• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesimpulan

Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :

1. Filter cahaya berpengaruh pada peubah pertambahan tinggi tanaman induk

dan jumlah daun tanaman induk. Tanaman S.trifasciata ’Lime Streaker’

yang di tanam di bawah filter CuSO4 2.5% paling pendek (0.77cm)

dibandingkan dengan filter yang lain sedangkan yang tertinggi adalah tanaman S.trifasciata ’Lime Streaker’ yang di tanam di bawah filter plastik selektif film (0.98 cm).

2. Media tanam tidak berpengaruh pada semua peubah yang diamati.

3. Interaksi antara filter cahaya dan media tanam hanya berpengaruh terhadap peubah jumlah daun tanaman induk. Kombinasi antara plastik selektif film dan media tanam dengan komposisi pasir : arang sekam : pakis = 2 : 1 : 1 menghasilkan jumlah daun baru paling banyak (5.6 lembar daun).

4. S.trifasciata ‘Lime Streaker’ yang ditanam dibawah filter plastik selektif film dan larutan CuSO4 2.5% memiliki daun yang lebih cerah dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

5. Tanaman yang kompak diperoleh pada paranet 55% dan media tanam pasir :

tembakau = 3 : 1

Saran

Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk membangun filter cahaya dalam kondisi yang seragam. Untuk mengukur rasio R/FR sebaiknya menggunakan alat pengukur kualitas cahaya (spektroradiometer). Perlu digunakan metoda dan alat khusus (pengolahan citra) untuk menentukan tingkat kecerahan dan kekontrasan warna tanaman. Penggunaan berbagai filter cahaya berwarna lainnya juga perlu diteliti untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan dan mempelajari keefektifannya dalam menghasilkan tanaman yang memiliki pertumbuhan dan kualitas penampilan yang baik. Selain itu juga perlu melihat pengaruh berbagai macam filter cahaya pada berbagai jenis tanaman hias lain.

Ballare, C. L. A. Scopel, J. J. Casal and R. A. Sánchez. 2002. Know They Neighbour Trough Phytocrome. www.plantphys.net. 23 Maret 2006. Bidwell, R.G.S. 1974. Plant Physiology. Macmillan Publishing Co., Inc. 643 p.

Bonar, A. 1994. Indoor Conservatory and Greenhouse Gardening. Cassell.

London.

Chamberlain. 1986. Deposition of gases and particles on vegetation and soils. p 189-209. In: A. H. Legge and S. V. Krupa. (Eds.). Air Pollutants and Their Effect on The Terrestrial Ecosystem. John Wiley and son. New York.

Campbell, N. A., J. B. Reece. L. G. Mitchell.1999. Biologi. Erlangga. Jakarta Cemy, T.A., Shumin Li, N.C Rajapakse,. 2000. Greenhouse product news. 4(10). Dalimunthe,A. 2004. Stomata: Biosintesis, Mekanisme Kerja, dan Peranannya

dalam Metabolisme. Program Studi Kehutanan Universitas Sumatra Utara. USU Digital library. 29 Juli 2007.

Dariana, A. 2005. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Seri 2. Penebar Swadaya. Depok.

Dasoju, S. M. R. Evans, and B. E. Whipker. 1998. Paclobutrazol drenches control growth of potted sunflower. Hortech (8):235-237

Decoteau, D. 1998. Plant Physiology: Manipulating Plant Growth with Solar

Radiation. Greenhouse Glazing & Solar Radiation Transmission Workshop. Rutgers University.

Ellis, C. and M. W. Swaney. 1947. Soilless Growth of Plants. Reinhold Publishing Corporation. New York. 277p.

Fahn, A. 1991. Anatomi Tumbuhan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. 943 hal.

Flegmann, A. W., and A. T. George. 1975. Soils and Other Growth Media. The Macmillan Press.

