• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketersediaan unit peremuk mempunyai tiga faktor yang mempengaruhi yaitu waktu kerja efektif (working hours), waktu pada saat alat dalam keadaan baik dan waktu perbaikan alat (repair). Pehitungan ketersediaan unit peremuk didapat berdasarkan data dari seksi operasi crusher dalam menjalankan aktivitas operasi produksi bahan baku semen atau batugamping. Penilaian unit peremuk

Sebelum Perbaikan Sesudah Perbaikan

Hambatan Waktu (Menit)

Hambatan Waktu (Menit)

Tuban-1 Tuban-2 Tuban-1 Tuban-2

Briefing Awal 15 15 Briefing Awal 0 0

Terlambat Masuk

Istirahat 153.5 163 Terlambat Masuk

Istirahat 0 0

Persiapan Alat 9.57 9.72 Persiapan Alat 0 0

Perpindahan Shift 77.33 79.07 Perpindahan Shift 0 0

Hambatan Listrik 21.2 13 Hambatan Listrik 8 8

Hambatan Mekanika 57.89 83.15 Hambatan Mekanika 25 54

DT Datang Terlambat 173.34 230.06 DT Datang Terlambat 93 115

Peledakan 19 20.2 Peledakan 0 0

Total Hambatan 526.83 613.2 Total Hambatan 126 177

terdiri dari penilaian Mechanical Availability (MA), Phycical Availability (PA), Use of Availability (UA), dan Effective Utilization (Eut).

Ketersediaan alat dapat dikatakan baik jika nilai berkisar diantara 83% – 92%, lalu jika diantara 75% – 83% maka dikatakan sedang, jika pada nilai 67%

– 75% maka dikatakan kurang, dan dikatakan buruk jika nilai kurang dari 67%

(Partanto, 1993). Dari perhitungan peralatan pada unit peremuk (Lampiran J), maka diperoleh harga-harga persamaan yang memberikan pengertian sebagai berikut:

1. Mechanical Availability (MA)

Mechanical Availability merupakan salah satu cara untuk mengetahui kondisi peralatan sesungguhnya dari alat yang digunakan. Kesediaan mekanis pada unit peremuk pada dua unit crushing plant ini tergolong pada kondisi yang baik dimana pada unit crushing plant Tuban-1 sebesar 91,74%

dan 89,28% pada unit crushing plant Tuban-2. Ini artinya kondisi peralatan baik digunakan untuk operasi. Waktu perbaikan hambatan yang diperlukan pada unit crushing plant Tuban-1 hanya sebesar 8,26% dari waktu kerja efektif. Sedangkan pada unit crushing plant Tuban-2 sebesar 10,72% dari waktu kerja efektif unit peremuk (Lampiran J).

2. Physical Availability (PA)

Nilai pada kesediaan fisik menunjukkan catatan mengenai keadaan fisik dari alat yang sedang dipergunakan. Pada unit crushing plant Tuban-1, nilai PA menunjukkan pada angka 94,37% sehingga dapat dikatakan alat dalam keadaan fisik yang baik dikarenakan waktu yang hilang akibat hambatan kerusakan alat hanya sebesar 5,63%. Sedangkan pada unit crushing plant Tuban-2, kondisi fisik peralatan juga tergolong dalam keadaan yang baik yaitu 93,20% dengan waktu hilang hanya sebesar 6,80%

dari waktu efektif (Lampiran J).

3. Angka Use of Availability (UA)

Kesediaan pemakaian dapat memperlihatkan seberapa efektif suatu alat yang sedang tidak rusak untuk dapat dimanfaatkan. Nilai ini dijadikan sebagai ukuran seberapa baik pengelolaan dan pemakaian peralatan.

Berdasarkan perhitungan didapatkan nilai UA untuk unit crushing plant Tuban-1 adalah 66,23% sedangkan pada unit crushing plant Tuban-2 adalah 60,78% (Lampiran J). Pada unit crushing plant Tuban-1 masih tergolong dalam kurang baik sedangkan pada unit crushing plant Tuban-2 sudah tergolong dalam kondisi buruk. Nilai ini diakibatkan oleh hambatan yang terjadi terutama hambatan keterlambatan dump truck untuk menyuplai material umpan yang menyebabkan waktu standby pada unit peremuk cukup besar.

