• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Ketersediaan Obat Sesuai Dengan DOEN Tahun 2008

Obat yang diperkenankan untuk disediakan di Puskesmas adalah obat Esensial yang jenis itemnya ditentukan setiap tahun oleh Menteri Kesehatan dengan merujuk kepada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN). Obat esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan, mencangkup upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan rehabilitasi yang diupayakan tersedia pada unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya.

Dengan menerapkan DOEN maka dapat meningkatkan ketepatan, keamanan, kerasionalan penggunaan dan pengelolaan obat yang sekaligus meningkatkan daya guna dan hasil guna biaya yang tersedia sebagai salah satu langkah untuk memperluas, memeratakan, dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Tabel VII. Ketersediaan Obat Dilihat Dari Kesesuaian Dengan Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta Tahun

2008-2010

DOEN Non DOEN

2008 2009 2010 2008 2009 2010 Kelompok

item % item % item % item % item % item %

A 17 8 21 11 21 11 4 2 5 3 4 2

B 18 8 21 11 20 10 13 6 15 8 16 8

C 67 30 57 29 55 28 107 47 76 39 83 42

Jumlah 102 45 99 51 96 48 124 55 96 49 103 52 Dari tabel diatas dapat dilihat ketersediaan obat di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta pada tahun 2008-2010 dikaitan dengan Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN). Ketersediaan obat DOEN pada tahun 2008 dan 2010 lebih sedikit dibandingkan dengan obat Non-DOEN, sedangkan tahun 2009 ketersediaan obat DOEN lebih banyak dibandingkan dengan obat Non DOEN. Ketersediaan obat yang masuk dalam DOEN setiap tahunnya mengalami penurunan, pada tahun 2008 terdapat 102 item obat yang sesuai dengan DOEN tetapi pada tahun 2009 mengalami penurunan menjadi 99 item dan pada tahun 2010 mengalami penurunan kembali menjadi 96 item. Pada obat yang tidak termasuk dalam DOEN tahun 2008 terdapat 124 item dan mengalami penurunan di tahun 2009 menjadi 96 item, tetapi pada tahun 2010 mengalami peningkatan kembali menjadi 103 item. Pengadaan di Puskesmas diharapkan menggunakan

obat esensial yang jenis itemnya telah ditentukan oleh Menteri Kesehatan dengan merujuk Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) agar didapat ketepatan, keamanan, kerasionalan penggunaan, dan pengelolaan obat. Jika dikaitkan dengan metode ABC ketersediaan obat yang sesuai dengan DOEN dari tiga tahun ini paling banyak terdapat pada kelompok C dibanding kelompok A dan B. Tiap tahunnya obat DOEN pada kelompok C mengalami penurunan, sedangkan pada kelompok A pada tahun 2009 terjadi peningkatan jumlah item dan pada tahun 2010 tetap. Pada kelompok B terjadi peningkatan pada tahun 2009 dan terjadi penurunan pada tahun 2010. Pada obat Non DOEN dari tiga tahun ini kelompok C memiliki jumlah item paling banyak daripada kelompok A dan B. Pada kelompok C pada tahun 2009 mengalami penurunan jumlah item dan pada tahun 2010 mengalami peningkatan, sedangkan kelompok A dan B pada tahun 2009 mengalami peningkatan dan Menurun pada tahun 2010.

Banyaknya obat DOEN yang masuk dalam kelompok C menandakan bahwa perilaku masyarakat di sana tidak sesuai dengan obat DOEN. Pada Obat Non DOEN kelompok C juga memiliki jumlah yang paling banyak. Sebaiknya obat DOEN dan Non DOEN yang masuk dalam kelompok C perlu dikendalikan atau dikontrol dalam jumlah persediaannya. Obat DOEN maupun Non DOEN yang memiliki pemakaian yang cukup tinggi dan stabil tetap diadakan namun harus dikontrol dalam jumlah persediaannya, sedangkan obat yang hanya sebagai pelengkap atau hanya memberikan keanekaragaman dapat ditiadakan. Hal ini mencegah terjadinya obat kadaluwarsa dan rusak, serta dapat memberikan pengelolaan obat yang lebih efisien. Pada obat DOEN dan Non DOEN yang

masuk dalam kelompok A dan B akan menjadi prioritas dalam pengadaan selanjutnya.

