vi
ABSTRAK
PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL
TERHADAP KINERJA KARYAWAN
Studi pada PT Astra International Tbk - Honda Regional Yogyakarta
Johannes Ubad Barus Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2012
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) tingkat kecerdasan emosional maupun kinerja yang dimiliki oleh karyawan PT. Astra International Tbk – Honda Regional Yogyakarta dan (2) pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja karyawan.
Jenis penelitian ini merupakan studi kasus pada karyawan (salesman) PT. Astra International Tbk – Honda Regional Yogyakarta dengan jumlah sampel 60 responden. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner yang dilakukan pada bulan April – Juni2012. Teknik pengambilan sampel yang digunakan purposive sampling. Teknik analisis data yang digunakan adalah Analisis Regresi Linier Sederhana.
vii
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF EMOTIONAL INTELLIGENCE
TOWARD THE PERFORMANCE OF EMPLOYEES
A Study in PT Astra International Tbk - Honda Regional Yogyakarta
Johannes Ubad Barus Sanata Dharma University
Yogyakarta 2012
This study is aimed to find out : (1) the level of emotional intelligence and performance and (2) the influence of emotional intelligence on the performance of employees. The study was conducted at PT Astra International Tbk – Honda Yogyakarta.
This is a case study on sales force employees with a sample of 60 respondents. Questionnaire as data collection technique was distributed in April-June 2012. The sample is chosen using Purposive Sampling Technique. After being collected, the data was analyzed using Simple Linear Regression.
PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL
TERHADAP KINERJA KARYAWAN
Studi pada PT Astra International Tbk - Honda Regional Yogyakarta
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Manajemen
Oleh:
Johannes Ubad Barus NIM : 082214007
PROGRAM STUDI MANAJEMEN JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
vi
ABSTRAK
PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL
TERHADAP KINERJA KARYAWAN
Studi pada PT Astra International Tbk - Honda Regional Yogyakarta
Johannes Ubad Barus Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2012
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) tingkat kecerdasan emosional maupun kinerja yang dimiliki oleh karyawan PT. Astra International Tbk – Honda Regional Yogyakarta dan (2) pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja karyawan.
Jenis penelitian ini merupakan studi kasus pada karyawan (salesman) PT. Astra International Tbk – Honda Regional Yogyakarta dengan jumlah sampel 60 responden. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner yang dilakukan pada bulan April – Juni2012. Teknik pengambilan sampel yang digunakan purposive sampling. Teknik analisis data yang digunakan adalah Analisis Regresi Linier Sederhana.
vii
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF EMOTIONAL INTELLIGENCE
TOWARD THE PERFORMANCE OF EMPLOYEES
A Study in PT Astra International Tbk - Honda Regional Yogyakarta
Johannes Ubad Barus Sanata Dharma University
Yogyakarta 2012
This study is aimed to find out : (1) the level of emotional intelligence and performance and (2) the influence of emotional intelligence on the performance of employees. The study was conducted at PT Astra International Tbk – Honda Yogyakarta.
This is a case study on sales force employees with a sample of 60 respondents. Questionnaire as data collection technique was distributed in April-June 2012. The sample is chosen using Purposive Sampling Technique. After being collected, the data was analyzed using Simple Linear Regression.
viii
Motto
‘my very best!’
Kupersembahkan karya sederhana ini untuk Yang Terbaik :
Yang Terbaik Allah yang telah menangkapku
Yang Terbaik Bapak & Mama’
Yang Terbaik Manajemen 2008 “Satu Hati”
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah dalam Kristus Yesus yang telah mencurahkan
segala berkat, rahmat dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap
Kinerja Karyawan“ yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan, dukungan dan bimbingan
dari berbagai pihak, skripsi ini tidak dapat terselesaikan. Oleh karena itu melalui
kesempatan ini penulis ingin secara khusus menyampaikan ucapan terima kasih
sebesar-besarnya kepada :
1. Rama Dr. Ir. P. Wiryono P., S.J. selaku Rektor Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
2. Bapak Dr. Herry Maridjo M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Sanata Dharma.
3. Bapak Dr. Lukas Purwoto M.Si. selaku Kaprodi Manajemen Universitas
Sanata Dharma.
4. Bapak Dr. Lukas Purwoto M.Si. selaku Dosen Pembimbing I yang telah
begitu baik bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan
pengarahan dan bimbingan, masukan dan kritik yang sangat berharga,
x
5. Drs. A. Triwanggono, M.S. selaku Dosen Pembimbing II yang telah begitu
baik bersedia meluangkan waktu tenaga dan pikiran untuk memberikan
bimbingan, masukan dan kritik dengan penuh perhatian dan kesabaran
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
6. Segenap Dosen dan Staf pengajar Fakultas Ekonomi Program Studi
Manajemen Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan bekal ilmu
pengetahuan kepada saya.
7. PT Astra International Tbk – Honda Yogyakarta khususnya Bapak Anton, Ibu
Septi, Bapak Taufik, dan Ibu Cyntia yang telah memberikan ijin penelitian dan
membimbing saya selama magang di perusahaan tersebut.
8. Bapak dan Mama‟ku yang wow banget, setiap anggota keluargaku yang
tercinta Abg Frans, Kak Iska, & Abg Astra. Lalu tentu saja Christian Terang
Barus, Yosua Silvano Patra Barus, & Vanya Clarissa Maha suksesor dan
pahlawan bagi keluarga besar bahkan bagi bangsa dan negrinya!
9. Kakak – kakak sepupuku, wanita Tuhan yang luar biasa berani dan
menginspirasi hidupku yang telah dibawa oleh Yesus ke tanah perjanjiannya
kak Christy, kak Irvin, & kak Nita.
