• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Polri Dalam Penanggulangan Kejahatan Hacking Terhadap Bank

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peran Polri Dalam Penanggulangan Kejahatan Hacking Terhadap Bank"

Copied!
174
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN POLRI DALAM PENANGGULANGAN

KEJAHATAN HACKING TERHADAP BANK

TESIS

Oleh

IDHA ENDRI PRASTIONO

067005070/HK

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERAN POLRI DALAM PENANGGULANGAN

KEJAHATAN HACKING TERHADAP BANK

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora

dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

IDHA ENDRI PRASTIONO

067005070/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PERAN POLRI DALAM PENANGGULANGAN KEJAHATAN HACKING TERHADAP BANK

Nama Mahasiswa : Idha Endri Prastiono

Nomor Pokok : 067005070

Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) K e t u a

(Dr. T. Keizerina Devi A., SH, CN, M.Hum) (Dr. Sunarmi, SH, M.Hum) A n g g o t a A n g g o t a

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 03 Maret 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua

:

Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH

Anggota

:

1. Dr. T. Keizerina Devi A., SH, CN, M.Hum

2. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum

(5)

ABSTRAK

Cybercrime atau kejahatan dunia siber mempunyai banyak bentuk atau rupa, tetapi dari kesemua bentuk yang ada, hacking merupakan bentuk yang banyak mendapat sorotan karena selain kongres PBB X di Wina menetapkan hacking sebagai first crime, juga dilihat dari aspek teknis, hacking mempunyai kelebihan-kelebihan. Pertama, orang yang melakukan hacking sudah barang tentu dapat melakukan bentuk cybercrime yang lain karena dengan kemampuan masuk ke dalam sistem komputer dan kemudian mengacak-acak sistem tersebut. Termasuk dalam hal ini, misalnya cyber terrorism, cyber pornography dan sebagainya. Kedua, secara teknis pelaku hacking kualitas yang dihasilkan dari hacking lebih serius dibandingkan dengan bentuk cybercrime yang lain, misalnya pornografi. Bank selama ini menjadi sasaran empuk dan sasaran yang banyak diserbu oleh para hacker karena dianggap sebagai institusi yang otomatis paling gigih membuat lapisan keamanan jaringan karena data uang miliaran rupiah tersimpan rapi di sistem jaringan sebuah bank. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaturan kejahatan hacking terhadap bank di Indonesia, bagaimana kendala Polri dalam menanggulangi kejahatan hacking terhadap bank dan bagaimana upaya Polri dalam menanggulangi kejahatan hacking terhadap bank.

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah bersifat yuridis normatif yaitu data yang dikumpulkan baik data primer maupun data sekunder ditelaah secara yuridis dengan tidak menghilangkan unsur non yuridis lainnya. Pendekatan ini mengarah kepada peraturan Perundang-Undangan sebagai kajian utama dan perilaku hukum dari pelaku kejahatan yang menyalahgunakan tehnologi dan informasi sebagai pendukung kongkrit dalam memperkuat analisis yuridis tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran Polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank yang dilaksanakan selama ini masih sangat minim sekali. Hal ini dikarenakan banyaknya hambatan yang ditemui oleh Polri, baik hambatan dari dalam tubuh organisasi Polri sendiri, hambatan Perundang-undangan yang ada, hambatan penyidikan dan hambatan dari masyarakat sendiri.

Sedangkan saran dalam rangka penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank antara lain melalui perbaikan atau revisi perundang-undangan yang ada, baik Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 maupun peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan kejahatan hacking terhadap bank. Upaya lainnya yang tidak kalah pentingnya yaitu memunculkan wacana pemeriksaan pembalikan sistem pembuktian dan pembentukan Satuan Tugas Gabungan yang terdiri dari unsur aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa dan Hakim), Pemerintah selaku regulator, Bank Indonesia dan masyarakat khusus diantaranya dari kalangan hacker topi putih.

