)

yang masih lemah, dan kualitas secara umum bervariasi dan bersifat padat karya.

2) Secara klimatologis Indonesia beriklim tropis dan kurang cocok bagi perkembangan sapi perah yang berasal dari daerah beriklim sub-tropis. 3) Pemasaran susu yang terbesar adalah industri pengolahan susu dan hanya

beberapa peternak yang mampu menciptakan pasar langsung ke konsumen. 4) Kualitas sumberdaya manusia yang masih rendah.

2.2. Jenis – Jenis Sapi Perah

Peternakan sapi perah telah dimulai sejak abad ke-19 yaitu dengan pengimporan sapi-sapi bangsa Ayrshire, Jersey, Milking Shorthorn dari Australia. Pada permulaan abad ke-20 dilanjutkan dengan mengimpor sapi-sapi Fries-Holland (FH) dari Belanda. Sapi perah yang dewasa ini dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah sapi Fries-Holand (FH) yang memiliki kemampuan produksi susu tertinggi (Sudarwanto, 2004).

Pada tahun 1957 telah dilakukan perbaikan mutu genetik sapi Madura dengan jalan menyilangkannya dengan sapi Red Deen. Persilangan lain yaitu antara sapi lokal (peranakan Ongole) dengan sapi perah Fries-Holand guna diperoleh sapi perah jenis baru yang sesuai dengan iklim dan kondisi di Indonesia. Jenis sapi perah yang unggul dan paling banyak dipelihara adalah sapi

Shorthorn (dari Inggris), Fries-Holand (dari Belanda), Yersey (dari selat Channel

(8)

2.3. Tatalaksana Pemeliharaan 2.3.1. Perkandangan

Pada umumnya, ukuran kandang yang dibuat untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5x2 meter atau 2,5x2 meter, sedangkan untuk sapi betina dewasa adalah 1,8x2 meter dan untuk anak sapi cukup 1,5x1 meter per ekor, dengan tinggi kurang lebih 2-2,5 meter dari tanah. Temperatur di sekitar kandang 25-400C (rata-rata 330C) dan kelembaban 75%. Lokasi pemeliharaan dapat dilakukan pada dataran rendah (100-500 meter) hingga dataran tinggi (lebih dari 500 meter).

Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki. Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Diantara kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur untuk jalan.

Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit. Lantai terbuat dari tanah padat atau semen, dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Lantai tanah dialasi dengan jerami kering sebagai alas kandang yang hangat. Seluruh bagian kandang dan peralatan yang pernah dipakai harus disuci hamakan terlebih dahulu dengan desinfektan, seperti creolin, lysol, dan bahan-bahan lainnya.

2.3.2. Pembibitan

(9)

Sementara calon induk yang baik antara lain: (a) berasal dari induk yang menghasilkan air susu tinggi, (b) kepala dan leher sedikit panjang, pundak tajam, badan cukup panjang, punggung dan pinggul rata, dada dalam dan pinggul lebar, (c) jarak antara kedua kaki belakang dan kedua kaki depan cukup lebar, (d) pertumbuhan ambing dan puting baik, (e) jumlah puting tidak lebih dari 4 dan letaknya simetris, serta (f) sehat dan tidak cacat.

Menurut Suherni dalam Sukmapradita (2008), upaya peningkatan produksi susu sapi selain ditentukan oleh pakan yang diberikan, juga ditentukan oleh kondisi bibit yang tersedia. Pada umumnya, di wilayah Jakarta dan Bogor peternak melakukan Inseminasi Buatan (IB) dalam rangka perbaikan dan perbanyakan bibit. Angka menunjukan keberhasilan IB tersebut sudah memadai dengan rata-rata Service per Conception (S/C) sama dengan 1,81 yang artinya betina dewasa sudah dapat beruntung dengan dua kali IB.

2.3.3. Pakan

Pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan berupa jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, alfalfa, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja. Hijauan diberikan siang hari setelah pemerahan sebanyak 30 sampai 50 kg/ekor/hari. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10 persen dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1 sampai 2 persen dari bobot badan (BB).

Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25 persen hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan (legum). Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur, dll. Pemberian pakan konsentrat sebaiknya diberikan pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1 - 2 kg/ekor/hari. Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10 persen dari berat badan per hari.

(10)

dikandangkan dan pakan diberikan menurut jatah. Penggembalaan bertujuan pula untuk memberi kesempatan bergerak pada sapi guna memperkuat kakinya.

2.3.4. Produksi Susu

Menurut Sudarwanto (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas, kuantitas dan susunan produksi susu sapi adalah bangsa atau rumpun sapi, lama bunting, masa laktasi, besar sapi, estrus, umur sapi, selang beranak, masa kering, frekuensi pemerahan, dan tatalaksana pemberian pakan.

Menurut Sudono dalam Sukmapradita (2008), puncak produksi susu sapi terjadi pada bulan ketiga setelah beranak kemudian turun secara bertahap pada bulan berikutnya. Pada bulan keempat produksi susu mengalami penurunan yang sangat jelas dari 10 liter/ekor/hari menjadi 9,38 liter/ekor/hari. Sapi yang beranak pada umur lebih tua (3 tahun) akan menghasilkan susu lebih banyak daripada sapi yang beranak pada umur muda (2 tahun). Produksi susu akan terus meningkat dengan bertambahnya umur sampai sapi berumur tujuh tahun atau delapan tahun, setelah itu produksi susu akan menurun sedikit demi sedikit sampai sapi berumur 11 sampai 12 tahun.

2.3.5. Pemerahan

Menurut Sudono (1999), sapi yang sedang berproduksi memiliki jadwal pemerahan setiap hari, yang pada umumnya dilakukan dua kali sehari. Jadwal pemerahan yang teratur dan seimbang akan memberikan produksi air susu yang lebih baik daripada jadwal pemerahan yang tidak teratur dan tidak seimbang, misalnya jarak pemerahan terlalu panjang ataupun terlalu pendek. Sebagai contoh jarak pemerahan antara 16 jam dan 8 jam hasilnya lebih rendah daripada sapi yang diperah dengan jarak pemerahan 12 jam.

(11)

perbedaan secara signifikan dalam produksi susu, kualitas ataupun komposisi susu. Hubungan antara umur dan jumlah pemerahan (Tabel 5).

Tabel 5. Perbandingan Pemerahan tiga kali dengan Pemerahan empat kali per Hari.

Umur Sapi 3 kali sehari Pemerahan 4 kali sehari

2 tahun > 20 % > 35 %

3 tahun > 17 % > 30 %

4 tahun > 15 % > 26 %

Sumber : Saleh, 2004.

2.4. Kajian Penelitian Terdahulu

Anggraini (2003), melakukan penelitian mengenai pendapatan usaha peternakan sapi potong rakyat di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Berdasarkan penelitian, terdapat empat skala usaha yaitu skala I sampai IV, yaitu skala I (≤ 10 ST), skala II (11-20 ST), skala III (21-50 ST), dan skala IV (> 50 ST). Penelitian menunjukkan ke empat skala layak untuk diusahakan dengan nilai indikator kelayakan di atas standar baku. Hasil penelitian menunjukkan biaya pakan merupakan komponen biaya produksi yang terbesar. Berdasarkan biaya produksi per ST, maka dapat diketahui adanya penghematan biaya pada skala usaha yang semakin besar.

(12)

pengeluaran Rp 1,00. Semua nilai tersebut menunjukan perbandingan penerimaan yang diterima peternak lebih besar dari biaya yang dikeluarkan.

Untuk nilai IRR pada kelompok peternak I sebesar 23,32 persen, pada kelompok peternak II sebesar 36,07 persen dan pada kelompok peternak III sebesar 29,88 persen, yang artinya investasi yang ditanamkan layak dan menguntungkan karena tingkat pengembalian internalnya lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku (14,85 persen). Secara keseluruhan berdasarkan nilai-nilai pada kriteria investasi tersebut secara finansial usaha ternak sapi perah Pondok Ranggon layak untuk dikembangkan.

