• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesimpulan

Dari hasil penelitian karakterisasi sifat fisiko-kimia dan sensori cookies dari tepung komposit (beras merah, kacang merah dan mocaf) disimpulkan sebagai berikut :

1. Perbandingan tepung beras merah, tepung kacang merah, dan tepung mocaf memberikan pengaruh pada parameter yang diuji. Pada karakteristik fisik, memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap indeks warna dan tekstur, dan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap daya mengembang. Pada karakteristik kimia memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar karbohidrat, kadar serat kasar, serta memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar lemak. Pada karakteristik sensori memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap hedonik warna, hedonik aroma dan memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) untuk parameter hedonik rasa, serta memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap hedonik tekstur.

2. Perlakuan T3 (30% tepung beras merah : 10% tepung kacang merah : 60%

tepung mocaf) merupakan perlakuan terbaik. Hal ini berdasarkan nilai hedonik warna, aroma, rasa, dan tekstur yang dapat diterima dengan baik oleh panelis dan kandungan protein dan serat yang cukup baik pada cookies. Karakteristik fisik cookies terbaik (T3) memiliki nilai indeks warna

Karakteristik kimia cookies terbaik (T3) memiliki kadar air 2,1812%, kadar

abu 1,0063%, kadar protein 8,1721%, kadar lemak 26,7873%, kadar karbohidrat 64,0344 kadar serat 4,5858%. Karakteristik sensori cookies terbaik (T3) memiliki nilai hedonik rasa 4,11, hedonik aroma 3,89, hedonik

warna 3,83, dan hedonik tekstur 3,92.

3. Berdasarkan uji t yang dilakukan dengan membandingkan cookies tepung komposit dan kontrol (100% terigu), diketahui karakteristik fisik cookies berbeda nyata (P<0,05) terhadap indeks warna, tekstur, dan daya mengembang. Pada karakteristik kimia berbeda nyata (P<0,05) terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar serat kasar, namun tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap kadar protein. Pada karakteristik sensori berbeda nyata (P<0,05) terhadap hedonik rasa dan warna, namun tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap hedonik aroma dan hedonik tekstur.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mutu cookies dengan menggunakan berbagai jenis penstabil.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mutu cookies dengan menggunakan metode penepungan kacang merah yang berbeda, seperti dengan pelepasan kulit ari kacang merah atau dengan perendaman selama beberapa jam saat proses penepungan dilakukan.

Beras Merah

Beras merah (Oryza nivara) merupakan jenis beras yang berwarna merah karena adanya pigmen antosianin yang terdapat pada lapisan luar beras (Maekawa, 1998). Beras merah banyak terdapat di Asia termasuk Indonesia, dan juga di benua Amerika, namun di Amerika beras merah dianggap sebagai gulma tanaman padi yang dapat menurunkan nilai jual beras putih yang diproduksi (Ahuja, dkk., 2007). Klasifikasi beras merah dalam botani tumbuhan adalah (Wikipedia, 2015) :

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Bangsa : Poales

Suku : Gramineae Marga : Oryza

Jenis : Oryza nivara L.

Padi memiliki bentuk dan warna yang bervariasi, baik ditinjau dari tanaman maupun dari berasnya. Secara umum, masyarakat lebih memilih padi beras putih dibandingkan beras merah karena lebih baik dari segi organoleptik dan masa simpan yang lebih lama. Beras merah mengandung protein dan mineral. Warna merah yang ada pada beras merah dikarenakan kandungan antosianin. Beras merah juga mengandung senyawa flavonoid fungsional, elemen mikronutrisi esensial, lemak fungsional dan penangkap radikal bebas. Salah satu

kelompok senyawa flavonoid yang terkandung adalah kelompok senyawa antosianin (Prastyaharasti dan Zubaidah, 2014).