(6)

ABSTRACT

Cybercrime or crime siber world has many forms or shapes, but of all forms of existing, is a form of hacking that gets a lot of attention because of the UN Congress X in Vienna as the first set of hacking crime, is also seen from the technical aspects, hacking have excess-excess. First, those who do hacking to be sure you can do that other forms of cybercrime as the ability to enter into the computer system and then make a random system. Included in this, such as cyber terrorism, cyber pornography and so forth. Second, the technical quality of the hacking that resulted from hacking more serious compared with other forms of cybercrime, such as pornography. Bank during this become soft targets and objectives by the hacker because the institution is considered as the most persistent automatically create a layer network security because data of money saved billions of rupiah in the neat system a network bank. The problem in which the research is how the crime of hacking against a bank in Indonesia, how the police in tackling the problem of hacking crimes against the bank and how the police efforts in tackling the crime of hacking against a bank.

Research approach used is a normative juridical, the data collected data both primary and secondary data to be a juridical element does not eliminate other non-juridical. This approach leads to laws and regulations as a major study of law and behavior of the perpetrator to use wrongly technology and information as a concrete support in strengthening the juridical analysis.Results of research indicate that the role of police in handling crimes against hacking bank that was conducted over this is very very minimal. This is because the many obstacles found by the police, both of the major police organization in the body itself, the major legislation that is, barriers and constraints of investigation from the community itself.

Meanwhile, police made efforts to address the crime of hacking against a bank, among others, through the repair or revision of legislation that is, whether Law No. 11 Year 2008 and the regulations relating to other crimes against hacking bank. Other efforts that are not less important issue, namely the discourse inspection and verification system inversion formation of Joint Task Force consisting of elements from law enforcement (Police, Prosecutor and Judges), the Government as the regulator, Bank Indonesia and the community's special among the white-hat hackers.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah

melimpahkan segala Rahmat dan TaufikNya sehingga masih diberi kesehatan dan

kesempatan untuk menyelesaikan tesis yang berjudul peran Polri dalam

penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank.

Sholawat serta salam tak lupa penulis kirimkan kepada junjungan kita nabi

Muhammad SAW, karena beliaulah yang membawa ummat manusia dari dunia

kegelapan menuju dunia yang terang benderang seperti sekarang ini.

Tesis ini disusun sebagai tugas akhir dan syarat untuk menempuh Ujian Tesis

guna memperoleh gelar Magister Humaniora pada Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara dan para asisten direktur beserta seluruh stafnya atas

segala bantuan yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan

program studi Ilmu Hukum (M.Hum) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH selaku ketua Program Studi Magister

Ilmu Hukum Sekolah Pasacasrjana Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai

Pembimbing Utama yang telah membimbing dan memberikan ilmu pengetahuan

kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi ini dengan baik.

4. Ibu Dr. Sunarmi, SH, M.Hum dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi A., SH CN, M.Hum

selaku pembimbing penulis, terima kasih atas saran dan arahan Ibu sehingga

(8)

5. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum dan Bapak Syafruddin S. Hasibuan, SH,

MH selaku penguji yang telah banyak memberi saran dan masukan terhadap tesis

penulis.

6. Para Guru Besar serta seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Ilmu Hukum

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas ilmu yang diberikan

selama ini.

7. Teman-teman seangkatan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

yang selalu ceria dan kompak dalam menjalani kuliah-kuliah yang melelahkan.

8. Para Staf Administrasi dan Pegawai di lingkungan Sekolah Pascasarjana Ilmu

Hukum yang telah banyak membantu penulis menyiapkan segala hal yang

berhubungan dengan proses belajar dan penyusunan tesis ini.

Penulis juga sangat berterima kasih sekali kepada institusi tercinta, Polri, yang

telah memberikan wawasan sehingga penulis merasakan arti Polisi yang sangat

dibutuhkan masyarakat. Tak lupa penulis berterima kasih kepada :

1. Kapolri Jendral Polisi Drs. H. Bambang Hendarso Danuri, MM dimana saat

beliau menjabat Kapolda Sumatera Utara telah memberikan ijin kepada penulis

untuk mengembangkan ilmu di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Komisaris Besar Polisi Drs. I Nyoman Brata jaya, dimana saat beliau menjabat

Karo Pers Polda Sumut telah memberikan ijin kepada penulis untuk

mengembangkan ilmu di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Komisaris Besar Polisi Drs. Tri Utoyo, dimana saat beliau menjabat Karo Pers

Polda Sumut telah mendorong baik secara moril maupun materiil kepada penulis

untuk giat menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara.

