• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keuntungan Privat dan Keuntungan Sosial Perkebunan Kelapa Sawit

5. Kebijakan Kenaikan Pajak Hasil Industri Pengolahan Kelapa Sawit

5.2. Keuntungan Privat dan Keuntungan Sosial Perkebunan Kelapa Sawit

• Garis kuning

Penyebabnya adalah Fusarium oxysporum. Bagian yang diserang adalah daun. Gejala antara lain dengan adanya bulatan oval berwarna kuning pucat mengelilingi warna coklat pada daun yang mengakibatkan daun mengering. Pengendalian dilakukan dengan inokulasi penyakit pada bibit dan tanaman muda.

Dry basal rot

Penyebab adalah Ceratocyctis paradoxa. Bagian yang diserang adalah batang. Gejalanya pelepah mudah patah, daun membusuk dan kering; daun muda mati dan kering. Pengendalian dilakukan dengan menanam bibit yang telah diinokulasi penyakit.

(9) Panen

Kelapa sawit berbuah setelah berumur 2,5 tahun dan buahnya masak 5,5 bulan setelah penyerbukan. Suatu areal sudah dapat dipanen jika tanaman telah berumur 31 bulan, sedikitnya 60 persen buah telah matang panen, dan dari lima pohon terdapat satu tandan buah matang panen. Ciri tandan matang panen adalah sedikitnya ada lima buah yang lepas/jatuh dari tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau sedikitnya ada 10 buah yang lepas dari tandan yang beratnya 10 kg atau lebih.

5.2. Keuntungan Privat dan Keuntungan Sosial Perkebunan Kelapa Sawit

Keuntungan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan. Dengan menggunakan analisis PAM dimungkinkan untuk melihat

provitability). Pada keuntungan privat, penerimaan dan biaya dihitung berdasarkan harga privat atau harga aktual yang diterima atau dibayarkan (harga pasar) oleh petani. Harga tersebut telah dipengaruhi oleh berbagai kebijakan pemerintah. Kebijakan harga dapat merubah nilai dari biaya input maupun output dan pada akhirnya mempengaruhi keuntungan privat.

Usahatani yang memiliki keuntungan privat lebih besar dari nol menunjukkan bahwa usaha tani tersebut memiliki daya saing pada tingkat harga dan teknologi yang ada. Tingkat keuntungan privat dapat mencerminkan ukuran daya saing (keunggulan kompetitif) usahatani pada tingkat dan harga pasar atau aktual. Dengan melakukan perhitungan yang sama untuk sistem usahatani yang lain memungkinkan diperoleh perbandingan relatif dayasaing antar sistem usahatani tersebut. Pada keuntungan sosial, penerimaan dan biaya dihitung berdasarkan harga sosial atau biaya input dan output pada tingkat harga efisien (social opportunity cost). Dengan membandingkan keuntungan sosial pada sistem usahatani dengan sistem usahatani lainnya diperoleh perbandingan relatif tingkat efisiensi (keunggulan komparatif) antara sistem usaha tani tersebut. Dalam penelitian ini dilakukan penghitungan dan pembandingan antara keuntungan privat dan keuntungan sosial perkebunan kelapa sawit petani plasma dan kebun perusahaan inti.

Hasil penelitian yang menunjukkan keuntungan privat dan keuntungan sosial dari perkebunan kelapa sawit petani plasma dan perusahaan inti disajikan pada Tabel 9.

Petani Plasma, Perusahaan Inti dan Pabrik Kelapa Sawit di Kabupaten Siak Biaya (Rp/Ha/tahun) Uraian Pendapatan Kotor

(Rp/Ha/tahun) Tradable Input Faktor domestik

Keuntungan (Rp/Ha/tahun)

Kebun Petani Plasma

Harga Privat 11,634,068 2,456,809 3,424,175 5,753,083

Harga Sosial 11,634,068 2,752,610 3,248,912 5,632,546

Efek Divergensi 0 -295,800 175,263 120,537

Kebun Perusahaan Inti

Harga Privat 12,280,405 2,649,408 3,591,098 6,039,899

Harga Sosial 12,280,405 2,937,760 3,404,128 5,938,516

Efek Divergensi 0 -288,352 186,970 101,382

Pabrik Kelapa Sawit

Harga Privat 167,532,618,441 82,192,882,579 84,006,048,316 1,333,687,546

Harga Sosial 167,978,788,970 79,211,123,394 83,339,381,649 5,094,950,593

Efek Divergensi -446,170,529 2,981,759,185 666,666,667 -3,761,263,047

Keuntungan privat perkebunan kelapa sawit pada petani plasma maupun pada perkebunan kelapa sawit milik perusahaan inti bernilai positif. Hal ini berarti bahwa pengusahaan perkebunan kelapa sawit petani plasma dan perusahaan inti keduanya memiliki dayasaing yang tinggi pada tingkat harga dan teknologi yang ada sekarang. Begitu juga halnya dengan keuntungan privat dari pabrik kelapa sawit juga bernilai positif. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa agribisnis kelapa sawit secara finansial dapat memberikan keuntungan atau memiliki daya saing yang tinggi, baik mulai dari level usahatani maupun pada level agroindustri.

