• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ukuran efektif

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN

Pertama, Masalah perubahan iklim akibat meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca di atmosfer merupakan masalah global, Bumi yang paling banyak di huni oleh umat manusia akan merasakan akibat dari gejala-gejala yang terjadi di atmosfer, negara-negara berkembang yang cenderung paling banyak berada di daerah pinggir pantai lebih rentan terkena dampaknya. Bagi negara maju pemanasan global ini dapat menyebabkan mencairnya es di kutub utara dan sangat mengancam kehidupan umat di dunia. sebagai salah satu masalah global yang sedang dihadapi saat ini, masalah perubahan iklim perlu mendapat perhatian khusus dalam agenda politik internasional, kepedulian masyarakat internasional telah dibuktikan dengan diadopsinya Konvensi perubahan iklim UNFCC (United Nation Framework on Cimate Change) oleh sebagian besar negara di dunia pada KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) Bumi di Rio de Janeiro, Brazil tahun 1992. Tetapi hampir lima tahun konvensi ini belum efektif. Sampai pada tanggal 11 Desember 1997 diadakan konferensi bersama oleh beberapa pihak untuk mengesahkan Perjanjian Protokol Kyoto sebagai upaya menindaklanjuti Konvensi sebelumnya yang jauh lebih mengikat negara-negara peserta. Sampai saat ini perjanjian ini akan efektif jika Amerika serikat penghasil emisi terbesar mau menandatangani kesepakatan ini untuk memenuhi target Perjanjian Protokol Kyoto paling sedikit 55 persen di bawah tahun 1990.

Kedua, pada bulan Juni tahun 1992 di Rio de Janeiro Brasil yang lalu diadakannya pembicaraan-pembicaraan konvensi perubahan iklim, dan Indonesia telah

ini belum dirasakan manfaatnya, hingga di lanjutkan dengan Perjanjian Protokol Kyoto pada tanggal 28 juli 2004 Indonesia kembali meratifikasi perjanjian ini dan mengadopsinya melalui Undang-undang No.17 tahun 2004. Pengesahan atas sebuah perjanjian internasional melalui ratifikasi memiliki implikasi politik dan hukum yang sangat luas. Indonesia telah meratifikasi Perjanjian Protokol Kyoto, maka secara politis Indonesia mendukung di implementasikannya seluruh ketentuan yang terdapat didalamnya. Ratifikasi merupakan langkah politik yang menyatakan solidaritas Indonesia terhadap negara-negara lain yang sudah meratifikasinya serta pernyataan dukungan Indonesia atas langkah yang mereka ambil. Dengan meratifikasi perjanjian internasional Indonesia mendapat kesempatan dan membuka diri untuk berdialog mempertahankan pandangan dan pendirian Indonesia sebagai negara yang berdaulat.

Ketiga, Perjanjian Protokol Kyoto merupakan sebuah perjanjian internasional yang mengharuskan negara maju untuk mengurangi emisi gas rumah kacanya antara tahun 2008-2012. Setiap negara maju yang meratifikasi Protokol ini setuju untuk memebuhi target pengurangan emisinya. Sebagai contoh, Uni Eropa setuju untuk mengurangi emisinya sebesar 8 persen di bawah tingkat emisi mereka pada tahun 1990. di bawah targer bersama ini, negara-negara Eropa menentukan masing-masing target per negaranya. Denmark memiliki target yang tinggi , yaitu 21 % di bawah tingkat emisi tahun 1990. Target Protokol ini mencakup 6 jenis gas rumah kaca utama: karbondioksida (CO2), metan (CH4), nitroksida (N2O), gas-gas hidrofluorokarbon (HFCs), gas-gas perfluorokarbon (PFCs) dan sulfurheksafluorida (SF6).