Fletcher, J.M., A. Tatsiopoulou, P. Hadley, F.J. Davis, and R.G.C. Henbest. 2002. Growth, Yield and Development of Strawberry Cv ‘ Elsanta’ Under Novel Photoselective Film Clad Greenhouses. ISHS Acta Horticulturae 633 Gardner, F. P., R. B. Pearce, R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.

Jakarta. UI Press.

Giese, M., U. Bauer-Doranth, C. Langebartels and H. Sandermann, Jr. 1994.

Detoxification of Formaldehyde by the Spider Plant (Chlorophytum

comosum L.) and by soybean (Glycine max L.) cell suspension cultures, Plant Physiology. 104:1301-1309.

Harjadi, S. S. 1989. Dasar-Dasar Hortikultura. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

51

Henley, R.W., A.R. Chase, and L.S. Osborne. 2006. Sansevieria Production Guide. Central Florida Research and Education Center University of Florida. Florida.

Hopkins, W. G. dan N. P. A. Huner. 2004. Introduction to Plant Physiology. John Wiley and Sons, Inc. New York. 559 p.

Julianti, E. D. 2003. Hujan Emas di Ladang Sansevieria. Trubus 405:94-95

Khattak, A. M., S. Pearson, C. B. Johnson. 1999. The effect of spectral filters and

nitrogen dose on the growth of chrysanthemum (Chrysantemum

morifolium Ramat., cv. Snowdon). The Journal of Horticultural Science and Biotechnology Trustees 74(2):206-212.

Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Grafindo Persada. Jakarta. 217 hal.

Leiwakabessy, F. M. dan A. Sutandi. 1998. Pupuk dan Pemupukan. Departemen Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). 2006. Limbah Tembakau Dimanfaatkan untuk Kompos. www.lipi.go.id. 31 Agustus 2006.

Lestari, P. 2007. Penggunaan Beberapa Filter Cahaya dan Cara Perbanyakan

Vegetatif Untuk Memperbaiki Kualitas Fenotipe Bibit Sanseivieria

trifasciata ‘Laurentii’ dan ‘Lilian True’. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 94 hal. Lingga, L. 2005. Panduan Praktis Budidaya Sanseviera. AgroMedia Pustaka.

Depok

McMahon, M J and J. W. Kelly. 2006. Influence of Spectral Filters on Growth of

Euphorbia pulcherrima 'Glory'. Department of Horticulture and Crop Science, The Ohio State University. Ohio

Mortensen, L. M., E. Stromme, Z. Sebesta and Wenner. 1987. Growth chamber with control of light quality. Norwegian Journal of Agricultural Science 1:15.

Murbandono, H. S. L. 1993. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta. 44hal. Mulyana, N. 2006. Adaptasi Morfologi, Anatomi, dan Fisiologi Empat Genotipe Kedelai (Glycine Max (L) Merr.) pada Kondisi Cekaman Naungan. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. IPB. Bogor.

Peart, V. 2003. Indoor Air Quality in Florida:Houseplants to Fight Pollution. Department of Family, Youth and Community Sciences. Florida Cooperative Extension Service. Institute of Food and Agricultural Sciences. University of Florida. Florida.

Rajapakse, N. C., McMahon, and J. W. Kelly. 1993. End of Day to Far-Red Light Reverses the Height Reduction of Chrysanthemum Induced by Copper Sulfate Spectral Filters. Department of Horticulture. Clemson University. Rajapakse, N. C. and S. Wilson. 2001. Growth Regulating Photoselective

Ransom, S. L. and Thomas M. 1960. Crassulacean acid metabolism. Annual Rev Plant Physiol 11: 81-110

Rubatzky, V. E. and M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 1. Penerbit ITB. Bandung. 313 hal.

Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan (Terjemahan Plant Physiology.). Jilid 2. Penerbit ITB. Bandung.

