• Tidak ada hasil yang ditemukan

6.1. Kesimpulan

Bab VI pada karya tulis ilmiah ini penulis akan menyimpulkan proses keperawatan dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi tentang asuhan keperawatan pada Ny. S dan Ny. F yang mengalami chronic kidney disease (CKD) di RSUS Salatiga dengan memberikan tindakan pemantauan intake dan output untuk mencegah overload dan pemberian stimulus tablet hisap vitamin c untuk meningkatkan produksi Saliva agar klien tidak merasa haus berlebihan.

6.1.1 Pengkajian

Pola eliminasi didapatkan hasil Ny. S intake: minum 200 cc, makan 450 cc, cairan iv 50 cc, obat injeksi 56 cc. serta output: urine 500 cc, feses 5cc, IWL= BB X 15 : 24 jam =48 kgx 15: 24 = 30cc. Intake dan output dijumlah mendapatkan hasil +221cc, klien sehari BAK 2-3x/ hari urine sedikit. Pola eliminasi pada Ny. F intake: minum 250cc, makan 150 cc, cairan iv 50cc, injeksi iv 17cc, serta output urine 200cc, feses 50cc, IWL= BB X 15 : 24 jam= 50 kg x 15:24 jam= +31,25 cc, intake dan output dijumlah mendapatan hasil + 185,75cc, klien BAK sehari 1-2 x/ hari dan urine keluar sedikit.

73

6.1.2 Diagnosa

Diagnosa keperawatan dirumuskan sesuai dengan pengkajian hierarki kebutuhan dasar menurut maslow yaitu prioritas diagnosa keperawatan pada Ny. S dan Ny. F adalah kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi

6.1.3 Intervensi

Intervensi yang dirumuskan penulis untuk diagnosa Ny.S dan Ny. F adalah kelebihsn volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi. Ny. S dan Ny.F dilakukan tindakan pantau vital sign, turgor kulit klien, ada odema, timbang berat badan, membatasi masukan cairan dengan cara menghisap tablet vitamin c agar produksi saliva bisa maksimal dan lakukan tindakan pemantauan intake output cairan untuk mengurangi overload. Ajarkan pada klien untuk tetap melakukan intervensi bila dirumah atau tanpa bantuan perawat.

6.1.4 Implementasi

Implementasi dalam asuhan keperawatan pada Ny. S dan Ny. F yang mengalami chronic kidney disease di ruang flamboyan 3 RSUD Salatiga, telah sesuai dengan apa yang sudah dibuat dalam intervensi yaitu pemantauan intake output cairan untuk mencegah overload, serta pemberian tablet hisap vitamin c terhadap peningkatan sekresi saliva.

74

6.1.5 Evaluasi

Evalusi masalah keperawatan pada Ny. S dan Ny. F kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi, belum teratasi, intervensi untuk mencapai hasil yang maksimal pada Ny. S dan Ny. F dengan kelebihan volume cairan bisa dilakukan tindakan sebagai berikut pantau intake output cairan klien selama perawatan dan anjurkan klien untuk menghisap tablet vitamin c.

6.16 Analisa

Berdasarkan hasil evalusi asuhan keperawatan pada Ny. S dan Ny. F pada diagnosa keperawatan kelebihan volume cairan dengan pemberian tindakan stimulasi tablet hisap vitamin c bisa meningkatkan produksi saliva, itu terbukti dari data yang didapat dari Ny. S dan Ny. F mengalami penurunan balance cairanya. Hal in sesuai dengan penelitian Feny (2016) dengan judul “Pengaruh Stimulasi Tablet Hisap Vitamin C Terhadap

Peningkatan Sekresi Saliva Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisa” yang bisa menurunkan kelebihan volume

cairan klien.

6.2 Saran

Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Ny. S dan Ny. F yang mengalami chronic kidney disease, penulis memberikan usulan dan masukan yang positif khususnya dibidang kesehatan antara lain :

75

6.2.1 Bagi institusi pelayan kesehatan

Diharapkan rumah sakit khususnya RSUD Salatiga dapat memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan hubungan kerjasama baik antara tim kesehatan maupun pasien serta keluarga pasien. Dapat melengkapi saran dan prasarana yang sudah ada secara optimal dalam pemenuhan asuhan keperawatan dengan kelebihan volume cairan pada klien chronic kidney disease yang menjalani hemodialisa.