10. Manajemen angkatan 2008. Satu Hati! Especially Joe Damanik yang selalu
ingin jadi yang terdepan, Om Gie si tua yang semakin muda, energik, dan
sukses, Turnip Hamba Allah si banyak bicara & banyak ngawur, Momo si
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... viii
HALAMAN KATA PENGANTAR ... ix
HALAMAN DAFTAR ISI ... xii
HALAMAN DAFTAR TABEL ... xv
HALAMAN DAFTAR GAMBAR ... xvii
HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
xiii
C. Pembatasan Masalah ... 6
D. Tujuan Penelitian ... 7
E. Manfaat Penelitian ... 8
F. Sistematika Penulissan ... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Manajemen Sumber Daya Manusia ... 11
B. Kinerja Karyawan ... 16
C. Kecerdasan Emosional ... 29
D. Review Penelitian Terdahulu... 74
E. Kerangka Konseptual Penelitian ... 77
F. Hipotesis ... 78
BAB III METODE PENELITIAN A. Subyek dan Obyek Penelitian ... 80
B. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 80
C. Variabel Penelitian ... 81
D. Definisi Operasional ... 83
E. Populasi dan Sampel ... 89
F. Teknik Pengambilan Sampel ... 91
G. Sumber Data... 92
H. Teknik Pengumpulan Data ... 93
I. Teknik Pengujian Instrumen ... 95
xiv
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
A. Gambaran Umum Astra International ... 103
B. Filosofi dan Visi ... 106
C. Struktur Bisnis Astra dan Corporate Identity ... 107
D. Honda Sales Operation’s Journey ... 108
E. Sales Office (SO) Astra Motor Yogyakarta ... 115
F. Struktur Organisasi ... 120
G. Penghargaan dan Manpower Astra Motor ... 121
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Instrumen ... 124
B. Analisis Deskriptif ... 131
C. Analisis Data ... 137
D. Pembahasan... 157
BAB VI KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN A. Kesimpulan ... 161
B. Saran ... 161
C. Keterbatasan ... 165
DAFTAR PUSTAKA ... 167
LAMPIRAN 1... 171
LAMPIRAN 2... 185
xv
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
II.1 Persentase Bangsa – bangsa yang Bekerja ... 22
II.2 Kerangka Kerja Kecakapan Emosi ... 39
III.1 Tabel Judgement Permasalahan 1 ... 98
V.1 Koefisien Validitas Variabel Kecerdasan Emosional ... 124
V.2 Koefisien Validitas Variabel Kinerja Karyawan ... 127
V.3 Koefisien Validitas Variabel Kecerdasan Emosional (2) ... 128
V.4 Koefisien Realibilitas ... 131
V.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 132
V.6 Karakteristik Responden Berdasar Usia ... 133
V.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bekerja ... 134
V.8 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 135
V.9 Profil Umum Masing – masing Karakteristik Responden ... 136
V.10 Penentuan Tinggi Tingkat Kecerdasan Emosional (1) ... 137
V.11 Penentuan Tinggi Tingkat Kecerdasan Emosional (2) ... 139
V.12 Penentuan Tinggi Tingkat Kecerdasan Emosional (3) ... 140
V.13 Penentuan Tinggi Tingkat Kecerdasan Emosional (4) ... 142
V.14 Penentuan Tinggi Tingkat Kecerdasan Emosional (5) ... 143
V.15 Penentuan Tinggi Tingkat Kecerdasan Emosional (6) ... 145
V.16 Penentuan Tinggi Tingkat Kinerja (1) ... 146
xvi
V.18 Penentuan Tinggi Tingkat Kinerja (3) ... 149
V.19 Penentuan Tinggi Tingkat Kinerja (4) ... 150
V.20 Penentuan Tinggi Tingkat Kinerja (5) ... 151
V.21 Penentuan Tinggi Tingkat Kinerja (6) ... 152
V.22 Tabel Hasil Uji Normalitas ... 154
V.23 Tabel Hasil Uji Linearitas ... 154
V.24 Tabel Hasil Uji t ... 155
V.25 Tabel Hasil Koefisien Determinasi ... 156
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
II.1 Pengaruh Lingkungan Internal dan Eksternal ... 19
II.2 New Framework Goleman ... 40
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran Judul Halaman
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ... 171
Lampiran 2 Data Tabulasi Kuesioner ... 185
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dilihat dari kenyataan yang ada, perkembangan dan perubahan yang
terjadi di semua aspek seperti aspek ekonomi, teknologi, informasi, sosial,
budaya, dan lain sebagainya sangatlah dinamis dan berkesinambungan. Hal ini tak
dipungkiri sangat dipengaruhi oleh globalisasi. Tak terkecuali dunia kerja
sekarang, begitu banyak kriteria (job specification) yang muncul untuk seseorang
mendapatkan sebuah pekerjaan tertentu. Hal ini tentu saja secara langsung
menuntut setiap pribadi untuk terus meningkatkan kapasitas diri agar tidak
tergerus dan kalah oleh persaingan yang keras. Bukan hanya itu saja, sekarang
setiap tahun semakin banyak lulusan perguruan tinggi yang memiliki kompetensi
tinggi yang berimplikasi pada peningkatan tingkat persentase persaingan antara
para lulusan (fresh graduate) untuk mendapatkan pekerjaan. Lain lagi apabila
mereka berusaha untuk memiliki lapangan usaha sendiri, tapi realitanya
kebanyakan para lulusan berusaha untuk mencari lapangan pekerjaan daripada
harus bersusah payah menciptakan lapangan kerja dan memberikan kesempatan
2
untuk menggapai kompetensi diri yang tinggi agar siap berkompetisi dengan
individu-individu lain.
Dewasa ini kita pasti familiar dengan istilah Kecerdasan Intelektual
(Intelectual Quotient, IQ), Kecerdasan Emosi (Emotional Quotient, EQ), dan
Kecerdasan Spiritual (Spiritual Quotient, SQ). Faktor-faktor tersebut berkaitan
satu sama lain dan saling melengkapi. Secara definitif, kecerdasan intelektual
merupakan fakta genetik yang tak mungkin diubah oleh pengalaman hidup atau
dengan kata lain merupakan faktor bawaan. Menurut Cooper dan Sawaf (2002)
kecerdasan emosional sendiri merupakan suatu stimulus bagi IQ, manakala
seseorang perlu memecahkan masalah-masalah penting atau membuat keputusan
penting, dan memungkinkan seseorang untuk melakukan hal-hal tersebut dengan
cara yang istimewa dan dalam waktu singkat, dalam beberapa menit, atau
beberapa saat, alih-alih dalam waktu sehari atau lebih yang sangat menguras
pikiran dan tenaga. Ani Muttaqiyathun (2010) mengatakan bahwa titik pertemuan
lahirnya kecerdasan emosional yaitu dengan tetap mengasah pikiran intelektual
sambil mengakui keberadaan suara hati. Dari kedua faktor kecerdasan tersebut
saja sudah nampak jelas keterkaitan yang sangat kuat. Faktor emosi memberikan
rangsangan pada individu dalam memunculkan kreativitas, kolaborasi, inisiatif,
dan transformasi. Bahkan Cooper dan Sawaf (2002) yang mengutip perkataan
Antonio R. Damasio menuliskan bahwa tidak pernah ada keraguan dalam situasi
3
bahwa berkurangnya emosi juga bisa menjadi sumber perilaku yang irasional.
Sedangkan kecerdasan spiritual sendiri yang dikutip dari tulisan Ani
Muttaqiyathun (2010) merupakan kecerdasan manusia yang digunakan untuk
berhubungan dengan Tuhan. Secara gamblang, kecerdasan spiritual merupakan
kemampuan seseorang untuk memecahkan persoalan makna dan nilai kehidupan.
Potensi kecerdasan spiritual yang dimiliki oleh masing-masing orang sangatlah
besar dan tidak dibatasi oleh faktor keturunan (bawaan), lingkungan atau materi
lainnya. Ketiga faktor tersebut merupakan faktor psikologis yang penting dalam
pengaruhnya terhadap pengembangan kepribadian setiap manusia. Kita pasti
sering mendengar pemikiran tradisional yang mengatakan bahwa IQ merupakan
fakta genetik yang tak mungkin diubah oleh pengalaman hidup dan kehidupan
kita terutama ditentukan oleh faktor tersebut. Pendapat tersebut mengabaikan
sesuatu hal yang lebih menantang, misalnya faktor-faktor manakah yang lebih
menentukan ketika seseorang ber-IQ tinggi gagal dan orang ber-IQ rata-rata
menjadi amat sukses?
Goleman (2009) mengatakan bahwa perbedaannya sering kali terletak
pada kemampuan-kemampuan yang disebut kecerdasan emosional yang
mencakup pengendalian diri, semangat dan ketekunan, serta kemampuan untuk
memotivasi diri sendiri. Bahkan Goleman (2009) dalam penelitiannya
mengatakan bahwa kecerdasan emosi menyumbang 80% faktor penentu
4
Didasarkan pernyataan Cooper dan Sawaf (2002), ilmu pengetahuan juga telah
membuktikkan bahwa kecerdasan emosionallah dan bukan IQ atau kekuatan otak
semata-mata, yang merupakan pendukung banyak dari keputusan yang paling
baik, organisasi yang paling dinamis dan menguntungkan, serta kehidupan yang
sukses dan memuaskan.
Kinerja karyawan merupakan hasil sinergi dari sejumlah faktor.
Faktor-faktor tersebut adalah Faktor-faktor lingkungan internal organisasi, Faktor-faktor lingkungan
eksternal, dan faktor internal karyawan. Sehingga sinergi tersebut mempengaruhi
kinerja daripada karyawan itu sendiri yang kemudian berimplikasi pada kinerja
organisasi. Sedangkan kecerdasan emosional sendiri merupakan salah satu bagian
yang terdapat dalam faktor internal karyawan. Selain itu, faktor internal karyawan
yang merupakan faktor bawaan lahir dan faktor yang diperoleh ketika seseorang
berkembang misalnya bakat, sifat pribadi, serta keadaan fisik dan kejiwaan
(Wirawan, 2009). Dapat diasumsikan pula, bahwa makin tinggi faktor-faktor
internal tersebut, makin tinggi pula kinerja karyawan. Dari ketiga faktor yang
bersinergi menghasilkan kinerja karyawan tersebut dapat terlihat pula
faktor-faktor yang masih mungkin dikontrol atau dikendalikan oleh seorang manajer
(atasan) yaitu faktor lingkungan internal organisasi dan faktor internal karyawan,
sedangkan faktor lingkungan eksternal ada di luar kontrol manajer. Jadi, seorang
manajer pun memiliki kontrol yang cukup untuk mengendalikan faktor internal
5
tidak melulu menjadi sasaran subjektif kesalahan apabila kinerja organisasi tidak
sesuai dengan tujuan atau sasaran yang telah direncanakan.