Peneliti Wulandari (2007) yang berjudul analisis kelayakan proyek instalasi biogas dalam mengelola limbah ternak sapi perah (Kasus di Kelurahan Kebon Pedes Bogor). Analisis kelayakan finansial proyek instalasi biogas kapasitas 3,5 m3 dengan tingkat diskonto 16 persen menunjukkan nilai NPV positif sebesar Rp.10.797.029,96, Net B/C sebesar 1,41, Payback Period selama 10,5 tahun. Hasil membuktikan proyek instalasi layak untuk dilaksanakan dengan tingkat diskonto yang ada. Hasil analisis switching value dengan tingkat diskonto 16 persen menunjukkan, bahwa proyek tidak akan layak pada penurunan penjualan sebesar 3 persen dan peningkatan biaya variable sebesar 5 persen. Proyek instalasi biogas dalam mengolah limbah ternak sangat peka terhadap penurunan harga penjualan dan kenaikan biaya variabel. Berdasarkan analisis aspek-aspek penunjang kelayakan proyek yaitu aspek teknis, aspek pasar, aspek institusional-organisasi-manajerial, aspek sosial dan aspek finansial menunjukkan bahwa proyek instalasi biogas di kelurahan Kebon Pedes layak untuk dilaksanakan.

(13)

KSU Karya Nugraha dalam upaya peningkatan produksi susu peternak, melakukan kegiatan membuat, menyediakan dan mendistribusikan pakan, memberi pelayanan medis dan inseminasi buatan kepada peternak serta menyalurkan pinjaman kepada peternak.

Penilaian faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu di tingkat peternak menunjukan jumlah pemberian pakan konsentrat, jumlah pemberian pakan hijauan dan masa laktasi berpengaruh nyata terhadap produktivitas sapi perah sedangkan faktor besarnya biaya usaha tidak berpengaruh nyata. 40,2 persen hubungan antara faktor-faktor produksi yang digunakan dengan jumlah produksi susu di tingkat peternak dapat dijelaskan oleh fungsi produksi tersebut. Usaha ternak sapi perah yang dijalankan oleh anggota KSU Karya Nugraha memiliki nilai R/C ratio sebesar 1,11 sehingga usaha tersebut layak untuk dijalankan.

Peneliti Khaidar (2009) yang berjudul analisis pendapatan dan kepuasan peternak sapi perah anggota KPS Bogor bertujuan untuk menganalisis pendapatan usaha ternak sapi perah anggota KPS Bogor di Kelurahan Kebon Pedes dan KUNAK Cibungbulang, serta menganalisis tingkat kelayakan harga susu koperasi bagi peternak dan tingkat kepuasan anggota aktif terhadap pelayanan koperasi.

(14)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Studi Kelayakan Proyek

Proyek memiliki beberapa pengertian. Menurut Kadariah et al. (1999) proyek ialah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit); atau suatu aktivitas yang mengeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan hasil (returns) di waktu yang akan datang, dapat direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai satu unit. Gitinger (1986) mendefinisikan proyek sebagai suatu kegiatan investasi yang mengubah sumber-sumber finansial menjadi barang-barang kapital yang dapat menghasilkan keuntungan atau manfaat setelah beberapa periode waktu. Pengertian lainnya diungkapkan oleh Umar (2005), proyek adalah suatu usaha yang direncanakan sebelumnya dan memerlukan sejumlah pembiayaan serta penggunaan masukan lain yang ditujukan untuk mencapai tujuan tertentu dan dilaksanakan dalam suatu bauran produk yang sudah ada dengan menginvestasikan sumber daya yang dapat dinilai secara independen.

Analisis kelayakan dilakukan untuk melihat apakah suatu proyek dapat memberikan manfaat atas investasi yang ditanamkan. Studi kelayakan proyek menurut Umar (2005) ialah suatu penelitian tentang layak atau tidaknya suatu proyek investasi dilaksanakan. Hasil kelayakan merupakan perkiraan kemampuan suatu proyek menghasilkan keuntungan yang layak bila telah dioperasionalkan. Husnan et al (2000) menyatakan studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat atau tidaknya suatu proyek dilaksanakan dengan berhasil.

Analisis kelayakan penting dilakukan sebagai evaluasi proyek yang dijalankan pihak yang membutuhkan studi kelayakan antara lain :

1) Investor

Investor merupakan pihak yang menanamkan dana atau modal dalam suatu proyek akan lebih memperhatikan prospek usaha tersebut (tingkat keuntungan yang diharapkan).

2) Kreditur (Bank)

Kreditur merupakan pihak yang membutuhkan studi kelayakan untuk memperhatikan segi keamanan dana yang dipinjamkan untuk kegiatan proyek.

3) Pemerintah

(15)

3.1.2. Aspek Kelayakan Proyek

Terdapat enam aspek yang dibahas dalam studi kelayakan, antara lain aspek teknis, aspek manajerial dan administratif, aspek organisasi, aspek komersial, aspek finansial, dan aspek ekonomis (Kadariah et al, 1999). Gitinger (1986) membagi aspek-aspek dalam analisis kelayakan mencakup aspek-aspek teknis, aspek-aspek institusional-organisasional-manajerial, aspek sosial, aspek komersial, aspek finansial dan aspek ekonomi. Umar (2005) membagi analisis kelayakan menjadi aspek teknis, aspek pasar, aspek yuridis, aspek manajemen, aspek lingkungan dan aspek finansial. Husnan et al

(2000) membagi aspek-aspek analisis kelayakan ke dalam aspek pasar, aspek keuangan, aspek manajemen, aspek hukum, aspek ekonomi dan sosial. Semua aspek tersebut perlu dipertimbangakan bersama-sama untuk menentukan manfaat yang diperlukan dalam suatu investasi.

Gittinger (1986) menyatakan bahwa pada proyek pertanian ada enam aspek yang harus dipertimbangkan dalam mengambil keputusan yaitu:

1. Aspek Pasar

Untuk memperoleh hasil pemasaran yang diinginkan, perusahaan harus menggunakan alat-alat pemasaran yang membentuk suatu bauran pemasaran. Yang dimaksud dengan bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan terus menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran (Kotler, 2002). Analisis aspek pasar pada studi kelayakan mencakup permintaan, penawaran, harga, program pemasaran yang akan dilaksanakan, serta perkiraan penjualan. 2. Aspek Teknis

Aspek teknis menyangkut masalah penyediaan sumber-sumber dan pemasaran hasil-hasil produksi. Aspek teknis terdiri dari lokasi proyek, besaran skala oprasional untuk mencapai kondisi yang ekonomis, kriteria pemilihan mesin dan equipment, proses produksi serta ketepatan penggunaan teknologi.

3. Aspek Manajemen

Analisis aspek manajemen memfokuskan pada kondisi internal perusahaan. Aspek-aspek manajemen yang dilihat pada studi kelayakan terdiri dari manajemen pada masa pembangunan yaitu pelaksana proyek, jadwal penyelesaian proyek, dan pelaksana studi masing-masing aspek, dan manajemen pada saat operasi yaitu bentuk organisasi, struktur organisasi, deskripsi jabatan, personil kunci dan jumlah tenaga kerja yang digunakan.

(16)

Terdiri dari bentuk badan usaha yang akan digunakan, jaminan-jaminan yang dapat diberikan apabila hendak meminjam dana, serta akta, sertfikat, dan izin yang diperlukan dalam menjalankan usaha.

5. Aspek Sosial Lingkungan

Terdiri dari pengaruh proyek terhadap penghasilan negara, pengaruhnya terhadap devisa negara, peluang kerja dan pengembangan wilayah dimana proyek dilaksanakan.