Sampoerna. 2007. Potensi Pemanfaatan Limbah Pabrik PT HMS Sampoerna. PT Sampoerna.( Tidak dipublikasikan)

Sopandie, D., Trikoesoemaningtyas, dan N. Khumaida. 2005. Fisiologi, genetika dan molekuler adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah: pengembangan varietas unggul kedelai sebagai tanaman sela. Departemen Agonomi dan Hortikultura, IPB. Bogor. (Tidak dipublikasikan)

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Surkati, A. 1987. Aplikasi Teknologi pada Produksi Bunga. Jurusan Budidaya Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 18 hal.

Sutarmi, S. 1983. Botani Umum Jilid II. Angkasa. Bandung. 180 hal.

Young, R. E., Margaret J. Mc., Nihal C. R., and Dennis R. D. 1994. Spectral Filtering for Plant Production. International Lighting in Controlled Environments Workshop.

Wattimena, G. A., L. W. Gunawan, N. A. Mattjik, E. Syamsudin, N. M. A. Wiendi. A. Ernawati. 1992. Bioteknologi Tanaman. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Wilson, S. 2006. Application of Photomorphogenesis Research to Horticultural Systems. http://www.clemson.edu

Wilson, S.and N. Rajapakse. 2001. Use of photoselective plastic films to control growth of three perennial salvias. J. Appl. Hort., 3(2):71-74.

Lampiran 1. Denah Tata Letak Percobaan Ulangan 1

P1A2 P3A2 P2A3 P4A1 P1A1 P3A1 P2A1 P4A2 P1A3 P3A3 P2A2 P4A3

Ulangan 2

P3A2 P2A1 P1A3 P4A2 P3A3 P2A2 P1A2 P4A1 P3A1 P2A3 P1A1 P4A3

Ulangan 3

P2A1 P1A2 P4A1 P3A1 P2A3 P1A3 P4A3 P3A2 P2A2 P1A1 P4A1 P3A3

Ulangan 4

P2A2 P1A1 P3A1 P4A3 P2A3 P1A3 P3A2 P4A1 P2A1 P1A2 P3A3 P4A2

Ulangan 5

P4A1 P1A2 P2A1 P3A1 P4A2 P1A1 P2A2 P3A3 P4A3 P1A3 P2A3 P3A2

Keterangan: P1 = Plastik Selektif Film A1= Pasir : tembakau = 3:1

P2 = Paranet 55% A2= Pasir : arang sekam : pakis = 2:1:1

P3 = Plastik A3= Pasir = 1

55

Lampiran 2. Metode Pengamatan Jumlah dan Perilaku Stomata Bahan : Daun S. trifasciata ‘Lime Streaker’ dan cat kuku bening. Alat : Kaca objek, selotif, dan mikroskop.

Metode:

a. Daun S. trifasciata ‘Lime Streaker’ bagian bawah dan atas serta bagian daun yang berwarna kuning dan hijau diolesi cat kuku bening selebar selotip kecil secara merata dan tipis sehingga mudah diangkat.

b. Lapisan cat kuku bening yang telah kering tersebut selanjutnya dikelupas dengan cara menempelkan selotif di bagian atas cata kuku bening kemudia ditarik (diangkat).

c. Potongan selotif yang mengandung lapisan cat kuku bening (epidermis daun) tersebut ditempelkan pada kaca objek

d. Preparat selanjutnya diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x20

e. Jumlah stomata yang terlihat dalam bidang pandang dihitung setiap masing-masing perlakuan sehingga didapat jumlah stomata per luas bidang pandang tersebut. Pengamatan diulang sebanyak tiga kali dengan cara mengeser bidang pandang namun tetap pada kaca objek yang sama.

f. Perilaku membuka dan menutupnya stomata juga diamati seperti layaknya mengamati jumlah stomata diatas. Setelah dihitung jumlah stomata yang membuka selanjutnya dihitung persentase pembukaan stomata.