Berdasarkan penelitian sebelumnya, beras merah varietas solok memiliki komposisi kimia sebagai berikut yaitu kadar air 11,47%, kadar abu 1,28%, kadar lemak 2,46%, kadar protein 7,21%, dan kadar karbohidrat sebesar 77,59%. Beras merah juga memiliki suhu gelatinisasi sekitar 87,54 oC, daya cerna pati secara in vitro sekitar 62,06%, fenol sebesar 5,309 ± 0,283 mg GAE/g, kandungan total flavonoid sebesar 19,245 ± 1,491 mg/g, dan kandungan aktivitas antioksidan sebesar 8,600 ± 0,825 mg AEAC/g (Akhbar, 2015).

Beras merah merupakan salah satu sumber serat yang cukup baik, hal ini dikarenakan beras merah umumnya dikonsumsi tanpa melalui proses penyosohan, melainkan hanya digiling menjadi beras pecah kulit, sehingga kulit arinya masih melekat pada endosperm. Kulit ari beras merah kaya akan kandungan minyak alami, lemak essensial dan serat (Santika dan Rozakurniati, 2010).

Kandungan serat beras merah sekitar 5,4%, hal ini dapat dikatakan cukup tinggi bila dibandingkan beberapa produk padi-padian seperti ketan hitam yang memiliki kandungan serat sekitar 0,8%, dan bahkan tepung terigu yang memiliki kandungan serat sebesar 2,7% (Nutrisurvey, 2005). Selain serat, beras merah memiliki kapasitas antioksidan beras merah sebesar 6,08 mg AEAC/100 g (bk) (Kristin, 2014).

Bentuk olahan sederhana dari beras merah adalah dengan mengolah menjadi tepung beras merah. Tepung merupakan bentuk alternatif setengah jadi yang direkomendasikan karena tepung memiliki keawetan yang baik, mudah dicampur sebagai komposit, diperkayakan zat gizi (di fortisikasi), dibentuk dan

lebih mudah diaplikasikan pada bentuk-bentuk pangan yang lainnya (Damarjati, dkk., 2000). Menurut Soesanto dan Saneto (1994), pembuatan tepung beras merah mempunyai kelebihan yaitu mudah dalam proses penyimpanan dan penyiapan bahan baku suatu produk dengan daya tahan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dalam bentuk bijinya.

Senyawa antioksidan yang terdapat pada tepung beras merah adalah senyawa antosianin. Kandungan antosianin pada beras merah masih sangat beragam dan berkisar sekitar 0,34-93,5 μg. Senyawa antosianin adalah senyawa fenolik yang masuk kelompok flavonoid yang berperan baik untuk tubuh maupun untuk tanaman itu sendiri. Antosianin berperan untuk mencegah beberapa penyakit hati, kanker usus, stroke, diabetes, dan sangat esensial untuk kinerja otak (Herani dan Rahadjo, 2005).

Pengolahan tepung beras merah merupakan usaha pengecilan ukuran partikel beras. Proses ini dilakukan dengan dua cara yaitu secara kering dan basah. Pengolahan tepung yang dilakukan secara basah, hasil tepungnya harus dikeringkan kembali agar tepung beras memiliki daya simpan yang lama (Khatir, dkk., 2011).

Kacang Merah

Kacang merah merupakan kacang buncis bertipe tegak yang tidak merambat dan secara umum dipanen ketika tua. Ada banyak varietas kacang merah, diantaranya adalah kacang azuki (kacang merah kecil), red bean, dan kidney beans (kacang merah ukuran besar). Kacang azuki berukuran kecil dan berwarna merah tua dan memiliki rasa yang manis (Rukmana, 2009). Klasifikasi

kacang merah varietas azuki dalam botani tumbuhan adalah sebagai berikut (Wikipedia, 2016): Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Fabales Famili : Fabaceae Upafamili : Faboideae Bangsa : Phaseoleae Genus : Vigna

Spesies :Vigna angularis L (Wikipedia, 2016).