6. Aspek Finansial

Pengaruh finansial terhadap proyek.

Tujuan dilakukannya analisis proyek adalah 1) untuk mengetahui tingkat keuntungan yang dicapai melalui investasi dalam suatu proyek, 2) menghindari pemborosan sumber-sumber, yaitu dengan menghindari pelaksanaan proyek yang tidak menguntungkan, 3) mengadakan penilaian terhadap peluang investasi yang ada sehingga kita dapat memilih alternatif proyek yang paling menguntungkan dan 4) menentukan prioritas investasi (Gray et al, 1992).

3.1.3. Teori Biaya dan Manfaat

Tujuan analisa dalam analisa proyek harus disertai dengan definisi biaya-biaya dan manfaat-manfaat. Biaya dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan, dan suatu manfaat adalah segala sesuatu yang membantu tujuan (Gittinger, 1986). Biaya dapat juga didefinisikan sebagai pengeluaran atau korbanan yang dapat menimbulkan pengurangan terhadap manfaat yang diterima. Biaya yang diperlukan suatu proyek dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Biaya modal merupakan dana untuk investasi yang penggunaanya bersifat jangka panjang, seperti tanah, bangunan, pabrik dan mesin.

2. Biaya operasional atau modal kerja merupakan kebutuhan dana yang diperlukan pada saat proyek mulai dilaksanakan, seperti biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja. 3. Biaya lainnya, seperti: pajak, bunga dan pinjaman.

Manfaat juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat menimbulkan kontribusi terhadap suatu proyek. Manfaat proyek dapat dibedakan menjadi:

1. Manfaat langsung, yaitu manfaat yang secara langsung dapat diukur dan dirasakan sebagai akibat dari investasi, seperti: peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja. 2. Manfaat tidak langsung, yaitu manfaat yang secara nyata diperoleh dengan tidak

(17)

Kriteria yang bisa digunakan sebagai dasar persetujuan atau penolakan suatu proyek yang dilaksanakan adalah kriteria investasi. Dasar penilaian investasi adalah perbandingan antara jumlah nilai yang diterima sebagai manfaat dari investasi tersebut dengan manfaat-manfaat dalam situasi tanpa proyek. Nilai perbedaannya adalah berupa tambahan manfaat bersih yang akan muncul dari investasi dengan adanya proyek (Gittinger, 1986).

3.1.4. Kriteria Kelayakan Investasi

Kriteria investasi digunakan untuk mengukur manfaat yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan dari suatu proyek. Dalam mengukur kemanfaatan proyek dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan perhitungan berdiskonto dan tidak berdiskonto. Perbedaannya terletak pada konsep Time Value of Money yang diterapkan pada perhitungan berdiskonto. Perhitungan diskonto merupakan suatu teknik yang dapat “menurunkan” manfaat yang diperoleh pada masa yang akan datang dan arus biaya menjadi nilai biaya pada masa sekarang”. Sedangkan perhitungan tidak berdiskonto memiliki kelemahan umum, yaitu ukuran-ukuran tersebut belum mempertimbangkan secara lengkap mengenai lamanya arus manfaat yang diterima (Gittinger, 1986).

Konsep time value of money (nilai waktu uang) menyatakan bahwa present value

(nilai sekarang) adalah lebih baik daripada yang sama pada future value (nilai pada masa yang akan datang). Ada dua sebab yang menyebabkan hal ini terjadi yaitu: time

preference (sejumlah sumber yang tersedia untuk dinikmati pada saat ini lebih disenangi

daripada jumlah yang sama namun tersedia di masa yang akan datang) dan produktivitas atau efisiensi modal (modal yang dimiliki saat sekarang memiliki peluang untuk mendapatkan keuntungan di masa datang melalui kegiatan yang produktif) yang berlaku baik secara perorangan maupun bagi masyarakat secara keseluruhan (Kadariah et al., 2001).

(18)

3.1.5. Analisis Finansial

Kriteria-kriteria yang menentukan kelayakan investasi diantaranya adalah NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), Net B/C (Net Benefit Cost Ratio), PBP (Pay Back Period) dan analisa kepekaan (Switching Value).

Analisis kelayakan pada aspek ini sangat penting dilakukan. Tujuan dilakukannya analisis proyek adalah 1) untuk mengetahui tingkat keuntungan yang dicapai melalui investasi dalam suatu proyek, 2) menghindari pemborosan sumber-sumber, yaitu dengan menghindari pelaksanaan proyek yang tidak menguntungkan, 3) mengadakan penilaian terhadap peluang investasi yang ada sehingga kita dapat memilih alternatif proyek yang paling menguntungkan, dan 4) menentukan prioritas investasi (Gray et al, 1992). Analisis finansial terdiri dari :

a) Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) suatu proyek atau usaha adalah selisih antara nilai

sekarang (present value) manfaat dengan arus biaya. NPV juga dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus kas yang ditimbulkan oleh investasi. Menurut Keown (2001), Net

Present Value diartikan sebagai nilai bersih sekarang arus kas tahunan setelah pajak

dikurangi dengan pengeluaran awal. Dalam menghitung NPV perlu ditentukan tingkat suku bunga yang relevan. Kriteria investasi berdasarkan NPV yaitu:

 NPV = 0, artinya proyek tersebut mampu mengembalikan persis sebesar modal sosial

Opportunity Cost faktor produksi normal. Dengan kata lain, proyek tersebut tidak

untung dan tidak rugi.

 NPV > 0, artinya suatu proyek sudah dinyatakan menguntungkan dan dapat dilaksanakan.

 NPV < 0, artinya proyek tersebut tidak menghasilkan nilai biaya yang dipergunakan. Dengan kata lain, proyek tersebut merugikan dan sebaiknya tidak dilaksanakan.

b) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Rasio)

Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Rasio) merupakan angka perbandingan antara present value dari net benefit yang positif dengan present value dari net benefit yang negatif . Kriteria investasi berdasarkan Net B/C Rasio adalah:

 Net B/C = 1, maka NPV = 0, proyek tidak untung dan tidak rugi

 Net B/C > 0, maka NPV > 0, proyek menguntungkan

 Net B/C < 0, maka NPV < 0, proyek merugikan

(19)

Internal Rate Return adalah tingkat bunga yang menyamakan present value kas keluar yang diharapkan dengan present value aliran kas masuk yang diharapkan, atau didefinisikan juga sebagai tingkat bunga yang menyebabkan Net Present Value (NPV) sama dengan nol.

Gittinger (1986) menyebutkan bahwa IRR adalah tingkat rata-rata keuntungan intern tahunan bagi perusahaan yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan persen. Tingkat IRR mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan. Suatu investasi dianggap layak apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku.

d) Payback Periode (PP)

Payback periode atau tingkat pengembalian investasi adalah salah satu metode

dalam menilai kelayakan suatu usaha yang digunakan untuk mengukur periode jangka waktu pengembalian modal. Semakin cepat modal itu dapat kembali, semakin baik suatu proyek untuk diusahakan karena modal yang kembali dapat dipakai untuk membiayai kegiatan lain (Husnan et al, 2000).

e) Analisis Sensitivitas

Suatu proyek pada dasarnya mengahadapi ketidakpastian karena dipengaruhi perubahan – perubahan, baik dari sisi penerimaan atau pengeluaran yang akhirnya akan mempengaruhi tingkat kelayakan proyek.

Analisis sensivitas bertujuan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisa proyek jika ada suatu kesalahan atau perubahan-perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya dan manfaat (Kadariah et al, 1999). Pada umumnya proyek-proyek yang dilaksanakan sensitif berubah-ubah akibat empat masalah yaitu harga, kenaikan biaya, keterlambatan pelaksanaan dan hasil (Gittinger, 1986).

