• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kecakapan Sosial

KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN PENELITIAN A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data yang bertujuan untuk

mengetahui pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja karyawan PT. Astra

International Tbk – Honda Regional Yogyakarta, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan analisis judgement dapat diketahui bahwa tingkat kecerdasan emosional maupun kinerja yang dimiliki oleh karyawan PT. Astra International

Tbk – Honda Regional Yogyakarta masing – masing adalah dewasa dan optimal. 2. Dari hasil uji t diperoleh hasil bahwa kecerdasan emosional berpengaruh

terhadap kinerja karyawan dan memiliki pengaruh positif. Artinya, semakin

dewasa kecerdasan emosional seorang karyawan maka semakin optimal kinerja

karyawan tersebut.

B. Saran

1. Bagi Perusahaan

a. Hasil penelitian memberikan bukti bahwa faktor kecerdasan emosional

ternyata berpengaruh positif. Dapat dilihat pula bahwa dimensi sikap asertif

dari variabel kecerdasan emosional memiliki nilai paling rendah (lampiran 2

162

untuk berkomunikasi dengan jelas, spesifik, dan tidak taksa (multi-tafsir),

sambil sekaligus tetap peka terhadap kebutuhan orang lain dan reaksi mereka

dalam peristiwa tertentu. Kemampuan untuk bertindak dengan sikap asertif

yang tepat dapat diuraikan dalam tiga cara. Pertama, kita harus memiliki kesadaran diri yang memadai sehingga bisa mengenali perasaan sendiri

sebelum mengungkapkannya. Kedua, kita harus mampu mengendalikan nafsu sehingga bisa mengungkapkan ketidaksetujuan atau kemarahan tanpa

membiarkannya meningkat menjadi kemarahan sengit, dan mampu

menyatakan berbagai keinginan secara tepat, dan dengan intensitas yang

tepat. Ketiga, kita harus mampu mempertahankan hak-hak pribadi, alasan pribadi, dan nilai-nilai yang sangat kita yakini kebenarannya. Ini berarti

mampu untuk tidak sependapat dengan orang lain tanpa menggunakan

sabotase dan alasan yang emosional, dan mampu bertahan di jalur yang

benar, mempertahankan pendapat sambil sekaligus tetap menghormati

pendapat orang lain dan peka terhadap kebutuhan mereka. Ini biasanya

menghasilkan kompromi yang membangun, biasa disebut dengan istilah

“win-win situation”. Lemahnya sikap asertif ini bisa disebabkan juga oleh kebudayaan “pekiwuh” yang mengakar kuat di tengah - tengah masyarakat Yogyakarta. Sehingga kebudayaan “pekiwuh” ini membentuk karakter seseorang untuk enggan mengekspresikan segala sesuatu dalam diri secara

terbuka (blak-blakan) dan terkesan menahan diri. Oleh karena itu,

163

berkaitan dengan usaha untuk memperbaiki dimensi sikap asertif yang

dimiliki oleh setiap karyawan secara khusus dan kecerdasan emosional

secara umum. Hal ini bisa dilakukan secara berkesinambungan (periodik)

mengingat kecerdasan emosional dapat terus diasah. Pelatihan atau seminar

tersebut dapat dilakukan oleh manajemen perusahaan sendiri ataupun dengan

mengundang para praktisi / trainer yang ahli dalam bidangnya.

b. Dari hasil tabel skor indikator variabel (lampiran 2) dapat diketahui bahwa

indikator kreativitas dari variabel kinerja karyawan memiliki nilai paling

rendah. Dio Martin (dikutip dari artikel dalam

http://boedijaeni.com/artikel-motivasi/) menyatakan bahwa tekanan sesungguhnya membentuk watak,

karakter, dan sekaligus menentukan bagaimana orang bereaksi. Bahkan

tekanan membuat seseorang semakin kreatif dan tertantang untuk mencapai

tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, perusahaan disarankan membuat

tolok ukur kinerja yang lebih jelas dan spesifik di setiap periode waktu,

dimana kinerja tersebut sangat berkaitan dengan kecerdasan emosional dan

kemampuan (ability) yang dimiliki oleh setiap salesman. Tolok ukur yang dimaksud tidak melulu kuantitas kerja, tapi juga kualitas kerja. Dengan

adanya tolok ukur yang jelas diharapkan karyawan (salesman) terpacu untuk lebih lagi bekerja secara kreatif dengan memperhatikan kuantitas dan