4. Effective Utilization (Eut)

Besaran nilai penggunaan efektif adalah nilai yang menunjukkan berapa persen dari seluruh waktu kerja tersedia yang dapat dimanfaatkan untuk kerja produktif. Penggunaan efektif merupakan cara yang paling tepat untuk memperlihatkan kinerja peralatan karena berdasarkan pada data dari alat yang beroperasi di lapangan. Dalam unit crushing plant Tuban-1 nilai Effective Utilization sebesar 62,50% dan pada unit crushing plant Tuban-2 sebesar 56,65% (Lampiran J). Kedua nilai dari dua unit crushing plant ini tergolong pada kondisi buruk. Sehingga dapat diartikan bahwa penggunaan unit peremuk belum efektif, hal ini dikarenakan jumlah waktu hambatan yang menyebabkan kehilangan waktu kerja efektif cukup besar. Dapat dikatakaan bahwa peralatan tidak dalam keadaan digunakan mencapai hingga lebih dari 20% dan menyebabkan unit peremuk tidak dapat bekerja secara maksimal.

4.8. Efisiensi Kerja Unit Crushing Plant

Efisiensi kerja dari unit crushing plant menunjukkan tingkat penggunaan peralatan dalam proses produksi. Target produksi berhubungan erat dengan efisiensi kerja unit crushing plant. Jika nilai efisiensi kerja dari unit crushing plant rendah maka target produksi tidak akan tercapai. Dengan waktu produktif per hari yaitu 20,86 jam maka akan bisa ditingkatkan kembali efisiensi dari unit crushing plant dalam beroperasi.

Tabel 4.11 Efisiensi Unit Crushing Plant Sebelum Perbaikan

Berdasarkan tabel waktu produktif, maka dapat dihitung besar waktu efektif yang optimal digunakan untuk produksi, yaitu:

➢ Sebelum Perbaikan

1. Unit Crushing Plant Tuban-1

Waktu kerja efektif = Waktu tersedia – Total waktu hambatan

= 1251,43 menit – 373,34 menit

= 878,09 menit

Setelah waktu kerja efektif diketahui maka dilakukan perhitungan terhadap efisiensi kerja unit peremuk sebelum perbaikan:

Efisiensi kerja = Waktu Kerja Efektif

Waktu Tersedia X 100 %

= 878,09

1251,43X 100 % = 70,17 % 2. Unit Crushing Plant Tuban-2

Waktu kerja efektif = Waktu tersedia – Total waktu hambatan

= 1251,43 menit – 450,22 menit

= 801,20 menit

Setelah waktu kerja efektif diketahui maka dilakukan perhitungan terhadap efisiensi kerja unit peremuk sebelum perbaikan:

Sebelum Perbaikan Tuban-1 Tuban-2

Waktu Tersedia 20.86 Jam 1251.43 Menit 20.86 Jam 1251.43 Menit Waktu Hambatan 6.22 Jam 373.34 Menit 7.50 Jam 450.22 Menit Waktu Kerja Efektif 14.63 Jam 878.09 Menit 13.35 Jam 801.20 Menit

Efisiensi Kerja 70.17 % 64.02 %

Efisiensi kerja = Waktu Kerja Efektif

Waktu Tersedia X 100 %

= 801,20

1251,43X 100 % = 64,02 %

Perbaikan hambatan waktu produksi diperlukan dalam upaya peningkatan produksi unit crushing plant. Dengan perbaikan terhadap waktu hambatan diharapkan dapat mempengaruhi produksi unit peremuk. Selain itu, perbaikan tersebut akan meningkatkan efisiensi unit peremuk dalam beroperasi.

Efisiensi kerja akan bertambah sesuai dengan pengurangan atau penghilangan waktu hambatan yang dapat menghambat kinerja unit peremuk.