Penelitian ini menarik untuk dilakukan karena dapat mengukur seberapa
besar pengaruh kecerdasan emosional yang dimiliki oleh seorang karyawan
terhadap kinerjanya sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan
antara lain faktor internal organisasi, faktor internal karyawan, dan faktor
eksternal organisasi. Sesuai dengan studi kasus yang akan dilakukan penulis di
PT. Astra International Tbk - Honda Daerah Istimewa Yogyakarta maka peneliti
ingin mengetahui seberapa besar pengaruh kecerdasan emosional karyawan
(khususnya salesman) dapat memberi stimulus bagi karyawan tersebut untuk
mengatasi tekanan, mengeluarkan kreativitas, dan berimprovisasi di berbagai
macam keadaan untuk menggapai target yang dibebankan.
Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui
pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja karyawan. Oleh karena itu
penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul penelitian “Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Kinerja Karyawan” Studi pada PT Astra
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perumusan
masalah pada penelitian ini adalah :
1. Seberapa tinggi tingkat kecerdasan emosional maupun kinerja yang
dimiliki oleh karyawan PT. Astra International Tbk – Honda Regional
Yogyakarta?
2. Apakah ada pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja karyawan?
C. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini peneliti akan membatasi masalah, hal ini mengingat
keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki oleh peneliti. Adapun batasan
masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Penelitian akan dilaksanakan pada beberapa sales office (SO) PT. Astra
International Tbk – Honda Regional Yogyakarta yang terletak di
beberapa daerah yaitu Jombor, Kaliurang, Cokroaminoto, Godean, dan
Bantul.
2. Responden dalam penelitian ini adalah salesman perusahaan PT. Astra
International Tbk yang minimal telah bekerja selama 6 bulan. Dengan
7
merasakan beban dan tekanan dalam pekerjaan yang muncul akibat
target-target yang diberikan perusahaan.
3. Pada Variabel Kecerdasan Emosional akan diteliti 13 dimensi, yaitu:
Kesadaran Diri Emosional, Sikap Asertif, Kemandirian, Penghargaan
Diri, Aktualisasi Diri, Empati, Tanggung Jawab Sosial, Hubungan
Antarpribadi, Pemecahan Masalah, Uji Realitas, Sikap Fleksibel,
Ketahanan Menanggung Stres, dan Pengendalian Impuls.
4. Pada Variabel Kinerja Karyawan akan diteliti 13 indikator, yaitu:
Akurasi, Kecekatan, Kreativitas, Keramahan, Kepribadian, Penampilan
Pribadi, Kebugaran Fisik, Kehadiran, Kehandalan, Pengetahuan Kerja,
Kuantitas Kerja, Stabilitas, dan Kesopanan.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat kecerdasan emosional maupun
kinerja yang dimiliki oleh karyawan PT Astra International Tbk Regional
Yogyakarta.
2. Untuk mengetahui adakah pengaruh kecerdasan emosional terhadap
8
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi
pihak manajemen perusahaan untuk mengontrol dan meningkatkan
kinerja karyawan.
2. Bagi Universitas Sanata Dharma
Penelitian ini diharapkan dapat menambah kepustakaan dan berguna
sebagai salah satu referensi bagi pembaca maupun peneliti baru yang
tertarik untuk meneliti topik yang serupa maupun sebagai bahan
pengembangan penelitian-penelitian selanjutnya. 3. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam bidang
manajemen sumber daya manusia dan sebagai sarana untuk implementasi
teori-teori maupun praktek yang sudah diajarkan selama perkuliahan
untuk menganalisis setiap kondisi yang terjadi dan yang ada di lapangan.
F. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan
Dalam bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan
masalah, pembatasan masalah, tujuan masalah, manfaat penelitian
9
BAB II : Landasan Teori
Bab ini berisikan teori-teori tentang manajemen sumber daya
manusia, kinerja karyawan, emosi dan kecerdasan emosional sebagai
dasar penentuan diadakannya penelitian ini serta teori-teori praktis
yang mendukung.
BAB III: Metode Penelitian
Bab ini menjelaskan dan membahas tentang jenis penelitian, waktu
dan tempat penelitian, subyek dan obyek penelitian, variabel
penelitian dan alat pengukurannya, jenis dan sumber data, teknik
pengumpulan data, populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel
dan teknik analisis data.
BAB IV: Gambaran Umum
Bab ini memberikan gambaran serta informasi tentang PT. Astra
International Tbk - Honda yang berada di wilayah Yogyakarta yang
menjadi tempat dilakukannya penelitian.
BAB V : Analisis Data dan Pembahasan
Bab ini menguraikan tentang hasil pengolahan data, analisis data,
10
BAB VI: Kesimpulan, Saran dan Keterbatasan Penelitian
Bab ini menguraikan tentang kesimpulan yang diambil dari
penelitian dan saran-saran untuk pihak perusahaan disertai
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Manajemen Sumber Daya Manusia
1. Sumber Daya Manusia
Aset organisasi yang penting yang harus dimiliki oleh perusahaan dan
sangat diperhatikan oleh manajemen adalah aset manusia dari organisasi
tersebut. Terminologi sumber daya manusia (human resources) merujuk
kepada orang-orang di dalam organisasi. Betapapun pabrik, perlengkapan,
dan aset finansial merupakan sumber daya yang dibutuhkan organisasi,
orang-orang yakni sumber daya manusia sangatlah penting. Sumber daya
manusia memicu percikan kreatif di setiap organisasi. Orang-orang
merancang dan menghasilkan barang dan jasa, mengawasi mutu,
memasarkan produk, mengalokasikan sumber daya finansial, dan
merumuskan seluruh strategi dan tujuan organisasi. Tanpa orang-orang yang
efektif, tampaknya mustahil bagi organisasi untuk menghampiri tujuannya.
Sumber daya manusia membuat sumber daya organisasi lainnya berjalan
12
2. Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia (human resources management)
adalah pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan
pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok karyawan.
Manajemen sumber daya manusia juga menyangkut desain dan
implementasi sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan
karyawan, pengelolaan karir, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan, dan
hubungan ketenagakerjaan yang baik. Manajemen sumber daya manusia
melibatkan semua keputusan dan praktik manajemen yang mempengaruhi
secara langsung sumber daya manusianya. Manajemen sumber daya
manusia terdiri atas serangkaian keputusan yang terintegrasi tentang
hubungan ketenagakerjaan yang mempengaruhi efektifitas karyawan dan
organisasi. Manajemen sumber daya manusia merupakan aktivitas-aktivitas
yang dilaksanakan agar sumber daya manusia di dalam organisasi dapat
digunakan secara efektif guna mencapai berbagai tujuan. Konsekuensinya,
manajer-manajer di semua lapisan harus menaruh perhatian pada
pengelolaan sumber daya manusia.
3. Perencanaan Sumber Daya Manusia
Melalui perencanaan sumber daya manusia yang efektif dilakukan
13
yang selalu berubah, serta mengembangkan aktivitas yang memuaskan
terhadap kebutuhan ini. Perencanaan sumber daya manusia yang efektif
(Simamora, 2004:50) mencakup :
a. Perencanaan Kepegawaian
Komponen kunci dari perencanaan sumber daya manusia adalah
penentuan tipe sumber daya manusia yang akan dibutuhkan
organisasi dalam jangka pendek, menengah, dan jangka panjang.