Jika diamati lebih jauh, perkebunan kelapa sawit rakyat petani plasma mempunyai keuntungan privat yang lebih kecil dibandingkan dengan perkebunan kelapa sawit milik perusahaan inti yaitu masing-masing sebesar Rp 5.75 juta/ha/tahun dan Rp.6.04 juta/ha/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kalau dilihat dari sisi pengusahaan perkebunan kelapa sawit, petani plasma memiliki daya saing yang lebih rendah dibandingkan dengan perkebunan kelapa sawit milik

keuntungan privat dari pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 30 ton/jam yaitu sebesar Rp 1.33 miliar/tahun.

Keuntungan sosial perkebunan kelapa sawit rakyat petani plasma dan pada perkebunan kelapa sawit milik perusahaan inti juga bernilai yang positif. Hal ini berarti bahwa pengusahaan perkebunan kelapa sawit rakyat petani plasma dan perusahaan inti memiliki efisiensi yang baik pada tingkat harga dan teknologi yang ada sekarang. Begitu juga dengan keuntungan sosial dari pabrik kelapa sawit juga bernilai positif. Dengan demikian, agribisnis kelapa sawit secara ekonomi dapat memberikan keuntungan atau memiliki tingkat efisiensi yang baik mulai dari pengusahaan kebun kelapa sawit rakyat petani plasma, perusahaan inti maupun sampai dengan pengusahaan pabrik kelapa sawit.

Perkebunan kelapa sawit petani plasma mempunyai keuntungan sosial yang lebih kecil dibandingkan dengan perkebunan kelapa sawit milik perusahaan inti yaitu masing-masing sebesar Rp 5.63 juta/ha/tahun dan Rp 5.94 juta/ha/ tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kalau dilihat dari sisi pengusahaan perkebunan kelapa sawit petani plasma juga memiliki efisiensi ekonomi yang lebih rendah dibandingkan dengan perkebunan kelapa sawit milik perusahaan inti. Perusahaan inti perkebunanan kelapa sawit selanjutnya juga masih memperoleh tambahan keuntungan sosial dari pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 30 ton/jam sebesar Rp 17.17 miliar/tahun.

Keuntungan privat dan sosial dari perkebunan kelapa sawit petani plasma lebih rendah dibandingkan dengan keuntungan privat dan sosial perkebunan kelapa sawit perusahaan inti. Hal ini karena produktivitas dari perkebunan kelapa

sawit rakyat petani plasma (18 295 kg/ha). Sementara itu rata-rata biaya produksi perkebunan kelapa sawit perusahaan inti lebih besar dari rata-rata biaya produksi yang dikeluarkan oleh perkebunan kelapa sawit petani plasma (Tabel 10). Namun demikian, biaya yang besar ini memang dibutuhkan dalam peningkatan produktivitas kelapa sawit.

Dari Tabel 10 tampak bahwa selisih komponen biaya antara perkebunan kelapa sawit perusahaan inti dan perkebunan kelapa sawit petani plasma yang paling besar adalah biaya pemeliharaan.

Tabel 10. Rata-Rata Biaya Produksi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Siak per Tahun

Komponen Biaya Kebun Perusahaan Inti Kebun Petani Plasma Biaya Pemeliharaan (Rp/ha/tahun)

a. Privat 2,704,015.45 2,417,195.45

b. Sosial 2,706,178.67 2,419,129.21

Biaya Panen (Rp/ha/tahun)

a. Privat 772,436.36 731,781.82

b. Sosial 617,949.09 585,425.45

Biaya Angkut (Rp/ha/tahun)

a. Privat 579,327.27 548,836.36

b. Sosial 463,461.82 439,069.09

Depresiasi (Rp/ha/tahun)

a. Privat 986,493.07 986,493.07

b. Sosial 972,944.91 972,944.91

Biaya Umum (Rp/ha/tahun)

a. Privat 252,113.61 234,215.34

b. Sosial 214,081.20 198,143.20

Total Biaya (Rp/ha/tahun)

a. Privat 5,294,385.77 4,918,522.04

b. Sosial 5,468,967.12 5,113,128.76

Pada dasarnya, besar kecilnya biaya pemeliharaan mencerminkan tingkat penerapan teknologi suatu aktivitas usahatani. Biaya pemeliharaan terdiri dari komponen biaya penggunaan sarana produksi (pupuk, pestisida dan herbisida) dan penggunaan tenaga kerja. Dengan demikian, biaya pemeliharaan kebun kelapa

penerapan teknologi usahatani kelapa sawit kebun perusahaan inti lebih baik dari kebun petani plasma.