Berdasarkan tabel perhitungan waktu produktif (Lihat Tabel 4.12), bisa dihitung besarnya waktu efektif yang optimal digunakan untuk produksi, yaitu:

➢ Sesudah Perbaikan

1. Unit Crushing plant Tuban-1

Waktu kerja efektif = Waktu tersedia – Total waktu hambatan

= 1251,43 menit – 126 menit

= 1125,43 menit

Setelah waktu efektif diketahui maka dapat dilakukan perhitungan terhadap efisiensi kerja unit peremuk:

Efisiensi kerja = Waktu Kerja Efektif

Waktu Tersedia X 100 %

= 1125,43

1251,43X 100 % = 89,93 % 2. Unit Crushing plant Tuban-2

Waktu kerja efektif = Waktu tersedia – Total waktu hambatan

= 1251,43 menit – 177 menit

= 1074,43 menit

Setelah waktu efektif diketahui maka dapat dilakukan perhitungan terhadap efisiensi kerja unit peremuk:

Efisiensi kerja = Waktu Kerja Efektif

Waktu Tersedia X 100 %

= 1074,43

1251,43X 100 % = 85,85 %

Tabel 4.12 Efisiensi Kerja Unit Peremuk Setelah Perbaikan

Perihal Sebelum Perbaikan Sesudah Perbaikan

Tuban-1 Tuban-2 Tuban-1 Tuban-2

Waktu Tersedia 20.86 Waktu Kerja Efektif 14.63

Jam 878.09 Menit 13.35

Dengan adanya perbaikan jam kerja maka nilai produksi pun seharusnya akan meningkat. Hal ini dikarenakan peningkatan produksi berbanding lurus dengan adanya perbaikan jam kerja dengan melakukan pengoptimalan waktu hambatan yang terjadi. Kemampuan produksi nyata unit crusher akan berubah jika dilihat dari perubahan waktu efektif produksi yang meningkat. Berikut merupakan perhitungan kemampuan produksi crusher per hari:

➢ Unit Crushing plant Tuban-1

Produksi perhari = 18,76 jam x 1259,71 ton/jam

= 23.632,16 ton/hari

➢ Unit Crushing plant Tuban-2

Produksi perhari = 17,91 jam x 1354,52 ton/jam

= 24.259,45 ton/hari

4.9. Pemakaian Energi Listrik Alat Crushing Plant Pada Waktu Standby

Penggunaan alat pada unit crushing plant membutuhkan energi listrik dalam pengoperasiannya kecuali hopper. Energi listrik yang dibutuhkan tentu berkapasitas cukup besar khususnya hammer mill sebagai peralatan utama peremukan. Namun dalam kegiatannya ditemukan hambatan-hambatan yang dapat mempengaruhi kinerja dari alat unit crushing plant tersebut. Hambatan-hambatan tersebut menimbulkan adanya waktu Hambatan-hambatan yang dapat mengurangi waktu kerja efektif yang dimiliki oleh unit crushing plant sehingga

menciptakan waktu standby alat dimana alat akan tetap bekerja (running) walaupun tidak ada kegiatan proses peremukan didalamnya dikarenakan tidak terdapatnya material. Hambatan yang menyebabkan waktu standby alat diantaranya adalah persiapan awal alat seperti perpindahan shift (overshift), dump truck datang terlambat untuk dumping, dan peledakan. Maka jumlah energi listrik yang terbuang pada waktu standby alat tersebut pada bulan Juli 2018 sebagai berikut (Lihat Tabel 4.3):

Tabel 4.13 Biaya Energi Listrik Akibat Waktu Standby

➢ Unit Crushing Plant Tuban-1

1. Hammer Crusher

• 231CR1M01

Kapasitas daya listrik motor = 1072 kW Persentase listrik terpakai = 25 %

Daya listrik yang terpakai = 25 % x 1072 kW

= 0,25 x 1072 = 268 kW

Kapasitas Daya Listrik % Terpakai kW Terpakai Menit Jam

Hammer Crusher 231CR1M01 1072 0.25 268 Rp 1,191 5726.00 95.43 Rp 30,461,175 TOTAL BIAYA LISTRIK TERBUANG UNIT CRUSHING PLANT