Perencanaan kepegawaian (employment planning) merupakan
identifikasi atau penentuan jumlah sumber daya manusia yang
diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi di masa depan.
Rencana kemudian menentukan perbedaan antara permintaan dan
suplai, apakah ada kelebihan atau kekurangan suplai, atau berapa
jumlah suplai sumber daya manusia yang akurat untuk tipe
kepegawaian tertentu. Rencana kepegawaian terkait erat dengan
rencana strategik organisasi.
b. Perencanaan Program
Perencanaan program (program planning) mengikuti penyusunan
rencana kepegawaian. Perencanaan program menyangkut
pemilihan alat sumber daya manusia yang paling efektif yang
14
manusia. Penyusunan program merupakan tahap paling kritis dari
perencanaan sumber daya manusia. Terdapat tiga hal penting
dalam membuat dan mengevaluasi program sumber daya manusia:
1) Membuat program alternatif berdasarkan model sumber daya
manusia yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan.
2) Mengevaluasi berbagai alternatif yang dihasilkan menurut
empat kriteria; kemungkinan untuk sukses, antisipasi
besarnya biaya, kelaikan teknis tindakan, dan kemungkinan
dampak tindakan terhadap bagian lain dari organisasi.
3) Memutuskan untuk melaksanakan seperangkat program yang
terintegrasi berdasarkan pencapaian tujuan sumber daya
manusia seefektif mungkin.
Sedangkan menurut Siagian (2009:44), terdapat paling sedikit
enam manfaat yang dapat dipetik melalui suatu perencanaan
sumber daya manusia secara mantap. Pertama, organisasi dapat
memanfaatkan sumber daya manusia yang sudah ada dalam
organisasi secara lebih baik. Kedua, melalui perencanaan sumber
daya manusia yang matang, produktivitas kerja dari tenaga yang
sudah ada dapat ditingkatkan. Hal ini dapat terwujud melalui
15
disiplin kerja dan peningkatan ketrampilan sehingga setiap orang
menghasilkan sesuatu yang berkaitan langsung dengan
kepentingan organisasi. Ketiga, perencanaan sumber daya
manusia berkaitan dengan penentuan kebutuhan akan tenaga kerja
di masa depan, baik dalam arti jumlah dan kualifikasinya untuk
mengisi berbagai jabatan dan menyelenggarakan berbagai
aktivitas baru kelak. Keempat, salah satu segi manajemen sumber
daya manusia yang dewasa ini dirasakan semakin penting ialah
penanganan informasi ketenagakerjaan. Kelima, salah satu
kegiatan pendahuluan dalam melakukan perencanaan termasuk
perencanaan sumber daya manusia adalah penelitian. Berdasarkan
bahan yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan untuk
kepentingan perencanaan sumber daya manusia, akan timbul
pemahaman yang tepat tentang situasi pasar kerja. Keenam,
rencana sumber daya manusia merupakan dasar bagi penyusunan
program kerja bagi satuan kerja yang menangani sumber daya
manusia dalam organisasi. Salah satu aspek program kerja
tersebut adalah pengadaan tenaga kerja baru guna memperkuat
tenaga kerja yang sudah ada demi peningkatan kemampuan
16
perencanaan sumber daya manusia, sulit untuk menyusun
program kerja yang realistik.
B. Kinerja Karyawan
1. Pengertian
Konsep kinerja merupakan singkatan dari kinetika energi kerja yang
padanannya dalam bahasa Inggris adalah performance (Wirawan,2009:5).
Istilah performance sering diindonesiakan sebagai performa. Kinerja
sendiri merupakan keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau
indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu
tertentu. Pekerjaan adalah aktivitas menyelesaikan sesuatu atau membuat
sesuatu yang hanya memerlukan tenaga dan ketrampilan tertentu seperti
yang dilakukan oleh pekerja kasar atau blue collar worker. Contoh
pekerjaan, yaitu sopir bus, pembantu rumah tangga, tukang cukur,
pengantar surat pos, dan tukang kayu. Sementara itu, profesi adalah
pekerjaan yang untuk menyelesaikannya memerlukan penguasaan dan
penerapan teori ilmu pengetahuan yang dipelajari dari lembaga pendidikan
tinggi seperti yang dilakukan oleh profesional atau white collar worker.
Contoh profesi, yaitu pekerjaan yang dilakukan oleh manajer, dokter,
17
Suatu pekerjaan atau profesi mempunyai sejumlah fungsi atau
indikator yang dapat digunakan untuk mengukur hasil pekerjaan tersebut.
Misalnya, indikator pekerjaan sopir bus Trans Jakarta antara lain
mengemudikan bus di jalan khusus (busway) yang sudah disediakan;
mematuhi peraturan lalu lintas; mencatat kehadiran di halte dan stasiun;
menaikkan dan menurunkan penumpang; dan melayani penumpang.
Kinerja seorang sopir bus Trans Jakarta adalah jumlah dari nilai keluaran
semua indikator tersebut. Indikator pekerjaan seorang manajer adalah
merencanakan pekerjaan, mengorganisasi pekerjaan, memimpin
pelaksanaan pekerjaan, dan mengontrol pelaksanaan pekerjaan. Istilah
kinerja juga dapat digunakan untuk menunjukkan keluaran
perusahaan/organisasi, alat, fungsi-fungsi manajemen (produksi,
pemasaran, keuangan), atau keluaran seorang pegawai.
Orang awam sering mengacaukan istilah produktivitas dengan kinerja.
Istilah produktivitas berasal dari kata produk yang berarti barang atau jasa.
Produk merupakan hasil dari proses produksi yang didefinisikan sebagai
rasio keluaran (output) terhadap masukan (input). Ukuran produktivitas
terdiri atas semua keluaran organisasi dibagi oleh semua masukan (O/I).
Masukan meliputi bahan mentah, energi, tenaga kerja, peralatan, fasilitas,
18
Tenaga kerja merupakan salah satu masukan dari atau kontribusi
tenaga kerja terhadap produktivitas. Jika produktivitas diukur dengan
jumlah produk, misalnya jumlah sepatu yang diproduksi, maka
produktivitas tenaga kerja adalah jumlah sepatu yang diproduksi dibagi
dengan jumlah tenaga yang bekerja membuat sepatu. Akan tetapi, perlu
diingat bahwa produktivitas tenaga kerja bukan hanya hasil kerja keras
tenaga kerja. Sebagian besar bergantung pada masukan yang lainnya.
Misalnya, seorang tenaga kerja yang menggunakan robot untuk
memproduksi produk, produktivitasnya dapat 14 sampai 30 kali lipat
tenaga kerja yang tidak menggunakan robot. Dengan kata lain, tenaga
kerja (pegawai) hanya salah satu masukan produktivitas tenaga kerja.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja pegawai merupakan hasil sinergi dari sejumlah faktor (lihat
gambar 1). Fakor-faktor tersebut adalah faktor lingkungan internal
organisasi, faktor lingkungan eksternal organisasi, dan faktor internal
19
Gambar II.1
Pengaruh Lingkungan Internal dan Eksternal
Terhadap Perilaku Kerja Karyawan (Wirawan, 2009:7)
Lingkungan Eksternal :
20
a. Faktor internal pegawai, yaitu faktor-faktor dari dalam diri karyawan yang
merupakan faktor bawaan dari lahir dan faktor yang diperoleh ketika ia
berkembang. Faktor-faktor bawaan, misalnya bakat, sifat pribadi, serta
keadaan fisik dan kejiwaan. Sementara itu, faktor-faktor yang diperoleh,
misalnya pengetahuan, keterampilan, etos kerja, pengalaman kerja, dan
motivasi kerja. Setelah dipengaruhi oleh lingkungan internal organisasi dan
lingkungan eksternal, faktor internal pegawai ini menentukan kinerja
pegawai. Jadi, dapat diasumsikan bahwa makin tinggi faktor-faktor internal
tersebut, makin tinggi pula kinerja pegawai. Sebaliknya, makin rendah
faktor-faktor tersebut, makin rendah pula kinerjanya. Misalnya, jika
pegawai mempunyai bakat dan sifat yang diperlukan oleh pekerjaan yang
ia kerjakan, kemungkinan besar ia dapat menyelesaikan pekerjaannya
dengan kinerja baik. Sebaliknya, jika ia tidak mempunyai bakat dan sifat
pribadi yang diperlukan oleh pekerjaannya, kemungkinan besar kinerjanya
akan buruk.