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa baik pada perkebunan kelapa sawit petani plasma, kebun perusahaan inti, maupun pabrik kelapa sawit ke tiganya memiliki keuntungan privat dan keuntungan sosial yang sama-sama lebih besar dari nol. Hal ini berarti bahwa ada atau tidak adanya intervensi pemerintah pengusahaan perkebunan kelapa sawit dan pabrik kelapa sawit tetap saja menguntungkan secara finansial dan ekonomi atau memiliki daya saing dan tingkat efisiensi yang baik. Dengan demikian, wajar apabila banyak pihak yang tertarik untuk melakukan investasi dalam pengusahaan kebun kelapa sawit dan pabrik kelapa sawit.

Dari hasil analisis kelayakan dengan menggunakan pendekatan analisis matrik kebijakan diperoleh hasil bahwa pengusahaan kelapa sawit petani plasma, kebun perusahaan inti dan pabrik kelapa sawit adalah layak untuk diusahakan sebagaimana terlihat dalam Tabel 11.

Tabel 11. Kelayakan Finansial Perkebunan Kelapa Sawit kebun petani plasma, kebun perusahaan inti, dan Pabrik Kelapa Sawit di Kabupaten Siak

Kebun petani plasma Kebun perusahaan inti Pabrik Kelapa Sawit Indikator

Kelayakan

Finansial Privat Sosial Privat Sosial Privat Sosial

Gross B/C 1.98 1.94 1.97 1.94 1.10 1.11 IRR 32% 35% 33% 36% 15% 18% NPV (Rp.) 108 599 278 61 365 406 115 857 126 65 038 875 852 531 911 6 968 677 413 Payback Period 7 tahun 7 bulan 7 tahun 8 bulan 7 tahun 5 bulan 7 tahun 6 bulan 7 tahun 3 bulan 7 tahun 8 bulan

Alokasi sumberdaya pada kegiatan perekonomian senantiasa diarahkan untuk mencapai tingkat efisiensi ekonomi yang tinggi sehingga produksi dan produktivitas dapat terpacu. Ukuran yang biasa digunakan untuk melihat efisiensi finansial dan efisiensi ekonomi adalah Private Cost Ratio (PCR) dan Domestic

Resource Cost Ratio (DRCR). PCR pada prinsipnya merupakan indikator

profitabilitas privat yang menunjukkan kemampuan sistem usaha tani perkebunan kelapa sawit rakyat untuk membayar sumberdaya domestik dan tetap menjadi kompetitif. Sedangkan DRCR merupakan indikator keunggulan komparatif, yang menunjukkan jumlah sumberdaya domestik yang dapat dibentuk untuk menghasilkan satu unit devisa. Dari Tabel 12 tampak bahwa baik kebun petani plasma, kebun perusahaan inti, pabrik kelapa sawit pada kondisi kebijakan yang ada pada perkebunan kelapa sawit ternyata telah efisien secara finansial atau dengan kata lain sama sama memiliki keunggulan kompetitif. Hal ini dapat dilihat dari nilai PCR yang lebih kecil dari 1.

Tabel 12. Rasio Biaya Privat dan Rasio Sumberdaya Domestik Perkebunan Kelapa Sawit Petani Plasma, Perusahaan Inti, dan Pabrik Kelapa Sawit di Kabupaten Siak No. Koefisien Kebun Petani Plasma Kebun Perusahaan Inti Pabrik Kelapa Sawit

1. Private Cost Ratio (PCR) 0.3731 0.3729 0.9844

2. Domestic Resource Cost Ratio (DRCR) 0.3658 0.3644 0.9424

Kebun perusahaan inti mempunyai tingkat efisiensi finansial atau keunggulan kompetitif yang lebih tinggi dibandingkan dengan kebun petani plasma. Biaya domestik yang dikeluarkan oleh perusahaan inti untuk faktor tenaga kerja dan lahan serta untuk input yang diperdagangkan pada tingkat harga

kebun milik inti jauh lebih tinggi dibandingkan kebun petani plasma menjadikan kebun petani plasma pada akhirnya secara finansial lebih efisien atau lebih mempunyai keunggulan kompetitif.

Dari Tabel 12 juga tampak bahwa baik kebun petani plasma, kebun perusahaan inti, pabrik kelapa sawit pada kondisi kebijakan yang ada pada perkebunan kelapa sawit ternyata telah efisien secara ekonomi atau dengan kata lain sama sama memiliki keunggulan komparatif. Hal ini ditunjukkan oleh DRCR yang lebih kecil dari 1.

Kebun perusahaan inti mempunyai tingkat efisiensi ekonomi atau keunggulan komparatif yang lebih tinggi dibandingkan dengan kebun petani plasma. Hal ini dapat dilihat dari nilai DRCR kebun perusahaan inti yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai DRCR kebun petani plasma. Biaya domestik yang lebih mampu dihemat oleh perusahaan inti dibandingkan dengan kebun petani plasma untuk menghasilkan satu unit devisa membuat kebun perusahaan inti pada akhirnya secara ekonomi lebih efisien atau lebih mempunyai keunggulan komparatif dibandingkan dengan kebun petani plasma.

5.4. Dampak Kebijakan Ekonomi Terhadap Dayasaing dan Keunggulan