• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Dalam dokumen KAJIAN KEBIJAKAN PERENCANAAN TENAGA KESE (Halaman 52-57)

A. Kesimpulan

1. Secara nasional dilihat dari rasio terhadap jumlah penduduk, tenaga kesehatan di

Indonesia masih belum mencukupi. Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, rasio ini juga masih jauh tertinggal. Sebagian besar tenaga kesehatan berlokasi di Jawa dan Bali, namun jika dilihat dari rasio per penduduk, khususnya untuk tenaga dokter umum Rumah Sakit dan Puskesmas, distribusinya lebih menyebar. Tiga provinsi dengan rasio tertinggi adalah Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Bali. Sedangkan tiga provinsi dengan rasio terendah adalah Jawa Barat, Banten, dan NTB.

2. Kebijakan nasional tentang tenaga kesehatan telah disusun dalam bentuk peraturan

perundang-undangan, meliputi aspek perencanaan kebutuhan, pengadaan, serta penempatan. Daerah juga telah melakukan perencanaan untuk hampir semua jenis tenaga. Namun lebih dari separuh (52,6%) Kabupaten/Kota lokasi kajian tidak menerapkan Kepmenkes No.61/2004 mengenai pedoman perencanaan, dengan alasan utama kurangnya sosialisasi, terbatasnya data dan informasi, dan terbatasnya kapasitas perencana. Pada kabupaten yang menggunakan pedoman dua metoda yang paling

banyak digunakan adalah Ratio Method dan Health Services Demand Method.

3. Dari 35 kab/kota lokasi kajian, terdapat kekurangan 66,1% tenaga kesehatan di

puskesmas, pada semua jenis tenaga kesehatan, dengan persentase tertinggi pada Sarjana Kesehatan Masyarakat, Laboran dan Sanitarian. Masalah yang dihadapi terutama adalah keterbatasan formasi dan keterbatasan dana. Menghadapi kekurangan ini sebagian besar kab/kota mengusulkan kebutuhan tenaga ke Pemerintah Pusat. Kekurangan tenaga juga dirasakan oleh 58,2 % puskesmas di lokasi penelitian.

4. Terdapat kesenjangan antara jumlah (di 46% kab/kota) dan jenis (36% kab/kota) tenaga

yang diusulkan dengan formasi yang tersedia. Formasi yang tersedia, sebagian besar (52,6% kab/kota) ditentukan bersama oleh Dinas Kesehatan dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan sepertiga (31,6% kab/kota) merupakan wenangan BKD

5. Kriteria utama penempatan dokter umum dan bidan adalah puskesmas yang tidak

mempunyai dokter dan desa yang tidak mempunyai bidan. Permasalahan dapat timbul jika penempatan tidak sesuai dengan usulan, karena kurangnya koordinasi antara Dinas Kesehatan dengan BKD. Proses pengadaan dan penempatan yang kurang memuaskan juga dirasakan separuh dari responden.

6. Sebagian besar responden tenaga kesehatan di puskesmas (70,6%) menyatakan

kesesuaian antara latar belakang pendidikan dengan tugas di puskesmas. Hal ini berarti tidak semua lulusan pendidikan tenaga kesehatan secara otomatis langsung dapat menjalankan tugas dan fungsinya di puskesmas, tetapi masih memerlukan orientasi/adaptasi ataupun pelatihan di puskesmas.

7. Secara umum situasi ketenagaan di daerah tertinggal dan terpencil ditandai dengan

rasio tenaga kesehatan per puskesmas yang lebih kecil, jangkauan desa terpencil yang dilayani lebih luas, proporsi pegawai PNS yang lebih sedikit dan pegawai honor daerah dan PTT yang lebih tinggi, dukungan pustu dan polindes yang lebih sedikit, harapan terhadap insentif finansial, fasilitas dan peningkatan karir yang sangat tinggi, serta rencana kepindahan yang lebih tinggi.

8. Sebagian besar responden (61,5%) menyatakan bahwa untuk menduduki jabatan Kepala Puskesmas latar belakang pendidikan yang diperlukan adalah dokter, dan sekitar 36,7% menyatakan Sarjana Kesehatan Masyarakat, sisanya sarjana lain. Pendapat ini sudah menunjukkan kecenderungan yang berbeda dengan beberapa waktu yang lalu bahwa Puskesmas harus dipimpin oleh seorang dokter. Saat ini di beberapa daerah, Puskesmas telah dipimpin oleh Sarjana Kesehatan Masyarakat.