Kacang merah merupakan jenis kacang-kacangan yang memiliki kandungan gizi yang cukup baik. Kandungan karbohidrat kacang merah relatif lebih tinggi dibandingkan jenis kacang-kacangan lainnya, kandungan lemak yang lebih jauh rendah dibanding kacang kedelai dan kacang tanah, serta kadar serat yang setara dengan kacang hijau dan kacang tanah (Angioi, dkk., 2010). Kandungan gizi kacang merah azuki dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan zat gizi kacang merah per 100 gram bahan

Kandungan gizi Jumlah kandungan

Kadar air 11,57 ± 0,01 Kadar protein 19,91 ± 0,46 Kadar lemak 1,47 ± 0,01 Kadar abu 3,26 ± 0,04 Kadar karbohidrat 509,53 ±5.93 Sumber : Sai-Ut, dkk. (2009)

Kandungan vitamin B per 100 g kacang merah terdiri thiamin sebesar 0,88 mg, riboflavin 0,14 mg dan niasin 2,2 mg. Kacang merah juga mengandung asam amino essensial yang cukup lengkap, dengan kandungan asam amino

pembatas metionin dan sistein dengan kandungan yang cukup rendah yaitu 10,56 dan 8,46 mg/100g (Salunkhe, dkk., 1985 dalam Astawan, 2009). Kandungan protein dan profil asam amino dalam 100 gram kacang merah terdiri dari asam lisin 1323 mg, asam aspartat 1049 mg, leusin 693 mg, asam glutamat 595 mg, arginin 537 mg, serin 472 mg, fenilalanin 469 mg, valin 454 mg, isoleusin 383 mg, prolin 368 mg, treonin 365 mg, alanin 364 mg, glisin 339 mg, metionin 10,56 mg dan sistein 8,46 mg (Kay, 1979 dalam Astawan, 2009).

Kacang merah memiliki kandungan senyawa antinutrisi seperti asam fitat, hemaglutinin, antitripsin, dan goitrogen yang menghambat fungsi kelenjar tiroid. Apabila kemampuan asam fitat dalam mengikat ion mineral hilang, maka akan dihasilkan inositol dan asam fosfat yang menjadi sumber fosfor yang baik untuk tubuh (Ekawati, 1999). Asam fitat akan membentuk ikatan kompleks dengan zat besi atau mineral-mineral lain, seperti seng, magnesium, dan kalsium menjadi bentuk yang tidak larut dan sulit diserap oleh tubuh (Suhanda, 2007). Selain kandungan asam fitat, kacang merah juga mengandung senyawa nutrisi yaitu tanin yang cukup tinggi yang sebagian besar terdapat pada bagian kulitnya (Astawan, 2009).

Keunggulan pengolahan kacang merah menjadi tepung kacang merah adalah untuk meningkatkan daya guna, hasil dan nilai guna, serta lebih mudah diolah menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, lebih mudah dicampur dengan tepung-tepung dan bahan lainnya (Ningrum, 2012). Namun, pengolahan kacang merah menjadi tepung kacang merah terkendala dengan adanya kandungan anti-nutrisi seperti asam fitat sehingga diperlukan perlakuan untuk mengurangi kandungan anti-nutrisi yang terdapat pada kacang merah.

Perlakuan pendahuluan seperti perendaman dan perebusan dapat menurunkan kandungan asam fitat pada kacang-kacangan. Hal ini terjadi karena asam fitat dalam kacang-kacangan kering merupakan dalam bentuk garam larut air yang merupakan kalium fitat (Khattab dan Arntfield, 2009). Berdasarkan penelitian Pangastuti, dkk. (2013), diketahui bahwa perlakuan pendahuluan berupa perebusan selama 90 menit dapat menurunkan kandungan asam fitat hingga menjadi 3,59 mg/g berat kering. Hasil penelitian perlakuan pendahuluan untuk mengurangi asam fitat dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kadar asam fitat tepung kacang merah dengan kulit dan tanpa kulit pada berbagai Variasi Perlakuan Pendahuluan

Jenis perlakuan Perlakuan pengupasan Kadar asam fitat pendahuluan (mg/g bk) Tanpa perlakuan pendahuluan Dengan kulit 18,78 ± 0,21

Tanpa kulit 29,93 ± 0,13

Perendaman 24 jam Dengan kulit 11,76 ± 0,58

Tanpa Kulit 3,59 ± 0,11

Perebusan 90 menit Dengan kulit 3,59 ± 0,11

Tanpa kulit 9,61 ± 0,16

Sumber : Pangastuti, dkk. (2013).