6.2.2 Bagi perawat

Hendaknya perawat memiliki tanggung jawab dan keterampilan yang lebih dan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan yang lain dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya kepada klien dengan gagguan kelebihan volume cairan yang melakukan perawatan sesuai dengan standar operansional prosedur.

6.2.3 Bagi institusi pendidikan

Dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas degan mengupayakan aplikasi riset dalam setiap tindakan keperawatan yang dilakukan sehingga mampu menghasilkan perawat yang professional, terampil, inovatif, dan bermutu dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif berdasarkan ilmu dan kode etik keperawatan.

76

6.2.4 Bagi penulis

Diharapkan bisa memberikan alternative dalam pengelolaan klien dengan kelebihan volime cairan , dan tindakan yang dilakukan bisa bermanfaat bagi klien, rumah sakit ,dan penulis.

77

DAFTAR PUSTAKA

Amerongen, A Van Niew. 1991. Ludah Dan Kelenjar Ludah, Arti Bagi Kesehatan Gigi. Yogyakarta: Gadjah Maha University Press

Andra Saferi W dan Yessie Mariza P. 2013. Keperawatan Medical Bedah (Keperawatan Dewasa), Yogyakarta : Nuha Medika.

Anggraini dan putri. 2016. Pemantauan Intake Output Cairan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Dapat Mencegah Overload Cairan, Diakses tanggal 11 april 2017.

Badan Peneliti Dan Pembangunan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) 2013. Jakarta.

Bambang utoyo, dkk. 2016. Pengaruh Stimulasi Pemberian Tablet Hisap Vitamin C Terhadap Peningkatan Sekresi Saliva Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisa Di RS PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG, di akses tanggal 11 april 2017.

Baradero, M., Dayrit. M.W., & Siswandi, Y. 2009. Seri asuhan keperawatan klien gangguan ginjal. Jakarta : EGC

Bots et al. (2005). The management of xerostomia in patients on haemodyaisis: comparasion of artificial saliva and chewing gum. C Diane Brugman dan C Joanna Hackley, Keperawatan Medical Bedah Buku

Saku Dari Brunner & Suddarth, 2006, Dilihat 06 April 2017,https://books.google.com/books?isbn=9794485098>.

C. A. O’Callaghan. 2006. At A Glance System Ginjal, Edisi Kedua. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Clevo M Rendi & Margareth. 2012. Asuhan Keperawatn Medical Bedah Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika.

Dermawan. 2012. Buku Ajar Keperawatan Komunitas, Gosyen Publishing. Guyton, a.c. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. edisi 9. Jakarta: EGC. Hidayat, A. 2014. Metodelogi Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisis

Data, Yogyakarta : Salemba Medika

Muttaqin Arif dan Sari Kumala. 2014. Asuhan Keperawatan Gangguan System Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.

NANDA. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA NIC-NOC, Yogyakarta : Mediaction Publishing.

78

Nursalam. 2009. Proses Dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Padila, S,Kep., NS. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Yogyakarta : Nuha Medika.

PERNEFRI. 2003. Konsensus Dialisis Perhimpunan Nefrologi Indonesia. Jakarta.

Potter Dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, Dan Praktik . Volume 2, Edisi 4, Jakarta: EGC.

Potter, P.A dan Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, Dan Praktik.Edisi 4. Volume 2. Alih Bahasa : Yasmin Asih, Dkk. Jakarta : EGC.

Prastowo, A. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.

Purwanto. 2007. Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif Terhadap Kualitas Tidur Klien Gagal Ginjal Yang Menjalani Terapi Hemodialisa.

Ratnawati. 2014. Efektivitas Dialiser Proses Ulang (Dpu) Pada Penderita Gagal kronik (Hemodialisa). Jurnal Ilmiah WIDYA, Volume 2 Nomor 1 Maret-April 2014.

Robinson JM. 2013. Professional Guide To Desease Tenth Edition . Philadelphia : Lippincot William Dan Walker.

Rostanti Anggreini, dkk. Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Menjalani Terapi Hemodialisa Pada Penyakit ginjal Kronik.

Safruddin. 2016. Effect Of Progressive Muscle Relaxation Exercise On Quality Client Sleep Therapy Kidney Failure Is Undergoing Hemodialysis, diakses 11 april 2017.

Setyoadi & Kushariyadi. 2011. Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien Psikogeriatrik. Jakarta: Salemba Medika

Shepherd, A. (2011). Measuring And Managing Fluid Balance. Nursing Times 107(28), 12-16. Diperoleh Dari Https://Www.Ncbi.Nlm. Nih.Gov/P Ubmed/21941718.

