• Tidak ada hasil yang ditemukan

FORM ISIAN SURVEY WILAYAH PESISIR BARAT Hari/Tanggal Kamis, 01-10-2015 Kondisi

5. Kesimpulan dan Saran

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Pesawat LSA dengan sensor kamera TetraCam-ADC berpotensi untuk mendukung penyediaan informasi spasial lahan skala rinci dengan cakupan yang relative luas.

Hasil uji coba di Pantura Jawa Barat, Pesawat LSA untuk satu kali terbang dapat menghasilkan citra mozaik berukuran 276,48 Km² dengan resolusi spasial 68cm per piksel dan kualitas geometriknya yang cukup baik. Selain itu juga pada daerah kajian di Pantura Jawa Barat, diketahui bahwa citra hasil akuisisi Pesawat LSA memiliki potensi untuk dipergunakan produksi informasi lahan skala rinci.

Disarankan dilakukan penelitian lebih lanjut terutama terkait kemungkinan adanya perbedaan kualitas radiometrik mengingat waktu akuisisi dengan pesawat LSA untuk daerah yang cukup luas adalah cukup lama.

71 Daftar Pustaka

Anwar A., Ari S.B., Dony K., 2014, Akurasi Data Foto Udara LSU-1 Untuk Misi Penginderaan Jauh Dalam Perhitungan Luasan Objek Bangunan, Prosiding

Siptekgan 2014, Bogor.

Ahmad M., Nugroho W., 2012, Kajian Pengembangan Kamera untuk Pesawat

Terbang, Laporan Kegiatan, Bidang Teknologi Akuisisi dan Stasiun Bumi,

Pustekdata, LAPAN (tidak dipublikasikan).

Ahmad M., Nugroho W., 2014, Pengaturan Parameter Sistem Akuisisi Pada

Operasi Akuisisi Data Kamera Udara Tetracam-ADC / LSA-Lapan, FGD

Pemanfaatan LSA, Pustekbang LAPAN 26 Agustus 2014, Bogor (tidak dipublikasikan).

Agus B.U., 2014, Pengenalan Pesawat LSA (LAPAN Surveilance Aircraft), Presentasi dalam Pertemuan Teknis Pustekbang-Pustekdata-Pusfatja LAPAN pada Maret 2014, Jakarta.

Dede D. D. , Noor L. A. , Nugraheni, 2005, Model Pertumbuhan Tanaman Padi Menggunakan Data Modis Untuk Pendugaan Umur Padi Sawah, Prosiding PIT

MAPIN, 14-15 September 2005, Surabaya.

Dony K. 2014. Teknologi Akuisisi Data Pesawat Tanpa Awak Dan Pemanfaatannya Untuk Mendukung Produksi Informasi Penginderaan Jauh,

Inderaja, Vol. V, No. 7, Pp.24-31.

Gatra, 2013, Pesawat Tanpa Awak LAPAN Meraih Rekor MURI , Gatra News, http://www.gatra.com/il-tek/sain/ (diunduh Juli 2014).

Ristek, 2013, Pesawat Pengamat Persembahan Lapan, http://www.ristek.go.id (diunduh

Juli 2014).

Khomarudin, M. R. 2014. Evaluasi Kejadian Banjir Kampung Pulo Dki Jakarta dan Analisis Pengurangan Resikonya Berbasis Data Unmanned Air Vehicle (UAV) Dan Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi, Prosiding Sinas Inderaja 2014, Bogor.

LAPAN, 2012, Presentasi pada pertemuan kemungkinan penggunaan UAV untuk

estimasi produksi padi di BBSDLP tanggal 1 Februari 2012. (tidak dipublikasi).

Nurwita M.S., Dony K., 2014, Klasifikasi Penutup Lahan Berbasis Obyek Pada Data Foto UAV Untuk Mendukung Penyediaan Informasi Penginderaan Jauh Skala Rinci, Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Digital, vol.11 no.2, pp.114-127.

Sat. Imaging Corp., 2014. World View-3 Satellite Sensor.

http://www.satimagingcorp.com/satellite-sensors/worldview-3/ (diunduh, Agustus 2014).