Persentase pembukaan stomata = Jumlah stomata membuka X 100 %

Jumlah seluruh stomata

g. Diameter bidang pandang pada pembesaran 100 x 10 diukur menggunakan mikrometer untuk menghitung luas bidang pandang tersebut

h. Luas bidang pandang dihitung dengan rumus: A = π d2 4

Keterangan: A = Luas bidang pandang, π = tetapan (3.14) dan d = diameter bidang pandang

Saat ini Sansevieria merupakan salah satu tanaman hias yang sedang populer. Hal ini dikarenakan Sansevieria dapat menyerap polutan dan membersihkan udara. Badan Penerbangan Antariksa Amerika Serikat (NASA) dan Associated Landscape Contractors of Amerika (ALCA) telah menemukan bahwa Sansevieria merupakan salah satu tanaman yang dapat menyerap polutan (formaldehid, bensen, trikloroetilen) (Peart, 2003).

Sansevieria memiliki keindahan pada warna dan bentuk daun, tergantung varietasnya. Tanaman Sansevieria yang paling umum dijumpai adalah Sansevieria trifasciata. Masalah yang sering dihadapi dalam membudidayakan Sansevieria adalah kualitas penampilan tanaman yang kurang menarik dan kompak. Kualitas penampilan tanaman dapat diukur dari kekontrasan warna tanaman sedangkan kekompakan tanaman diukur dari pertumbuhan vegetatif tanaman.

Tanaman yang kontras dan kompak ini dapat diperoleh dengan cara mengatur kualitas cahaya yang masuk atau mengenai tanaman misalnya dengan

penggunaan filter cahaya (Rajapakse dan Wilson, 2001). Kualitas cahaya

ditentukan berdasarkan rasio panjang gelombang cahaya yang diterima oleh tanaman. Filter cahaya yang dapat digunakan adalah plastik selektif film dan larutan filter CuSO4.

Plastik selektif film dan larutan filter CuSO4 diketahui dapat meningkatkan rasio penerimaan cahaya merah (R) berbanding merah jauh (FR). Aplikasi penggunaan plastik selektif film dan larutan filter CuSO4 ini sebagai penutup (covering) bangunan tumbuh. Penggunaan plastik selektif film dan larutan filter

CuSO4 ini diketahui dapat membentuk tajuk tanaman yang lebih kompak dan

berpenampilan menarik (McMahon dan Kelly (1993); Rajapakse dan Wilson (2001)).

Budidaya tanaman Sansevieria memerlukan media tanam yang cocok

sehingga dapat memberikan pertumbuhan yang baik. Lingga (2005) menyatakan bahwa media tanam yang baik bagi Sansevieriayaitu media yang bersifat porous, sedikit kandungan bahan organik dan tidak cepat melapuk. Penggunaan media

2

tanam yang tepat bagi Sansevieria perlu diteliti sehingga dapat menghasilkan tanaman yang memiliki penampilan menarik dan pertumbuhan baik.

TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh filter cahaya, media tanam dan interaksi keduanya terhadap pertumbuhan dan kualitas penampilan tanaman S. trifasciata ’Lime Streaker’

HIPOTESIS

Hipotesis dalam penelitian ini yaitu:

1. Perlakuan filter cahaya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan

kualitas penampilan tanaman S. trifasciata ’Lime Streaker’.

2. Perlakuan media tanam akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan

kualitas penampilan tanaman S. trifasciata ’Lime Streaker’.

3. Terdapat interaksi antara filter cahaya dan media tanam dalam

menghasilkan tanaman S. trifasciata ’Lime Streaker’ yang memiliki

Sansevieria trifasciata

Di Indonesia Sansevieria dikenal dengan sebutan tanaman lidah mertua

(motherlaw in tongue’s) (Bonar, 1994). Menurut Henley, Chase, dan Osborne (2006) Sansevieria merupakan anggota famili Agavaceae yang terdiri dari 60 spesies dan tersebar di Afrika, Arabia dan India. Spesies yang paling umum dijumpai adalah Sansevieria trifasciata. Lingga (2005) menyatakan habitat asli Sansevieria adalah daerah tropis kering dan mempunyai iklim gurun yang panas.

