• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : PERANAN JAKSA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI D

B. Tindak Pidana Korupsi

1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi

Tindak pidana korupsi sangat bersinggungan dengan masalah-masalah

ekonomi,79 di samping itu korupsi bisa juga terjadi dalam lapangan jabatan,

kekuasaan politik, korupsi moral dan korupsi demokrasi. Sehubungan dengan itu, Stephen D. Plats dalam Ethic Secience mengemukakan bahwa korupsi dapat terjadi di bidang politik, bidang ekonomi dan bidang sosial.80

Secara umum pengertian korupsi diartikan sebagai perbuatan yang berkaitan dengan kepentingan publik atau masyarakat luas untuk kepentingan pribadi dan atau kelompok tertentu. Dengan demikian secara spesifik ada tiga fenomena yang tercakup dalam istilah korupsi, yaitu penyuapan (bribery), pemerasan (extraction), dan nepotisme (nepotism).81 Pada hakekatnya kejahatan korupsi juga termasuk ke dalam kejahatan ekonomi, hal ini bisa dibandingkan dengan anatomi kejahatan ekonomi sebagai berikut:82

1. Penyamaran atau sifat tersembunyi maksud dan tujuan kejahatan (disguise of

purpose or intent);

2. Keyakinan si pelaku terhadap kebodohan dan kesembronoan si korban

(reliance upon the ingenuity or carelesne of the victim);

79

Barda Nawawi Arief., “Pokok Pikiran Kebijakan Pembaharuan Undang-Undang Pemberantasan Korupsi”, Makalah seminar di Unsoed, Poerwokerto, 1999, hal. 12. lihat juga Edi Setiadi, Op. cit, hal. 50. The Asean Street Journal pada Tahun 1997 sudah menuliskan corruption

ranking in 1996, based on the level of corruption in a country.

80

Stephen D. Plats., dalam Triaji., Optimalisasi Fungsi BPK dalam Pengawasan Keuangan

Negara, Sebagai Upaya Preventif terjadinya KKN, Makalah seminar di Unsoed, Poerwokerto, 1999,

hal. 3.

81

Syed Husein Alatas., Sosiologi Korupsi, Sebuah Penjelajahan Dengan Data Kontemporer, (Jakarta: LP3ES, 1983), hal. 12.

82

Barda Nawawi Arief., dan Muladi., Bunga Rampai Hukum Pidana, (Bandung: Alumni 1992), hal. 56.

3. Penyembunyian pelanggaran (concealement of the violation).

Karakteristik tindak pidana korupsi dan pencucian uang sangat berbeda dengan karakteristik tindak pidana secara umum yang dianut di dalam sistem hukum maupun kaedah KUH Pidana dan Hukum Acara Pidana (KUHAP), terutama yang menyangkut pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana korupsi dan pencucian uang.83

Korupsi berasal dari kata latin “corruptio” atau “corruptus”, dalam bahasa Prancis dan Inggris disebut “corruption”, dalam bahasa Belanda disebut “corruptie”. Dalam Ensiklopedia Indonesia disebut “Korupsi”, dari bahasa latin corruptio (Penyuapan), corruptore (Merusak) dimana para pejabat, badan-badan negara menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidak beresannya lainnya.84

Menurut beberapa sarjana korupsi dapat dirumuskan sebagai berikut:85

a. Carl J. Friesrich, mengatakan bahwa pola korupsi dapat dikatakan ada apa bila seorang memegang kekuasaan yang berwenang untuk melakukan hal-hal tertentu seperti seorang pejabat yang bertanggung jawab melalui uang atau semacam hadiah lainnya yang tidak diperbolehkan oleh undang-undang, membujuk untuk mengambil langkah yang menolong siapa saja yang

83

Purnadi Purbacaraka., dan Soerjono Soekanto., Perihal Kaedah Hukum, (Bandung: Alumni, 1982, hal. 67. Pembicaraan mengenai tata kaedah hukum telah disinggung mengenai tujuan kaedah tersebut, yakni kedamaian hidup antar pribadi. Kedamaian tersebut meliputi dua hal yaitu ketertiban

ekstern antar pribadi, ketenangan intern dalam pribadi. Kedua hal tersebut ada hubungannya dengan

tugas kaedah-kaedah hukum yang bersifat dwi tunggal merupakan sepasang nilai yang sering bersitegang, yaitu memberikan kepastian dalam dalam hukum (“certainly”, “zekerheid”) dan memberikan kesebandingan dalam hukum, kecuali yang telah disinggung di atas, masih ada dua pasang lagi, yakni; Pertama, nilai kepentingan rohaniah/keakhlakan (spritualisme) dan nilai kepentingan jasmaniah/kebendaan (materialisme), Kedua, nilai kebaruan (inovatisme) dan nilai kelanggengan (konservatisme).