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Permintaan susu sapi di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Seiring dengan permintaan susu sapi yang meningkat, tidak diiringi dengan produksi susu sapi yang optimal (Tabel 1). Sehingga usaha peternakan sapi perah ini merupakan peluang yang memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan.

Pengkajian aspek non finansial meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, serta aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Sedangkan pengkajian aspek finansial menggunakan analisis meliputi Net Present Value (NPV), Internal Rate Return

(20)

Analisis kelayakan usaha ini dilakukan sebagai bahan evaluasi bagi pihak peternak sapi perah atau investor, sehingga dapat diketahui layak atau tidaknya usaha peternakan sapi perah untuk dikembangkan dimasa yang akan datang. Informasi ini juga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak peternak sapi perah dalam hal pengembangan peternakan sapi perah.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Kelayakan Usaha Sapi Perah.

IV METODE PENELITIAN

Usaha Peternakan Sapi Perah di PT. Rejo Sari

Bumi Unit Tapos.

Aspek non finansial :

 Aspek Pasar

 Aspek Teknis

 Aspek Manajemen

 Aspek Sosial dan Lingkungan

Aspek finansial :

 NPV

 IRR

 Net B/C

Payback Period

 Analisis Sensitivitas

Analisis Kelayakan Usaha Sapi Perah

Layak Tidak layak

Dapat diusahakan dan dikembangkan

Penggunaan modal investasi yang cukup besar sehingga PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos harus

(21)

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Peternakan Sapi Perah PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos merupakan salah satu wilayah dengan populasi sapi perah yang besar di Kecamatan Ciawi. Penelitian lapang akan dilakukan selama bulan Januari sampai bulan Februari 2011.

4.2. Data dan Instrumentasi

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung di perternakan sapi perah tersebut serta wawancara dengan kordinator peternakan dan karyawan setempat.

Selain itu digunakan juga data sekunder yang diperoleh dari buku-buku yang relevan dengan topik yang diteliti. Pengambilan data sekunder diperoleh dari literatur-literatur, baik yang didapat di perpustakaan maupun tempat lain berupa hasil penelitian terdahulu mengenai analisis kelayakan usaha, artikel baik dari media cetak (koran dan majalah), maupun media elektronik (internet).

4.3. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data berupa wawancara dan observasi langsung dengan mengamati kegiatan yang ada di peternakan sapi perah.

4.4. Metode Pengolahan Data

Metode pengolahan data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis aspek finansial usaha sapi perah meliputi Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio), Payback Periode dan Analisis Sensitivitas Switching Value (Nilai Pengganti).

(22)

Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai aspek-aspek yang dikaji dalam analisis kelayakan usaha sapi perah pada peternakan rakyat. Aspek-aspek tersebut meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, ekonomi dan lingkungan, serta aspek finansial.

4.4.1.1. Analisis Aspek Pasar

Analisis aspek pasar dapat dilihat dari sisi produk yang dihasilkan dimana adanya permintaan yang terjadi akan didapatkan penerimaan yang menguntungkan dari kegiatan pemasaran. Mengkaji pasar input dan pasar output, harga, bagaimana permintaan, distribusi atau jalur pemasaran untuk input, proporsi penjualan untuk pasar yang dituju, konsumen dari usaha ini, persaingan yang dihadapi, perkiraan penjualan, dan kendala dalam pemasaran produk output.

4.4.1.2. Analisis Aspek Teknis

Analisis secara teknis berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan (produksi) berupa barang-barang nyata dan jasa-jasa. Aspek teknis berpengaruh besar terhadap kelancaran jalannya usaha, terutama kelancaran proses produksi. Analisis teknis ini dikaji untuk mengetahui gambaran mengenai lokasi usaha peternakan sapi perah, besar skala operasi atau luas produksi, peralatan dan perlengkapan yang digunakan serta proses kegiatan produksi yang dilakukan dalam usaha peternakan sapi perah.

4.4.1.3. Analisis Aspek Manajemen

Aspek manajemen dikaji untuk mengetahui sumber daya manusia yang digunakan dalam menjalankan jenis-jenis pekerjaan pada usaha peternakan sapi perah. Hal-hal yang akan diperhatikan dalam aspek ini diantaranya adalah bentuk badan usaha yang digunakan, struktur organisasi yang beruna dalam menentukan garis kerja (job description) untuk mengatur pelaksanaan operasional perusahaan serta sistem ketenagakerjaan yang diterapkan oleh pihak manajemen.

4.4.1.4. Analisis Aspek Sosial, Ekonomi dan Lingkungan

(23)

peternakan sapi perah maupun manfaat-manfaat yang ditimbulkan secara menyeluruh dari usaha ini. Analisis aspek sosial, ekonomi dan lingkungan juga berfungsi untuk mengetahui dampak pada pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh bau tidak sedap yang muncul dari usaha ini.

4.4.2. Analisis Aspek Finansial

Analisis kelayakan finansial dikaji menggunakan analisis biaya dan manfaat, analisis laba rugi, analisis kriteria investasi, yaitu meliputi Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio), Payback Periode dan Analisis Switching Value. Analisis biaya manfaat dilakukan untuk mengidentifikasi berbagai biaya yang dikeluarkan serta keseluruhan manfaat yang diterima selama proyek dijalankan. Hasil analisis biaya dan manfaat kemudian diolah sehingga menghasilkan analisis laba rugi.

Analisis laba rugi akan menghasilkan komponen pajak yang merupakan pengurangan dalan cashflow usaha sapi perah. Setelah diketahui pajak maka dilakukan penyusunan cashflow sebagai dasar perhitungan kriteria investasi. Kriteria investasi akan menunjukan layak atau tidaknya usaha dari sisi finansial. Untuk mencari batas maksimum suatu perubahan sehingga dengan batas tersebut usaha masih dikatakan layak maka analisis sensitivitas Switching Value perlu dilakukan.

1) Net Present Value (NPV)

Net Present Value atau manfaat bersih adalah nilai sekarang dari arus pendapatan yang ditimbulkan oleh penanaman investasi. Rumus yang digunakan dalam perhitungan NPV adalah sebagai berikut:

Keterangan :

Bt = Penerimaan yang diperoleh pada tahun ke-t (Rupiah) Ct = Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t (Rupiah) n = Umur ekonomis proyek (Tahun)

i = Tingkat suku bunga (Persen)

t = Tingkat Investasi (t= 0,1,2,…n) (Tahun)

(24)

a) NPV > 0, berarti secara finansial usaha layak untuk dilaksakanan karena manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya.

b) NPV < 0, berarti secara finansial usaha tersebut tidak layak untuk dilaksakanan karena manfaat yang diperoleh lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan.

c) NPV = 0, berarti secara finansial proyek sulit dilaksanakan karena manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan.

2) Internal Rate Return (IRR)

Internal Rate Return adalah tingkat rata-rata keuntungan intern tahunan yang dinyatakan dalam satuan persen. Jika diperoleh nilai IRR lebih besar dari pada tingkat diskonto yang berlaku (discount rate), maka proyek tersebut dinyatakan layak untuk dilaksanakan. Sebaliknya jika nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Rumus yang digunakan dalam menghitung IRR adalah sebagai berikut :

)

(

2 1

2 1

1

1

NPV

NPV

NPV

i

i

i

IRR

Keterangan :

NPV1 = NPV yang bernilai positif (Rupiah) NPV2 = NPV yang bernilai negatif (Rupiah)

i1 = Tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif (persen) i2 = Tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif (persen)

3) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio)

Ratio manfaat dan biaya diperoleh bila nilai sekarang arus manfaat dibagi dengan nilai sekarang arus biaya. Net B/C menunjukan besarnya tingkat tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu rupiah. Proyek layak dilaksanakan apabila nilai B/C ratio lebih dari satu. Rumus yang digunakan dalam menghitung Net B/C adalah sebagai berikut :

Net B/C Ratio = Keterangan :

Net B/C = Nilai Benefit-cost ratio

(25)

Ct = Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t (Rupiah) n = Umur ekonomis proyek (Tahun)

i = Tingkat suku bunga (persen) t = Tingkat Investasi (t= 0,1,2,…n)

4) Payback Periode

Payback Periode atau masa pembayaran kembali adalah jangka waktu kembalinya keseluruhan jumlah investasi modal yang ditanamkan dihitung mulai dari permulaan proyek sampai dengan arus nilai neto produksi tambahan sehingga mencapai jumlah keseluruhan investasi modal yang ditanamkan.