Smeltzer, S. C & Bare, B. G. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart. Edisi 8. Volume 2. Jakarta : EGC.

79

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nisa Purwanti

Tempat, Tanggal Lahir : Madiun, 27 September 1994

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat Rumah : Mojo Rt 019 Rw 003 Sumber, Simo, Boyolali

Riwayat Pendidikan : 1. SD Negeri 2 Kertosari Madiun

2. SMP Negeri 1 Geger Madiun

3. SMA Negeri 1 Ngemplak Boyolali

4. DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

80

13

PENGARUH STIMULASI PEMBERIAN TABLET HISAP VITAMIN CTERHADAP PENINGKATAN SEKRESI SALIVA PADA PASIEN GAGALGINJAL KRONIK YANGMENJALANI TERAPI HEMODIALISADI

RS PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG

Bambang Utoyo1, Podo Yuwono2, WeningTri Kusumawati3 1, 2, 3Jurusan Keperawatan STIKES Muhammadiyah Gombong

ABSTRACT

Chronic renal failure is a progressive deterioration in kidney function and irreversible, in where the body is unable to maintain fluid balance and electrolyte metabolism. Inpractice, patients must limit fluid diet to prevent complications. However, such action may affect some aspect of the human body, that is dry mouth or xerostomiadue to decrease saliva production. To reduce patient complaint, actions which can be done is to stimulate gland salivary with chemical stimulation using lozenges sour taste vitamin C.

The aim of this study is to the determine the stimulation effect of the vitamin C lozenges provision to increase salivary secretion in patients with chronic renal failure undergoing hemodialysis therapy in PKU Muhammadiyah Gombong Hospital.This study used a quasi experimental design with pretest — postest design. Samples amounts 42 respondents, consisting of 21 respondents control and 21 respondents intervention by using Purposive Sampling technique. Data analysis technique using Paired t Test to determine whether there were significant differences in salivary secretion in the pretest and postest.Based on a statistical test Paired t Test found a significant increase in the salivary secretion between pretest saliva and postest one intervention group with a value of p=0,003.

In conclusion, stimulation of vitamin C lozenges giving has affect to increase saliva secretion in patients with chronic renal failure undergoing hemodialysis therapy in PKU Muhammadiyah Gombong Hospital.

Keywords: stimulation, secretion of saliva, chronic renal failure.

PENDAHULUAN

Chronic Kidney Disease

(CKD) atau End Stage Renal Disease (ESRD) adalah kerusakan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible, dimana tubuh tidak mampu memelihara metabolism dan gagal memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit yang mengakibatkan peningkatan ureum atau

azotemia(Smeltzer & Bare,

2010).Gagal ginjal merupakan salah satu penyakit yang memiliki prevalensi cukup tinggi dari tahun ke tahun disemua negara. Di Indonesia sendiri prevalensi gagal ginjal

mencapai 300.000 orang lebih, namun baru sekitar 25.000 orang yang tertangani tenaga medis, artinya ada 80 persen pasien tidak

81

14 tersentuh pengobatan sama sekali

(Susalit, 2012). Hal ini selaras dengan data mortality WHO South

East Asia

Region (2013), menyatakan bahwa prevalensi End Stage

Renal Disease

pada tahun 2010-2012

mencapai 250.217

jiwa.Kerusakan fungsi ginjal yang tidak tertangani dengan baik dapat menurunkan kualitas hidup pasien, bahkan dapat menyebabkan kematian yang disebabkan akumulasi toksin uremia yangberedar di dalam darah (Suwitra, 2006).

Untuk mengatasi

permasalahan ini, usaha yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan terapi pengganti ginjal, berupa hemodialisa, terapi peritoneal dialisis maupun transplantasi ginjal (Rahardjo dkk, 2006). Terapi hemodialisa merupakan terapi yang lebih banyak dipilih dibandingkan dengan terapi yang lain. Hal ini disebabkan karena proses hemodialisa lebih singkat dan lebih efisien terhadap pengeluaran zat-zat dengan berat molekul rendah (Ignatavicius & Workman, 2006).