b. Faktor lingkungan internal organisasi. Dalam melaksanakan tugasnya,
pegawai memerlukan dukungan organisasi tempat ia bekerja. Dukungan
tersebut sangat mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja pegawai, misalnya
penggunaan teknologi robot oleh organisasi. Menurut penelitian,
penggunaan robot akan meningkatkan produktivitass karyawan 14 sampai
21
buruk, kinerja karyawan akan menurun. Faktor internal organisasi lainnya
misalnya strategi organisasi, dukungan sumber daya yang diperlukan untuk
melaksanakan pekerjaan, serta sistem manajemen dan kompensasi. Oleh
karena itu, manajemen organisasi harus menciptakan lingkungan internal
organisasi yang kondusif sehingga dapat mendukung dan meningkatkan
produktivitas karyawan.
c. Faktor lingkungan eksternal organisasi. Faktor-faktor lingkungan eksternal
organisasi adalah keadaan, kejadian, atau situasi yang terjadi di lingkungan
eksternal organisasi yang memengaruhi kinerja karyawan. Misalnya, krisis
ekonomi dan keuangan yang terjadi di Indonesia tahun 1997 meningkatkan
inflasi, menurunkan nilai nominal upah dan gaji karyawan, dan selanjutnya
menurunkan daya beli karyawan. Jika inflasi tidak diikuti dengan kenaikan
upah atau gaji para karyawan yang sepadan dengan tingkat inflasi, maka
kinerja mereka akan menurun. Budaya masyarakat juga merupakan faktor
eksternal yang memengaruhi kinerja karyawan. Misalnya, budaya
alon-alon asal kelakon dan mangan ora mangan asal kumpul memengaruhi
kinerja manusia Indonesia. Hal tersebut dapat menjelaskan penyebab
kinerja orang Indonesia rendah, misalnya jika dibandingkan dengan kinerja
bangsa Jepang. Karena budaya tersebut, etos kerja manusia Indonesia lebih
rendah jika dibandingkan dengan etos kerja bangsa lain. Akan tetapi, ada
22
yang dilakukan oleh International Labor Organisation (ILO) pada tahun
2006 menyatakan orang Indonesia mencapai rekor persentase tertinggi dari
50 negara yang bekerja lebih dari 48 jam per minggu seperti pada Tabel
II.1. Untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, orang Indonesia harus bekerja
lebih panjang jika dibandingkan dengan bangsa lainnya karena
penghasilannya rendah. Akan tetapi, jumlah kumulatif jam kerja manusia
Indonesia per tahunnya masih rendah jika dibandingkan dengan bangsa
lainnya karena terlalu banyak hari libur, jumlah pengangguran yang tinggi,
dan etos kerjanya yang relatif rendah.
Tabel II.1
Persentase Bangsa-bangsa yang Bekerja
Lebih dari 48 Jam Per Minggunya
Bangsa
Persentase yang bekerja Lebih dari 48 Jam Per
Minggunya
Indonesia 51,2%
Peru 50,9%
Korea Selatan 49,5%
Thailand 46,7%
Pakistan 44,4%
23
Jepang 39,3%
Inggris 25,7%
Selandia Baru 23,6%
Australia 20,4%
Swiss 19,2%
Amerika Serikat 18,1%
Sumber: http://money.cnn.com/2007/06/07/news/ilo_study/index.htm
Faktor-faktor internal karyawan bersinergi dengan faktor-faktor
lingkungan eksternal organisasi. Sinergi ini memengaruhi perilaku kerja
karyawan yang kemudian memengaruhi kinerja karyawan. Kinerja
karyawan kemudian menentukan kinerja organisasi. Dari ketiga jenis
faktor tersebut, faktor yang dapat dikontrol dan dikondisikan oleh para
manajer adalah faktor lingkungan internal organisasi dan faktor internal
karyawan. Sementara itu, faktor-faktor lingkungan eksternal organisasi di
luar kontrol manajer. Tugas manajer adalah mengontrol dan
mengembangkan faktor lingkungan internal organisasi dan faktor internal
24
3. Kriteria untuk Mengukur Kinerja
a. Menurut Wirawan
Setiap indikator kinerja diukur berdasarkan kriteria standar tertentu.
Dalam mengukur kinerja, terdapat kriteria atau ukuran. Kriteria tersebut
adalah sebagai berikut (Wirawan , 2009) :
1) Kuantitatif (seberapa banyak). Ukuran kuantitatif merupakan
ukuran paling mudah untuk disusun dan diukur, yaitu hanya
dengan menghitung seberapa banyak unit keluaran kinerja
harus dicapai dalam kurun waktu tertentu. Contoh :
a) menghasilkan tidak kurang dari sepuluh pasang sepatu
sehari (karyawan perusahaan sepatu);
b) melakukan dan menyelesaikan empat survei setahun
(karyawan unit penelitian dan pengembangan).
2) Kualitatif (seberapa baik). Melukiskan seberapa baik atau
seberapa lengkap hasil harus dicapai. Kriteria ini antara lain
mengemukakan akurasi, presisi, penampilan (kecantikan dan
ketampanan), kemanfaatan atau efektivitas. Standar kualitas
dapat diekspresikan sebagai tingkat kesalahan seperti jumlah
atau persentase kesalahan yang diperbolehkan per unit hasil
25
Contoh :
a) laporan evaluasi yang diajukan diterima tanpa revisi
minimal 75% (pegawai unit evaluasi);
b) sepatu yang dihasilkan sesuai dengan standar kualitas
minimal 99,5% (karyawan perusahaan sepatu).
3) Ketepatan waktu pelaksanaan tugas atau penyelesaian produk.
Kriteria yang menentukan keterbatasan waktu untuk
memproduksi suatu produk, membuat sesuatu atau melayani
sesuatu. Kriteria ini menjawab pertanyaan, seperti kapan,
berapa cepat, atau dalam periode apa. Contoh :
a) makanan telah berada di kamar hotel pemesan dalam
waktu 25 menit setelah dipesan(timely services restoran
hotel);
b) kacamata diselesaikan dalam waktu 120 menit setelah
pemerikasaan mata (pegawai perusahaan kacamata). 4) Efektivitas penggunaan sumber organisasi. Efektivitas
penggunaan sumber dijadikan indikator untuk mengerjakan
suatu pekerjaan disyaratkan menggunakan jumlah sumber
tertentu, seperti uang dan bahan baku. Contoh :
a) biaya perjalanan tidak melebihi 5% biaya perjalanan
26
b) melakukan penghematan pemakaian listrik sampai 10%
dari tahun yang lalu.
5) Cara melakukan pekerjaan, digunakan sebagai standar kinerja
jika kontak personal, sikap personal, atau perilaku karyawan
merupakan faktor penentu keberhasilan melaksanakan
pekerjaan. Misalnya :
a) membantu pelanggan dalam memasang produk dan
menjelaskannya dengan sabar;
b) berkata dengan sopan kepada teman sekerja, atasan, dan
pelanggan.
6) Efek atas suatu upaya. Pengukuran yang diekspresikan akibat
akhir yang diharapkan akan diperoleh dengan bekerja. Standar
jenis ini menggunakan kata-kata sehingga dan agar supaya
yang digunakan jika hasilnya tidak dapat dikualifikasikan.