Tepung Mocaf

Mocaf (Modified Cassava Flour) merupakan tepung singkong yang telah melalui proses modifikasi. Proses modifikasi tersebut merupakan proses fermentasi sel singkong dengan menggunakan mikroba BAL (Bakteri Asam Laktat) yang akan mendominasi selama proses fermentasi. Bakteri asam laktat yang tumbuh akan menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel singkong sedemikian rupa sehingga terjadi liberasi granula pati. Mikroba BAL juga akan menghasilkan enzim-enzim yang menghidrolisis pati menjadi gula dan akan mengubah gula menjadi asam-asam

karakteristik dari tepung yang dihasilkan, sehingga mengakibatkan kenaikan viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut. Selain itu, cita rasa mocaf menjadi netral dengan menutupi cita rasa singkong hingga 70% (Subagio, 2006).

Mocaf memiliki sifat fisik yang mirip terigu, tetapi komponen di dalamnya tidak sama dengan terigu, seperti kandungan gluten yang tidak ada pada tepung mocaf tetapi dimiliki tepung terigu. Kandungan protein pada mocaf hanya sedikit karena bahan bakunya adalah singkong. Tepung mocaf mengandung karbohidrat yang lebih tinggi dan gelasi yang lebih rendah dibandingkan tepung terigu. Mocaf juga memiliki derajat viskositas (daya rekat), kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan larut yang lebih baik dibandingkan tepung terigu, penggunaan tepung mocaf untuk subsitusi terigu hingga 100% akan menurunkan kualitas produk olahan baik cita rasa maupun tampilan. Namun, tepung mocaf dapat menggantikan tepung terigu hingga 100% pada produk-produk tertentu meskipun dengan kualitas yang agak berbeda (Salim, 2011). Perbandingan komposisi kimia tepung terigu dan tepung mocaf dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perbandingan komposisi kimia tepung terigu dan mocaf

Komponen Mocaf Terigu

Kadar air (%) 6,9 12,0 Kadar protein (%) 1,2 8-13 Kadar abu (%) 0,4 1,3 Kadar pati (%) 87,3 60-68 Kadar serat (%) 3,4 2-2,5 Kadar lemak (%) 0,4 1,5-2 Sumber : Sunarsi, dkk. (2011).

Mocaf dalam penggunaannya sebagai bahan baku pada produk pangan cukup luas dan fleksibel karena dapat dicampur atau dikomposit dengan berbagai jenis tepung lainnya, baik terigu, beras, ketan maupun kacang-kacangan. Proporsi

penggunaan mocaf sebagai pengganti terigu bervariasi yaitu 30-40% pada produk roti, pastry dan mie, 50-100% pada produk kue basah (cakes), kue kering (cookies), aneka produk gorengan dan jajanan (Yulifianti dkk., 2012).

Proses pengolahan tepung mocaf secara teknis sangat sederhana di mana mirip dengan pengolahan tepung ubi kayu secara konvensional, namun disertai dengan proses fermentasi. Proses pengolahan tepung mocaf dimulai dengan pengupasan kulit singkong, pencucian, pengecilan ukuran, dilanjutkan dengan tahap fermentasi selama 12-17 jam. Setelah fermentasi dilakukan, ubi kayu dikeringkan dan dihasilkan tepung mocaf (Subagio, 2006).