4. Ajun Komisaris Besar Polisi Drs. I Ketut Suardana, Msi, dimana saat beliau

menjabat sebagai Kabag Dalpers telah banyak memberikan support dan koreksi

dalam pembuatan tugas-tugas di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

(9)

5. Ajun Komisaris Besar Polisi Drs. Yasdan Rivai, dimana saat beliau menjabat

Wakapoltabes Medan dan sekitarnya selalu memberikan semangat dan nasehat

untuk selalu kuliah di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

6. Ajun Komisaris Besar Polisi Drs. Dicky Patrianegara yang dengan ikhlas

memberikan data demi kelengkapan penulisan tesis ini.

7. Ajun Komisaris Polisi Elisabeth Siahaan, SH yang selalu memberikan semangat

dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

Secara khusus dengan penuh rasa kasih sayang penulis menyampaikan terima

kasih kepada :

1. Ibunda tercinta Amini yang selalu setia mendoakan, memberikan nasehat dan

mencurahkan kasih sayang kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

tugas belajar mengembangkan ilmu di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara.

2. Istri tercinta Sandhiyaning Wahyu Arifani, SH yang dengan setia mendampingi,

menyayangi dan mencurahkan kasih sayang yang sangat besar sehingga penulis

dapat menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Para pendekar kecilku yang tercinta : RIZKY, RICKY dan RIFKY yang selalu

mengantar kuliah, mendampingi penulis menyelesaikan tugas dan memberikan

kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu segala

saran dan kritik untuk penyempurnaan tesis ini sangat diharapkan selalu oleh penulis.

Akhir kata penulis berharap semog tesis ini bermanfaat bagi semua pihak pada

umumnya dan institusi tercinta Polri pada khususnya.

Medan, Maret 2009 Penulis

(10)

RIWAYAT HIDUP

N a m a : Idha Endri Prastiono

Tempat/Tanggal lahir : Banyuwangi/ 16 Pebruari 1970

Jenis Kelamin : Laki-laki

A g a m a : Islam

Pendidikan :

1. Sekolah Dasar Negeri Brawijaya Banyuwangi (1982)

2. SMP Negeri 1 Banyuwangi (1985)

3. SMA Negeri 1 Banyuwangi (1988)

4. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (1999)

5. Kelas Khusus Hukum Ekonomi Program Studi Ilmu Hukum Sekolah

(11)

DAFTAR ISI

E. Keaslian Penelitian... 25

F. Kerangka Teori dan Konsepsional... 25

1. Landasan Teori... 25

2. Konsepsional... 31

G. Metode Penelitian ... 32

BAB II : KESIAPAN HUKUM DI INDONESIA MENGATUR KEJAHATAN HACKING TERHADAP BANK ... 38

A. Hacking Sebagai Suatu Kejahatan ... 38

1. Pengertian dan sejarah hacking... 38

2. Tahap-tahap hacking ... 44

B. Pengaturan kejahatan Hacking terhadap bank ... 57

1. Hacking dalam peraturan-peraturan... 57

2. Hacking dalam peraturan perundang-undangan lainnya. 69 C. Perlindungan nasabah bank yang menjadi korban kejahatan hacking ... 85

1. Hubungan hukum antara bank dan nasabah ... 85

2. Kewajiban dan pertanggungjawaban bank terhadap nasabah... 88

BAB III : KENDALA POLRI DALAM MENANGGULANGI KEJAHATAN HACKING TERHADAP BANK ... 93

A. Kendala Eksternal ... 93

1. Perangkat Hukum... 93

2. Pemerintah sebagai regulator ... 101

3. Bank Indonesia dalam Perbankan ... 104

(12)

B. Kendala Internal... 108

1. Instrumental ... 108

2. Struktur Organisasi ... 110

3. Fungsional... 117

4. Sarana dan Prasarana ... 123

5. Anggaran ... 124

BAB IV : UPAYA POLRI DALAM MENANGGULANGI KEJAHATAN HACKING TERHADAP BANK ... 126

A. Upaya penegakkan hukum kejahatan hacking terhadap bank... 126

B. Upaya lain penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank ... 129

1. Tugas dan Fungsi Kepolisian... 129

2. Upaya revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik ... 136

3. Upaya Pembentukan Satuan Tugas Gabungan ... 143

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 145

A. Kesimpulan ... 145

B. Saran ... 150

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1 Data Kejahatan Dunia Siber (Cybercrime) Yang Ditangani

(14)

DAFTAR ISTILAH

Accurasy : Ketelitian, kecermatan, ketepatan.