Contoh :
a) membeli bahan mentah dan suku cadang dengan
menggunakan prinsip just in time sehingga tersedia
ketika diperlukan dan biaya penyimpanannya rendah; b) mematikan lampu dan air condition (AC) ketika
meninggalkan ruang kerja sehingga biaya listrik dapat
27
7) Metode melaksanakan tugas. Standar yang digunakan jika ada
undang-undang, kebijakan, prosedur, standar, metode, dan
peraturan untuk menyelesaikan tugas atau jika cara
pengecualian ditentukan tidak dapat diterima. Misalnya :
a) penilaian proposal permohonan kredit dilakukan
berdasarkan standar penilaian dan diselesaikan dalam
waktu maksimal sepuluh hari kerja;
b) pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan
tindak pidana hanya dapat dimulai jika ia didampingi
oleh pengacara.
8) Standar sejarah. Standar yang menyatakan hubungan antara
standar masa lalu dengan standar sekarang. Standar masa
sekarang dinyatakan lebih tinggi atau lebih rendah daripada
standar masa lalu dalam pengertian kuantitas dan kualitas.
Contoh :
a) produk yang ditolak oleh bagian kontrol kualitas lebih
rendah 20% daripada tahun lalu;
b) hasil penjualan produk meningkat 25% daripada
28
9) Standar nol atau absolute. Standar yang menyatakan tidak akan
terjadi sesuatu. Standar ini dipakai jika tidak ada alternatif lain,
misalnya :
a) tidak ada keluhan dari pelanggan mengenai kesopanan
berbicara di telepon;
b) tidak terjadi penyimpangan dari prosedur pemberian
kredit.
b. Menurut Henry Simamora
Kriteria pengukuran kinerja sebagai berikut (Henry Simamora,1997) :
1) Akurasi meliputi ketepatan tugas pekerjaan yang dilaksanakan.
2) Kecekatan meliputi kemampuan untuk menangkap instruksi,
memenuhi kondisi yang menantang, memecahkan masalah dan
situasi baru.
3) Kreativitas meliputi bakat karena memiliki ide baru, menemukan
cara baru, dan imajinatif.
4) Keramahan meliputi sosialitas dan kehangatan yang ditunjukkan
kepada kalangan pelanggan, karyawan lainnya, penyelia, dan
orang-orang yang diawasi.
5) Kepribadian meliputi karakteristik perilaku individu atau
29
6) Penampilan pribadi meliputi kesan pribadi yang dibuat seseorang
terhadap orang lainnya (kenecisan, kerapihan, keserasian,
pakaian).
7) Kebugaran fisik meliputi kemampuan bekerja secara konsisten
(dengan hanya sedikit kelelahan).
8) Kehadiran meliputi keyakinan akan masuk kerja tiap hari (sesuai
dengan jam kerja).
9) Keandalan meliputi kemampuan untuk melakukan pekerjaan yang
disyaratkan dengan supervisi minimum.
10) Pengetahuan kerja meliputi informasi mengenai tugas pekerjaan
yang harus diketahui oleh seseorang agar kinerjanya memuaskan. 11) Kuantitas kerja meliputi banyaknya pekerjaan yang dapat
dilakukan sesorang dalam satu hari kerja.
12) Stabilitas meliputi kemampuan untuk menahan tekanan berat dan
tetap tenang dalam situasi kritis.
13) Kesopanan meliputi sikap santun terhadap orang lain.
C. Kecerdasan Emosional
1. Emosi
Ahli psikologi memandang manusia adalah makhluk yang secara alami
30
adalah keadaan jiwa yang menampakkan diri dengan sesuatu perubahan yang
jelas pada tubuh. Emosi setiap orang mencerminkan keadaan jiwanya, yang
akan tampak secara nyata pada perubahan jasmaninya. Sebagai contoh ketika
seseorang diliputi emosi marah, wajahnya memerah, napasnya menjadi sesak,
otot-otot tangannya akan menegang, dan energi tubuhnya memuncak. Emosi
berasal dari kata e yang berarti energi dan motion yang berarti getaran. Emosi
kemudian bisa dikatakan sebagai sebuah energi yang terus bergerak dan
bergetar (Chia dalam Safaria dan Saputra, 2009). Emosi dalam makna paling
harfiah didefinisikan sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran,
perasaan, nafsu dari setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap.
Pada dasarnya emosi manusia bisa dibagi menjadi dua kategori umum jika
dilihat dari dampak yang ditimbulkannya. Kategori pertama adalah emosi
positif atau biasa disebut dengan afek positif. Emosi positif memberikan
dampak yang menyenangkan dan menenangkan. Macam dari emosi positif ini
seperti tenang, santai, rileks, gembira, lucu, haru, dan senang. Ketika kita
merasakan emosi positif ini, kita pun akan merasakan keadaan psikologis
yang positif (Gohm dan Clore dalam Safaria dan Saputra, 2009). Kategori
kedua adalah emosi negatif atau afek negatif. Ketika kita merasakan emosi
negatif ini maka dampak yang kita rasakan adalah negatif, tidak
menyenangkan dan menyusahkan. Macam dari emosi negatif diantaranya
31
masih banyak lagi. Biasanya kita menghindari dan berusaha menghilangkan
emosi negatif ini. Adakalanya kita mampu mengendalikannya, tetapi
adakalanya kita gagal melakukannya. Ketika kita gagal mengendalikan atau
menyeimbangkan emosi negatif ini maka ketika itu keadaan suasana hati kita
menjadi buruk.
2. Definisi Kecerdasan Emosional
Apabila kekuatan yang mendorong kecerdasan dalam dunia usaha abad
ke-20 adalah IQ, maka berdasarkan bukti-bukti yang makin banyak di
penghujung abad ke-21, yang akan lebih berperan adalah EQ, dan
bentuk-bentuk kecerdasan praktis serta kreatif yang terkait. Dalam beberapa tahun ini,
istilah EQ telah diterima menjadi kependekan dari Emotional Intelligence,
yang setara dengan IQ. Studi-studi terdahulu (Cooper dan Sawaf,2002:xi)
juga menunjukkan bahwa seorang eksekutif atau professional yang secara
teknik unggul dan memiliki EQ tinggi adalah orang yang mampu mengatasi
konflik, kesenjangan yang perlu dijembatani atau diisi, melihat hubungan
tersembunyi yang menjanjikan peluang, dan menempuh interaksi gelap,
misterius, yang menurut pertimbangan paling bisa membuahkan emas secara
lebih siap, lebih cekatan, dan lebih cepat dibandingkan orang lain.
Kecerdasan emosional bukanlah muncul dari pemikiran intelek yang
32
penjualan atau cara menata sebuah ruangan. EQ bukanlah tentang memakai
topeng kemunafikan atau penggunaan psikologi untuk mengendalikan,
mengeksploitasi, atau memanipulasi seseorang. Kata emosi bisa secara
sederhana didefinisikan sebagai menerapkan “gerakan”, baik secara metafora
maupun harfiah, untuk mengeluarkan perasaan. Kecerdasan emosionallah
yang memotivasi kita untuk mencari manfaat dan potensi unik kita, dan
mengaktifkan aspirasi dan nilai-nilai kita yang paling dalam, mengubahnya
dari apa yang kita pikirkan menjadi apa yang kita jalani. Emosi sejak lama
dianggap memiliki kedalaman dan kekuatan sehingga dalam bahasa Latin,
misalnya, emosi dijelaskan sebagai motus anima yang arti harfiahnya “jiwa
yang menggerakkan kita.”
Berlawanan dengan kebanyakan pemikiran konvensional kita, emosi
bukanlah sesuatu yang bersifat positif atau negatif; tetapi emosi berlaku
sebagai sumber energi, autentisitas, dan semangat manusia yang paling kuat,
dan dapat memberikan kita sumber kebijakan intuitif. Tentu saja tidak cukup
hanya memiliki perasaan. Kecerdasan emosional menuntut kita untuk belajar
mengakui dan menghargai perasaan pada diri kita dan orang lain dan untuk
menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif informasi dan
energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari.
Cooper dan Sawaf mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
33
kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh
yang manusiawi. Menurut Goleman (2009:45) kecerdasan emosional
merupakan kemampuan seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri,
bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati, tidak
melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres
tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, serta berempati dan berdoa.
