• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ya, cukup singkat. Contohnya lumayan singkatlah. Cuman, yang masalah, cuman yang masalah presiden itu sebaiknya menteri dulu, lalu Menko atau pernah DPR, baru jadi presiden. Itu sebaiknya, kan begitu. Jadi, jadi yang sebaiknya itu tuh DPR, kemudian jadi menteri, kemudian jadi Menko, jadi presiden.

F-PG (NUSRON WAHID):

Kalau nggak, minimal jendral dulu. Pak Ketua, minimal jendral dulu.

KETUA RAPAT:

Selanjutnya ke kiri, Bu Nevi.

F-PKS (Hj. NEVI ZUARIANA):

Makasih,

Pimpinan dan Anggota Dewan Komisi VI yang kami hormati;

Bapak-Bapak Direktur Bulog dan Pupuk.

Langsung ke Bulog, Pak. Jadi memang, kami mengapresiasi Pak Direktur, Pak Buwas untuk tidak main-main mengurus lembaga negara kita ini. Tadi disampaikan oleh teman-teman, penting sekali salah satunya terkait rencana pemecatan 100 orang karyawan Bulog, Pak yang terkait dengan isu mafia beras. Jadi, bersih-bersih di lembaga Bapak ini penting sekali, Pak.

Karena memang, tadi kita sangat miris sekali dengan hutang yang Bapak memiliki. Ya, waallahhu alam ya, di situ ya. Wallahu alam, hanya Tuhan yang tahu.

Untuk itu memang, Bapak juga harus hati-hatilah, harus lihat celah yang merugikan dalam pangan beras di Bulog ini ya. Terus, bagaimana melakukan tindakan preventif ke depan agar tidak menjadi masalah yang sama di ke depan ini. Mudah-mudahan di bawah Pimpinan Pak Buwas semua akan dibayar hutangnya sampai 28 triliun ini, Pak. Itu yang pertama.

Yang kedua, Pak tentang tadi sudah disampaikan oleh teman-teman, stok cadang beras pemerintah meningkat sejak ada perubahan skema beras sejahtera (Rastra) ke skema bantuan pangan nontunai, BPMT tahun 2017 ya.

Sehingga, peran Bulog dalam penyelenggara semakin berkurang dan stok beras Bulog meningkat ya, sehingga beras Bulog kurang diminati.

Jadi, skema BPMT ini kan sebetulnya kan, kalau saya lihat kan kebijakan kelembagaan ya Pak ya, kementerian dan kelembagaan lain. Ini nih apa, kenapa tidak ada kerja sama, kenapa nggak diserap gitu kan beras Bulog yang begitu. Kita sampai akhir tahun nih kita sudah aman nih, pak berasnya, saya dengar. Jadi, kadang-kadang ego sektoral ini Pak ya, mungkin lebih perlu diperhatikan ya dan dievaluasi kenapa, dengan adanya BPMT ini bagaimana bisa overstock ini bisa terminimalisir, terminimalisir. Itu yang kedua, Pak.

Lalu yang ketiga, Pak tentang penyaluran Bansos bagi warga Jabotabek. Dapil saya ya, pak ya. Jadi, kalau untuk penyaluran-penyaluran Bansos beras ini Pak ya, dari Bapak Presiden. Ini kita mau Pak dengan tepat sasaran, Pak ya. Artinya, jangan sampai dalam kasus-kasus yang ada, kita dengar di lapangan yang tumpang tindih, tapi mendapatkan penyaluran Bansos dan sebagainya.

Untuk itu, kami mengharapkan di tahun 2020 ini, katanya ada juga ke penyaluran Bansos nya. Nah, ini kita harapkan Bapak direktur untuk apa

namanya, data-datanya itu jangan sampai (suara tidak jelas). Kasihan masyarakat, mereka harus mendapatkan bantuan sampai akhir tahun ini. Itu Pak untuk Bulog.

Lalu, untuk pupuk. Tadi sudah banyak disampaikan oleh teman-teman.

Insya Allah, setuju saja masalah pupuk ini. Ya, cuman kok kita ada ini Pak, ada pupuk berbahan batu bara yang dikembangkan oleh warga negara Indonesia, Umar Hasan Saputra. Sudah dapat hak paten pupuk, Pak. Dirut dari Amerika Serikat. Apakah PT Pupuknya Indonesia ini bisa mengoptimalkan inovasi pupuk ya. Sehingga, efisiensi produksi dan untuk produksi pupuk yang eco-friendly, sekaligus apresiasi untuk putra terbaik bangsa untuk inovasi pupuk organik ini.