Sansevieria dapat tumbuh pada rentang suhu yang luas dan dapat bertahan hidup di daerah panas seperti gurun. Pertumbuhan optimal dicapai pada siang hari bertemperatur 24-29ºC dan malam hari 18-21ºC. Tanaman ini juga dapat beradaptasi pada ruangan dengan suhu dan kelembaban yang rendah seperti pada ruangan berpendingin (AC). Oleh karena itu Sansevieria dapat digunakan sebagai tanaman dalam ruangan (Henley et al., 2006).

Ballare, Scopel, Casal, dan Sánchez (2002) menyatakan bahwa pertumbuhan S.trifasciata yang ternaungi menjadi lambat, lemah, dan warna daun menjadi lebih hijau dengan dengan garis-garis putih pada tengah daun menghilang. Henley et al. (2006) menyatakan bahwa Sansevieria dapat tumbuh dengan baik pada kondisi dengan pencahayaan penuh maupun pencahayaan yang kurang. Kebutuhan cahaya Sansevieria berkisar antara 1000-10.000 footcandle

(fc), tetapi masih dapat tumbuh di lingkungan yang memiliki pencahayaan beberapa ratus footcandle saja. Sansevieria lebih menyenangi kondisi sinar matahari langsung untuk pertumbuhannya.

Peart (2003) menyatakan bahwa Sansevieria dapat menyerap gas beracun (polutan) seperti formaldehid, bensen, dan trikloroetilen dari udara. Mekanisme penyerapan polutan terjadi melalui stomata. Polutan ini masuk dalam jaringan tumbuhan dan terlibat dalam metabolisme asam organik, gula dan asam amino

(Giese, Bauer-Doranth, Langebartels, dan Sandermann,1994). Menurut Lingga

(2005), satu tanaman Sansevieria efektif menyerap polutan dalam ruangan dengan

luas 10m2. Peart (2003) menyatakan keefektifan penggunaan tanaman

4

polutan dapat mencapai 96% CO, 99% NO2 sedangkan tanaman Epripenum dapat

menyerap 75% CO. Keefektifan tanaman Sansevieria sebagai penyerap polutan belum diketahui namun diperkirakan keefektifannya tidak jauh dari nilai tersebut. Chamberline (1986) menyatakan penyerapan gas-gas beracun ini dipengaruhi oleh resistensi dan mekanisme membuka dan menutupnya stomata yang sangat dipengaruhi oleh sifat masing-masing gas.

Dariana (2005) menyatakan manfaat lain dari tanaman Sansevieria, yaitu sebagai tanaman obat untuk menyembuhkan penyakit diare, tekanan darah tinggi, influensa, batuk dan lain-lain. Manfaat lainnya dari tanaman Sansevieria sebagai elemen taman dan dekorasi, bahan alternatif serat tekstil.

Cahaya

Cahaya berperan utama dalam proses fotosintesis dan fotomorfogenis melalui fitokrom (Rajapakse dan Wilson, 2001). Fitokrom merupakan penerima cahaya yang paling efektif dalam mengendalikan proses morfogenesis tanaman dibandingkan dengan yang lain. Fitokrom ini dapat mendeteksi gelombang cahaya dari 300-800 nm dengan sensitifitas maksimum pada cahaya merah (R, 600-700 nm dengan puncak penyerapan pada 660 nm) dan merah jauh (FR, 700-800 nm dengan puncak penyerapan pada 730 nm).