Cookies

Secara umum, tepung terigu digunakan dalam pembuatan cookies, namun diketahui ada beberapa informasi bahwa pencampuran beras dapat digunakan dalam berbagai jenis cookies. Tepung dari golongan serealia digunakan dalam jumlah yang kecil dan pati dapat ditambahkan untuk memberi cita dan sifat struktur yang spesial. Sifat reologi dari adonan cookies dipengaruhi oleh kualitas bahan, kuantitas bahan, kondisi pencampuran bahan dan suhu adonan tepung yang digunakan (Singh, dkk., 2008).

Olahan kue kering seperti cookies tidak membutuhkan pengembangan volume seperti kue basah dan berbagai jenis roti, namun cookies harus memiliki sifat renyah, tidak keras dan tidak mudah hancur. Cookies merupakan kue yang memiliki kandungan air yang rendah, berukuran kecil dan manis. Untuk membuat kue kering diperlukan bahan pengikat dan pelembut. Bahan pengikat yang digunakan dalam pembuatan cookies adalah tepung, air, dan telur, sedangkan

Kerenyahan cookies dapat ditentukan dengan mudah atau tidaknya cookies hancur ketika digigit, tekstur dan struktur yang kompak serta butiran yang halus. Kerenyahan cookies dipengaruhi oleh tepung yang digunakan, telur, margarin dan garam. Kerenyahan dari biskuit atau cookies juga berkorelasi dengan kadar air adonan (Hastuti, 2012).

Berdasarkan data SNI 2973:2011, cookies merupakan jenis biskuit yang terbuat dari adonan yang lunak, relatif renyah, dan apabila dipatahkan penampang dari potongannya akan bertekstur kurang padat. Syarat mutu cookies mengacu pada SNI 2973:2011 tentang biskuit yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Syarat mutu biskuit berdasarkan SNI 2973:2011

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan (bau, rasa, warna) - Normal

2 Kadar air (b/b) % Maks. 5

3 Protein (N x 6,25) (b/b) % Min. 5

4 Asam lemak bebas (sebagai asam oleat) (b/b) % Maks. 1,0 5 Cemaran logam 5.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,5 5.2 Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,2 5.3 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40 5.4 Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 0,05

6 Arsen (As) mg/kg Maks. 0,5

7 Cemaran mikroba

7.1 Angka Lempeng Total Koloni/g Maks. 1 x 104

7.2 Coliform APM/g 20

7.3 Eschericia coli APM/g < 3

7.4 Salmonella sp. - Negatif/25 g

7.5 Staphylococcus aureus Koloni/g Maks. 1 x 102

7.6 Bacillus cereus Koloni/g Maks. 1 x 102

7.7 Kapang dan khamir Koloni/g Maks. 1 x 102

Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2011)

Pembuatan cookies secara umum dilakukan dengan pembentukan krim dari bahan-bahan seperti gula, lemak, garam dan bahan pengembang. Proses pencampuran dan pengadukan dengan metode krim sesuai untuk cookies yang

dicetak, karena akan menghasilkan adonan yang membatasi pengembangan gluten yang berlebihan (Indrasti, 2004).

Cookies memerlukan suhu pemanggangan yang lebih tinggi dalam oven daripada suhu yang digunakan untuk memanggang cake. Cookies yang memiliki komposisi gula yang cukup tinggi dengan penambahan susu kental membutuhkan suhu yang lebih rendah saat proses pemanggangan. Suhu yang rendah akan menghasilkan warna cokelat yang sedikit dan lebih merata, sedangkan suhu yang lebih tinggi akan berakibat sebaliknya. Sebelum proses pemanggangan cookies, oven harus dipanaskan terlebih dahulu (Bastin, 2010).