Itu saja. Terima kasih, Pak.

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Saya masih punya dua, Pak Deddy sama Pak Kang Daeng.

Namun, ada Pak La Tinro ini dari tadi menunggu. Kita selingan dulu, Pak ke yang virtual. Yang virtual, yang bertanya virtual Pak. Kalau bisa sih, kita ini sekarang lagi bahas anggaran. Jadi, fungsi kita kan ada tiga tuh. Nah, fungsi yang sekarang ini lagi fungsi anggaran.

Silakan, Pak La Tinro.

F-P.GERINDRA (Ir. H. LA TINRO LA TUNRUNG):

Terima kasih banyak.

Pimpinan yang saya hormati.

Teman-teman Anggota Komisi VI yang saya hormati.

Pak Dirut, beserta seluruh jajaran yang saya hormati.

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Langsung saja, Pak Ketua. Tadi, juga sudah ditanyakan teman kita mengenai piutang Bulog khususnya masalah hutang-hutang Bulog, yang sudah terpenuh besar dan tentu membayar bunga juga yang tentu besar.

Salah satu juga penugasan dari Bulog yang kita ketahui adalah penyaluran.

Dan tentu, sekarang stok bulak yang, stok Bulog yang sangat besar, di sisi lain penyaluran mereka belum dilaksanakan.

Persoalannya adalah kami ingin tanyakan, kenapa ini belum terlaksana yang kami tahu adalah bahwa Bansos Rastra yang sampai 10 juta KPM dan tentu ini juga merusak cash flow, kasihan dari pada Bulog dan mudah-mudahan bisa diselesaikan. Pertanyaannya simple bahwa apakah ini sudah dilaksanakan dan kalau belum, kenapa terjadi dilaksanakan penyaluran tersebut.

Kemudian yang kedua, selama ini kita ketahui bahwa Bulog juga biasanya melakukan impor. Yang sering ditanyakan, pada tahun 2020 ini,

apa-apa saja yang sudah diimpor oleh Bulog, jenisnya apa dan jumlahnya berapa dan apakah masih ada, ada lagi yang mau diimpor pada tahun 2020 nanti dan jika bagaimana dengan impor yang jagung biasanya dilaksanakan Bulog, termasuk kedelai.

Maksudnya kesimpulannya adalah apa yang sudah, impor yang dilakukan oleh Bulog sampai hari ini dan kira-kira sampai tahun 2020, apalagi yang akan impor yang dilakukan oleh Bulog.

Kemudian, khusus untuk PT Pupuk Indonesia, hanya satu pertanyaan karena ini menyangkut aspirasi dari dapil kami bahwa ada distributor-distributor yang diberikan baik dari pupuk (rekaman tidak jelas) maupun Pupuk Petro, itu sebenarnya tidak memenuhi syarat sesuai ketentuan-ketentuan yang ada, yang menjadi distributor.

Oleh karena itu, harapan kami bahwa mungkin nanti distributor-distributor tersebut yang tidak sebenarnya memenuhi persyaratan tetapi, tetap diberikan izin yang akan kami laporkan khusus kepada PT Pupuk Indonesia.

Terima kasih, Pak Ketua.

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

F-PDIP (Ir. DEDDY YEVRI HANTERU SITORUS, M.A.):

Terima kasih, Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Sebelum Pak Deddy saya lupa. Saya perkenalkan ini baru, Pak Rapsel Ali. Ini Anggota baru kita menggantikan Ibu Percha. Beliau ini menantunya Pak Wapres, Pak.

F-PDIP (Ir. DEDDY YEVRI HANTERU SITORUS, M.A.):

Sudah bisa, oke.

Tadi banyak dibahas, tapi saya kan melihat ya namanya pupuk sama Bulog ini kan bukan institusi pengambil keputusan. Mereka ada di hilir ya dan dua-duanya berperan penting dalam ketahanan nasional. Nah, cuma ini yang menurut saya policy yang belum clear ini. Karena apa, Bulog ini apa namanya masih abu-abu.