ENERGI LISTRIK UNIT CRUSHING PLANT AKIBAT WAKTU STANDBY

Belt Conveyor

Unit Crushing Plant Jenis Alat Kode Alat Harga Listrik

(Rp/kW)

Daya Listrik Pada Saat Running Kosong Waktu Standby Unit Crushing Plant

Harga listrik = Rp 1.191 per kW Waktu standby alat = 95,43 jam

Biaya listrik terbuang = Daya listrik terpakai x Harga listrik x Waktu Standby

= 268 kW x 1.191 x 95,43 jam

= Rp 30.461.175 2. Belt Conveyor

• 241BC1M01

Kapasitas daya listrik motor = 30 kW Persentase listrik terpakai = 30 %

Daya listrik yang terpakai = 30 % x 30 kW

= 0,3 x 30 = 9 kW

Harga listrik = Rp 1.191 per kW

Waktu standby alat = 95,43 jam

Biaya listrik terbuang = Daya listrik terpakai x Harga listrik x Waktu Standby

= 9 kW x 1.191 x 95,43 jam

= Rp 1.022.950

• 241BC3M01

Kapasitas daya listrik motor = 315 kW Persentase listrik terpakai = 30 %

Daya listrik yang terpakai = 30 % x 315 kW = 0,3 x 315 = 94,5 kW

Harga listrik = Rp 1.191 per kW

Waktu standby alat = 95,43 jam

Biaya listrik terbuang = Daya listrik terpakai x Harga listrik x Waktu Standby

= 94,5 kW x 1.191 x 95,43 jam

= Rp 10.740.974

• 241BC4M01

Kapasitas daya listrik motor = 250 kW

Persentase listrik terpakai = 47 %

Daya listrik yang terpakai = 47 % x 250 kW

= 0,47 x 250 = 117,5 kW

Harga listrik = Rp 1.191 per kW

Waktu standby alat = 95,43 jam

Biaya listrik terbuang = Daya listrik terpakai x Harga listrik x Waktu Standby

= 117,5 kW x 1.191 x 95,43 jam

= Rp 13.355.179

• 241BC5M01

Kapasitas daya listrik motor = 22 kW Persentase listrik terpakai = 30 %

Daya listrik yang terpakai = 30 % x 22 kW

= 0,3 x 22 = 6,6 kW

Harga listrik = Rp 1.191 per kW

Waktu standby alat = 95,43 jam

Biaya listrik terbuang = Daya listrik terpakai x Harga listrik x Waktu Standby

= 6,6 kW x 1.191 x 95,43 jam

= Rp 750.163

• 241BC6M01

Kapasitas daya listrik motor = 200 kW Persentase listrik terpakai = 30 %

Daya listrik yang terpakai = 30 % x 200 kW

= 0,3 x 200 = 60 kW

Harga listrik = Rp 1.191 per kW

Waktu standby alat = 95,43 jam

Biaya listrik terbuang = Daya listrik terpakai x Harga listrik x Waktu Standby

= 60 kW x 1.191 x 95,43 jam

= Rp 6.819.666

• 241BC7M01

Kapasitas daya listrik motor = 22 kW Persentase listrik terpakai = 30 %

Daya listrik yang terpakai = 30 % x 22 kW

= 0,3 x 22 = 6.6 kW

Harga listrik = Rp 1.191 per kW

Waktu standby alat = 95,43 jam

Biaya listrik terbuang = Daya listrik terpakai x Harga listrik x Waktu Standby

= 6.6 kW x 1.191 x 95,43 jam

= Rp 750.163

➢ Unit Crushing Plant Tuban-2

1. Hammer Crusher

• 232CR1M01

Kapasitas daya listrik motor = 1072 kW Persentase listrik terpakai = 28 %

Daya listrik yang terpakai = 28 % x 1072 kW

= 0,28 x 1072 = 300,16 kW

Harga listrik = Rp 1.191 per kW

Waktu standby alat = 150,78 jam

Biaya listrik terbuang = Daya listrik terpakai x Harga listrik x Waktu Standby

= 300,16 kW x 1.191 x 150,78 jam

= Rp 53.903.618

2. Belt Conveyor

• 243BC1M01

Kapasitas daya listrik motor = 22 kW Persentase listrik terpakai = 29 %