Payback Periode berguna untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan

untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan cashflow. Semakin kecil angka yang dihasilkan mempunyai arti semakin cepat tingkat pengambilan investasinya, maka usaha tersebut semakin baik untuk diusahakan. Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

Keterangan :

P = Jumlah waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal investasi (Tahun) I = Biaya investasi (Rupiah)

A = Benefit bersih tiap bulan (Rupiah)

Selama proyek dapat mengambalikan modal/investasi sebelum berakhirnya umur proyek, berarti proyek masih dapat dilaksanakan. Akan tetapi apabila sampai saat proyek berakhir dan belum dapat mengembalikan modal yang digunakan, maka sebaiknya proyek tidak dilaksanakan.

5) Analisis Switching Value (Nilai Pengganti).

Informasi keuangan usaha sapi perah yang dituangkan ke dalam cashflow hanya berlaku untuk satu harga tertentu saja tanpa mempertimbangkan perubahan yang akan terjadi. Faktor perubahan tingkat produksi seringkali menjadi parameter utama yang mempengaruhi perubahan dalam analisis kelayakan usaha sapi perah.

(26)

layak untuk diusahakan dengan melakukan perubahan pada sesuatu variabel. Keseluruhan asumsi-asumsi tersebut tidak terjadi secara bersamaan (cateris paribus) dengan kata lain jika asumsi pertama terjadi maka faktor yang lain tidak berubah.

Kriteria kelayakan investasi yang tidak layak yaitu proporsi manfaat yang turun akibat manfaat sekarang neto / NPV menjadi nol. Nilai nol akan membuat tingkat pengembalian ekonomi menjadi sama dengan tingkat diskonto yang berlaku dan perbandingan manfaat investasi neto menjadi persis sama dengan satu.

4.5. Asumsi Dasar yang Digunakan

1. Umur proyek 10 tahun ditetapkan selama 10 tahun terhitung 2011-2021, hal ini didasarkan pada umur barang investasi yang paling lama yaitu selama 10 tahun.

2. Modal usaha berasal dari modal sendiri dan modal tambahan, modal sendiri berasal dari pemilik sedangkan modal tambahan berasal dari kredit bank BRI.

3. Tahun ke-0 direncanakan sebagai tahun investasi. Biaya reinvestasi peralatan dikeluarkan sesuai habisnya umur ekonomis peralatan.

4. Nilai sisa akan diperhitungkan ke dalam penerimaan pada saat umur proyek berakhir. Nilai sisa dihitung sebesar 10 persen dari nilai awal. 5. Bunga kredit pinjaman modal pada rencana pengembangan bisnis sesuai

dengan tingkat suku bunga kredit pada bank BRI yaitu 13 persen.

6. Penjualan susu murni 90 persen ke PT. Indolakto, 9 persen ke perusahaan dan 1 persen ke konsumen langsung.

7. Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 25 persen sesuai Undang-Undang No 36 Tahun 2011.

(27)

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1. Deskripsi Lokasi

Lokasi usaha peternakan sapi perah PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos terletak di Jalan Veteran 3 Kp. Tapos Desa Citapen Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Perusahaan ini berdiri pada tahun 1974, diatas tanah HGU (Hak Guna Usaha) yang luasnya 751 ha, tanah ini sebelumnya dikelola oleh PTP XI dalam keadaan sudah tidak terurus (terlantar). PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos melanjutkan HGU PTP XI dengan izin pemerintah berdasarkan proses hukum yang sah, namun luasnya menjadi 651 Ha. Terlihat disini telah terjadi penyusutan lahan sebesar 100 Ha, hal ini terjadi dikarenakan areal tersebut dijadikan cadangan hidrologis. Kondisi lahan saat itu berdasarkan ilmu tanah telah mengalami degradasi kesuburan tanah yang cukup hebat. Secara fisik tanah gersang dan kering dimusim kemarau serta mudah erosi ( longsor ) dimusim hujan. Secara kimiawi tanah miskin akan unsur-unsur hara karena kondisi fisik diatas. Secara bialogis, bahan organik dan aktifitas organik dalam solum tanah sudah kecil sekali. Dengan demikian untuk mengusahakan lahan tersebut diperlukan sentuhan teknologi tepat guna dalam memperbaiki kondisi tersebut.

Tapos menjadi seperti sekarang ini sebenarnya dibangun melalui proses panjang secara bertahap dan berkala. PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos terkenal dengan sebutan TRI’S adalah singkatan dari : Sari, Silang, dan Stud yang sangat dikenal dalam istilah dunia pembibitan. Konsep usaha yang dikembangkan oleh TRI’S Ranch Tapos adalah suatu langkah memulai usaha dengan menciptakan keberhasilan walau sekecil apapun. Dengan terciptanya suatu keberhasilan akan menimbulkan keberanian untuk membuat suatu usaha baru dan seterusnya. TRI’S Ranch Tapos ke depan dapat dijadikan proyek percontohan peternakan sapi dan pertanian modern. Dikatakan demikian karena selain melakukan penerapan teknologi tepat guna sebagai alih teknologi maju dibidang peternakan, TRI’S Ranch Tapos juga melakukan pendekatan agro educational farm, disamping pembenihan holtikultur. Langkah – langkah ini diharapkan dapat menjadikan Tapos penyedia bibit – bibit sapi unggul bagi masyarakat dan model perkawinan silang dengan sapi – sapi milik masyarakat agar muncul bibit sapi yang berkualitas.

Dalam pengembangan peternakan sapi, tapos sangat peduli sekali dalam pengembangan sapi perah, karena sapi perah menyimpan 3 potensi emas yaitu: emas

putih, emas merah dan emas hijau. Hal yang disebut dengan “emas putih” adalah susu,

(28)

Kurang lebih seluas 3 ha, tanaman holtikultura dikembangkan secara ‘ In-house ’ yang terdiri dari komoditi paprika, tomat serta berbagai jenis melon unggul. Jadi secara definitif PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos (TRI’S Ranch Tapos) merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang agrobisnis dari aneka usaha peternakan dan pertanian secara terpadu menggunakan sistem pengelolaan recycling.

Letak Astronomis PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos 60 411 LS, 1060 BT dengan ketinggian tempat 700 – 1,150 M dari permukaan laut. Jarak PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos dengan pusat pemerintahan ibu kota Negara (Jakarta) sejauh : ± 60 Km, jarak dari pemerintahan Kabupaten Bogor : ± 15 Km dari Ibu Kota ( Jakarta ).

Topografi yang dimiliki oleh PT. Rejo Sari Bumi Unit tapos adalah berbukit yang terdiri dari dataran rata dan dataran miring. Jenis tanahnya adalah latosol coklat kemerahan. Curah hujan yang terjadi di PT. Rejo sari Bumi Unit Tapos yaitu tertinggi terjadi pada bulan Januari: 490 mm dan terendah pada bulan Juli: 127 mm. Rata – rata tahuanan : 3.639 mm ( dihitung dalam periode 72 tahun ) dengan jumlah hari hujan 206 hari dengan purata curah hujan terbesar 24 jam sebesar 80 mm terjadi pada bulan Februari.