Setyasaputra, N., S.Fajar, F.Riyadhi, B.Suharmin, D. R.Ikhsan, D.Burhanuddin. 2014. Platform Unmanned Aerial Vehicle Untuk Aerial Photography Aeromodelling And Payload Telemetry Research Group (APTRG), Prosiding

Sinas Inderaja 2014, Bogor.

Shofiyati, R. 2011. Teknologi Pesawat Tanpa Awak Untuk Pemetaan Dan Pemantauan Tanaman Dan Lahan Pertanian. Informatika Pertanian, Vol. 20 No.2, pp.58 – 64.

TetraCam Inc., 2011. Agricultural Digital Camera User Guide, Chatsworth, CA 91311 USA, http://www.tetracam.com/ (diunduh, Januari 2014).

72

Lampiran 3 : Naskah Hasil Penelitian yang sedang dalam proses publikasi ilmiah melalui Sinasinderaja 2015

Pengolahan Data Kamera Multispektral pada Pesawat LSA-01 untuk Pemantauan Pertanian

Galdita Aruba Chulafak1, Anwar Annas2, Dony Kushardono3

1,2,3Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, LAPAN

E-mail: galdita.aruba@lapan.go.id

ABSTRAK-Salah satu misi pengembangan pesawat di LAPAN adalah penginderaan jauh. LAPAN Surveillance Aircraft (LSA) memiliki pengindera kamera multispektral yang dilengkapi dengan GPS. Penelitian ini mengkaji pengolahan data kamera multispektral LSA untuk pemantauan pertanian. Data yang dipergunakan adalah data hasil akuisisi dengan LSA pada wilayah pertanian di Pantura (Subang dan Indramayu). Adapun metode pengolahan yang dipergunakan adalah ekstraksi data mentah menggunakan teknik Bayer pattern, kemudian mozaik data hasil ekstraksi dengan menggunakan teknik korelasi silang dan analisis vegetasi sawah menggunakan konversi indeks vegetasi. Hasil penelitian ini adalah kajian pengolahan awal data multispektral LSA untuk analisis vegetasi persawahan.

Kata kunci:data multispektral LSA, Bayer pattern, mozaik data, korelasi silang, NDVI ABSTRACT-One of LAPAN’s mission in aircraft development is remote sensing. LAPAN Surveillance Aircraft (LSA) has a multispectral camera that equipped with GPS. This study examines data processing on LSA’s multispectral camera for agricultural monitoring. The data used is the results from LSA’s acquisition in agricultural areas in Pantura (Subang and Indramayu). The processing method used is the extraction of raw data using a Bayer pattern technique, then mosaic the extracted data by using cross correlation and analyze the rice fields vegetations using vegetation indices conversion. Results of this study is the pre-processing LSA multispectral datamethod for the analysis ofthe rice fields vegetations.

Keywords: LSA’s multispectral data, Bayer pattern, mosaic data, cross corelation, NDVI

1. PENDAHULUAN

Saat ini data penginderaan jauh resolusi tinggi banyak dibutuhkan di Indonesia, di antaranya untuk penyediaan peta skala rinci dalam mendukung pembangunan pedesaan, penilaian objek wajib pajak, perencanaan infrastruktur jalan dan bangunan, pengembangan wilayah perkotaan, pengawasan hasil pembangunan, hingga untuk masalah pertanian.

Data penginderaan jauh resolusi tinggi umumnya diperoleh dari satelit komersil, seperti, IKONOS, WorldView, GeoEye, dan lain-lain. Akan tetapi, data satelit tersebut selain harganya cukup mahal juga waktu pemesanannya (delivery

order) membutuhkan waktu sekitar 2 minggu bahkan bisa lebih dikarenakan

adanya kendala liputan awan. Sementara itu dalam dekade terakhir, sehubungan makin berkembangnya sistem teknologi kamera pencitraan dengan ukuran yang

73 semakin kecil, sudah mulai banyak dikembangkan pemanfaatan pesawat tanpa awak untuk pengamatan melalui udara. LAPAN sudah mulai banyak mengembangkan pesawat untuk misi pemantauan dengan pesawat baik tanpa maupun dengan awak, memiliki kesempatan yang baik untuk mendukung penyediaan data penginderaan jauh resolusi tinggi dari data kamera pada pesawat LAPAN.