Pada tahun 2008 terdapat 7 item obat DOEN yang diadakan tetapi tidak terdapat pemakaian dalam 1 tahun yaitu aminofilin inj 24 mg/ml (10 ml), diazepam inj 5 mg/ml (2ml), difenhydramin HCl inj 10 mg/ml (1ml), fenobarbital inj 50 mg/ml (2ml), ibuprofen 400 mg, INH 100 mg, dan propil thio urasil 100 mg. Dari obat-obat DOEN ini dapat disarankan seperti aminofilin inj 24mg/ml, diazepam inj 5 mg/ml, difenhydramin HCl inj 10 mg/ml, dan fenobarbital inj 50 mg/ml tetap diadakan dengan jumlah sesuai kebutuhan karena obat-obat ini memiliki kegunaan yang besar jika memerlukan efek terapi yang cepat. Contohnya diazepam inj 5 mg/ml yang digunakan dalam menangani pasien epilepsi untuk menghilangkan kejang. Untuk obat – obat seperti ibuprofen 400 mg, INH 100 mg, dan propil thio urasil 100 mg lebih baik diadakan apabila benar-benar dibutuhkan. Seperti INH 100 mg, obat ini digunakan dalam terapi pengobatan tuberculosis, tetapi di puskesmas juga mengadakan FDC dan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang juga digunakan dalam terapi tuberculosis. Pada tahun 2009 terdapat 5 item obat DOEN yang tidak terpakai yaitu atropine sulfat inj 0,25mg/ml (1ml), difenhydramin HCl inj 10mg/ml (1ml), metil ergometrin maleat inj 0,2mg/ml (1ml), natrium diklofenak 50 mg, dan oksitosin inj 10 iu/ml (1ml). dari obat-obatan yang tidak terpakai di tahun 2009 dapat disarankan bahwa atropine sulfat inj 0,25mg/ml (1ml), metil ergometrin inj 0,25mg/ml (1ml), difenhydramin HCl inj 10mg/ml (1ml), dan oksitosin inj 10 iu/ml (1ml) tetap diadakan sesuai kebutuhan, karena obat-obatan ini merupakan obat yang harus

ada. Contohnya seperti atropine sulfat inj 0,25mg/ml yang digunakan sebagai antidotum dalam keracunan organofosfat, sedangkan natrium diklofenak 50 mg memiliki sediaan dengan kekuatan 25 mg, natrium diklofenak 25 mg inilah yang dianggap lebih memberikan keuntungan dari pada natrium diklofenak 50 mg, sehingga obat ini sebaiknya ditiadakan dan dapat diadakan kembali jika dibutuhkan. Pada tahun 2010 terdapat 3 item obat DOEN yang tidak digunakan yaitu diazepam inj 5 mg/ml (2ml), kotrimoksazol DOEN II 120 mg, dan propil thio urasil 100 mg. Diazepam inj 5mg/ml tetap diadakan dengan jumlah yang tidak terlalu banyak, karena obat ini dapat digunakan sebagai anti kejang pada pasien epilepsi, sedangkan kotrimoksazol DOEN II 120 mg dan propil thio urasil 100 mg sebaiknya tidak usah diadakan, seperti kotrimoksazol DOEN II 120 mg ini digunakan untuk pasien pediatric sedangkan di puskesmas juga telah diadakan kotrimoksazol 240mg/5ml dalam bentuk sirup. Sehingga penggunaan kotrimoksazol 240mg/5ml lebih menguntungkan.

Tabel VIII. Ketersediaan obatInfeksi Saluran Pernapasan Atas(ISPA) dikaitkan dengan DOEN 2008

2008 2009 2010

No Nama Obat

Pakai Kelompok Pakai Kelompok Pakai Kelompok

1 Amoksisilin 125mg/5ml, sirup 665 C 557 C 622 C 2 Amoksisilin 250 mg 9514 B 4338 B 3746 B 3 Amoksisilin 500 mg 79682 A 83396 A 88174 A 4 Doxyciclin 100 mg 219 C 216 C 150 C 5 Eritromisin 250 mg 945 C - - -6 Eritromisin 500 mg 2570 B 2615 B 3535 B 7 Kotrimoksazol 120 mg 455 C 1 C 0 C