Dalam pelaksanaannya, pasien yang mengalami gagal

ginjal kronik harus

mempertahankan diit pembatasan cairan untuk mencegah terjadinya kelebihan cairan yang beresiko timbulnya hipertensi, edema paru akut, gagal jantung kongestif dan penyakit kardiovaskuler lainnya.Pembatasan cairan dapat mempengaruhi beberapa aspek dalam tubuh manusia,

diantaranya adalah kekacauan hormonal, perubahan sosial, psikologi dan rasa haus serta xerostomia atau mulut kering yang disebabkan karena produksi saliva menurun (Bots, et al. 2005).Penurunan jumlah saliva pada penderita gagal ginjal yang mendapat terapi hemodialisa dapat terjadi karena beberapa faktor, faktor utama yaitu dari penyakit gagal ginjal itu sendiri. Selanjutnya gabungan antara diitpembatasan cairan, faktor psikologi, usia lanjut, meningkatnya kadar urea plasma serta pemberian obat komplikasi dan jenis kelamin merupakan suatu kontribusi yang dapat mengakibatkan rasa haus (Bots, et al., 2005).

Xerostomia merupakan hal yang umum terjadi pada pasien gagal ginjal.Akan tetapi keadaan tersebut menyebabkan ketidaknyamanan, bahkan dapat mengurangi kualitas hidup pasien.Diantaranya berkaitan dengan kesehatan mulut yang sangat berpengaruh terhadap status nutrisi pasien.Untuk mengurangi keluhan yang dirasakan pasien, maka tindakan yang dapat dilakukan adalah melakukan rangsangan pada kelenjar saliva berupa rangsang mekanis, neuronal, rasa sakit, protesa ataupun kimiawi.Rangsangan kelenjar saliva melalui faktor mekanis dapat dilakukan dengan mengunyah makanan yang keras atau permen karet, faktor kimiawi dengan rangsangan seperti rasa asam, manis, asin, pahit dan pedas, faktor neuronal melalui sistem syaraf autonom baik simpatis maupun parasimpatis, faktor psikis yaitu stress

82

15 yang menghambat sekresi saliva serta

rangsangan rasa sakit seperti radang, gingivitis, dan pemakaian protesa yang dapat menstimulasi sekresi saliva.

Vitamin C atau asam askorbat merupakan vitamin yang larut dalam air dan identik dengan rasa asam yang dapat meningkatkan sekresi saliva. Hal ini terjadi dimana ketika terangsang oleh sensasi rasa asam reseptor akan memulai impuls di saraf aferen dan akan membawa informasi langsung ke pusat saliva di medulla batang otak sehingga pusat saliva akan mengirim impuls melalui saraf otonom ke kelenjar saliva untuk meningkatkan sekresi saliva. Inervasi saraf parasimpatik memegang peran utama stimulus sekresi saliva menyebabkan sekresi liur cair dalam jumlah besar dengan kandungan bahan organik yang rendah.Sekresi ini disertai oleh vasodilatasi mencolok pada kelenjar, yang disebabkan oleh pelepasan VIP (Vasoactive Intestine Polipeptide) yang merupakan co-transmitter dengan asetilkolin pada sebagian neuron parasimpatis pasca ganglion (Greenberg, et al., 2008).

Vitamin C mempunyai banyak manfaat bagi tubuh manusia, diantaranya sebagai antioksidan karena dengan mendonorkan elektronnya vitamin ini mencegah senyawa lain tidak teroksidasi, obat anti penuaan, vitamin C dapat melindungi kulit dari proses oksidasi yang merupakan penyebab kerusakan kulit dan sebagai pensintesis kolagen, dimana vitamin C berperan pada proses pembentukan rantai peptida menjadi prokolagen yang merupakan protein terbanyak

pada serat jaringan ikat tulang, kartilago dan kulit (Guyton, 2007). Fungsi tersebut sangat berguna untuk kesehatan kulit dan mulut, selain itu rasa asam yang terdapat pada tablet hisap vitamin C tersebut berfungsi dalam stimulasi sekresi saliva.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan rancangan eksperimen semu (quasi eksperiment). Desain quasi experiment yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre test and post test design. Dalam melakukan penelitian ini, peneliti melakukan pre test (01) terlebih dahulu terhadap kelompok kontrol dan kelompok intervensi, diikuti intervensi (X) berupa stimulasi pemberian tablet hisap vitamin C pada kelompok intervensi, sedangkan pada kelompok kontrol tidak diberikan stimulasi pemberian tablet hisap vitamin C. Setelah 10 menit sebelum proses hemodialisis selesai, kemudian dilakukan post test (02) pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Perbedaan antara sebelum dan sesudah intervensi dapat diasumsikan sebagai efek dari intervensi yang telah dilakukan (Arikunto, 2011).