Daya listrik yang terpakai = 29 % x 22 kW

= 0,29 x 22 = 6,38 kW

Harga listrik = Rp 1.191 per kW

Waktu standby alat = 150,78 jam

Biaya listrik terbuang = Daya listrik terpakai x Harga listrik x Waktu Standby

= 6,38 kW x 1.191 x 150,78 jam

= Rp 1.145.739

• 243BC3M01

Kapasitas daya listrik motor = 355 kW Persentase listrik terpakai = 33 %

Daya listrik yang terpakai = 33 % x 355 kW

= 0,33 x 355 = 117,15 kW

Harga listrik = Rp 1.191 per kW

Waktu standby alat = 150,78 jam

Biaya listrik terbuang = Daya listrik terpakai x Harga listrik x Waktu Standby

= 117,15 kW x 1.191 x 150,78 jam

= Rp 21.038.143

• 243BC4M01

Kapasitas daya listrik motor = 240 kW Persentase listrik terpakai = 32 %

Daya listrik yang terpakai = 32 % x 240 kW

= 0,32 x 240 = 76,8 kW

Harga listrik = Rp 1.191 per kW

Waktu standby alat = 150,78 jam

Biaya listrik terbuang = Daya listrik terpakai x Harga listrik x

Waktu Standby

= 76,8 kW x 1.191 x 150,78 jam

= Rp 13.791.971

• 243BC4M02

Kapasitas daya listrik motor = 240 kW Persentase listrik terpakai = 29 %

Daya listrik yang terpakai = 29 % x 240 kW

= 0,29 x 240 = 69,6 kW

Harga listrik = Rp 1.191 per kW

Waktu standby alat = 150,78 jam

Biaya listrik terbuang = Daya listrik terpakai x Harga listrik x Waktu Standby

= 69,6 kW x 1.191 x 150,78 jam

= Rp 12.498.973

• 243BC5M01

Kapasitas daya listrik motor = 200 kW Persentase listrik terpakai = 27 %

Daya listrik yang terpakai = 27 % x 200 kW

= 0,27 x 200 = 54 kW

Harga listrik = Rp 1.191 per kW

Waktu standby alat = 150,78 jam

Biaya listrik terbuang = Daya listrik terpakai x Harga listrik x Waktu Standby

= 54 kW x 1.191 x 150,78 jam

= Rp 9.697.479

• 243BC6M01

Kapasitas daya listrik motor = 18,5 kW Persentase listrik terpakai = 30 %

Daya listrik yang terpakai = 30 % x 18,5 kW

= 0,3 x 18,5 = 5,55 kW

Harga listrik = Rp 1.191 per kW

Waktu standby alat = 150,78 jam

Biaya listrik terbuang = Daya listrik terpakai x Harga listrik x Waktu Standby

= 5,55 kW x 1.191 x 150,78 jam

= Rp 996.685

• 243BC7M01

Kapasitas daya listrik motor = 250 kW Persentase listrik terpakai = 16 %

Daya listrik yang terpakai = 16 % x 250 kW

= 0,16 x 250 = 40 kW

Harga listrik = Rp 1.191 per kW

Waktu standby alat = 150,78 jam

Biaya listrik terbuang = Daya listrik terpakai x Harga listrik x Waktu Standby

= 40 kW x 1.191 x 150,78 jam

= Rp 7.183.318

• 243BC8M01

Kapasitas daya listrik motor = 200 kW Persentase listrik terpakai = 20 %

Daya listrik yang terpakai = 20 % x 200 kW

= 0,2 x 200 = 40 kW

Harga listrik = Rp 1.191 per kW

Waktu standby alat = 150,78 jam

Biaya listrik terbuang = Daya listrik terpakai x Harga listrik x Waktu Standby

= 40 kW x 1.191 x 150,78 jam

= Rp 7.183.318