84

Baharuddin Lopa., Kejahatan Korupsi dan Penegakkan Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hal. 7-8.

85

menyediakan hadiah dan dengan demikian benar-benar membahayakan kepentingan umum;

b. Bayley menyatakan perkataan korupsi dikaitkan dengan perbuatan penyuapan

yang berkaitan dengan penyalah gunaan wewenang atau kekuasaan sebagai akibat adanya pertimbangan dari mereka yang memegang jabatan bagi keuntungan pribadi; dan

c. M.Mc. Mullan seorang pejabat pemerintah dikatakan korup apabila ia

menerima uang yang dirasakan sebagai dorongan untuk melakukan sesuatu yang bisa lakukan dalam tugas jabatannya pada hal ia selama menjalankan tugasnya seharusnya tidak boleh berbuat demikian. Atau dapat berarti menjalankan kebijaksanaannya secara sah untuk alasan yang tidak benar dan dapat merugikan kepentingan umum. Yang menyalahgunakan kewenangan dan kekuasaan.

Mengenai pengertian korupsi di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK) tidak disebutkan pengertian korupsi secara tegas. Hanya saja di dalam Pasal 2 ayat (1) UUPTPK disebutkan:

“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).”

Berdasarkan pengertian korupsi dalam Pasal 2 ayat (1) UUPTPK di atas, dapat disimpulkan ada tiga unsur tindak pidana korupsi yaitu:

1. Secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang

lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara;

2. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara; dan

3. Memberi hadian atau janji kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya tersebut.

Sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam pasal-pasal UUPTPK bahwa korupsi merupakan tindak pidana dan suatu perbuatan melawan hukum bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri, perusahaan dan menyalahgunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang melekat pada jabatannya yang merugikan keuangan dan perekonomian negara.

Menurut Muhammad Ali, bahwa yang dimaksud dengan korupsi adalah sebagai berikut:86

1. Korupi (busuk, suka menerima uang suap atau sogok, memakai kekuasaan

untuk kepentingan sendiri dan sebagainnya);

2. Korupsi (perbuatan busuk seperti pengelapan uang, penerimaan uang dan

sebagainya); dan

3. Koruptor (orang yang korupsi).

Dengan demikian, sesungguhnya istilah korupsi memiliki arti yang sangat luas yaitu:

1. Korupsi, penyelewengan atau pengelapan (uang negara atau uang perusahaan)

untuk kepentingan pribadi dan kepentingan orang lain; dan

2. Korupsi, busuk, rusak, suka memakai barang atau uang yang dipercayakan

kepadanya.

Baharuddin Lopa mengutip dari David M. Chalwers memberikan istilah korupsi dalam berbagai bidang yakni yang menyangkut masalah penyuapan yang

86

berhubungan manipulasi dibidang di ekonomi dan menyangkut dibidang kepentingan umum.87

Menurut Syed Husein Alatas, bahwa korupsi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:88

a. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari 1 (satu) orang. Hal ini tidak sama dengan kasus pencurian atau penipuan;

b. Korupsi umumnya dilakukan secara rahasia, kecuali korupsi itu telah

merajalela dan sehingga individu yang berkuasa mereka yang di dalam lingkungannya tidak tergoda untuk tidak menyembunyikan perbuatannya, namun walau demikian motif korupsi tetap dijaga kerahasian;

c. Korupsi melibatkan element-element kewajiban dan keuntungan timbal balik.

Kewajiban dan keuntungna itu tidak selalu berupa uang;

d. Mereka yang mempraktekkan cara-cara korupsi biasanya berusaha untuk

menyembunyikan perbuatannya, dengan berlindung dibalik pembenaran hukum;

e. Mereka yang terlibat korupsi menginginkan keputusan yang tegas dan mampu

untuk mempengaruhi keputusan-keputusan itu;

f. Setiap perbuatan korupsi mengandung penipuan, biasanya dilakukan setiap

badan publik atau umum (masyarakat); dan

g. Setiap bentuk korupsi adalah pengkhianatan kepercayaan.

Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, sejahtera dan tertib tersebut, dilaksanakan pembangunan secara berencana.

Untuk menggerakkan roda pembangunan nasional diperlukan dana pembangunan, dalam pelaksanaannya terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan sasaran dan mengalami kebocoran-kebocoran yang cukup signifikan sehingga

87

Baharuddin Lopa., Op. cit, hal. 42.

88

menghambat percepatan pembangunan nasional. Untuk mencegah kebocoran- kebocoran dana pembangunan tersebut dilakukan langkah-langkah pengamanan yang bersifat preventif maupun bersifat represif dengan cara antara lain melakukan penindakan terhadap oknum-oknum yang merugikan keuangan negara.