Tadi penting apa namanya, soal bagaimana melaksanakan fungsinya begitu ya. Tapi, ini mungkin diskusi di kita. Karena kan, terkait Bulog dan pupuk ini kita bicara tentang Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Sosial. Yang ini kalau kita semua tidak beresin urusannya ya. Ya, saya kira tetap seperti sekarang, kompartemen-kompartemen dan semua bisa dibilang divergen ya. Jadi,

susah mengkonsolidasi, mengkonsolidasikannya menjadi sebuah sinergi yang baik. Karena, mau bicara gula, mau bicara beras, mau bicara sawit, ini dua-dua kan ada di hilir gitu ya.

Nah, ini yang saya kira perlu Komisi VI nanti juga dengan kementerian-kementerian terkait. Kita bicara ekspor ini bagaimana kita bisa membuat dua, apa namanya, komponen ini benar-benar berfungsi sebagai ujung tombak ketahanan nasional kita. Ya, ini problem kita semua.

Nah, saya kira, saya ingin melihat Bulog itu menjadi katakanlah fundamen bagi bangsa ini di sektor pangan, Pak. Sehingga tentu, berpikir harus keluar dari kotak yang selama ini ada, yang memenjarakan inovasi-inovasi yang dimungkinkan. Karena, karena apa saya melihat sebenarnya banyak potensi yang bisa di apa namanya, dikembangkan oleh Bulog ini.

Sehingga apa namanya, benar kuat Pak.

Saya kira tidak ada salahnya membangun kerja sama dengan swasta yang lain untuk komoditas tertentu atau dan sebagainya, apa untuk logistik, apa untuk pergudangan atau memanfaatkan resi gudang dan seterusnya, koperasi-koperasi yang gedungnya ada dimana-mana di seluruh Indonesia, ini semua kan sebenarnya apa namanya pecahan-pecahan kekuatan yang di sektor pangan yang harusnya dimobilisasi, Pak semuanya dengan baik. Nah, ini tentu perlu kerja sama banyak pihak. Kementerian UMKM dan seterusnya dan seterusnya.

Nah, yang menjadi tantangan kita semua ya. Jadi, saya kira ada swasta kita, tapi Bulog kita ini harus berperan sebagai buffer nya, yang paling kuat, gitu ya. Karena kan, nggak mungkin pemerintah yang mengurusi yang sebegini luas. Saya berharap sebenarnya, Pak. Bulog ini punya kemampuan proyeksi, punya kemampuan early warning ya untuk segala hal gitu ya dalam sektor pangan, gitu.

Saya kira sudah banyak teknologi yang bisa digunakan. Melihat apa namanya, proyeksi panen pun sekarang sudah bisa dengan satelit. Melihat proyeksi kesuburan tanah, sudah bisa dengan satelit. Saya kira Bulog harus berperan sebagai katakanlah rujukan gitu ya, dari kegiatan bisnis dan pangan yang kuat gitu, Pak. Karena, ini kan menyangkut bagaimana Bulog bisa memetakan seluruh daerah ya, untuk menjamin adanya ketahanan pangan yang baik. Nah, ini yang belum ya.

Ada satu hal, tadi sudah disinggung sebenarnya sejarah kita dengan Bulog, Pak. Itu bukan sejarah yang menyenangkan dan saya kira ini tantangan bagi bapak. Karena, menurut saya perubahan organisasi apa pun di Indonesia ini tidak boleh tergantung pada individu, Pak pada orang. Tapi, pada sistem yang harus kita bangun. Sumber daya manusianya yang harus kita bangun, roadmap nya jelas, ukurannya jelas, sehingga siapa pun pemerintahnya, siapa pun Kepala Bulognya itu tidak menjadi masalah lagi, Pak.

Nah, ini yang perlu bagaimana kita putting place system nya, Pak.

Sistem SDM-nya, sistem manajemennya yang baik, Pak. Ya, karena sampai sekarang kita mimpi kalau bicara misalnya bagaimana Bulog melawan mafia rafinasi misalnya. Ya, mimpilah sama-sama kita tahu gitu ya. Tapi, kalau ada sistem yang baik, ada koordinasi yang baik antara Kementerian. Saya kira

lama, tidak lama itu akan hilang dengan sendirinya. Karena, semakin kita persempit ruang geraknya.