Maka didapatkan jumlah biaya listrik akibat adanya waktu hambatan yang menyebabkan waktu standby alat pada bulan Juli 2018 untuk unit crushing plant Tuban-1 sebesar Rp 63.900.270 dan sebesar Rp 127.439.245 untuk unit crushing plant Tuban-2 (Lampiran N). Waktu standby alat didapatkan dari waktu hambatan yang disebabkan oleh dumptruck yang datang terlambat untuk menyuplai material batugamping, kegiatan peledakan dan perpindahan shift (overshift). Pada saat hambatan – hambatan tersebut terjadi, alat akan tetap running meskipun tidak melakukan kegiatan peremukan sehingga tidak berproduksi. Wobbler feeder pada waktu standby tidak dalam keadaan hidup dikarenakan wobbler feeder akan dihidupkan dan bekerja apabila hopper terisi, sedangkan belt conveyor akan tetap dalam keadaan running. Hal tersebut dikarenakan crusher dan belt conveyor bekerja secara beriringan.

4.10. Rangkuman Analisa Terhadap Unit Crushing Plant

A. Unit Crushing Plant Tuban-1

Berdasarkan penelitian melalui pengamatan di lapangan pada bulan Juli 2018, unit crushing plant Tuban-1 berkemampuan produksi sebesar 16.124,95 ton/hari dengan target produksi yaitu 18.000 ton/hari.

Ketidakcapaian terhadap target produksi tersebut disebabkan oleh adanya waktu hambatan. Waktu hambatan yang meliputi breakdown time dan standby time tersebut mencapai 6,22 jam sehingga waktu efektif kerja hanya menjadi 14,63 dari 20,86 jam yang tersedia. Dengan jumlah tersebut hanya 70,17% efisiensi kerja yang dimiliki oleh unit crushing plant Tuban-1.

Waktu hambatan tersebut juga menciptakan adanya waktu standby sehingga alat peremuk akan tetap berjalan meskipun dalam keadaan muatan kosong.

Waktu standby ini mengakibatkan energi listrik yang terbuang sebesar 562,20 kW yang menghabiskan biaya sebesar Rp 63.900.270.

Jika dilihat dari sisi ketersediaan alat unit peremuk didapatkan nilai PA sebesar 94,73%, nilai MA sebesar 91,74%, nilai UA 66,23% dan EUT sebesar 62,50%. Sedangkan faktor yang mempengaruhi kinerja peremukan diantaranya adalah ukuran material umpan dan reduction ratio (RR). Ukuran rata-rata maksimal material umpan pada unit crushing plant ini ialah 936 mm dengan nilai RR rata-rata yaitu 16. Selain itu, dalam rangka memperbaiki waktu hambatan yang ada guna meningkatkan efisiensi kerja dilakukan perhitungan hingga didapatkan waktu efektif kerja setelah perbaikan sebesar 18,76 jam dengan kemampuan produksi menjadi 23.632,16 ton/hari. Maka efisiensi kerja juga meningkat menjadi 89,93% .

B. Unit Crushing Plant Tuban-2

Berdasarkan pengamatan di lapangan pada bulan Juli 2018, dilakukan analisa berdasarkan rumusan masalah yang ada. Dihasilkan bahwa unit crushing plant Tuban-2 mempunyai kemampuan produksi sebesar 17.649,50 ton/hari dengan target produksi yaitu 18.000 ton/hari.

Ketidakcapaian terhadap target produksi tersebut disebabkan oleh adanya waktu hambatan yang tercipta. Waktu hambatan tersebut mencapai 7,50 jam sehingga waktu efektif kerja menjadi 13,35 jam dari 20,86 jam waktu tersedia. Sehingga efisiensi kerja dimiliki oleh unit crushing plant Tuban-2 hanya 64,02%. Waktu hambatan tersebut juga menciptakan adanya waktu standby yang mengakibatkan energi listrik yang terbuang sebesar 709,64 kW yang menghabiskan biaya sebesar Rp 127.439.245.

