• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : PERANAN JAKSA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI D

B. Tindak Pidana Korupsi

2. Keuangan Negara

Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 mencerminkan kedaulatan rakyat tersebut, yang tergambar dari adanya hak begrooting (hak budget) yang dimiliki oleh DPR, dimana dinyatakan bahwa dalam hal menetapkan pendapatan dan belanja, kedudukan DPR lebih kuat dari kedudukan pemerintah. Hal ini menunjukkan kedaulatan rakyat, dan pemerintah baru dapat menjalankan APBN setelah mendapat persetujuan dari DPR dalam bentuk undang-undang. Istilah keuangan publik dimaksudkan selain meliputi keuangan negara dan keuangan daerah juga meliputi keuangan badan hukum lain yang modalnya/kekayaannya berasal dari kekayaan negara/daerah yang dipisahkan. Arti keuangan negara yang tercantum dalam Pasal 23 UUD 1945.108

Hukum tidak otomatis berperanan dalam pembangunan ekonomi. Untuk dapat mendorong pembangunan ekonomi, hukum harus dapat menciptakan tiga kualitas: “predictability”, “stability”, dan “fairness”. Tidak adanya keseragaman, adanya kerancuan dan salah pemahaman mengenai keuangan negara dan kerugian negara telah mendatangkan ketidakpastian hukum dan akhirnya menghambat pembangunan ekonomi. Sehubungan dengan itu, Erman Rajagukguk berpendapat bahwa, paling

108

Arifin P. Soeria Atmadja., ”Keuangan Publik Dalam Perspektif Teori, Praktik, dan Kritik”, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), dalam Jurnal Hukum

sedikit ada enam masalah mengenai kerancuan “keuangan negara” dan “kerugian negara” dalam usaha pemberantasan tindak pidana korupsi dewasa ini, yaitu:109

1. Apakah aset PT. BUMN (Persero) adalah termasuk keuangan negara?

2. Apakah kerugian dari satu transaksi dalam PT. BUMN (Persero) berarti

kerugian PT. BUMN (persero) dan otomatis menjadi kerugian negara?

3. Apakah ada upaya hukum bagi Pemerintah sebagai pemegang saham

menuntut Direksi atau Komisaris bila tindakan mereka dianggap merugikan Pemerintah sebagai pemegang saham?

4. Apakah Pemerintah sebagai pemegang saham dalam PT. BUMN (Persero)

dapat mengajukan tuntutan pidana kepada Direksi dan Komisaris PT. BUMN (Persero) bila tindakan mereka dianggap merugikan Pemerintah sebagai Pemegang Saham?

5. Apakah yang dimaksud dengan kerugian negara?

6. Langkah-langkah apakah yang perlu dilakukan untuk terciptanya sinkronisasi peraturan perundang-undangan dan pelaksanaannya?

Kekayaan negara yang dipisahkan dalam menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut UU BUMN), secara fisik adalah berbentuk saham yang dipegang oleh negara, bukan harta kekayaan Badan Hukum Milik Negara (BUMN) itu. Erman Rajagukguk, berpendapat bahwa, “Kekayaan yang dipisahkan tersebut dalam BUMN dalam lahirnya adalah berbentuk saham yang dimiliki oleh negara, bukan harta kekayaan BUMN tersebut. Kerancuan mulai terjadi dalam penjelasan dalam undang-undang ini tentang pengertian dan ruang lingkup keuangan negara yang menyatakan:110

“Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara adalah dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang

109

Erman Rajagukguk., “Pengerian Keuangan Negara dan Kerugian Keuangan Negara”, Makalah yang Disampaikan pada Diskusi Publik “Pengertian Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi”, Komisi Hukum Nasional (KHN) RI, Jakarta 26 Juli 2006, hal. 1.

110

fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi subyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah daerah, Perusahaan Negara/Daerah, san badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkain kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban. Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara. Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.”

Pengertian keuangan negara dapat dilihat dalam Pasal 1 angka (1) Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (selanjutnya disebut UU Keuangan Negara), yakni, “Semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.”111

Semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang tersebut, selanjutnya dipertegas di dalam Pasal 2 UU Keuangan Negara ditentukan sebagai berikut:112

“Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 meliputi:

1. Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang,

dan melakukan pinjaman;

111

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU Keuangan Negara), Pasal 1 angka (1).

112

2. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;

3. Penerimaan Negara;

4. Pengeluaran Negara;

5. Penerimaan Daerah;

6. Pengeluaran Daerah;

7. Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah;

8. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka

penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;

9. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang

diberikan pemerintah.”

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan perumusan mengenai keuangan

negara dalam penjelasan UUPTPK yang menyatakan yakni:113

“Keuangan negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena:

(a) Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat

lembaga Negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah;

(b) Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan

Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara.” Berdasarkan pengertian keuangan negara dalam Pasal 1 UU Keuangan Negara, maka dapat dipahami bahwa, pengertian keuangan negara dalam Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah sejalan. Keuangan negara tidak semata-mata yang berbentuk uang, termasuk segala hak dan kewajiban dalam bentuk apapun yang dapat diukur dengan

113

nilai uang. Pengertian keuangan negara juga mempunyai arti luas yang meliputi keuangan negara yang berasal dari APBN, APBD, BUMN, BUMD, dan pada hakekatnya seluruh harta kekayaan negara sebagai suatu sistem keuangan negara. Jika menggunakan pendekatan proses, keuangan negara dapat diartikan sebagai salah satu kegiatan atau aktivitas yang berkaitan erat dengan uang yang diterima atau dibentuk berdasarkan hak istimewa negara untuk kepentingan publik.

Dalam Pasal 1 ayat (2) UU BUMN menyatakan bahwa, “Perusahaan Persero (selanjutnya disebut Persero), adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.”114

Dalam kasus tindak pidana pada umumnya dan tindak pidana korupsi pada khususnya, di samping yang menjadi subyek hukum orang-orang (manusia) telah nampak pula sebagai subyek hukum berupa badan-badan atau perkumpulan- perkumpulan yang disebut dengan badan hukum yang dapat pula memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti seorang manusia sebagaimana yang dikatakan Subekti mengenai badan hukum sebagai berikut:115

“Badan hukum adalah suatu perkumpulan orang-orang yang memiliki kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalulintas hukum dengan perantaraan pengurusnya, dapat digugat dan dapat pula menggugat di muka hukum. Pendek kata diperlakukan sepenuhnya sebagai seorang manusia. Badan atau perkumpulan yang demikian itu, dinamakan badan hukum atau recht persoon, artinya orang yang diciptakan

114

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN).

115

oleh hukum. Badan hukum misalnya suatu wakaf, suatu stichting, suatu perkumpulan dagang yang berbentuk perseroan terbatas, yayasan dan lain-lain.”

Karakteristik suatu badan hukum adalah pemisahan harta kekayaan badan hukum dari harta kekayaan pemilik dan pengurusnya. Dengan demikian suatu Badan Hukum yang berbentuk Perseroan Terbatas memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan Direksi (sebagai pengurus), Komisaris (sebagai pengawas), dan Pemegang Saham (sebagai pemilik). Begitu juga kekayaan yayasan sebagai Badan Hukum terpisah dengan kekayaan Pengurus Yayasan dan Anggota Yayasan, serta Pendiri Yayasan. Selanjutnya kekayaan Koperasi sebagai Badan Hukum terpisah dari Kekayaan Pengurus dan Anggota Koperasi.116