Nah, ini yang saya kira harus dibangun dan komitmen pemerintah sebenarnya cukup kuat, Pak. Jadi, ini saatnya saya kira Pak Buwas untuk melihat, Pak Budi lihat. Bahwa sebenarnya kekuatan itu ada dan besar.

Tinggal bagaimana kita memobilisasi tenaga ke arah itu, Pak dan ini saya kira kesempatan untuk legacy bapak di Bulog.

Dan saya senang mendengar bahwa kemarin akhirnya Kementerian Sosial sudah bekerja sama dengan Bulog, Pak ya. Tidak semata-mata lagi di sana dan itu cukup bagus saya kira dan saya harap ke depan mungkin lewat Komisi VI. Pimpinan, kita harus bicara soal ini dengan kementerian-kementerian terkait dan duduk bareng.

Untuk Pupuk, tadi gugatan teman saya itu soal data dan sebagainya.

Saya kira pupuk ini kan cuma pelaksana saja. Urusannya kan, karena kita nggak bisa mendumel sama Menteri Sosial, Menteri Pertanian bukan partner kita, kita bicaranya di sini.

Tapi, yang menjadi pertanyaan kita adalah Pak, apakah pupuk kita ini mau begitu-begitu saja nih ya. Hanya bicara subsidi, ada uangnya, kerjakan.

Lalu, sisanya kita ekspor atau jual ke swasta. Problem kita itu, Pak, rakyat kita kalau nggak disubsidi, pupuknya nggak bisa, Pak. Ini kan problem kita, Pak.

Bagaimana sebenarnya pupuk itu bisa sampai terjangkau oleh masyarakat, tidak langka pada saat dibutuhkan, tidak mahal saat dibutuhkan.

Sederhananya, kita selalu menyalahkan harga gas, Pak. Ya, itu kan paling tidak, saya tidak tahu. Apakah nanti kalau harga gasnya ditekan sampai 6, benar nggak pupuk ini bisa tercapai di pedalaman-pendalaman pedesaan kita. Harganya lebih murah daripada katakanlah, saya di Kalimantan Utara, beli pupuk itu lebih murah dari punya Malaysia, dari Tawang sana. Ini kan tantangan semua, Pak ya.

Saya kira pupuk juga harus bicara hulu, Pak. Ya, hulu apa, hulu itu berarti on farm. Saya pingin melihat pupuk Indonesia kerja sama dengan PTPN membangun pabrik-pabrik kecil di banyak tempat yang memang skalanya puluhan ribu hektar, why not? Janganlah terus menerus, apa namanya bussiness as usual. Ini saya kira tantangan buat pupuk, Pak.

Saya sedih, daerah saya, pemilihan saya di Kalimantan Utara, Pak dan setiap hari orang mengeluh soal harga pupuk. Produksi mereka itu kecil sekali, karena nggak mampu beli pupuk, langka pula lagi, kalaupun ada mahal, gitu ya. Nah, ini kan tantangan buat kita, buat pupuk. Bagaimana sebenarnya. Apakah (suara tidak jelas) pupuk Indonesia membangun katakanlah di e-warung, bukan e-warunglah, kelompok-kelompok apa namanya yang mampu berswasembada pupuk, why not, ya kenapa tidak? Ini kapan kita mikirin ke sana, kapan kita bicara itu. Jangan karena tugas kita di pupuk, kita mikirin pupuk saja. Kita berada dalam satu ekosistem, Pak dalam satu ekosistem untuk kedaulatan pangan kita, melihatnya ke sana dong kalau menurut saya.

Apalagi sekarang strategi holding ya. Ya pak ya, strategi holding di di apa namanya di anak-anak itu tidak banyak direksinya kan. Nah, ini kan sebenarnya bisa berpikir lebih-lebih ini pak ya, apa namanya eksplor,

eksplorasi pemikiran itu harusnya muncul, Pak dari pupuk. Karena, saya khawatir pupuk kita begini-begini saja, Pak.