Pembangunan Bersih (MPB). CDM dijalankan di bawah Perjanjian Protokol Kyoto dan memiliki dua tujuan: pertama,Untuk membantu negara maju memenuhi target pengurangan emisi mereka dengan biaya yang lebih murah. Kedua, untuk mendukung pembangunan berkelanjutan di negara berkembang. CDM memungkinkan dua hal tersebut melalui pengurangan emisi yang dilakukan proyek- proyek di negara berkembang untuk kemudian mentransfer pengurangan emisinya ke negara maju. Bentuk nyata dari pengurangan emisi disebut Sertifikat Penurunan Emisi atau Certified Emission Reduction yang biasa disingkat dengan CER. Mekanisme ini hanya dapat dilakukan di negara berkembang, karena Indonesia telah meratifikasinya melalui undang-undang perjanjian ini telah dianggap sah berlaku di Indonesia dengan berkekuatan hukum. Secara tidak langsung pengesahan Protokol ini merupakan prasyarat negara berkembang untuk dapat berpartisipasi dan bergabung dalam mitigasi (pencegahan) masalah perubahan iklim. dana yang disalurkan melalui proyek CDM dapat membantu negara berkembang mencapai beberapa tujuan pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan sebagai pilar pembangunan berkelanjutan. tujuan sosial dapat berorientasi pada pengentasan kemiskinan, pengakuan jati diri dan pemberdayaan masyarakat. Sedang tujuan ekonominya dapat di orientasikan pada pertumbuhan, stabilitas, dan efisiensi. Sementara itu melalui implementasi proyek CDM diharapkan tercapai tujuan perbaikan lingkungan lokal seperti sanitasi lingkungan, industri yang lebih bersih dan rendah emisi, dan kelestarian sumber daya alam. Bagi pertumbuhan ekonomi dana proyek CDM akan mendatangkan dana segar yang bebas utang. manfaat tidak langsung yang dapat dipetik Indonesia dapat berupa Technology transfer (transfer teknologi), capacity building (kapasitas pembangunan), peningkatan kualitas lingkungan, serta peningkatan daya saing. CDM adalah peluang investasi modal asing, jadi tidak ada kewajiban bagi Indonesia

kewajiban sebagai peratifikasi UNFCC yaitu berkewajiban memberikan laporan nasional secara periodik tentang hasil inventarisasi gas rumah kaca (sektor energi dan non-energi), serta upaya yang telah dilakukan dalam rangka menekan dampak negatif perubahan iklim.

Kelima, Implementasi Perjanjian Protokol Kyoto secara global belum begitu efektif, negara-negara maju yang diwajibkan untuk menurunkan emisi belum mengesahkan kesepakatan ini, contoh negara yang belum menandatangani seperti; Amerika Serikat, Australia, Kroasia, Liechtenstein, Monaco, dan Swiss adalah negara Annex I yang diwajibkan secara teknis oleh Perjanjian Protokol Kyoto untuk menurunkan emisi, tetapi belum mau menandatangani Perjanjian Protokol Kyoto. Tanpa keikutsertaan AS perjanjian ini tidak akan efektif. Sedangkan di Indonesia implementasi perjanjian ini sudah efektif dan sedang berjalan, perkembangan CDM di Indonesia cenderung lambat karena kurangnya pemahamaman masyarakat akan CDM.

Keenam, Indonesia sebagai negara yang berdaulat telah membuktikan komitmennya dengan meratifikasi Perjanjian Protokol Kyoto pada 28 juli 2004 yang lalu, tindakan pemerintah dalam meratifikasi tidak terlepas dari Pro dan kontra masyarakat lokal secara tidak langsung Indonesia akan patuh pada ketentuan yang telah disepakati, akan banyak dana yang dikucurkan negara-negara maju dan akan menyebabkan banyak penyelewengan dana oleh lembaga-lembaga terkait oleh karena ketidaktransparan dana yang akan diterima.

SARAN

Berdasarkan kesimpulan diatas ada beberapa saran yang dapat diambil yaitu:

Pertama, sikap pemerintah mengesahkan Perjanjian Protokol Kyoto memiliki sisi positif dan negatif, positifnya Indonesia menjadi negara yang peduli akan masalah- masalah global, Indonesia sebagai negara yang bertanggung jawab dalam kancah internasional, Indonesia akan memperoleh banyak keuntungan dana, negatifnya dengan penandatanganan itu Indonesia harus tunduk terhadap aturan-aturan Potokol dan jika sewaktu-waktu Perjanjian Protokol Kyoto mengadakan perubahan terhadap beberapa pasal yang mewajibkan untuk menurunkan emisi Indonesia akan mengeluarkan banyak biaya untuk bergabung dalam pasar karbon, sebaiknya pemerintah lebih teliti dalam mengeluarkan sebuah undang-undang sebab masih banyak undang-undang dalam beberapa sektor yang telah disahkan dan sampai saat ini belum efektif, seharusnya pemerintah tidak menambah lagi kumpulan undang-undang yang belum mendapat perhatian serius.

