• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketiadaan Hak Anak JikaPerkawinan Yang Tidak Dicatatkan

Dalam dokumen BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS (Halaman 45-48)

B. Hasil Penelitian

2. Ketiadaan Hak Anak JikaPerkawinan Yang Tidak Dicatatkan

Dalam perkawinan yang tidak dicatatkan dapat lahir seorang anak, anak yang lahir dalam masa penundaan pecatatan perkawinan akan disebut sebagai anak luar kawin yang hanya memiliki hubungan hukum kepada ibu dan keluarga ibu hal tersebut diampaikan dalam Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan.

Berbeda dengan anak luar kawin, anak sah memiliki hak untuk hidup layak dan hak waris yang diatur didalam UU Perkawinan, KHI, UU HAM, UU Perlindungan Anak, KUHPer, dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.

Hak untuk hidup layak diatur dalam UU Perkawinan, KHI, UU HAM, UU Perlindungan anak, dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak. UU Perkawinan mengatur hak untuk hidup layak yang didapatkan oleh anak dalam Pasal 45 ayat (1) UU Perkawinan, dalam Pasal tersebut bahwa anak harus dipelirahara dan diberi pendidikan oleh kedua orang tuanya, dalam KHI menyebutkan dalam Pasal 88 KHI bahwa anak juga berhak mendapatkan nafkah, tempat tinggal dan mendapatkan biaya untuk hidup dari orang tuanya. UU HAM juga mengatur mengenai hak untuk hidup layak, diatur

60 dalam Pasal 51 UU HAM adalah Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara. Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan, dan Pasal 56 UU HAM yaitu setiap anak berhak untuk mengetahui siapa orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuannya sendiri. Dalam UU Perlindugan anak juga mengatur mengenai hak untuk hidup layak terdapat pada Pasal 7 ayat (1) UU Perlindungan Anak yang mengatakan bahwa setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri, selain itu terdapat pada Pasal 14 UU Perlindungan Anak yang mengatakan setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir, yang kurang lebih berisi sama dengan UU HAM. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak mencatumkan hak untuk hidup layak dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, yang menyatakan dalam ayat (1) Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar, dan dalam ayat (3) Anak berhak atas pemeliharaan dan perlidungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan. Hak anak yang lahir dalam perkawinan yang tidak dicatatkan tidak dapat memiliki hak-hak diatas karna yang dapat memenuhi

61 kebutuhan adalah kedua orang tuanya, tapi anak luar kawin hanya dapat dipenuhi oleh ibu dan keluarga ibu saja.

Anak sah juga dapat memiliki hak waris, hak waris terdapat dalam KUHPer.

Hak waris anak terdapat dalam Pasal 852 KUHPer menjelaskan Anak-anak atau keturunan-keturunan, sekalipun dilahirkan dan berbagai perkawinan, mewarisi harta peninggalan para orangtua mereka, kakek dan nenek mereka, atau keluarga-keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus ke atas, tanpa membedakan jenis kelamin atau kelahiran yang lebih dulu, karena anak merupakan golongan 1 maka anak akan mendapatkan hak waris dari orang tuanya jika meninggal dunia. Anak luar kawin dalam perkawinan yang tidak dicatatkan tidak dapat menjadi ahli waris dari ayah maupun kerluarga ayah karena dalam Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan mengatakan anak luar kawin hanya memiliki hubungan hukum dengan ibu dan keluarga ibu.

Hak-hak diatas akan didapatkan jika anak lahir dari perkawinan yang sah menurut agama dan sesuai dengan administrasi negara. Bagi anak luar kawin haka-hak diatas akan sulit direalisakaikan karana dalam UU Perkawinan menyatakan anak luar kawin hanya memiliki hubungan hukum dengan ibu dan keluarga ibu saja.

Dampak lain terhadap anak adalah dampak psikologis dan dampak yuridis.

Dampak psikologis terhadap anak luar kawin adalah anak akan menjadi menutup diri dan anak akan selalu merasa berbeda dengan yang lainnya. Anak akan menutup diri, lahir sebagai anak diluar kawin akan membawa berbagai kesulitan bagi seorang anak, yang sebagian besar ditimbulkan oleh lingkungannya. Karena

62 tidak mendapatkan dukungan yang cukup dari lingkungannya, anak akan menjadi seorang yang kaku secara sosial dan sulit menyesuaikan diri di lingkungan tempatnya hidup. Macam kekerasan pada anak bahkan dapat dialaminya. Semua perasaan negatif yang dipendam anak akan membuatnya menarik diri dari lingkungan atau justru menunjukkannya dengan sikap keras dan kasar, dan anak luar kawin akan merasa berbeda dari anak lain, kelahiran luar kawin tentunya bukanlah sesuatu yang umum di mata masyarakat kita, dan karena itulah anak tersebut akan menjadi orang yang berbeda. Dampak anak lahir dari luar kawin akan membuatnya merasa berbeda dari orang lain. Lingkungan seringkali tidak membuat hal ini juga menjadi mudah, bahkan justru menonjolkan perbedaan tersebut. Jika anak hidup di lingkungan yang selalu menekankan bahwa ia berbeda, maka secara psikologis anak pun akan merasa dirinya bukanlah orang yang cocok untuk berada di lingkungan manapun. Dampak yuridis anak luar kawin Dari perkawinan yang tidak dicatatkan dan lahir seorang anak maka disebut sebagai anak luar kawin, sehingga hanya timbul hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu saja dan tidak memiliki hubungan perdata dengan ayah dan keluarga ayahnya, maka timbul suatu putusan yaitu putusan No.46/PUU-VIII/2010 yang merupakan uji materi terhadap UU Perkawinan, sehingga diputuskan dalam putusan ini menyatakan hubungan perdata anak luar kawin bukan saja terhadap ibunya dan keluarga ibunya, tapi juga hubungan perdata dengan ayahnya biologisnya, yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum yang dapat menunjukan bahwa anak mempunyai hubungan darah sebagai ayah biologisnya.

Dalam dokumen BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS (Halaman 45-48)

Dokumen terkait