• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kewajiban dan pertanggungjawaban bank terhadap

BAB II : KESIAPAN HUKUM DI INDONESIA MENGATUR

B. Pengaturan kejahatan Hacking terhadap bank

2. Kewajiban dan pertanggungjawaban bank terhadap

Undang-Undang mewajibkan kepada bank selaku pengelola dana masyarakat yang dipercayakan kepadanya untuk memelihara kesehatan banknya yang meliputi aspek permodalan, kualitas assets, kualitas manajemen, rentabilitas, likuiditas, solvabilitas serta aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank. Bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential banking principles) dalam menjalankan usahanya ialah agar kesehatan bank tetap terjaga terus demi kepentingan masyarakat pada umumnya dan bagi para nasabah penyimpan dana dari bank itu pada khususnya. Jika tidak dijalankannya prinsip kehati-hatian oleh bank dalam melakukan usahanya, lebih lanjut akan dapat mengakibatkan bank tidak dapat melaksanakan kewajibannya terhadap para nasabah penyimpan dana bank itu, yaitu kewajiban untuk membayar kembali (melunasi) dana simpanan mereka.119

Prinsip kehati-hatian dalam operasionalisasinya dijabarkan dalam bentuk ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi oleh bank. Ketentuan-ketentuan tersebut

118

Di samping memberikan jaminan kepastian hukum bagi nasabah agar tumbuh kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, bank juga harus mengutamakan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan usahanya seperti dituangkan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

119

Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.

dapat berupa kewajiban-kewajiban, pembatasan-pembatasan dan larangan- larangan yang merupakan penjabaran dari prinsip kehati-hatian itu, dikenal sebagai rambu-rambu kesehatan bank. Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, rambu-rambu kesehatan bank tersebut sebagian ditetapkan dalam Undang-Undang ini dan sebagian lagi ditetapkan dalam Surat-Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia yang merupakan tambahan terhadap rambu-rambu kesehatan bank yang telah ditetapkan dalam Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 itu.120

Sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam KUH Perdata, kedudukan nasabah berada dibawah kewajiban bank untuk membayar gaji pegawai bank, kewajiban kepada pemerintah, pemegang hak preferen, sehingga nasabah hanya berstatus sebagai kreditur konkuren. Pada umumnya nasabah menghendaki status sebagai kreditur yang diutamakan pembayarannya mendahului pemenuhan kewajiban terhadap pihak-pihak tersebut di atas, mengingat sebagian besar dana yang dikelola oleh bank berasal dari simpanan masyarakat. Namun kalangan perbankan lebih menghendaki kedudukan nasabah penyimpan dana sebagai

120

Rambu-rambu kesehatan Bank yang dimaksud tersebut antara lain, adalah:

a. Pembatasan Usaha Bank.

b. Capital Adequacy Ratio (CAR).

c. Reserve Requirement (RR).

d. Loan to Deposit Ratio (LDR).

e. Keharusan pemberian kredit berdasarkan analisis 5-C.

f. Batas maksimum pemberian kredit.

kreditur konkuren, sesuai dengan KUH Perdata. Sedangkan ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata menyebutkan bahwa bentuk tanggung jawab pribadi pengurus muncul apabila pengurus bank melakukan kegiatan di luar kewenangan yang telah di atur dalam anggaran dasar perusahaan, sedangkan bila tindakan pengurus telah sesuai dengan kewenangannya maka merupakan tanggung jawab perusahaan dan bank bertanggung jawab terhadap kerugian yang ditimbulkan oleh pengurusnya.121

Pertanggungjawaban yang dapat diberikan bank terhadap nasabah penyimpan dana adalah penerbitan buku simpanan dana nasabah. Bukti-bukti tersebut disatu pihak memberikan kepastian hak kepada nasabah bahwa nasabah mempunyai simpanan di bank, sedangkan dilain pihak menegaskan kewajiban bank untuk mengembalikan simpanan tersebut.

Apabila bank dalam menjalankan usahanya, tanpa adanya itikad buruk dari bank dan atau adanya keadaan memaksa, maka bank tidak wajib mengganti biaya rugi dan bunga kepada nasabah. Sedangkan apabila bank dalam menjalankan usahanya ternyata telah mengabaikan ketentuan dalam Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 sehingga menimbulkan kerugian nasabah, maka bank wajib mengganti biaya rugi dan bunga kepada nasabah,

121

Andrian Sutedi, Hukum Perbankan suatu tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi dan

selain mengembalikan dana masyarakat yang dipercayakan kepadanya oleh para penyimpan dana.

Secara eksplisit, kewajiban pengembalian simpanan nasabah bank yang menjadi korban kejahatan hacking belum di atur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Di dalam Undang-Undang ini dinyatakan bahwa pemerintah akan memberikan jaminan terhadap simpanan para nasabah yang ada di bank yang sedang bermasalah, dimana penilaian terhadap bank yang bermasalah harus melalui tahapan-tahapan yang telah ditentukan.122 Nilai simpanan yang dijamini oleh pemerintah ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan sampai batas-batas tertentu.123 Penjaminan simpanan nasabah bank diharapkan dapat memelihara kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan dan dapat meminimalkan risiko yang membebani anggaran negara atau risiko yang menimbulkan moral hazard. Penjaminan simpanan nasabah bank tersebut diselenggarakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). LPS sendiri memiliki dua fungsi yaitu menjamin simpanan nasabah bank dan melakukan penyelesaian atau penanganan Bank-Gagal.124

Beberapa hal penting yang harus diperhatikan berkaitan dengan penerapan Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia adalah:125

122

Bab V Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Keuangan.

123

Pasal 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

124

Lihat penjelasan umum Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

125

a. Besarnya premi yang harus dibayar oleh tiap bank seharusnya sebanding dengan bobot resiko. Dalam hal ini Bank Indonesia memiliki peran yang menentuka karena Bank Indonesia mengetahui dengan pasti resiko tersebut, khususnya pada bank-bank dalam kelompok beresiko;

b. Limit ganti rugi tiap negara bervariasi, sehingga harus cermat dalam menentukannya, sebab terkait dengan beban premi bagi nasabah asuransi dan pada akhirnya berdampak pada kenaikan suku bunga;

c. Perlu ada kewajiban bagi bank untuk ikut serta dalam asuransi deposito nasabah debitur yang sering kali dilupakan dalam hal perlindungan nasabah.

Dokumen terkait