Cahaya tampak (380-750 nm) tersusun atas beberapa spektrum warna dengan panjang gelombang yang berbeda-beda. Setiap panjang gelombang tersebut memiliki energi yang besarnya berbanding terbalik dengan panjang gelombang (Bidwell, 1974). Pada Gambar 1 ditunjukkan rentang panjang

gelombang cahaya tampak. Ballare et al. (2002) menyatakan bahwa tanaman

melakukan fotosintesis yang efektif pada gelombang cahaya biru (410 - 500 nm) dan merah (610 - 700 nm). Penyerapan cahaya hijau kuning (510 – 600 nm) dan merah jauh (700 - 800 nm) terjadi dengan lemah dan banyak foton dari gelombang cahaya ini yang berpendar. Oleh karena itu daun terlihat berwarna hijau. Namun radiasi cahaya merah jauh (FR) tidak terlihat oleh mata karena bukan merupakan cahaya tampak.

Gambar 1. Rentang Panjang Gelombang Cahaya Tampak Sumber : Campbell et al. (1999)

Fotoreseptor fitokrom sangat respon terhadap perubahan panjang gelombang merah (R) dan merah jauh (FR) dari spektrum cahaya tersebut. Fitokrom berada pada dua bentuk cahaya yang dapat berubah yaitu FR aktif dan R yang tidak aktif. Sinar merah jauh (FR) tidak efisien untuk fotosintesis, sehingga membutuhkan penambahan cahaya dengan panjang gelombang yang lebih rendah agar lebih efisien. Ballare et. al. (2002) menyatakan bila tanaman menerima cahaya dengan rasio R/FR kecil, tanaman akan mengalami etiolasi. Sementara bila rasio R/FR besar, maka tanaman akan membentuk tajuk yang kompak. Penelitian

Khattak, Pearson, dan Johnson (1999) bahwa cahaya merah (R) dapat

menyebabkan tanaman krisan menjadi lebih pendek 10% dibandingkan dengan kontrol.

Filter Cahaya Plastik Selektif Film

Plastik selektif film (PSF) merupakan salah satu jenis bahan sintetis yang dapat digunakan di rumah kaca sebagai penutup (covering). Penggunaan plastik ini sebagai penutup dapat menghasilkan tanaman yang memiliki bentuk tajuk yang lebih kompak bila dibandingkan dengan penutup (covering) sejenis, seperti paranet. Hal ini dikarenakan PSF dapat meningkatkan rasio panjang gelombang cahaya merah (R) yang diterima tanaman, sehingga rasio R/FR lebih besar. PSF akan mengabsorbsi atau merefleksikan Photosynthetically Active Radiation (PAR) pada rentang panjang gelombang 400 - 700 nm dan mentransmisikan radiasi sinar

6

matahari merah jauh (FR) pada 700 - 3000 nm dari spektrum sinar matahari (Rajapakse dan Wilson, 2001). Gambar konstruksi bangunan rumah kaca yang menggunakan PSF sebagai penutup (covering) ditunjukkan pada Gambar 2

Gambar 2. Greenhouse dengan Plastik Selektif Film sebagai Cover. Keterangan : cover plastik selektif film

Penggunaan PSF sebagai bahan penutup atap rumah kaca memiliki kelemahan yaitu plastik tidak dapat digunakan dalam jangka waktu lama. Plastik mulai terdegradasi satu tahun sejak mulai pemakaian. Selain pada tanaman hias, PSF dapat diterapkan pada industri buah dan sayur namun penggunaan PSF pada budidaya sayuran sebagai mulsa (Rajapakse dan Wilson, 2001).

Rajapakse dan Wilson (2001) menggunakan filter cahaya merah (R) dan

merah jauh (FR) dan AR untuk mengontrol pertumbuhan tiga tanaman perenial

Salvia dan terbukti bahwa filter cahaya merah (R) dan merah jauh (FR) dapat mempengaruhi kekompakan tanaman Salvia.