Bahan Tambahan Pembuatan Cookies Lemak

Shortening, margarin, dan mentega adalah lemak. Lemak digunakan untuk mengempukkan dan melembutkan tekstur, melembapkan dan menyempurnakan, menambah kualitas selama penyimpanan, menambah rasa, dan membantu mengembangkan ketika digunakan sebagai creaming agent. Margarin biasa digunakan dalam pembuatan cookies karena dapat memperbaiki cita rasa cookies. Margarin yang baik untuk cookies adalah margarin dengan 65% minyak sayur dan tanpa penambahan air. Penggunaan mentega secara berlebihan akan menyebabkan cookies menjadi berminyak dan berukuran kecil. Perbandingan mentega dan shortening sebanyak 1 : 1 akan menghasilkan rasa dan pengembangan yang sesuai (Bastin, 2010).

Shortening merupakan lemak padat yang diperoleh dari pencampuran dua atau lebih lemak dengan cara hidrogenasi dan umumnya berwarna putih sehingga

minyak dengan ± 18% air terdispersi di dalam 80% lemak dengan sejumlah kecil protein yang bertindak sebagai zat pengemulsi. Margarin merupakan pengganti mentega dengan rupa, bau, konsistensi, rasa dan nilai gizi yang hampir sama. Namun bisa berasal dari minyak nabati yang dihidrogenasikan terlebih dahulu (Winarno, 2002).

Shortening dalam pembuatan roti dan kue berperan dalam memperbesar volume, menyerap udara, stabilisir (sehingga tidak mudah hancur ketika dipanggang), emulsifier, membentuk krim, memperbaiki keeping quality (menghambat perpindahan air dari pati ke dalam gluten tepung yang menyebabkan stale atau basi) dan memberikan cita rasa gurih dalam bahan pangan yang berlemak (Ketaren, 2005).

Gula

Gula merupakan salah satu bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies. Penggunaan gula akan mempengaruhi tekstur dan penampilan cookies. Gula akan memberikan rasa manis serta akan memperbaiki tekstur dan memberikan warna pada cookies. Semakin tinggi kandungan gula pada cookies, tekstur cookies akan semakin keras. Oleh karena itu, waktu pembakaran cookies harus diatur sedemikian rupa tidak terlalu lama agar tidak hangus karena gula akan mempercepat proses pembentukan warna (Subagio, 2007).

Gula yang digunakan pada pembuatan cookies biasanya adalah gula pasir dan gula palem. Jenis gula yang sesuai dalam pembuatan cookies adalah gula tepung. Gula tepung akan lebih mudah menyatu dan larut ketika diaduk dan dikocok dengan bahan lain. Gula bubuk akan membuat tekstur cookies menjadi lebih halus dengan hasil yang renyah di luar dan empuk di dalam. Gula tepung

juga akan membuat tekstur yang dihasilkan berpori kecil dan halus (Farida, dkk., 2008).

Garam

Garam yang digunakan bertujuan untuk membentuk rasa pada kue kering. Penggunaan garam secara umum pada pembuatan kue kering tidak lebih dari 1%. Sebaiknya garam yang digunakan pada pembuatan kue kering adalah garam halus agar garam yang ditambahkan lebih cepat larut dan lebih meresap ke dalam adonan (Suyarni, dkk., 2006).

Jumlah garam yang ditambahkan ditinjau dari dua faktor yaitu jenis tepung yang dipakai dan formula dari cookies tersebut. Tepung dengan kadar protein yang rendah membutuhkan penambahan garam yang lebih banyak karena garam akan memperkuat protein (Saputra, 2008).

Telur

Telur merupakan sumber protein dan sumber lemak. Telur mengandung asam amino yang lengkap dan memiliki daya cerna yang tinggi. Sebagai sumber protein, telur merupakan bahan yang memiliki kandungan asam amino yang paling sempurna. Sekitar 93% asam amino yang dikandung oleh telur dapat dicerna oleh tubuh (Lingga, 2012). Telur yang digunakan sebaiknya telur yang memiliki ukurann yang sama besar baik dari bentuk, berat dan ukuran agar volume putih dan kuning telur seimbang (Nuraini, 2009).