Kedua, dari segi Substansi Perjanjian Protokol Kyoto harus di pahami oleh semua pihak, baik pejabat pemerintah, anggota legislatif, lembaga swadaya masyarakat, (LSM ) dunia bisnis, politisi, dan masyarakat pada umumnya. Masalah protokol menyangkut nasib kehidupan manusia dan berbagai mahkluk hidup di dunia sekarang dan masa yang akan datang. Kita perlu memahami arti penting protokol ini dalam konteks ancaman kehidupan yang kita hadapi akibat kebijakan ekonomi, politik, kegiatan bisnis, dan pola kehidupan manusia Modern hingga sekarang. Dengan memahami makna penting

protokol ini kita bisa memahami mengapa kita perlu mendorong berbagai pihak, khususnya negara-negara maju, untuk serius memenuhi tanggung jawab dan komitmenya dalam rangka mengatasi masalah efek rumah kaca yang menjadi inti protokol ini. Dengan meneliti masalah ini kita bisa lebih semakin memahami mengapa sering terjadi berbagai bencana alam akibat kesalahan manusia berupa Banjir, Longsor, Kekeringan, dan Kebakaran yang setiap tahun melanda dunia dan negara kita dengan korban jiwa yang sia-sia.

Ketiga, Perjanjian Protokol Kyoto dengan segala perjalanan negosiasinya yang panjang dan melelahkan menjadi sebuah pelajaran berharga betapa kepentingan jangka panjang selalu begitu saja dengan mudah mengalahkan kepentingan lingkungan hidup, kepentingan keselamatan dan eksistensi manusia dan mahkluk hidup di bumi ini, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Keluarnya Amerika serikat dari Perjanjian Protokol Kyoto menjadi puncak arogansi dan egoisme negara maju dalam membela dan mempertahankan kepentingan ekonominya tanpa perasaan solider terhadap akibat efek rumah kaca terhadap kehidupan umat manusia lain di dunia. Proses perundingan Perjanjian Protokol Kyoto dan upaya mengoperasionalkan pasal-pasalnya banyak diwarnai dengan dikotomi antara Negara maju dan negara berkembang, pembangunan, dan lingkungan, mitigasi, dan adaptasi. Kuatnya lobi-lobi dari para pelaku bisnis dan pejabat pemerintah dari negara maju dalam hampir proses perundingan untuk mengamankan kepentingan bisnis jangka pendek mereka telah mementahkan efektifitas pelaksanaan Protokol ini

Keempat, melalui penelitian ini dapat membuka perspektif kita akan tanggung jawab bersama umat manusia dan negara bangsa di dunia dalam upaya bersama menyelamatkan nasib bumi ini sekarang dan masa yang akan datang. Melalui Perjanjian Protokol Kyoto ini berbagai pihak telah mencoba secara bersama menjembatani kepentingan ekonomi dan lingkungan sesuai dengan tanggung jawab bersama-sama yang berbeda diantara semua pihak. Demikian dengan ikut melaksanakan Perjanjian Protokol Kyoto kita tidak saja mendapat manfaat ekonomis tertentu, tetapi juga sekaligus bersamaan dengan itu kita ikut menyelamatkan lingkungan hidup, menyelamatkan kehidupan dibumi ini. Terlepas dari proses negosiasi yang tersendat-sendat, dari segi etika pergaulan internasional proses yang ditempuh selama ini sangat transparan, tetapi juga problematik dan sensitif, sehingga jika saat ini tercapai banyak kesepakatan, hal ini terjadi karena banyaknya kompromi diantara para pihak sehingga tercapai konsensus sebagai perwujudan dari kesadaran bersama mengenai pentingnya tanggung jawab bersama menyelamatkan kehidupan di bumi ini. Oleh karena itu apa yang dibahas dalam penelitian ini juga perlu untuk di ketahui oleh bebagai kalangan, khususnya pemerintah pusat dan daerah, sektor swasta. Akademisi dan LSM untuk mengembangkan pola-pola kebijakan ekonomi, industri, teknologi. Penelitian yang menguntungkan secara ekonomis dan ekologis bagi negara dan bangsa kita dengan memanfaatkan ketentuan-ketentuan formal dalam Perjanjian Protokol Kyoto.

Kelima, penelitian ini menyikapkan sebuah proses yang menarik dalam pengambilan kebijakan publik di tingkat internasional. Sebagaimana dalam berbagai perundingan internasional lainnya, sejarah panjang Perjanjian Protokol Kyoto

menunjukkan dengan jelas betapa pentingnya partisipasi semua stakeholders dalam proses perundingan yang diwarnai oleh transparansi dalam seluruh proses negosiasi dan konsultasi. Hal ini menunjukkan bahwa isu lingkungan hidup bukan hanya tanggung jawab pemerintah. karenanya, masalah lingkungan merupakan akibat dari berbagai faktor yang berkaitan menyangkut kebijakan publik, praktik bisnis maupun perilaku individu dan masyarakat, semua pihak mempunyai tanggung jawab untuk memastikan masalah lingkungan harus ditanggulangi secara bersama. Oleh karena itu proses negosiasi dan konsultasi yang melibatkan pemerintah, sektor swasta, dan LSM merupakan langkah yang sangat ideal.

DAFTAR PUSTAKA

Dokumen terkait