Populasi dari penelitian ini adalah semua pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di unit hemodialisa

RS PKU Muhammadiyah

Gombong sebanyak 83 orang. Menurut Saryono (2008) jika

83

16 besar populasi kurang dari 100

orang sebaiknya diambil 50% dari populasi dan jika populasi terdiri dari beberapa ratus diambil 25% sampai 30%. Karena jumlah populasi kurang dari 100, maka jumlah sampel yang diambil adalah 50% x populasi= 50% x 83= 41,5 dibulatkan menjadi 42. Pada penelitian ini tehnik penarikan sampel menggunakan Nonprobability Sampling dengan tekhnik purposive sampling,

Penentuan responden dilakukan dengan inform concent, penelitian mengikuti jadwal hemodialisis pasien pada minggu tersebut. Data karakteristik responden didapatkan dengan memeriksa data medical record, alat

ukur yang digunakan adalah menggunakan kuesioner dan lembar rekam medik penelitian. Kuesioner berjumlah 8 item yang berisikan tentang manifestasi klinis xerostomia berbentuk pertanyaan tertutup, dimana disetiap pertanyaan terdapat dua pilihan jawaban Ya dan Tidak. Pasien dikatakan telahmengalami xerostomiaapabila skor kuesioner bernilai ≥ 4.Untuk mengetahui perbandingan volume sekresi saliva pada responden dituangkan dalam lembar rekam medik penelitian.

HASIL DAN BAHASAN Distribusi Frekuensi Peningkatan Sekresi Saliva Responden,

Tabel 1: Distribusi Frekuensi Peningkatan Sekresi Saliva Responden, 2015 (n=42) Peningkatan Terendah Tertinggi Mean SD Frekuensi Intervensi 0 ml 2,5 ml 0,5333 0,72065 Kontrol -0,1 ml 1 ml 0,1571 0,31396 Sumber: Data primer, 2015

Sekresi saliva pretest

terendah pada kelompok

intervensi 0,2 ml, tertinggi 3 ml dengan mean 1,1905 dan standar deviasi 0,69635 sedangkan pada kelompok kontrol hasil terendah adalah 0,1 ml, tertinggi 4 ml dengan mean 1,3857 dan standar deviasi 1,20178. Menurut Patricia (2008), laju aliran saliva dibagi menjadi tiga, yaitu normal, rendah dan sangat rendah. Laju aliran saliva normal sekitar 0,25-

0,3 ml/menit, rendah apabila laju aliran saliva 0,1-0,25 ml/menit dan sangat rendah apabila laju aliran saliva < 0,1 ml/menit. Dilihat dari kriteria, laju aliran saliva rendah merupakan kriteria tertinggi dalam penelitian ini dengan hasil 21 orang (50%) dengan 11 orang (26,19%) dari kelompok intervensi dan 10 orang (23,81%) dari kelompok kontrol. Penurunan jumlah saliva pada responden dapat terjadi karena

84

17 beberapa faktor, faktor utama

yaitu dari penyakit gagal ginjal itu sendiri. Selanjutnya gabungan antara diit pembatasan cairan, faktor psikologi, usia lanjut, meningkatnya kadar urea plasma serta pemberian obat komplikasi merupakan suatu kontribusi yang dapat mengakibatkan rasa haus (Bots, et al., 2005).

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa tidak terdapat peningkatan sekresi saliva postest yang signifikan terhadap kelompok kontrol, yaitu dari mean pretest 1,3857 menjadi 1,23516 (menurun 0,15054). Namun sebaliknya pada kelompok intervensi terdapat perubahan sekresi saliva postest, yaitu dari mean 1,1905menjadi 1,7190 (meningkat 0,5285). Berdasarkan hasil uji Paired Sample T test komparasi sekresi saliva postest dan pretest kelompok intervensi didapatkan hasil nilai (p=0,003). Hal ini menunjukan bahwa stimulasi pemberian tablet hisap vitamin C berpengaruh dalam meningkatkan sekresi saliva pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di RS PKU Muhammadiyah Gombong.Selain itu, dilihat dari distribusi frekuensi kategori laju aliran saliva pada kedua kelompok penelitian terdapat perubahan. Untuk

kategori normal pretest kelompok intervensi yang berjumlah 8 orang (19,05%) menjadi 10 orang (23,81%). Selanjutnya untuk kategori sangat rendah kelompok intervensi dari pretest yang berjumlah 2 orang (4,76%) menjadi 1 orang (2,38%).