9. Ketanggapan Puskesmas/Pustu yang diukur melalui tiga domain yaitu lama waktu

tunggu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, kepuasan pelayanan kesehatan, dan penjelasan petugas kesehatan yang berkaitan dengan penyakit, masih rendah jika dibandingkan dengan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.. Ketanggapan Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan, khususnya kegiatan rawat jalan memberikan gambaran yang kurang memuaskan bagi masyarakat yang dilayaninya.

10.Peranan Puskesmas dalam memelihara akses penduduk miskin untuk mendapatkan

pelayanan kesehatan dasar melalui pelaksanaan program JPSBK/PKPS-BBM cukup efektif. Perubahan kebijakan dalam pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan efektivitasnya perlu dikaji lebih lanjut.

11.Terdapat tiga jenis insentif yang paling diharapkan oleh petugas Puskesmas diperoleh

dari Pemerintah Daerah yaitu berupa pemberian gaji/tunjangan yang lebih baik, peningkatan karir, dan penyediaan fasilitas (antara lain perumahan, kendaraan, peralatan komunikasi). Insentif lainnya yang diharapkan dapat diperoleh adalah kemudahan mendapatkan izin praktek dan kedekatan dengan keluarga.

B. Rekomendasi

1. Untuk mengatasi berbagai kendala dalam perencanaan ketenagaan di daerah,

pemerintah pusat dan propinsi dapat membantu dalam sosialisasi metode perencanaan, peningkatan kapasitas perencana dan pengumpulan data dan informasi. Pemerintah daerah perlu melakukan pembagian tugas yang jelas, dan menyediakan pendanaan.

2. Perlu dimantapkan keterkaitan perencanaan, pengadaan dan penempatan tenaga agar

tercapai keserasian antara kebutuhan, pendayagunaan tenaga dan penyediaan tenaga, misalnya dengan menajwab dua persamalah utama pengadaan tenaga kesehatan yaitu terbatasnya formasi dan terbatasnya dana.

3. Untuk peningkatan akses masyarakat kepada tenaga dan fasilitas kesehatan di daerah

terpencil, perlu dipetimbangkan kemungkinan untuk memperbanyak pustu dan polindes.

4. Hingga saat ini masih banyak puskesmas yang belum mempunyai dokter, sehingga

kriteria penempatan yang digunakan daerah biasanya berdasarkan pada kekosongan tenaga dokter di Puskemas. Oleh karena itu secara nasional kebijakan untuk pengadaan dokter Puskesmas ini dapat dijadikan suatu prioritas.

5. Untuk meningkatkan atau mempertahankan tenaga kesehatan di kecamatan terpencil,

perlu diperhatikan masalah insentif yang seharusnya lebih baik daripada petugas di kecamatan yang tidak terpencil, termasuk fasilitas (rumah, alat) serta kemudahan karir.

6. Perlu dikembangkan sistem informasi tenaga kesehatan secara terpadu dan menyeluruh

dalam rangka memanfaatkan data ketenagaan untuk perencanaan kebutuhan dan penyediaan tenaga kesehatan.

7. Dalam rangka menjamin mutu tenaga kesehatan perlu dikembangkan upaya peningkatan mutu institusi pendidikan dan peran serta organisasi profesi serta masyarakat lainnya, terutama dalam sertifikasi, registrasi dan lisensi tenaga kesehatan

8. Ketanggapan pelayanan Puskesmas terhadap masyarakat perlu ditingkatkan melalui

pemberian informasi yang baik, pelibatan pasien untuk pengambilan keputusan, kebebasan memilih fasilitas kesehatan dan mempercepat waktu tunggu.

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan RI. 2004. Sistem Kesehatan Nasional

2. Departemen Kesehatan RI. 1999. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju

Indonesia Sehat 2010

3. Departemen Kesehatan RI. 2005. Analisis Situasi dan Kecenderungan Pembangunan

Kesehatan 2000-2005 (Rancangan 12 Desember 2005)

4. Departemen Kesehatan RI. 2005. Rencana Strategis Departemen Kesehatan 2005-

2009

5. Departemen Kesehatan RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.81/

Menkes/SK/I/2004 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan Sumberdaya Manusia Kesehatan Di Tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota Serta Rumah Sakit

6. Departemen Kesehatan RI. 2005. Profil Kesehatan Indonesia 2003.

7. Departemen Kesehatan RI. 2005. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2004-

Subtansi Kesehatan. Jakarta: Badan Litbangkes, 2005

8. Departemen Kesehatan RI.2005. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004.

Jakarta: Badan Litbangkes, 2005.