Arts : Seni.

Authorization : Proses untuk pengecekan apakah seseorang atau sistem berhak memasuki sistem lainnya.

Computer : Istilah Computer berasal dari kata Compute, yang berarti menghitung. Artinya, setiap proses yang dilaksanakan oleh komputer merupakan proses matematika hitungan. Computer software : Rekayasa perangkat lunak berbantuan komputer.

Computer network : Jaringan komputer. Computer related crime : Kejahatan dunia maya.

Committe : Komite.

Control : Pengontrol suatu proses, baik secara hardware maupun software, yang mengatur aktifitas dalam manajemen pada komputer untuk mengelola tugas dan urutan aktifitas yang dilaksanakannya.

Craft : Keahlian.

Crime : Kejahatan.

Criminal : Kejahatan, narapidana, pidana, kriminal. Cyberspace : Dunia maya, dunia internet, virtual space. Cybercrime : Kejahatan di dunia maya atau di internet.

Cyber fraud : Kecurangan dunia maya.

Cyber pornography : Kejahatan pornografi di dunia maya.

Damage : Kerusakan.

Data didling : Suatu perbuatan yang mengubah data valid atau sah dengan cara tidak sah, mengubah input data atau output data.

Data leaking : Kerusakan.

Declaration : Proses pengenalan tipe data suatu variabel kepada kompiler sehingga akan diketahui berapa banyak memori yang harus disiapkan untuk masing-masing variabel. E-banking : Aktifitas perbankan di internet.

Electronic : Di dalam bahasa Indonesia ditulis dengan Elektronika.

Hacker : Mengacu pada seseorang yang punya minat besar untuk

mempelajari sistem komputer secara detail dan bagaimana meningkatkan kapabilitasnya.

Hacking : Kata kerja yang mengubah beberapa aspek program atau sistem operasi melalui manipulasi kodenya dan tida melalui operasi program itu sendiri.

(15)

Information : Keterangan, penerangan. Integrity : Integritas, kejujuran, ketangguhan, bobot.

Joycomputing : Seseorang yang menggunakan komputer secara tidak sah/tanpa ijin dan mempergunakannya melampaui wewenang yang diberikan.

Justice : Keadilan, peradilan.

Legal regime : Kekuasaan hukum.

Money laundering : Suatu proses untuk menyembunyikan atau menyamarkan harta kekayaan yang diperoleh dari suatu kejahatan seolah-olah sah dan menghindari penuntutan dan atau penyitaan, hasil akhir dari proses tersebut adalah diharapkan menjadi uang/harta yang seolah-olah sah.

Network : Merupakan jaringan antar komputer yang

menghubungkan satu komputer dengan jaringan lainnya. Off-line : Secara umum, sesuatu dikatakan di luar jaringan (luring)

atau bahasa inggrisnya offline adalah bila ia tidak terkoneksi/terputus dari suatu jaringan ataupun sistem yang lebih besar.

On-line : Terhubung, terkoneksi. Aktif dan siap untuk operasi; dapat berkomunikasi dengan atau dikontrol oleh komputer. Online ini juga bisa diartikan sebagai suatu keadaan di mana sebuah device (komputer) terhubung dengan device lain, biasanya melalui modem.

Paper : Kertas, karangan, surat kabar, koran, naskah. Paperless : Tanpa menggunakan kertas sebagai media.

Prevention : Pencegahan.

Pornography : Materi seksualitas yang dibuat oleh manusia yang dapat membangkitkan hasrat seksual.

Reality : Realitas atau kenyataan, dalam bahasa sehari-hari berarti yang nyata; yang benar-benar ada.

Rigid : Berat, keras, kaku, sukar, jujur.

Security : Faktor keamanan informasi dengan menggunakan teknologi.

System : Suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran tertentu.

Systematic : Sistematis

Software pirates : Mengcopy, memperbanyak, menerbitkan sofware tanpa ijin.

Transfer : Pemindahan, pergantian, serah terima.