Program LAPAN Surveillance Aircraft (LSA) merupakan program dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional yang mengembangkan pesawat berawak dengan kapasitas kecil yang digunakan untuk kegiatan pengamatan seperti pemantauan ataupun pemetaan (Kushardono, 2015). Salah satu fungsi dari LSA adalah untuk melakukan pengamatan, baik untuk wilayah daratan ataupun perairan dan membawa payload yang dapat disesuaikan untuk objek yang akan diamati. LSA pernah melakukan pengambilan data di wilayah Subang dan Indramayu pada bulan September 2014. Salah satu pengindera yang terpasang pada saat pengambilan data tersebut merupakan kamera multispektral yang mempunyai 3 kanal, yaitu kanal hijau, merah, dan inframerah dekat. Pengambilan data yang dilakukan tersebut merupakan pengambilan data oleh pesawat LSA dengan kamera multispektral yang pertama kali dilakukan, sehingga penelitian ini bertujuan sebagai kajian pengolahan awal data multispektral pesawat LSA di wilayah lahan pertanian. Seperti halnya pada pesawat tanpa awak, pengamatan yang dapat dilakukan oleh LSA tidak terbatas hanya pada lahan pertanian, namun juga dapat untuk wilayah pesisir, perkotaan, wilayah bencana, dan lainnya (Shofiyanti, 2011; Wiyono, 2015; Artanto, 2015; Mancini, 2013; Nurwita, 2015).

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian yang dilakukan oleh Kushardono dkk mengenai “Pemanfaatan Data LSA (LAPAN Surveillance Aircraft) untuk Mendukung Pemetaan Skala Rinci” (Kushardono, 2015) dengan mengambil bagian pada pengolahan data kamera multispektral untuk pemantauan pertanian 2. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari kamera multispektral hasil akuisisi dari pesawat LSA berupa matrik dalam Bayer array, sehingga perlu dilakukan ekstraksi kanal-kanal yang ada agar dapat dilakukan pengolahan lebih lanjut. Setelah dilakukan ekstraksi kemudian dilakukan mozaik data dan selanjutnya dapat dilakukan perhitungan nilai dari indeks vegetasi. Pengindera yang digunakan mempunyai sensor yang didesain dan dioptimasi untuk menangkap cahaya tampak dan inframerah dekat pada panjang gelombang 520 nm hingga 920nm. Pada Gambar 1 menunjukkan respon dari sensor pengindera terhadap masing-masing kanal (merah, hijau, dan biru).

74

Gambar1. Respon spektral pada pengindera (Sumber: Tetracam Inc, 2011)

1.1 Ekstraksi Bayer Filter

Pola Bayer termasuk salah satu Color Filter Array (CFA) terbentuk dari suatu susunan dari filter kanal merah, hijau, dan biru yang ditempatkan pada tiap-tiap lokasi spasial (Hubel, 2004). Dengan menggunakan dua filter hijau untuk setiap filter biru dan merah, pola Bayer didesain untuk memaksimalkan ketajaman kanal luminansi yang sebagian besar terdiri dari kanal hijau (Bayer, 1976).

Gambar 2. Pola Bayer (Sumber: Chang et al., 2006 )

Untuk mengkonversi citra dari format Bayer ke RGB perludilakukan interpolasi dari dua nilai warna pada masing-masing piksel. Algoritma Freeman

(Median-based interpolation) merupakan metode yang terbaik digunakan pada citra yang

mempunyai bercak / speckle sedangkan algoritma Larosche-Prescott’s (Gradient

based interpolation) dan Algortima Hamilton-Adam (Adaptive color plane interpolation) merupakan metode yang cocok digunakan pada citra yang memiliki

sisi/tepi yang tajam (Ramanath, 2002).

2.1.1

Median-based interpolation

Terdapat dua langkah dalam metode ini yaitu interpolasi linier dan median filter dari perbedaan warna. Interpolasi linier digunakan untuk mengisi setiap lokasi citra dengan tiga warna yang ada sedangkan median filter merupakan perhitungan dari perbedaan citra, sebut saja merah dikurangi hijau dan biru dikurangi hijau. Citra yang dihasilkan dari median filter digunakan bersamaan dengan sampel asli Bayer

array untuk memulihkan sampel (Freeman, 1988).