5.2. Visi dan Misi Perusahaan Visi

Menjadikan TAPOS sebagai sebuah kawasan pengembangan pertanian dan peternakan terpadu yang dikelola melalui proses recycling, dengan selalu memperhatikan aspek sosial dan lingkungan yang lestari.

Misi

- Melakuan kegiatan peternakan dan pertanian secara terpadu dengan pengelolaan secara recycling.

- Melaksanakan kegiatan pelatihan dan pendidikan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dibidang peternakan dan pertanian.

- Melaksanakan kegiatan pelestarian lingkungan melalui penanganan limbah, dan konservasi lahan.

Sasaran

(29)

- Mengadakan bibit sapi unggul dalam rangka meningkatkan populasi sapi potong dan sapi perah untuk memenuhi kebutuhan daging dan susu di Indonesia.

- Mendorong program pemerintah untuk meningkatkan produk sektor agribisnis peternakan dalam hal kuantitas, kualitas, dan kontinuitas

- Dapat melakukan penerapan teknologi sebagai alih teknologi maju dibidang agribisnis peternakan.

- Dapat menjadi pusat informasi agribisnis dalam rangka menjadi inti yang dapat meningkatkan kesejahteraan para plasmanya ( para petani )

- Sebagai tujuan akhir perusahaan adalah profit oriented.

5.3. Struktur Organisasi dan Manajemen Perusahaan

Struktur organisasi di PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos dipimpin oleh seorang koordinator, dimana koordinator ini mengkoordinir sektor/bagian-bagian yang ada dibawahnya, seperti bagian – bagian umum, bagian ternak, bagian pertanian dan bagian hidroponik.

(30)
[image:30.612.42.564.61.568.2]

Gambar 2. Struktur Organisasi PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos

5.4. Ketenagakerjaan

Fungsi tenaga kerja dalam suatu organisasi sangat penting untuk menjalankan program yang telah direncanakan oleh organisasi tersebut. Jumlah tenaga kerja di PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos saat ini adalah 97 orang. Tenaga kerja terdiri dari tenaga kerja langsung dan tidak langsung. Tenaga kerja tidak langsung yaitu tenaga kerja yang tidak ikut terlibat dalam proses produksi seperti staff kantor, bagian pemasaran, keuangan dan kordinator. Sedangkan tenaga kerja langsung yaitu tenaga kerja yang terlibat dalam proses produksi seperti bagian kandang, pemerahan dan kesehatan hewan. Pembagian tenaga kerja dan upah yang diterima dapat dilihat pada Tabel 6.

Koordinator I Made Soewecha PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos

Konsultan Bagian Perencanaan, Pengembangan,

Kerjasama, Marketing, R&D. I Nyoman Sukarata

Bagian Umum Bagian Pertanian Bagian Ternak Bagian Pakan Ternak

- Bagian Administrasi dan Keuangan

- Bagian Pemeliharaan Bangunan, air

- Bagian Bengkel

- Unit Kendaraan, mesin, alat

peternakan/pertani an, unit mesin dan alat perah

- Bagian Gudang

- Keamanan

- Unit usaha Hidroponik

- Sub bag Hidroponik

- Unit Usaha Rumput

- Unit Panen

- Unit pemeliharaan

- Unit Pengembangan

- Sub bag. Pupuk Organik

- Unit Usaha Tanaman lain

- Unit Usaha Sapi Perah, sapi potong dan ternak domba

- Sub bag pemerahan

- Sub bag Reproduksi

- Sub bag kesehatan

- Unit konsentrat

- Unit pemotongan chopper

- Unit Sillage

(31)

Tabel 6. Pembagian Tenaga Kerja dan Upah yang Diterima

No Jabatan Jumlah (Orang) Gaji (Rp)

1. Kordinator 1 3.500.000/bulan

2. Bagian Pemasaran 1 2.500.000/bulan

3. Bagian Keuangan 1 2.500.000/bulan

4. Staff Kantor 2 2.000.000/bulan

5. Bagian Kesehatan Hewan 3 2.000.000/bulan

6. Karyawan 89 23.000/hari

(32)

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis kelayakan usaha dilakukan untuk menentukan apakah suatu usaha layak atau tidak untuk dijalankan. Analisis kelayakan usaha peternakan sapi perah di PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos dilakukan dengan mengkaji aspek non finansial dan aspek finansial.

6.1. Analisis Aspek Non Finansial

Analisis aspek non finansial meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, serta aspek sosial, ekonomi dan lingkungan.

6.1.1. Aspek Pasar

Sebelum melakukan produksi dalam kegiatan usaha peternakan sapi perah, peternak harus mengetahui potensi pasar dan pangsa pasar. Bila kemampuan pasar untuk menyerap produksi sangat tinggi dengan harga jual yang tepat, maka akan menghasilkan keuntungan. Sebaliknya bila pasar tidak menyediakan kemungkinan menyerap produksi, maka usaha yang dirintis akan mengalami kerugian.

6.1.1.1. Potensi Pasar (Market Potential)

Susu yang dihasilkan PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos dipasarkan ke PT. Indolakto, perusahaan sendiri dan konsumen akhir yaitu pembeli yang membeli susu segar langsung di perusahaan. Susu murni PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos telah memiliki

image produk yang baik di mata konsumen karena produknya yang tidak dicampur

dengan komponen lainnya seperti air dan gula yang dapat merusak dan kandungan gizi dalam susu. Susu tersebut mempunyai masa simpan ± tiga jam dalam suhu kamar dan disimpan dalam cooling unit dengan suhu 2,4°C.

(33)
[image:33.612.111.512.95.281.2]

Tabel 7. Standar Mutu atau Kualitas Susu yang Baik Tahun 2011

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan Keadaan

1 Bau

Rasa Warna Konsistensi

NORMAL

2 Uji Alkohol Negatif

3 Lemak 3,20

4 Berat Jenis (BJ) 1,026 – 1,028

5 Total Solid (TS) 11,28%

6 Kadar Protein 2,5%

7 PH 5 - 7%

Sumber : http://ekabees.blogspot.com/2011/01/standar-susu-segar.html

Harga susu berfluktuatif berdasarkan penilaian kualitas susu yang diberikan pihak PT. Indolakto berdasarkan uji kualitas susu yaitu Total Solid 12,44 persen sebesar Rp 4.500,-. Untuk harga ke konsumen akhir yang membeli secara langsung di perusahaan yaitu sebesar Rp 6.000,- per liter. Kualitas susu yang dihasilkan PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Kualitas Susu yang Dihasilkan PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos Mei 2011

Keterangan Persentase

Total Solid 12,44%

Berat Jenis (BJ) 1,0260

Kadar Lemak 3,74%

Solid Non Fat (SNF) 8,70%

Keasaman (PH) 6,60%

Kadar Protein 3,34%

Uji Alkohol Negatif

Uji Warna, Rasa dan Bau Normal

Sumber : PT. Indolakto, 2011.

6.1.1.2. Pangsa Pasar

[image:33.612.116.508.437.592.2]
(34)

susu yang relatif tinggi dan stabil yaitu 16-20 liter/ekor/hari dan brand image produk yang baik di mata pelanggan.

6.1.1.3. Hasil Analisis Aspek Pasar

Berdasarkan analisis aspek pasar, potensi dan pangsa pasar dinilai memadai untuk pemasaran produk. Permintaan bahan baku susu sapi pihak PT. Indolakto saat ini belum terpenuhi. Hal ini menandakan bahwa pemasaran produk masih terbuka lebar, sehingga dapat disimpulkan aspek pasar usaha peternakan sapi perah di PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos layak untuk dijalankan.