9. Abdurachman. 2005. Permasalahan Pendayagunaan Tenaga Kesehatan (Makalah

disampaikan pada Pertemuan Kebijakan Perencanaan Tenaga Bidang Kesehatan di Hotel Jayakarta, Jakarta, 4 Agustus 2005)

10. Ruswendi, D. 2005. Kebijakan Penempatan Tenaga Kesehatan di Institusi Pelayanan

Kesehatan. (Makalah disampaikan pada Pertemuan Kebijakan Perencanaan Tenaga Bidang Kesehatan di Hotel Jayakarta, Jakarta, 4 Agustus 2005)

11. Soeparan, S. 2005. Kebijakan Pengadaan Tenaga Kesehatan Melalui Pendidikan

Tenaga Kesehatan. (Makalah disampaikan pada Pertemuan Kebijakan Perencanaan Tenaga Bidang Kesehatan di Hotel Jayakarta, Jakarta, 4 Agustus 2005

12. Suseno, Untung. 2005. Kebijakan Perencanaan Kebutuhan Tenaga Kesehatan.

(Makalah disampaikan pada Pertemuan Kebijakan Perencanaan Tenaga Bidang Kesehatan di Hotel Jayakarta, Jakarta, 4 Agustus 20050

13. Badan Pusat Statistik (BPS). 2004. Statistis Kesejahteraan Rakyat 2004.

14. BPS dan ORC Macro. 2003. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2002-2003.

15. Republik Indonesia. 2005. Peraturan Presiden RI No.7 Tahun 2005 Tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009

16. Bappenas. 2004. Laporan Kajian Kebijakan Perencanaan dan Pembiayaan: Pelayanan

Kesehatan Bagi penduduk Miskin.

17. Sudiro. 1999. Pelayanan Kesehatan Puskesmas Dalam Program Jaring Pengaman

Sosial Bidang Kesehatan (JPSBK). Jurnal Kedokteran dan Farmasi Medika, Ed. Khusus, September 1999.

18. Departemen Kesehatan RI. 2004. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

1199/Menkes/Per/X/2004 Tentang Pedoman Pengadaan Tenaga Kesehatan Dengan Perjanjian Kerja di Sarana Kesehatan Milik Pemerintah.

19. Departemen Kesehatan RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.850/Menkes/SK/V/2000 tentang Kebijakan Pengembangan Tenaga Kesehatan Tahun 2000-2010

20. Direktorat Kesehatan Komunitas, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat,

Departemen Kesehatan RI. 2004. Data Dasar Puskesmas Tahun 2004.

21. Departemen Keuangan. 2002. Keputusan Menteri Keuangan No. 538 tahun 2002

tentang Kapasitas Fiskal

22. Pemerintah Indonesia. Laporan Pertama Tujuan Pembangunan Millenium. 2004

23. Pusat Kajian Pembangunan Kesehatan, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan.

2004. Kajian Kebijakan Pendayagunaan Tenaga Kesehatan

24. Republik Indonesia. 1996. Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 1996 Tentang

Tenaga Kesehatan

25. Pemda Kabupaten Nabire. 2004. Laporan Pelaksanaan Tugas Dinas Kesehatan

Halaman belakang

Tenaga kesehatan merupakan salah satu pilar atau sub sistem kesehatan nasional, yang sangat penting artinya dalam upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Saat Indonesia masih mengalami kekurangan tenaga kesehatan baik dalam hal jenis maupun jumlahnya. Hal ini semakin diperburuk dengan distribusi tenaga kesehatan yang masih belum merata.

Apa yang dipaparkan dalam buku ini, merupakan hasil kajian tentang kebijakan perencanaan tenaga kesehatan di berbagai propinsi dan kabupaten pada tahun 2005. Kajian mencoba menengok kebijakan tenaga kesehatan di tingkat kabupaten/kota, distribusi tenaga di wilayah tertinggal dan terpencil, mutu, kendala-kendala yang dihadapi, dan upaya-upaya yang telah dilakukan.

Banyak hal menarik yang muncul dari kajian ini baik yang menguatkan maupun yang bertolak belakang dengan berbagai asumsi dan data yang ada, khususnya di tingkat nasional. Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Bappenas dan atau instansi pemerintah lainnya dalam mempertajam penyusunan kebijakan pembangunan kesehatan khususnya di bidang ketenagaan kesehatan di masa mendatang.

Dalam dokumen KAJIAN KEBIJAKAN PERENCANAAN TENAGA KESE (Halaman 52-57)

Dokumen terkait