Sedangkan Menurut Dio Martin (2011:38), kecerdasan emosional dalam
konteks pekerjaan adalah mengetahui apa yang Anda dan orang lain rasakan
serta bagaimana caranya menggunakan informasi dan energi tersebut secara
konstruktif. Orang lain yang dimaksudkan di sini bisa merupakan atasan,
rekan-rekan, bawahan, atau pelangagan. Dilihat dari definisi-definisi
kecerdasan emosional di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional
merupakan kemampuan emosional manusia yang antara lain terdiri dari
motivasi, pengendalian diri, kepekaan emosi, dan lain sebagainya yang
merupakan sumber kekuatan untuk pengembangan diri ke arah yang positif
serta bijaksana dalam membangun hubungan dengan orang lain.
3. Aspek-aspek Kecerdasan Emosional
a. Menurut Salovey dan Mayer
Salovey dan Mayer (dalam Goleman, 2009:57) membagi kecerdasan
34
1) Mengenali emosi diri (Self Awareness)
Mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi merupakan dasar
kecerdasan emosional. Kemampuan untuk memantau perasaaan dari
waktu ke waktu merupakan hal penting bagi wawasan psikologi dan
pemahaman diri. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan kita
yang sesungguhnya membuat kita berada dalam kekuasaan perasaan.
Orang yang memiliki keyakinan yang lebih tentang perasaannya
adalah pilot yang andal bagi kehidupan mereka, karena mempunyai
kepekaan lebih tinggi akan perasaan mereka yang sesungguhnya atas
pengambilan keputusan-keputusan masalah pribadi, mulai dari
masalah siapa yang akan dinikahi sampai ke pekerjaan apa yang akan
diambil.
2) Mengelola emosi (Managing Emotion)
Menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan pas adalah
kecakapan yang bergantung pada kesadaran diri. Kecakapan ini
merupakan kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan
kecemasan, kemurungan, atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang
timbul karena gagalnya keterampilan emosional dasar ini. Orang-orang
yang buruk kemampuannya dalam keterampilan ini akan
35
pintar dapat bangkit kembali dengan jauh lebih cepat dari kemerosotan
dan kejatuhan dalam kehidupan.
3) Memotivasi diri sendiri (Motivating Oneself)
Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang
sangat penting dalam kaitan memberi perhatian, untuk memotivasi diri
sendiri dan menguasai diri sendiri, serta untuk berkreasi. Kendali diri
emosional, menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan
dorongan hati adalah landasan keberhasilan dalam berbagai bidang.
Dan, mampu menyesuaikan diri dalam “flow” memungkinkan
terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala bidang. Orang-orang
yang memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan
efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan.
4) Mengenali emosi orang lain (Empathy)
Empati, kemampuan yang juga bergantung pada kesadaran diri
emosional, merupakan “keterampilan bergaul” dasar. Sikap ini
merupakan sensivitas terhadap perasaan orang lain dan mengambil
sudut pandang orang lain serta menghargai cara pandang orang lain.
Orang yang empatik lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial
yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan atau
36
pekerjaan-pekerjaan keperawatan, mengajar, penjualan, dan
manajemen.
5) Membina hubungan (Handling Relationship)
Seni membina hubungan, sebagian besar merupakan keterampilan
mengelola emosi orang lain atau dengan kata lain merupakan
kemampuan untuk berinteraksi dan menjaga hubungan yang sehat
dengan orang lain, kemampuan sosial (interpersonal). Ini merupakan
keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan, dan
keberhasilan antar pribadi. Orang-orang yang hebat dalam
keterampilan ini akan sukses dalam bidang apapun yang
mengandalkan pergaulan yang mulus dengan orang lain. Mereka
adalah bintang-bintang pergaulan.
Tentu saja, kemampuan orang-orang berbeda dalam wilayah-wilayah
ini, beberapa orang di antara kita barangkali amat terampil menangani
kecemasan diri sendiri, tetapi agak kerepotan meredam kemarahan orang
lain. Landasan di balik tingkat kemampuan ini tentu saja adalah saraf,
tetapi sebagaimana akan kita lihat, otak bersifat plastis (sangat mudah
dibentuk), dan terus menerus belajar. Kekurangan-kekurangan dalam
keterampilan emosional dapat diperbaiki sampai ke tingkat yang
37
kebiasaan dan respons yang dengan upaya yang tepat dapat
dikembangkan.
b. Menurut Daniel Goleman
Kerangka Kerja Kecakapan Emosi
Kecakapan Pribadi
Kecakapan ini menentukan bagaimana kita mengelola diri sendiri
Kesadaran Diri
Mengetahui kondisi diri sendiri, kesukaan, sumberdaya, dan intuisi
1) Kesadaran emosi: Mengenali emosi sendiri dan efeknya.
2) Penilaian diri secara teliti: Mengetahui kekuatan dan batas-batas diri sendiri.
3) Percaya diri: Keyakinan tentang harga diri dan kemampuan sendiri.
Pengaturan Diri
Mengelola kondisi, impuls, dan sumberdaya diri sendiri
1) Kendali diri: Mengelola emosi-emosi dan desakan-desakan hati yang merusak.
2) Sifat dapat dipercaya: Memelihara norma kejujuran dan integritas.
3) Kewaspadaan: Bertanggung jawab atas kinerja pribadi.
4) Adaptibilitas: Keluwesan dalam menghadapi perubahan.
38
Motivasi
Kecenderungan emosi yang mengantar atau memudahkan peraihan sasaran
1) Dorongan prestasi: Dorongan untuk menjadi lebih baik atau memenuhi standar keberhasilan.
2) Komitmen: Menyesuaikan diri dengan sasaran kelompok atau perusahaan.
3) Inisiatif: Kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan.
4) Optimisme: Kegigihan dalam memperjuangkan sasaran kendati ada halangan dan kegagalan.
Kecakapan Sosial
Kecakapan ini menentukan bagaimana kita menangani suatu hubungan.
Empati
Kesadaran terhadap perasaan, kebutuhan, dan kepentingan orang lain.
1) Memahami orang lain: Mengindra perasaan dan perspektif orang lain, dan menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan mereka.
2) Orientasi pelayanan: Mengantisipasi, mengenali, dan berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan.
3) Mengembangkan orang lain: Merasakan kebutuhan perkembangan orang lain dan berusaha menumbuhkan kemampuan mereka.
4) Mengatasi keragaman: Menumbuhkan peluang melalui pergaulan dengan bermacam-macam orang.
39
Keterampilan Sosial
Kepintaran dalam menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang lain.
1) Pengaruh: Memiliki taktik-taktik untuk melakukan persuasi.
2) Komunikasi: Mengirimkan pesan yang jelas dan meyakinkan.
3) Kepemimpinan: Membangkitkan inspirasi dan memandu kelompok dan orang lain.
4) Katalisator perubahan: Memulai dan mengelola perubahan.
5) Manajemen konflik: Negosiasi dan pemecahan silang pendapat.
6) Pengikat jaringan: Menumbuhkan hubungan sebagai alat.
7) Kolaborasi dan kooperasi: Kerjasama dengan orang lain demi tujuan bersama.
8) Kemampuan tim: Menciptakan sinergi kelompok dalam memperjuangkan tujuan bersama.
Tabel II.2 Kerangka Kerja Kecakapan Emosi (Goleman, 1999:42-43)
Dilihat dari sisi pemikiran Daniel Goleman sendiri, mulanya ia pun
mengatakan ada 5 faktor penting (atau ia menyeburnya 5 dimensi) dalam
mengembangkan kecerdasan emosional yang tidak berbeda jauh dengan
pemikiran Peter Salovey dan John Mayer di atas, yakni Penyadaran Diri;
Mengelola Emosi; Memotivasi Diri; Empati; dan Keterampilan Sosial.