6.1.2. Aspek Teknis

Aspek teknis yang dijalankan PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos sangat tergantung dari lokasi proyek, sarana dan prasarana pendukung, serta proses produksi yang dilaksanakan. Secara teknis, aspek-aspek tersebut akan sangat mempengaruhi tingkat produksi yang dihasilkan peternakan sapi perah tersebut.

6.1.2.1. Lokasi Proyek

Kota Bogor memiliki suhu rata-rata tiap bulan 260C dengan suhu terendah 21,80C dan suhu tertinggi 30,40C. Kelembaban udara 70 persen dengan curah hujan rata-rata setiap tahun sekitar 3.500-4.000 mm. Pada umumnya sapi perah jenis FH dapat berproduksi dengan baik pada suhu udara sama dengan atau dibawah 300C. Dengan demikian iklim di Kota Bogor cocok untuk lokasi usaha ternak sapi perah.

Alasan pemilihan lokasi proyek untuk peternakan sapi perah di Jalan Veteran 3 Kp. Tapos Desa Citapen Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat lokasi mudah diakses karena jalan terbuat dari aspal yang dapat dilalui oleh kendaraan roda dua maupun roda empat.

6.1.2.2. Sarana dan Prasarana a) Lahan

Lahan yang dimiliki oleh PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos merupakan lahan HGU (Hak Guna Usaha). Total luas lahan peternakan sapi perah di PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos kurang lebih mencapai 651 Ha. Lahan ini digunakan untuk membangun kandang, gudang pakan, serta tambahan untuk tempat tinggal/mess pekerja.

b) Kandang

(35)

Sedangkan tipe kandang di PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos adalah sistem Free Stall Barn. Model kandang ini dirancang untuk menciptakan kenyamanan pada ternak, dimana sapi dapat bergerak bebas mengakses tempat istirahat dan bebas untuk bergerak makan dan minum di dalam kandang serta memudahkan perkerja dalam hal pembersihan dan pemberian pakan. Selain itu bertujuan untuk meningkatkan produksi susu yang dihasilkan dan meningkatkan kesehatan ternak karena ternak dapat lebih banyak bergerak yang menyebabkan sitem metabolisme akan lebih baik. Ukuran kandang Free Stall Barn mempunyai panjang 75m, lebar 21,5m dan tinggi 8,77. Sistem kandang ini setiap satu kandang memiliki kapasitas sebanyak 200 ekor sapi dewasa. Selain kandang bebas, PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos memiliki dua kandang pedet, dua kandang pejantan muda, dan juga memiliki dua kandang sapi potong.

Untuk lebih jelasnya kandang Free Stall Barn dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Sketsa Tipe Kandang (Sistem Free Stall Barn)

Kandang PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos umumnya terbuat dari bahan bangunan yang terbuat dari kombinasi besi dan pagar stall dengan berlantaikan semen, serta tipe atap kandang yang digunakan yaitu tipe monitor dengan arah kandang membujur ke timur dan barat (Gambar 4). Umur ekonomis kandang rata-rata 10 tahun, karena tipe kandang yang digunakan merupakan kandang permanen.

Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Te m pat M ak anan dan M inum Tem pat M ak anan d an M inum Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Tem pa t M ak ana n dan M inum

(36)

Gambar 4. Kondisi di dalam Kandang

c) Instalasi Listrik

Listrik diperlukan dalam proyek ini untuk keperluan peternakan sapi perah, terutama untuk penerangan kandang. Listrik diperoleh peternakan dengan berlangganan kepada PLN serta membayar iuran sebesar 33.600.000/tahun.

d) Instalasi Air

Air dalam proyek ini sangat diperlukan dalam usaha peternakan sapi perah. Air dipergunakan untuk memandikan sapi, menjaga sanitasi kebersihan kandang, dan mencuci peralatan produksi. Air yang diperoleh peternakan sapi perah di PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos berasal dari mata air pegunungan yaitu Kawasan Gunung Gede yang ditampung melalui bak penampungan yang kemudian dialirkan ke kawasan peternakan dan pemukiman penduduk untuk kebutuhan sehari-hari. e) Peralatan

[image:36.612.178.460.76.252.2]
(37)
[image:37.612.149.512.95.267.2]

Tabel 9. Peralatan PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos tahun 2011

No Jenis Peralatan Jumlah

1. Cooler 2 unit

2. Truk+tangki 1 unit

3. Milk can 40 liter 30 unit

4. Mesin pemerahan 1 unit

5. Meja+kursi 13+32 unit

6. Komputer 4 unit

7. Mesin printer 2 unit

8. Chopper 2 unit

9. Mixer 1 unit

Sumber : PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos, 2011

(1) Cooler

Cooler berfungsi sebagai tempat penyimpanan susu sementara dan

mempertahankan kualitas susu dengan suhu yang terdapat di dalam cooler

yaitu 2,4°C dengan kapasitas 5.430 liter. (2) Truk+tangki

Truk tangki digunakan sebagai alat untuk menampung susu segar dari perusahaan yang akan didistribusikan ke PT. Indolakto. Truk tangki dilengkapi dengan mesin pendingin yang akan mampu menjaga kualitas susu sampai ke tempat tujuan selama dalam perjalanan.

(3) Milk can

Milk can berfungsi sebagai alat penampung susu, hasil pemerahan dari

cooling yang akan dipindahkan ke dalam milk can untuk di distribusikan.

(4) Mesin pemerahan

Mesin pemerahan digunakan sebagai alat untuk memerah sapi dengan kapasitas 52 ekor sapi.

(5) Meja dan kursi

Meja dan kursi digunakan oleh karyawan pada ruangan kantor dalam melaksanakan kegiatan perusahaan.

(6) Komputer

Komputer dipergunakan untuk menyimpan seluruh data-data dari mulai proses produksi hingga keperluan administrasi.

(38)

Mesin printer digunakan sebagai salah satu alat pendukung terpenting yang digunakan dalam mencetak segala bentuk keperluan di atas kertas perusahaan sebagai suatu bentuk bukti tertulis oleh pihak perusahaan.

(8) Chopper

Chopper digunakan sebagai alat untuk membuat pakan hijauan hingga

terbentuk bagian kecil agar semua bagian rumput dapat dimakan dan mudah dicerna oleh sapi.

(9) Mixer

Mixer digunakan untuk mencampur bahan baku yang sudah halus sehingga

tercampur homogen. Mixer yang dimiliki PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos adalah mixer horizontal dengan kapasitas 2500kg dan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pencampurann bahan baku (mixing) adalah 30 menit.

6.1.2.3. Proses Produksi

a) Tata Laksana Pemeliharaan

(1) Pengadaan Bakalan Sapi Perah

Bangsa sapi perah yang dipelihara oleh peternakan sapi perah di PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos mayoritas adalah Fries Holland (FH) dengan warna bulu hitam putih dan sebagian kecil berwarna coklat kemerahan dengan putih (Gambar 5). Pertimbangan menggunakan jenis sapi Fries Holland (FH) karena diketahui dapat menghasilkan kuantitas yang lebih banyak dibanding dengan jenis sapi perah lainnya. Selain sapi Fries Holland (FH), di PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos juga terdapat beberapa sapi jenis jersey dan Hongaria

[image:38.612.172.469.529.695.2]

(HG). Pengadaan bibit sapi perah dipasok langsung dari Australia.

(39)

(2) Pakan

Pakan yang diberikan PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos untuk sapi perah terdiri dari pakan hijauan dan pakan konsentra. Pakan hijauan yang diberikan di PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos berupa rumput gajah dan rumput raja. Input pakan hijauan sebagian besar diperoleh dari ladang milik PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos yang berada di sekitar area perusahaan. Luas lahan hijauan mencapai 93 ha. Pengadaan pakan hijauan di PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos dilakukan oleh tenaga kerja bagian rumput.