Greenberg, et al (2008) menyatakan bahwa ketika mulut terangsang oleh sensasi rasa asam, reseptor akan memulai impuls di saraf aferen dan akan membawa informasi langsung ke pusat saliva di medulla batang otak sehingga pusat saliva akan mengirim impuls melalui saraf otonom ke kelenjar saliva untuk meningkatkan sekresi saliva.

Inervasi saraf parasimpatik

memegang peran utama stimulus sekresi saliva menyebabkan sekresi liur cair dalam jumlah besar dengan kandungan bahan organik yang rendah.Sekresi ini disertai oleh vasodilatasi mencolok pada kelenjar, yang disebabkan oleh pelepasan VIP (Vasoactive Intestine Polipeptide) yang merupakan co-transmitter dengan asetilkolin pada sebagian neuron parasimpatis pasca ganglion.

Hasil Komparasi Sekresi

Saliva Pretest dan

Postest pada

Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol

Tabel 2: Hasil Komparasi Sekresi Saliva Pretest dan Postest pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol, 2015 (n=42)

p KLP

Pretest

Rata-rata Sekresi Saliva

Postest Peningkatan

85 18 1,3857 (SD=1,202) Kontrol 1,5429 (SD=1.25) 0,1571 SD= 0.314) 0,003 Sumber: Data primer, 2015

Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa peningkatan sekresi saliva tertinggi terdapat pada kelompok intervensi sebanyak 2,5 ml dengan mean 0,5333 dan standar deviasi 0,72065. Sedangkan peningkatan sekresi saliva terendah terdapat pada kelompok kontrol dengan hasil -0,1 ml dengan mean -0,1571 dan standar deviasi 0,31396. Hal ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara peningkatan sekresi saliva pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan selisih mean sebesar 0,3762.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil

penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan,dapat disimpulkan sebagai berikut: Sekresi saliva postest terendah terdapat pada kelompok kontrol yaitu 0,1 ml dan tertinggi terdapat pada .kelompok intervensi sebanyak 5 ml. Ada pengaruh dari stimulasi pemberian tablet hisap vitamin C terhadap peningkatan sekresi saliva pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di RS PKU Muhammadiyah Gombong. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (2011). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Bots et al. (2005). The Management of Xerostomia in Patients on Haemodialysis:

Comparison of Artificial Saliva and Chewing Gum. http://www.hospicecare.com. Diakses 28 Februari 2015 Jam 13.55 WIB. G om ez, B .R et al,. (2006). The relationship between the levels of salivary cortisol and the presence of xerostomia in me n o p au s al

wo me n . A

preliminary study. Med Oral Patol Oral Cir Bucal, 11(5): E407-12.

Greenberg, M.S., Glick, M., & Jonathan, A.S. (2008). Salivary gland desease. Burket’s oral medicine diagnosis and treatment. 11th ed. Hamilton: BC Decker Inc.

Guyton, A.C., and Hall, J.E. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC. Ignatavicius, D.D., &

Workman, M.L. (2006). Medical Surgical Nursing: Critical Thinking for Collaborative Care (5th Edition). St Louis Missouri: Elsevier Saunders. Patricia et al,. (2008). Saliva

86

19

F u n c t i o n s : A

Comprehensive Review. The

Journal of Contemporary Dental Practice, 3(9): 1-11. Rahardjo, P., Susalit, E., &

Suhardjono. (2006). Hemodialisis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Saryono. (2008). Metode Penelitian

Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendekia.

Sitompul, I.P. (2014). Hubungan Pasien Penyakit Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisa dengan Xerostomi a. Medan: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Smeltzer, S., & Bare, B.

Composition a n d (2010). Buku Ajar

Keperawatan Medikal

Bedah Brunner &

Suddarth.

Ed.8.Vol 2. Jakarta: EGC.

Susalit, E dkk. (2012). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam II. Jakarta : Balai penerbit FKUI.

Suwitra, K. (2006). Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam.

Edisi IV, Jilid I. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. WHO. (2013). Diabetic nephropathy

as a cause of end-stage renal disease in Egypt: a six-year study. http://apps.who.int/iris/handle /10665/ 11945 8#sthash. 6uLTeAZ2.dpuf. Diakses 13 Maret 2015 Jam 13.02 WIB.

Dokumen terkait