Namun, dalam beberapa buku terbitan terakhirnya, Goleman lebih
mempertegas serta menyederhanakan framework kompetensi EQ-nya
sehingga jika diringkas menjadi sebuah gambar akan berbentuk sebagai
40
dimensi atau cluster-cluster-nya. Artinya, kemampuan penyadaran sosial
(social awareness) misalnya tidak hanya tergantung pada kompetensi
empati semata, tetapi juga tergantung pada kemampuan berorientasi
pelayanan serta penyadaran terhadap organisasi. Lebih jauh, Goleman
mengatakan antara satu dimensi EQ dengan yang lainnya saling
berkaitan. Berarti tidak mungkin memiliki keterampilan sosial yang baik
bila tidak cukup kompeten dalam hal penyadaran diri (self awareness)
dan tidak memiliki pengaturan diri (self management) maupun
penyadaran sosial (social awareness) yang baik.
c. Menurut Steven Stein dan Howard Book
41
kecerdasan emosional. Ranah Intrapribadi memiliki kesamaan dengan apa
yang disebut oleh Daniel Goleman sebagai Kecakapan Pribadi, sedangkan
Ranah Antarpribadi memiliki kesamaan dengan apa yang disebut oleh
Daniel Goleman sebagai Kecakapan Sosial. Berikut 13 dimensi
kecerdasan emosional dari Steven J. Stein dan Howard E. Book (Stein
dan Book, 2004:71-254).
1) Ranah Intrapribadi
a) Kesadaran Diri Emosional
Kesadaran diri emosional didefinisikan sebagai kemampuan untuk
mengenal dan memilah-milah perasaan, memahami hal yang sedang
kita rasakan dan mengapa hal itu kita rasakan, serta mengetahui
penyebab munculnya perasaan tersebut. Kesadaran diri yang sangat
rendah dialami penderita alexithymia (tidak mampu
mengungkapkan perasaan secara lisan). Kesadaran diri emosional
adalah fondasi tempat dibangunnya hampir semua unsur kecerdasan
emosional, langkah awal yang penting untuk menjelajahi dan
memahami diri kita, dan untuk berubah. Sudah jelas bahwa kita
tidak mungkin bisa mengendalikan sesuatu yang tidak kita kenal.
Jika kita tidak menyadari perbuatan kita, alasan kita melakukannya,
dan bahwa hal itu bisa merugikan orang lain, kita tidak akan dapat
bersungguh-42
sungguh berupaya untuk menyelesaikan permasalahan satu demi
satu, pada akhirnya kita hanya akan berputar-putar saja dalam
lingkaran kemelut. Orang yang naluri kesadaran dirinya kuat bisa
mengetahui saat mereka merasa kurang bersemangat, mudah kesal,
sedih, atupun bergairah, dan menyadari bagaimana berbagai
perasaan tersebut bisa mengubah perilaku mereka sehingga
menyebabkan orang lain menjauhi mereka. Biasanya mereka juga
bisa mengetahui kejadian yang memicu timbulnya perasaan
tersebut. Kemampuan seseorang untuk mengenali perasaannya dan
cara dia menyikapinya, membuatnya mampu mengendalikan
perilaku yang berpotensi membuat dirinya dijauhi orang lain.
b) Sikap Asertif
Sikap asertif (ketegasan, keberanian menyatakan pendapat) meliputi
tiga komponen dasar : (1) kemampuan mengungkapkan perasaan
(misalnya untuk menerima dan mengungkapkan perasaan marah,
hangat, dan seksual); (2) kemampuan mengungkapkan keyakinan
dan pemikiran secara terbuka (mampu menyuarakan pendapat,
menyatakan ketidaksetujuan dan bersikap tegas, meskipun secara
emosional sulit melakukan ini dan bahkan sekalipun kita mungkin
harus mengorbankan sesuatu); dan (3) kemampuan untuk
43
mengganggu dan memanfaatkan kita). Orang yang asertif bukan
orang yang suka terlalu menahan diri dan juga bukan pemalu,
mereka bisa mengungkapkan perasaannya (biasanya secara
langsung) tanpa bertindak agresif ataupun melecehkan. Sikap asertif
sering salah dimengerti. Ini mengherankan karena sikap asertif
berarti kemampuan untuk berkomunikasi dengan jelas, spesifik, dan
tidak taksa (multi-tafsir), sambil sekaligus tetap peka terhadap
kebutuhan orang lain dan reaksi mereka dalam peristiwa tertentu.
Kemampuan untuk bertindak dengan sikap asertif yang tepat dapat
diuraikan dalam tiga cara. Pertama, kita harus memiliki kesadaran
diri yang memadai sehingga bisa mengenali perasaan sendiri
sebelum mengungkapkannya. Kedua, kita harus mampu
mengendalikan nafsu sehingga bisa mengungkapkan
ketidaksetujuan atau kemarahan tanpa membiarkannya meningkat
menjadi kemarahan sengit, dan mampu menyatakan berbagai
keinginan secara tepat, dan dengan intensitas yang tepat. Ketiga,
kita harus mampu mempertahankan hak-hak pribadi, alasan pribadi,
dan nilai-nilai yang sangat kita yakini kebenarannya. Ini berarti
mampu untuk tidak sependapat dengan orang lain tanpa
menggunakan sabotase dan alasan yang emosional, dan mampu
44
sekaligus tetap menghormati pendapat orang lain dan peka terhadap
kebutuhan mereka. Ini biasanya menghasilkan kompromi yang
membangun, biasa disebut dengan istilah “win-win situation”.
Karena jalinan hubungan antara dua pihak menjadi lebih kuat jika
masing-masing saling menghormati pendapat yang lain, maka
kedua pihak bisa mengakhiri pertentangan sambil tetap
terpenuhinya kebutuhan mereka, atau setidaknya sebagian.
c) Kemandirian
Kemandirian memiliki definisi kemampuan untuk mengarahkan dan
mengendalikan diri sendiri dalam berpikir dan bertindak, serta tidak
merasa bergantung pada orang lain secara emosional. Orang yang
mandiri mengandalkan dirinya sendiri dalam merencanakan dan
membuat keputusan penting. Kendati demikian, mereka bisa saja
meminta dan mempertimbangkan pendapat orang lain sebelum
akhirnya membuat keputusan yang tepat bagi mereka sendiri. Ingat,
meminta pendapat orang lain jangan selalu dianggap pertanda
ketergantungan. Orang yang mandiri mampu bekerja sendiri,
mereka tidak mau bergantung pada orang lain dalam memenuhi
kebutuhan emosional mereka. Kemampuan untuk mandiri
bergantung pada tingkat kepercayaan diri dan kekuatan batin
45
tanpa diperbudak oleh kedua jenis tuntutan itu. Kemandirian bisa
juga diartikan sebagai kemampuan untuk berdiri dengan kedua kaki
sendiri (inilah alasan mengapa kemandirian erat kaitannya dengan
sikap asertif), dan mau bertanggung jawab. Ini artinya bertanggung
jawab atas kehidupan pribadi, menjadi diri sendiri, dan menentukan
arah sendiri. Orang yang selalu mendambakan pengakuan dengan
cara apapun dan takut melakukan kesalahan sekecil apapun, akan
sangat sulit hidup mandiri. Tentu saja kemandirian melibatkan
sejumlah risiko, dan kadang-kadang kita bisa melakukan kesalahan
atau salah ucap. Kita harus belajar dari pengalaman ini, memaafkan
diri sendiri karena telah melakukan kesalahan, dan tidak
membiarkan kesalahan itu menghambat kita di masa mendatang.
Tak seoarang pun yang bisa selalu 100% benar. Sejarah
menunjukkan bahwa bahkan orang yang paling sukses dan paling
dikagumi pun ternyata pernah melakukan kesalahan fatal yang
kelihatannya tidak bisa diperbaiki, atau berkali-kali menemui
kegagalan dalam proses mencapai suatu tujuan. Pikirkan sejumlah
pemimpin dunia dan tokoh terkenal yang bangkit kembali setelah
mengalami kegagalan (dalam beberapa kasus malah kegagalan yang
sangat memalukan) untuk kemudian mencapai keberhasilan yang