Tabel VIII. Tabel Lanjutan

2008 2009 2010

No Nama Obat

Pakai Kelompok Pakai Kelompok Pakai Kelompok

8 Kotrimoksazol 240 mg/5ml, sirup 239 C 140 C 204 C 9 Kotrimoksazol 480 mg 10619 B 8772 B 8162 B 10 Antalgin 500 mg 51481 A 57245 A 55828 A 11 Asetosal 100 mg - - - - 1304 C 12 Ibuprofen 200 mg 12182 A 15530 A 25865 A 13 Ibuprofen 400 mg 0 C 3260 B 3630 B 14 Parasetamol 100 mg 6383 B 6034 B 1429 C 15 Parasetamol 120mg/5ml, sirup 658 C 946 C 800 C 16 Parasetamol 500 mg 76666 A 69454 A 76987 A 17 Efedrin HCl 25 mg 2624 B 4092 B 4689 B 18 Klorfeniramin Maleat 4 mg 68340 A 73688 A 67764 A 19 Dextromethorphan HBr 10 mg/5ml, 60ml 33 C 16 C 3 C 20 Dextromethorphan HBr 15 mg 12077 A 13214 A 13561 A

21 Obat Batuk Hitam 200ml

704 C 805 C 728 C

22 Gliseril Guaiacolat 100 mg

62973 A 57243 A 52888 A

23 Asam Askorbat (Vit C) 50 mg

61341 A 57122 A 52842 A 24 Becefort 670 C 100 C - -25 Becefort Syrup 58 C - - - -26 Becom C 45 C 1285 C 740 C 27 Elkana Syrup 1057 C 1 C 241 C 28 Calcidol Syrup 89 C 211 C 124 C 29 Zamel syrup 216 C 157 C 148 C 30 Pehavral 2480 B 4564 B 6380 B 31 Bodrex 20 C - - - -32 Bestocol 2279 B 3917 B 4257 B

33 Pacdin baby cough syrup 247 C - - -

-34 Paratusin syrup 1 C - - -

-35 Tremenza 1217 C 2062 C 2526 C

36 Anacetin Syrup 13 C 260 C 259 C

Pengadaan obat untuk terapi infeksi saluran pernapasan atas selama 3 tahun berbeda-beda dalam jumlah itemnya. Pada tahun 2008 terdapat 35 item dengan obat DOEN sebanyak 19 item dan Non-DOEN sebanyak 16 item, tahun 2009 terdapat 30 item dengan obat DOEN sebanyak 18 item dan Non-DOEN

sebanyak 12 item, dan tahun 2010 terdapat 30 item dengan obat DOEN sebanyak 19 item dan Non-DOEN sebanyak 11 item. Dapat dilihat bahwa setiap tahunnya mengalami penurunan jumlah item. Obat DOEN yang diadakan di puskesmas induk Tegalrejo Yogyakarta untuk terapi infesksi saluran pernapasan bagian atas selalu lebih banyak dari pada Non-DOEN dan setiap tahunnya obat Non-DOEN dalam terapi disini selalu berkurang. Hal tersebut memperlihatkan bahwa pengelololaan obat disana terjadi peningkatan. Obat DOEN yang digunakan dalam terapi infeksi saluran pernapsan atas yang masuk dalam kelompok A selama 3 periode yaitu amoksisilin 500 mg, antalgin 500 mg, ibuprofen 200 mg, parasetamol 500 mg, klorfeniramin maleat 4 mg, dextromethorphan HBr 15 mg, gliseril guaiacolat 100 mg, dan asam askorbat 50 mg, sedangkan obat yang masuk dalam kelompok B yaitu efedrin HCl 25 mg dan kotrimoksazol 480 mg. Obat-obat infeksi saluran pernapsan atas yang masuk dalam kelompok A dan B inilah yang menjadi prioritas dalam penggadaan di periode berikutnya, sedangkan obat yang masuk dalam kelompok C seperti Amoksisilin 125mg/5ml, Doxyciclin 100 mg, Kotrimoksazol 120 mg, Parasetamol 120mg/5ml, Dextromethorphan HBr 10mg/5ml, dan OBH 200 ml harus dilakukan pengendalian dalam pengadaannya.

Tidak terdapat obat Non-DOEN yang masuk dalam kelompok A, sedangkan yang masuk dalam kelompok B yaitu amoksisilin 250 mg, eritromisin 500 mg, dan pehavral. Obat yang masuk dalam kelompok A dan B disini juga merupakan prioritas. Pada obat yang masuk dalam kelompok C seperti kotrimoksazol 240mg/5ml, Becom C®, Elkana® sirup, Calcidol® sirup, Zamel® sirup, Tremenza®dan Anacetin®sirup pengadaannya perlu diperhatikan, jika obat

ini hanya sebagai pelengkap atau memberikan keanekaragaman dalam sediaan sebaiknya ditiadakan, contohnya seperti multivitamin yang diadakan di puksesmas ini yang terlalu banyak. Sebaiknya pengadaan multivitamin apabila memiliki kandungan yang sama lebih baik 1 item saja.

Dokumen terkait