164

c. Di pembahasan terlihat bahwa terdapat perbedaan hasil tingkat kecerdasan

emosional dan kinerja karyawan antar wilayah SO. Hal ini normal terjadi

karena adanya perbedaan karakteristik dan kemampuan antar salesman

(karyawan). Untuk memangkas perbedaan tinggi rendahnya kinerja

organisasi antar SO (Sales Office), perusahaan disarankan mengadakan pelatihan dan pengembangan yang didesain berdasarkan pada kebutuhan.

Kebutuhan pelatihan terkait dengan kebutuhan organisasi dan kebutuhan

individu karyawan. Oleh karena itu, sebelum dilakukan pelatihan perlu

dilakukan analisis kebutuhan pelatihan (training needs analysis=TNA). Analisis kebutuhan pelatihan merupakan penentuan sasaran program

pelatihan secara sistematik yang didasarkan pada analisis organisasi, analisis

pekerjaan, dan analisis perorangan / individual. Penyelenggaraan pelatihan,

sebagai suatu intervensi permasalahan kinerja atau kebutuhan organisasi,

merupakan tahapan kegiatan yang dimulai dari analisis kebutuhan sampai

dengan evaluasi (Sudarmanto, 2009:234-235). Selain itu perbedaan kinerja

karyawan antar Sales Office (SO) juga bisa disebabkan oleh karena perbedaan kebijakan antar Sales Office (SO). Dari hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap masing - masing SO Head, terdapat perbedaan strategi dalam pembuatan kebijakan. Jadi, masing – masing SO Head

memegang kendali dalam pembuatan kebijakan dalam hal ini tanggung

jawab perusahaan kepada karyawannya. Misalnya, dalam penentuan

165

memberikan inventaris motor, ada pula yang tidak memberikan reward

kepada karyawan, jadi hanya memberikan gaji pokok dan tunjangan pada

umumnya. Oleh karena itu perusahaan dalam hal ini HSO provinsi DIY

disarankan mengadakan evaluasi terhadap kinerja organisasi masing –

masing Sales Office (SO) kemudian melakukan intervensi untuk pembuatan standarisasi kebijakan masing – masing Sales Office (SO). Hal ini perlu dilakukan untuk mengantisipasi kecemburuan sosial salesman antar Sales Office (SO), sehingga diharapkan besarnya perbedaan tingkat kinerja masing

– masing Sales Office (SO) dapat diminimalisir. 2. Bagi Universitas Sanata Dharma

a. Untuk penelitian mendatang perlu mengembangkan kembali penelitian ini

dengan membandingkan jenis kecerdasan selain kecerdasan emosional.

Misalnya, masih terdapat jenis kecerdasan berdasarkan kecerdasan

intelektual dan spiritual.

b. Penelitian mendatang juga bisa mengembangkan penelitian ini dengan

membandingkan faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan yang didasarkan faktor – faktor internal dan eksternal organisasi, selain faktor internal karyawan.

C. Keterbatasan

Penelitian ini bersifat studi kasus pada satu perusahaan dan tidak tepat bila

166

kurangnya kemampuan dan pengalaman sehingga tidak dapat mengungkapkan semua

fakta yang ada dalam penelitian ini dengan tepat. Dengan demikian kesimpulan yang

diambil hanya terbatas pada perolehan data. Selain itu, penelitian ini mengalami

keterbatasan pada kemampuan responden dalam memahami isi pertanyaan serta

kejujuran untuk menjawab kuesioner yang diberikan. Oleh karena itu, probabilitas

kesalahan dalam menjawab pertanyaan kuesioner bisa saja terjadi sehingga data yang

dihasilkan mungkin kurang akurat dan berimplikasi pada hasil analisis yang kurang

167

Dokumen terkait