Tembaga Sulfat (CuSO4)

Tembaga sulfat (CuSO4) atau vitriol biru merupakan garam. Gambar

kristal CuSO4 disajikan pada Gambar 3. Berdasarkan penelitian Rajapakse,

McMahon dan Kelly (1993) diperoleh bahwa penggunaan filter cahaya CuSO4 6% pada tanaman krisan dapat meningkatkan rasio cahaya R/FR yang diterima oleh tanaman. Penambahan jumlah cahaya merah (R) mengakibatkan penurunan tinggi tanaman krisan dan panjang internode, meningkatkan sintesis klorofil daun dan

membuat tanaman lebihkompak seperti pada penggunaan retardan (zat pengatur

Gambar 3. Kristal CuSO4 Sumber : www.wikipedia.org (26 Januari 2008)

Mortensen dan Stromme (1987) dan Mc Mahon (1991) dalam Young,

Margaret, Nihal, Dennis (1994) meneliti bahwa filter cahaya CuSO4 dengan

konsentrasi 2.5% meningkatkan rasio panjang gelombang R/FR 4.1 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan filter cahaya cair yang lain (air, pewarna biru, hijau dan kuning). Filter cahaya CuSO4 dengan konsentrasi 16% meningkatkan rasio panjang gelombang R/FR 7.2 kali lipat lebih tinggi. Secara lebih jelas hal ini terangkum pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan Rasio R/FR yang Dihasilkan CuSO4 dengan Beberapa Filter Cahaya Cair (Mortensen and Stromme, 1987)

Rasio R/FR Universitas Filter

Kisaran Luas** Kisaran Sempit*** Norway Air CuSO4 (2.5%) Cairan Merah Cairan Hijau Cairan Kuning 1.00 4.10 0.99 0.82 1.00 -- -- -- -- -- Clemson Air Udara CuSO4 (16%) Cairan Merah Cairan Biru 1.05 1.05 7.20 1.03 0.70 1.16 1.16 3.30 1.16 0.99 Keterangan : ** R = 600-700 nm; FR = 700-800 nm *** R = 655-665 nm; FR = 725-735 nm

Mekanisme penghambatan tinggi pada tanaman yang ditumbuhkan dibawah bangunan filter yang terbuat dari lapisan CuSO4 adalah sebagai berikut. Cahaya merah (R) pada bangunan filter ini menurut Rajapakse et al. (1993) lebih banyak dibandingkan cahaya merah jauh (FR). Fitokrom, sebuah pigmen yang mempengaruhi tingkah laku tanaman, memiliki dua bentuk struktur kimia yang

8

berbeda yang dapat saling berganti. Bentuk ini dinamakan sesuai dengan warna cahaya yang diserap secara maksimal : Pr adalah fitokrom yang menyerap cahaya merah (660 nm) dan Pfr fitokrom yang menyerap cahaya merah jauh (730 nm). Ketika Pr menyerap cahaya merah (R) maka akan dikonversi ke bentuk Pfr. Bentuk Pfr aktif ini selanjutnya akan menginisiasi respon biologis termasuk salah satunya fotomorfogenesis, contohnya perpanjangan daun, pembukaan stomata dan perkembangan kloroplas.

Penggunaan filter cahaya CuSO4 di rumah kaca memiliki beberapa

kelemahan. Masalah yang sering dihadapi yaitu kesulitan dalam penerapan cairan di lapisan kaca, pengaruh tekanan dan gravitasi dan harus melakukan pergantian larutan (Rajapakse et al. 1993).

Naungan (Paranet)

Lingga (2005) menyatakan bahwa tanaman Sansevieria yang ditempatkan

dalam ruang dengan pencahayaan 150 footcandle mengalami pertumbuhan yang

melambat dan akhirnya melemah. Bahkan S.trifasciata ’Laurentii’ mengalami

kematian fisiologis ketika ditempatkan pada ruangan dengan pencahayaan kurang dari 150fc dalam waktu lebih dari satu minggu. Terhambatnya pertumbuhan ini disebabkan karena jaringan tanaman mengalami etiolasi dan melemah. Penelitian yang dilakukan oleh Mulyana (2006) pada tanaman kedelai bahwa naungan paranet 55% meningkatkan tinggi tanaman kedelai sebesar 109.13% pada 7 MSA tetapi menurunkan jumlah daun sebesar 38.99 % pada 8 MSA