Sedangkan untuk nilai ketersediaan alat unit peremuk didapatkan nilai PA sebesar 93,20%, nilai MA sebesar 89,28%, nilai UA 60,78% dan EUT sebesar 56,65%. Dimana dalam proses peremukan terdapat faktor yang mempengaruhi kinerja peremukan yaitu ukuran material umpan dan reduction ratio (RR). Ukuran rata-rata maksimal material umpan pada unit crushing plant ini ialah 867 mm dengan nilai RR rata-rata yaitu 17. Maka dilakukan perbaikan waktu hambatan yang bertujuan untuk meningkatkan

efisiensi kerja. Didapatkan hasil perhitungan untuk waktu efektif kerja setelah perbaikan sebesar 17,91 jam dengan kemampuan produksi menjadi 24.259,45 ton/hari. Sehingga efisiensi kerja juga meningkat menjadi 85,85%.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pengamatan dan analisa yang dilakukan, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Kemampuan produksi unit peremuk saat ini adalah 16.124,95 ton/hari pada unit crushing plant Tuban-1 dan 17.649,50 ton/hari pada unit crushing plant Tuban-2.

2. Faktor yang mempengaruhi kinerja peremukan adalah ukuran material umpan (feed) dan Reduction Ratio (RR). Perbandingan antara ukuran material umpan dengan nilai produksi crusher per jam berbanding terbalik.

Dimana jika ukuran feed besar maka nilai produksi crusher per jam akan menurun. Begitupun perbandingan antara nilai RR dengan nilai produksi crusher per jam, dimana jika nilai RR tinggi maka nilai produksi crusher per jam akan menjadi lebih rendah.

3. Penyebab tidak optimal produksi pada dua unit crushing plant yang diteliti adalah terjadinya waktu hambatan pada saat kegiatan operasi produksi.

Waktu hambatan disebabkan oleh hambatan alat dan material serta hambatan manusia. Hambatan manusia terdiri dari hambatan akibat adanya kegiatan briefing awal, terlambat masuk setelah jam istirahat dan perpindahan shift kerja. Sedangkan hambatan alat dan material terdiri dari hambatan akibat adanya persiapan awal alat, hambatan gangguan listrik, hambatan mekanis atau material, keterlambatan penyuplaian material umpan ke hopper oleh dump truck dan kegiatan peledakan.

4. Dengan efisien nyata, setelah dilakukan upaya optimasi maka produksi crusher aktual sebesar 16.124,95 ton/hari dengan efisiensi waktu sebesar 70,17% meningkat menjadi 89,93% pada unit crushing plant Tuban-1.

Sedangkan produksi aktual crusher pada unit crushing plant Tuban-2

sebesar 17.649,50 ton/hari dengan efisiensi waktu sebelumnya sebesar 64,02% meningkat menjadi 85,85%.

5. Setelah dilakukan upaya optimasi berupa optimasi produksi feed, optimasi ketersediaan unit crusher dan mengurangi waktu hambatan pada unit crushing plant Tuban-1 dan Tuban-2 maka dihasilkan peningkatan jumlah produksi dan waktu kerja produktif. Pada unit crushing plant Tuban-1 meningkat menjadi 23.632,16 ton/hari dengan waktu kerja efektif selama 18,76 jam. Sedangkan pada unit crushing plant Tuban-2 terjadi peningkatan jumlah produksi menjadi 24.259,45 ton/hari dengan waktu kerja efektif selama 17,91 jam.

6. Waktu hambatan menyebabkan terjadinya waktu standby alat yang menghasilkan biaya energi listrik yang terbuang pada unit crushing plant Tuban-1 yaitu sebesar Rp 63.900.270 dan unit crushing plant Tuban-2 sebesar Rp 127.439.245 pada Bulan Juli 2018. Dimana memakan daya listrik sebesar 562,20 kW untuk unit crushing plant Tuban-1 dan 709,64 kW untuk unit crushing plant Tuban-2.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan hasil perhitungan data serta pembahasan, maka dapat diberikan sebagai berikut:

1. Sebaiknya material umpan dari hasil Run of Mine (ROM) yang masih berbentuk bongkahan berukuran lebih dari 120 cm, harus diantisipasi dengan penggunaan excavator breaker terlebih dahulu sebelum diangkut menuju hopper agar tidak menghambat operasi unit peremuk.

2. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai fragmentasi batuan hasil peledakan agar sesuai dengan kapasitas ukuran maksimum material umpan berdasarkan spesifikasi alat peremuk sehingga tidak menghambat kinerja dari kegiatan peremukan. Dengan tujuan dihasilkan ukuran maksimum material umpan (feed) yang berukuran optimal bagi kinerja peremukan.

3. Pengisian material umpan pada hopper sebelum kegiatan operasi produksi dimulai sehingga pada saat unit peremuk sudah siap beroperasi, proses operasi produksi dapat langsung dilaksanakan tanpa menyebabkan adanya waktu standby.

4. Kinerja dari kegiatan alat gali-muat dan alat angkut harus dalam pengawasan pihak pengawas lapangan agar tidak terjadi bentrok pada saat dumping ke hopper yang menyebabkan keterlambatan pengumpanan material.

Selanjutnya dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kajian teknis terhadap alat gali-muat dan alat angkut agar sesuai dengan proses peningkatan target produksi.

5. Dilakukan pertimbangan untuk memperbaiki atau mengganti fasilitas jembatan timbang bagi alat angkut batugamping (dump truck) dikarenakan sangat berpengaruh terhadap hambatan yang terjadi pada alat angkut sehingga menyebabkan produktivitas alat angkut rendah dan berdampak pada keterlambatan dump truck untuk melakukan dumping material ke hopper.

6. Berdasarkan hasil analisa teknis yang dilakukan, perlu dilakukan perbaikan terhadap kapasitas belt conveyor untuk mendukung kapasitas sistem unit crushing plant secara keseluruhan sehingga belt conveyor dapat mengangkut

atau bekerja sesuai dengan kapasitas target produksi yang harus dicapai.

Dikarenakan kapasitas aktual dari belt conveyor belum memenuhi kapasitas produksi sesuai dengan target produksi sehingga cenderung dapat menghambat kegiatan produksi seperti terjadi kelebihan muatan material pada belt conveyor.

7. Diharapkan agar kedisiplinan pegawai ditingkatkan agar tidak melebihi waktu yang telah dijadwalkan resmi oleh perusahaan demi kualitas manajemen unit crushing plant.

8. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, jika upaya perbaikan waktu hambatan dilakukan maka akan terjadi peningkatan produksi sehingga target produksi tercapai. Pencapaian target produksi tersebut akan menciptakan adanya potensi penjualan produksi semen. Potensi penjualan produksi semen tersebut diperkirakan bernilai sangat besar dimana untuk unit crushing plant Tuban-1 sebesar Rp Rp 151.834.871.996 dan untuk unit crushing plant Tuban-2 sebesar Rp 38.247.573.172. Perhitungan tersebut berdasarkan pada harga acuan semen curah di pasar Indonesia sesuai yang tercantum pada Laporan Tahunan PT Semen Indonesia Tahun 2017 yaitu sebesar Rp 754.068. (Lampiran P)

DAFTAR PUSTAKA

Bemmelen, R.W. Van., 1949. The Geology of Indonesia, Vol. 1 A, Government Printing Office, The Hauge.

CEMA. 2007. Belt Conveyor For Bulk Material. United State of America (USA):

Conveyor Equipment Manufacture Association.

Currie, John M. 1973. Unit Operation in Mineral Processing. Columbia: British Columbia Institut of Technology, Burnaby.

Dunham, R. J., 1962. Classification of Carbonate Rock According To Depositional Textures. AAPG Memoir No.1

Dwiwasono, Bagus. 2012. Penyiapan Bahan Baku Semen. Tuban: PT Semen Gresik

Dwiwasono, Bagus. 2012. Penyiapan Bahan Baku Semen. Tuban: PT Semen Gresik

Dokumen terkait