Ya, akan ada perkembangan yang maksimal ya, berapa perintah subsidi, berapa kapasitas mesin buah, selesai Pak. Kemudian kita besar kepada bangsa ini, Pak. Karena, menurut saya siapa pun sekarang jadi direksi, direktur pupuk, ya begitu-begitu saja, Pak. Nggak akan ada terali yang sulit, karena tidak ada juga upaya melakukan terobosan, tidak ada energi-energi baru yang (suara tidak jelas). Bahwa begini loh, padahal kita mayoritasnya masih petani, Pak ya dan petani itu sangat mengharapkan ada untungnya nih merdeka, Pak. Mereka nggak merintis setiap beli pupuk wijen, Pak. Ini gimana sih, siapa tugas besar itu Pupuk Indonesia, tapi kementerian, pemerintah. Tapi, saya berharap Pupuk Indonesia menjadi bagian dari solusi itu, Pak. Sampaikan dong.

Ya, saya kira begitu Pimpinan. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Ya, saking semangatnya, Pak. Banyak yang menyikapi sampai pengawasan, Pak maupun apa, saran-saran bapak-bapak sekalian. Tapi kalau, sebaiknya sih hanya bicara tentang anggaran.

Kang Daeng, silakan Kang Daeng.

F-PAN (DAENG MUHAMMAD, S.E., M.Si):

Ya, terima kasih Pimpinan

Yang saya hormati Pak Buwas, Pak Budi Waseso, sahabat lama.

Yang saya hormati Kang Aas, yang mengurus pupuk.

Syukur alhamdulillah beserta jajaran yang hadir pada hari ini.

Saya sih bicara menggarisbawahi tentang bicara konteks bagaimana kedaulatan pangan itu bicara keberpihakan, Pak. Kuncinya di sana, mau ngomong apa pun kita bicara, kalau tidak ada keberpihakan, selesai. Kenapa saya bicara seperti itu.

Saya bicara Bulog dulu. Bulog itu sudah ada dan sudah punya pengalaman panjang, Pak. Jadi, Bulog itu baik dan tidak baik bukan siapa yang mimpin harusnya. Woh, kalau kita kepemimpinan kita bagus kayak Pak Buas, tegas, oh Bulog jadi baik gitu. Kalau ganti kepemimpinan, terus berubah lagi, bukan itu Pak yang kita harapkan. Yang kita harapkan adalah keberpihakan semua. Pemerintah yang mengelola Bulog, yang mengelola pupuk dan semua mengelola yang ujungnya adalah output-nya satu, kita punya kedaulatan pangan yang hebat. Kita bicara swasembada, kita bicara apa pun. Ngomong swasembada tidak hanya bicara konteks Menteri Pertanian, ada juga kepentingan Pupuk Indonesia. Ada juga bagaimana stabilisasi harga yang dilakukan oleh Bulog. Ini penting.

Saya mau cerita sedikit, sebelum saya membahas tentang konteks anggaran. Bagaimana mungkin bicara Bulog mampu eksis, ketika Anda bisa bayangkan Bulog seolah-olah kerjanya hanya penugasan dari pemerintah,

sudah gitu nagihnya susah gitu loh. Bulog butuh cash flow, Pak. Bahkan saya bilang beberapa kali, harus ada rasionalisasi pembelian harga yang dilakukan Bulog terhadap petani. Petani akan malas, Pak nanam, kalau dibelinya dengan harga murah. Kalau mereka diujungnya, ketika mereka panen dapatkan pembelian harga, produk pertanian mereka dengan harga bagus, mereka semangat jadi petani.

Satu contoh yang menjadi pertanyaan saya. Pak Buwas mengeluh di media bahwa 28 triliun piutang Bulog kepada pemerintah terhadap penugasan. Ini penyelesaian seperti apa. Apakah tidak ada payung hukum dan tidak ada aturan yang menyelesaikan persoalan-persoalan seperti itu?

Nah, persoalan ini bukan hanya di Bulog. Pupuk Indonesia juga terjadi seperti itu. Memang, harus digarisbawahi Komisi VI, kita harus mendorong pemerintah ada regulasi, ada aturan yang pasti berkaitan bagaimana keterkaitan keberpihakan untuk sektor-sektor yang sifatnya prorakyat ini.

Kaitannya dengan prorakyat.

Satu contoh sekarang, penugasan terhadap Bansos, pengadaan beras.

Saya bingung, saya tuh orang di lapangan, pelaku. Jadi, saya dengar semua orang yang ditugaskan terhadap Satgas pemberian apa Bansos ini, mereka semua beli beras, kan Bulog ada. Kenapa nggak satu sumber di Bulog. Bulog beli ke petani gitu loh. Kenapa itu tidak dilakukan. Saya nggak ngerti.