Telur dapat berfungsi sebagai emulsifier, pelembut tekstur, dan meningkatkan daya pengikat. Penggunaan kuning telur akan membuat tekstur cookies yang lembut, namun tekstur yang dihasilkan tidak sebaik jika digunakan

semua bagian telur. Telur berfungsi sebagai pengikat bahan-bahan lain dalam adonan sehingga struktur cookies lebih stabil. Telur dapat memperbaiki rasa dan warna. Telur dapat berfungsi sebagai pengembang karena dapat menangkap udara

selama pengocokan. Putih telur bersifat sebagai pengikat dan pengeras (Farida, dkk., 2008).

Pengembang adonan

Bahan pengembang yang umum digunakan adalah natrium bikarbonat (NaHCO3). Selain itu, ada beberapa jenis pengembang lainnya seperti amonium

karbonat atau amonium bikarbonat, namun garam tersebut akan terurai pada suhu yang tinggi. Selama pembakaran, volume gas bersamaan dengan udara dan uap air akan terperangkap dalam adonan, sehingga adonan akan mengembang sehingga volume akan meningkat dan menciptakan roti dengan struktur yang berpori-pori (Winarno, 2002).

Penggunaan baking powder akan meningkatkan kerenyahan kue kering, selain itu, baking powder akan membentuk volume, mengatur aroma dan rasa, mengendalikan penyebaran dan pengembangan kue, serta menjadikan kue kering lebih ringan. Penggunaan baking powder yang berlebihan akan menyebabkan kue menjadi terlalu mengembang dan rasa yang pahit (Suyarni, dkk., 2006).

Susu Skim

Susu skim merupakan bagian susu yang mengandung protein paling tinggi yaitu sebesar 36,4%. Susu skim memiliki aroma khas yang kuat sehingga dapat memberikan aroma pada cookies. Selain itu, susu skim juga dapat memperbaiki tekstur dan warna pada permukaan cookies. Kandungan laktosa di dalam susu

skim adalah disakarida pereduksi, yang apabila berkombinasi dengan protein, akan terjadi reaksi Maillard dan karena adanya pemanasan, akan memberikan

warna cokelat menarik pada permukaan cookies setelah dipanggang (Farida, dkk., 2008).

Susu dalam pembuatan kue-kue kering dapat berfungsi untuk memperbaiki cita rasa, warna, menahan penyerapan air, sebagai bahan pengisi, dan meningkatkan kandungan gizi cookies. Protein dalam susu berikatan dengan air sehingga membuat adonan menjadi lebih kuat dan lebih lengket (Warintek, 2009). Jenis susu yang biasa digunakan untuk pembuatan cookies adalah susu bubuk full cream dan susu bubuk skim. Kandungan laktosa yang terdapat pada susu bubuk akan memberikan warna pada cookies tersebut (Paran, 2008).

Latar Belakang

Besarnya permintaan tepung terigu di Indonesia membuat Indonesia harus mengimpor tepung terigu dari negara penghasil gandum seperti Turki, Srilanka dan Australia. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2013), impor gandum di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 6,3 juta ton dengan nilai 2,3 miliar dolar AS, sedangkan pada tahun 2013 jumlah tersebut meningkat 1,3 juta ton atau senilai 501 juta dolar AS. Impor tersebut dikarenakan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, dan sebagian besar produksi pangan di Indonesia menggunakan terigu sebagai bahan utamanya.

Untuk memenuhi kebutuhan tepung terigu dan mengurangi ketergantungan akan impor, pemerintah dan masyarakat berupaya mencari alternatif bahan pangan yang dapat mengurangi penggunaan terigu. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi permintaan terigu adalah dengan memanfaatkan kekayaan hasil pertanian Indonesia seperti ubi kayu, ubi jalar, jagung, beras, kacang-kacangan, dan hasil pertanian lainnya yang tersedia cukup besar di Indonesia. Sehingga, pemanfaaatan untuk bahan-bahan tersebut juga semakin meningkat.

Mocaf (Modified Cassava Flour) merupakan tepung yang diolah dari bahan dasar ubi kayu yang diproses secara fermentasi sehingga memiliki

Dokumen terkait