2.1.2 Gradient based interpolation

Metode ini umumnya digunakan di sistem kamera digital. Metode ini terdiri dari tiga langkah, pertama interpolasi dari kanal luminansi (hijau), langkah kedua dan ketiga merupakan interpolasi dari perbedaan warna (merah dikurangi hijau dan biru dikurangi hijau). Interpolasi perbedaan warna digunakan untuk merekontruksi kanal krominansi (merah dan biru). Metode ini mengambil keuntungan karena mata manusia lebih sensitif pada perubahan luminansi (Laroche, 1994).

75 Metode ini merupakan modifikasi dari metode gradient based

interpolation. Metode ini menggunakan beberapa langkah seperti yang dilakukan

pada metode gradient based interpolation tetapi dimodifikasi yang dilakukan untuk mengakomodasi turunan pertama dan kedua. Metode ini juga mempunyai tiga langkah seperti pada gradient based interpolation (Hamilton, 1997).

1.2 Teknik Korelasi Silang

Ditinjau dari teknik pembuatannya, terdapat tiga jenis mozaik, yaitu mozaik terkontrol, tidak terkontrol, dan semi terkontrol (Wolf, 1983). Mozaik terkontrol adalah mozaik yang dibuat dari citra yang telah direktifikasi sehingga semua citra telah mempunyai skala yang sama. Mozaik tidak terkontrol merupakan mozaik yang dibuat dari citra tegak yang belum direktifikasi serta belum diseragamkan skalanya. Mozaik semi terkontrol adalah mozaik yang disusun dengan menggunakan citra yang mempunyai beberapa titik kontrol, tetapi citra tersebut tidak direktifikasi dan mempunyai skala yang tidak seragam.

Teknik korelasi silang merupakan salah satu teknik penyamaan citra. Secara umum terdapat 3 metode penyamaan citra, yaitu area-based matching,

feature-based matching, dan symbolic matching (Schenk, 2000). Area-feature-based matching

mendasarkan hubungan antara dua citra berdasarkan kesamaan derajat keabuan. Teknik yang sering digunakan adalah teknik korelasi silang dan Least Mean

Square (LSM). Area-based matching mempunyai kelemahan bahwa objek belum

tentu bersesuaian karena hanya berdasarkan nilai spektral. Feature-based

matching menentukan hubungan antara dua fitur citra, sedangkan symbolic matching merupakan metode yang menggabungkan antara area-based matching

dengan feature-based matching

Prinsip dari teknik korelasi silang adalah mencari pasangan objek/titik piksel antara citra referensi dengan citra pasangan. Pada citra referensi ditentukan jendela sasaran yang memuat titik piksel yangakan dicaripasangannya pada citra pasangan. Pada citra pasangan ditentukan daerah selidik yang mempunyai ukuran lebih besar daripada daerah sasaran. Pada daerah sasaran dibentuk pula jendela/daerah sub selidik dengan ukuran yang sama dengan jendela/daerah sasaran, misal 5 piksel x 5 piksel. Jendela sub selidik ini bergerak dengan pertambahan 1 piksel sepanjang setiap baris dan kolom di daerah selidik. Kemudian dihitung nilai korelasi antara jendela sasaran dengan jendela sub selidik.

Pada setiap posisi pergerakan jendela sub selidik dalam jendela selidik ini dihitung nilai korelasi antara jendela sasaran dengan jendela sub selidik. Piksel dengan nilai korelasi tertinggi merupakan piksel yang bersesuaian pada kedua citra tersebut, dengan nilai korelasi antara -1 hingga 1. Nilai 1 menunjukkan korelasi yang sempurna, nilai 0 menunjukkan tidak terdapat korelasi, dan nilai -1 menujukkan adanya korelasi yang berkebalikan atau berlawanan (Schenk, 2000)

Persyaratan yang dipenuhi untuk melakukan area based matching adalah pasangan citra perlu dinormalisasi terlebih dahulu, misal mengenai derajat kecerahan. Jika tie point antar foto sudah terdeteksi, maka mozaik dapat dibentuk.Seringkali antar citra memiliki kekontrasan yang sangat berbeda sehingga jika dilakukan mozaik akan tidak seragam, untuk itu perlu dilakukan penyeragaman warna antar citra (Harintaka, 2006).

76

3. BAHAN DAN METODE

Dokumen terkait