Ada tiga cara yang dilakukan tanaman untuk beradaptasi di bawah naungan permanen agar dapat mempertahankan keseimbangan karbon yang positif yaitu dengan pengurangan kecepatan respirasi untuk menurunkan titik kompensasi, peningkatan luas daun agar dapat mengabsorbsi cahaya, dan peningkatan kecepatan fotosintesis setiap unit energi cahaya dan luas daun. Etiolasi merupakan strategi paling umum yang dilakukan tanaman untuk mendapatkan cahaya (Ballaré et. al., 2002).

Media Tanam

Media tanam merupakan faktor penting dalam produksi tanaman hias sebagai tempat tanaman tumbuh, berakar dan berkembang. Pemilihan media tanam harus sesuai dengan tujuannya, sebagai media semai dan perbanyakan atau tempat tumbuh sampai produksi (Surkati, 1987). Media tanam yang baik mempunyai sifat mudah ditangani, mengandung unsur yang cukup untuk mendukung pertumbuhan tanaman, aerasi yang baik, mampu mengikat air, murah, dan mudah didapat, bebas penyakit, hama dan gulma (Ellis dan Swaney,1947). Media pengakaran harus memberikan kelembaban dan oksigen yang cukup. Media tanam pasir atau air saja cukup memuaskan untuk media stek tanaman yang mudah berakar (Harjadi, 1989).

Jenis media tanam yang digunakan terdiri atas dua macam yaitu, campuran

tanah (Soil mixes) yang mengandung tanah alami dan campuran bukan tanah

(Soilles mixes) yang tidak mengandung tanah alami. Media tanam dengan campuran tanah, pasir, gambut, dan bahan-bahan anorganik buatan seperti vermikulit (mika yang mengembang) dan perlit (lava volkan yang mengembang)

telah banyak digunakan. Jenis media soilles mixes sering digunakan untuk

produksi bibit tanaman hias karena sifatnya yang lebih ringan (Harjadi, 1989). Sansevieria membutuhkan media tanam yang sama dengan jenis tanaman sukulen lainnya. Hal ini diungkapkan dalam Lingga (2005). Media tersebut yaitu berupa media yang porous, sedikit kandungan bahan organik, dan tidak cepat melapuk. Media tanam yang terdiri dari pasir : arang sekam: serbuk batang pakis dengan perbandingan 2 : 1 : 1 merupakan media tanam Sansevieria yang dapat digunakan pada Sansevieria yang ditanam di dalam ruangan atau ditempat dengan pencahayaan yang rendah.

Limbah Tembakau

Wikipedia Indonesia (2006) menjelaskan bahwa Tembakau (Nicotiana

spp., L.) adalah genus tanaman yang berdaun lebar yang berasal dari daerah

Amerika Utara dan Amerika Selatan. Daun dari pohon ini sering digunakan sebagai bahan baku rokok.

10

PT Sampoerna merupakan salah satu produsen rokok di Indonesia. Pabrik rokok ini menghasilkan limbah produksi tembakau 180 000 metric ton/musim. PT Sampoerna menghadapi kendala dalam memanfaatkan limbah tembakau ini karena volumenya terus bertambah namun pemanfaatan terhadap limbah ini belum optimal (Sampoerna, 2007).

Terdapat empat jenis limbah pabrik yaitu sludge (limbah cair/padatan

setelah treatment di pengolahan limbah, seperti Lumpur), beat (potongan tangkai, cabang, daun), furnish ash (abu, sisa bakaran limbah rokok (kertas, cengkeh, tembakau, saos dan lain-lain) yang memiliki kandungan aluminium tinggi), dust

(debu) (Sampoerna, 2007).

Pada penelitian ini, limbah tembakau yang digunakan adalah jenis beat.

Dokumen terkait