Dan polanya, bicara konteks misalnya beras premium, saya tahu betul kok kualitas apa yang dibeli oleh mereka. Saya ngerti betul. Harga premium yang standarisasi pemerintah berapa duit, mereka beli dengan berapa duit.

Bahkan beras yang sekarang dilegalisasi premium itu dalamnya oplosan.

Beras sayur yang harganya 8.000 perak dicampur dengan menir. Sudah, itu harga pembelian Bulog untuk padi itu 1.000 perak ya, nggak mungkin.

Karena apa, sekarang misalnya Pupuk Indonesia memproduksi pupuk.

Ini perlu juga dikaji, Pak. Tadi perlu, penting betul data. Di mana masa panen, di mana masa tanam. Kalau faktor distribusi pupuk, itu misalnya harus mulai di urea pada usia 15 hari setelah masa tanam. Kalau bapak misalnya distribusinya terlambat sampai ke 30 hari. Suka tidak suka, 15 hari itu mereka beli berapa pun harga pupuk itu. Jadi, subsidi itu akhirnya losing Pak. Hilang kesempatannya di masyarakat. Ini yang perlu dipahami oleh kita bersama.

Nah, harapan saya adalah bagaimana pemerintah, Bulog, Pupuk Indonesia, Menteri Pertanian dan ada satu sektor lagi yang perlu kita pahami, industri mesin pertanian kita, Pak. Kita ketinggalan jauh. Itu yang kita penting sebenarnya. Bahkan saya berharap, kita kadang-kadang miris, Pak. Kan selalu pupuk Indonesia itu persoalannya adalah pasokan gas, harga gas mahal. Kita butuh inovasi, Pak. Kreativitas daripada bapak-bapak sekalian untuk bikin terobosan-terobosan. Supaya bagaimana produksi pupuk kita efisien.

Kalau misalnya ketentuan pemerintah harga pupuk, harga gas jatuh kepada 6 US Dolar per IMTU itu, itu dilaksanakan, apakah mampu melakukan efisiensi di situ. Jangan-jangan saya, bukan karena itu. Jangan-jangan ada beberapa sektor yang lain tidak efisien. Sehingga, menjadikan pupuk kita mahal. Mungkin faktor distribusi, mungkin faktor-faktor yang lain. Bahkan bila perlu, ada permainan yang perlu saya ungkapkan. Kalau musim tanam itu terjadi, pupuk biasanya, walaupun ada distributor bermain, Pak. Turunnya sedikit-sedikit. Kalau demand nya tinggi, pasokan sedikit, harga naik Pak.

Kadang-kadang ada yang bermain seperti itu.

Ini menjadi catatan-catatan saja, karena memang tugas kita adalah bagaimana kita concern menjaga kedaulatan pangan kita. Dengan apa, kebijakan yang keberpihakan yang nyata, bukan lab service, bukan di media ngomong ini itu, tapi kenyataannya, bohonglah kalau mau swasembada tanpa dukungan semua leading sektor yang ada di produk ini.

Itu saja, Pimpinan yang menjadi catatan. Terima kasih.

Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Waalaikumsalam.

Pak Dirut Bulog maupun Pak Dirut Pupuk Indonesia. Saya mau nyapa dulu, ada Pak Rahmat Gobel sebagai Wakil Ketua DPRRI yang ikut gabung dengan kita pada sore hari ini. Pak Wakil Ketua apakah masih monitor?

Beliau monitor terus setiap rapat-rapat kita. Sehingga, apa-apa yang menjadi rapat kita ini, kami akan lebih mendapat perhatian untuk kemudian ditindaklanjuti menjadi implementasi.

Selanjutnya, sebelum nanti kita bicara dengan Pak Wakil Ketua, Pak Rahmat Gobel nanti bicara. Saya, saya persilahkan Ibu Siti Mukaromah, Bu Romah.

Bapak mau? Nggak, Pak Toha biasanya memang terakhir sambil kita bicara masalah kesimpulan.

F-PKB (SITI MUKAROMAH, S.Ag., M.A.P):

Iya, nanti yang melengkapi Pak Toha

Iya, nanti yang melengkapi Pak Toha

Dalam dokumen DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA (Halaman 21-33)

Dokumen terkait