[image:39.612.171.512.505.691.2]

Pakan konsentrat merupakan makanan penguat bagi sapi karena mengandung kadar energi dan protein tinggi serta serat kasarnya yang rendah. Pakan konsentrat sapi perah terdiri atas campuran bahan-bahaan brupa biji-bijian dari tumbuh-tumbuhan, umbi-umbian dan hasil sampingan dari produk olahan pertanian. Pakan konsentrat yang digunakan PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos merupakan hasil olahan sendiri. Bahan-bahan yang digunakan perusahaan adalah wheat pollard, onggok, molasses, kopra, vitamin, mineral, kalsium dan garam. Bahan-bahan tersebut diipasok dari beberapa daerah di dalam dan di luar pulau Jawa seperti Bogor, Jakarta, Cianjur, Cirebon, Surabaya dan Lampung. Pemasok bahan baku pakan konsentrat di PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Pemasok Bahan Baku Pakan Konsentrat di PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos

No Nama Bahan Baku Pakan Pemasok

1. Wheat Pollard PT. Indofood Sukses Makmur tbk, Bogasari Flour Mills Jakarta 14110 Indonesia 2. Onggok PT. Aman Jaya Jakarta dan U.D Berjuang

Lampung

3. Kopra PT. Giat Cilincing Jakarta

4. Molases Cirebon/Surabaya

5. Kalsium PT. Lembah Hijau Cianjur

6. Vitamin PT. Lembah Hijau Cianjur

7. Mineral PT. Lembah Hijau Cianjur

8. Garam Bogor

(40)

(3) Sanitasi

Kebersihan kandang multak diperlukan dalam usaha ternak sapi perah, sebab sapi perah sangat rentan terhadap penyakit yang ditimbulkan dari sanitasi kandang yang kurang bersih. Pembersihan (sanitasi) kandang di PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos dilakukan dua kali dalam sehari, yaitu pagi dan sore sebelum kegiatan pemerahan. Pembersihan dilakukan dengan cara menghilangkan kotoran sapi perah dan sisa-sisa pakan yang berserakan, dengan cara menyiramkan air dengan menggunakan selang dan menyapu dengan menggunakan sapu lidi. Kotoran sapi perah di PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos tidak dimanfaatkan dengan baik, melainkan langsung dibuang ke dalam kolam penampungan (holding pond) sementara sebelum akhirnya dibuang ke sungai.

(4) Reproduksi

Sistem reproduksi sapi perah di PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos dilakukan dengan cara Inseminasi Buatan (IB). IB merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk mempercepat peningkatan mutu genetik dan populasi ternak. Teknik melakukan Inseminasi Buatan (IB) adalah dengan cara memasukkan sperma yang telah dicairkan dan diproses terlebih dahulu yang berasal dari sapi jantan ke dalam saluran alat kelamin sapi betina dengan menggunakan alat khusus yang disebut inseminator gun. Proses IB dilakukan oleh 2 orang inseminator. Hasil wawancara yang dilakukan dengan tenaga medis mengatakan bahwa, “Tingkat keberhasilan IB di PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos mencapai 80 persen”. Tingkat keberhasilan ini ditentukan dari teknis IB yang tepat, kesehatan sapi dan ketepatan waktu IB.

(5) Penanganan Penyakit

(41)
[image:41.612.166.513.115.494.2]

Tabel 11. Penyakit yang sering menyerang ternak sapi perah di PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos Tahun 2011

No Nama

Penyakit

Gejala Penanganan

1. Pneumonia Keluar cairan berbau dari hidung, batuk, tidak nafsu makan dan perut kembung.

Memberikan suntikan antibiotik dengan dosis 20cc per ekor setiap dua hari sekali.

2. Mastitis Keluarnya cairan kuning kental pada ambing akibat dari peradangan kelenjar susu disebabkan oleh bakteri streptococcus coccid dan staphylococcus coccid.

Ambing tidak diperah dan diberi suntikan antibiotik seperti penicillin melalui mulut.

3. Brucllosis Merusak alat reproduksi terutama pada dinding rahim (uterus) selaput lendir dan ambing.

Diberikan vaksin strain 19.

4. Pilek Nafsu makan berkrang, badan lemah dan keluar cairan dari lubang hidung

Memberikan antibiotik dengan dosis 20cc setiap kali pemberian.

5. Diare Feses sedikit cair dan terkadang bercampur darah.

Memberikan antibiotik dengan dosis 20cc dan injectamin dengan dosis 10cc tiap pemberian. Sumber : PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos, 2011

b) Proses Pemerahan dan Produksi Susu

Proses pemerahan susu di PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos menggunakan mesin perah otomatis yang berasal dari Australia dan diproduksi oleh Daviesway-Dairy

Equipment. Sistem pemerahan yang diterapkan di PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos

adalah sistem Double-Up Milker yaitu sistem pemerahan ganda. Untuk sistem jalur pemerahan menggunakan sistem End Exit yaitu sapi masuk dan keluar ruang pemerahan melalui jalur yang sama. Instalasi pipa susu terletak pada bagian atas (up line).

(42)

Ruang pemerahan susu di PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos terbagi menjadi dua bagian berdasarkan kegunaan dan status sapi. Status dari setiap sapi terdiri atas sapi impor dan sapi lokal, sedangkan kegunaan ditujukan untuk konsumsi pedet dan dijual. Kelangsungan produksi air susu dalam usaha ternak sapi perah, selain dipengaruhi oleh proses pemeliharaan juga dipengaruhi oleh tatalaksana pemerahan yang benar (Rukmana, 2009).

Ruang pemerahan pertama yang berada di atas digunakan untuk memerah sapi lokal dan sebagian susunya untuk kebutuhan konsumsi pedet. Ruang pemerahan atas memiliki kapasitas 12 ekor yang dibagi menjadi dua sisi yang masing-masing dapat menampung 6 ekor. Sementara ruang pemerahan bawah yang memiliki kapasitas 52 ekor dan dibagi menjadi dua sisi digunakan untuk memerah sapi impor dan sapi lokal yang memiliki produksi susu tinggi. Susu yang dihasilkan di ruang bawah ditujukan untuk dijual kepada konsumen.

Produksi susu sapi yang dicatat dalam penelitian ini mencakup jumlah susu yang dijual dan susu yang diberikan kepada pedet. Rata-rata produksi susu di PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos sebanyak 18 liter/hari selama 305 hari. Harga jual yang ditetapkan berdasarkan harga rata-rata yang diberikan PT. Indolakto yaitu Rp 4.500 per liter.

Sapi perah mulai memproduksi susu yaitu pada laktasi pertama atau saat sapi berumur 3-4 tahun. Dalam setahun sapi perah dapat memproduksi susu selama 300 hari, setelah itu mengalami kering kandang atau berhenti produksi susu selama kurang lebih 2 bulan. Sapi perah mencapai puncak produ

Gambar

Gambar 2. Struktur Organisasi PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos
Tabel 7. Standar Mutu atau Kualitas Susu yang Baik Tahun 2011
Gambar 4. Kondisi di dalam Kandang
Tabel 9. Peralatan PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos tahun 2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dalam sumbangsih pengembangan khasanah ilmu pengetahuan, khususnya di bidang biologi laut dan ekologi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi program pelayanan dan rehabilitasi kesejahteraan dalam menangani gelandangan dan pengemis di

To see the depth and severity of poverty before and after the distribution of agricultural zakat potential of honey pineapple, the researchers used the calculation of

Dengan Indonesia ikut serta dalam Agreement Establishing the World Trade Organization, sebagai bahan dari kesepakatan untuk turut serta dalam WTO-GATT-TRIPs dengan mengesahkan dan

[r]

Pemakai dalam hal ini adalah wisatawan yang akan bepergian atau telah berada di daerah tujuan wisata dapat menggunakan sistem pencari ini. Sistem pencari ini dapat