(16)

The Trojan Horse : Rutin tak terdokumentasi rahasia ditempelkan dalam satu program berguna. Program yang berguna mengandung kode tersembunyi yang ketika dijalankan melakukan suatu fungsi yang tak diinginkan.

Unauthorized access : Tidak diberi kuasa untuk masuk .

Web : Halaman informasi di internet, yaitu Suatu sistem di

internet yang memungkinkan siapapun agar bisa menyediakan informasi.

Wireless : Koneksi antar suatu perangkat dengan perangkat lainnya tanpa menggunakan kabel.

Worm : Program yang dapat mereplikasi dirinya dan mengirim

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Beberapa bulan terakhir ini banyak kejahatan muncul akibat dari kecanggihan

teknologi. Media elektronik dan media massa ramai memberitakannya, di antaranya

yaitu kejadian yang menimpa Situs PDI Perjuangan yang tidak bisa dibuka oleh

pemakainya. Ditemukannya virus sejenis worm ada di dalam sebuah laptop Astronot

NASA yang sedang mengorbit diangkasa. Dibobolnya situs Pemerintah Taiwan

sehingga data pribadi Presiden Taiwan dan data pejabat pemerintahan serta data

rekening sebuah bank di kota negara itu bocor kepada para hacker. Kejadian tersebut

di atas hanyalah sebagian kecil yang muncul dipermukaan dan disidik oleh aparat

penegak hukum. Kejadian-kejadian yang diutarakan di atas adalah salah satu dampak

dari perkembangan teknologi yang saat ini semakin canggih.

Teknologi, satu kata yang membuat manusia bahkan sebuah negara menjadi

perhatian sesamanya apabila manusia/negara itu menguasainya. Teknologi berasal

dari bahasa Yunani yaitu technologia yang artinya pembahasan sistematik tentang

seluruh seni dan kerajinan (systematic treatment of the arts and crafts). Perkataan

(18)

Akar kata techne pada zaman Yunani kuno berarti seni (art), kerajinan

(craft).1 Teknologi dapat diartikan juga sebagai the know-how of making things. Juga

dapat diartikan sebagai the know-how of doing things, dalam arti kemampuan untuk

mengerjakan sesuatu dengan hasil nilai yang tinggi, baik nilai kegunaan maupun nilai

jual.2 Dengan demikian, maka teknologi bukanlah ilmu pengetahuan dan juga bukan

produk. Teknologi adalah penetapan atau aplikasi ilmu pengetahuan untuk

memproduksi atau membuat dan/atau jasa. Produk tersebut merupakan hasil akhir

teknologi, tetapi produk itu sendiri bukanlah teknologi.3

Hampir semua negara meyakini bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi

adalah salah satu faktor yang penting dalam menopang pertumbuhan dan kemajuan

negara. Negara yang tidak memiliki dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi

akan tertinggal dari peradaban. Ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang

diagung-agungkan dan dijadikan sebagai ideologi. Orang cenderung mendewa-dewakan

teknologi seakan-akan teknologi adalah suatu azimat, paspor atau tanda masuk

satu-satunya menuju kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan. Tidak hanya itu, teknologi

yang dikembangkan ternyata sangat jelas menimbulkan kultus baru dalam teknologi,

yaitu menimbulkan masyarakat yang konsumtif.4

1

Ronny Hanitijo Soemitro, Hukum dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di

Dalam Masyarakat, pidato pengukuhan pada upacara peresmian penerimaan jabatan Guru Besar Tetap

pada Fakultas Hukum UNDIP Semarang, 6 Desember 1990, hlm. 4.

2

H. Daud Silalahi, Rencana Undang-Undang Alih Teknologi: Perbandingan Perspektif, Prisma, No 4 Th. XVI, April 1987, hlm. 40.

3

Maurice Mountain, The Continuing Complex of Technology transfer, dalam Gary K. Bertsch dan John R. Mc Intrye (ed), National Security and Technology Transfer: The Strategic Dimensious of

East-West trade, (Colorado : Westview Press Inc, 1983), hlm. 8.

4

(19)

Globalisasi teknologi informatika dan informasi komputer telah

mempersempit wilayah dunia dan memperpendek jarak komunikasi, di samping

memperpadat mobilisasi orang dan barang. Perkembangan teknologi yang saat ini

mempengaruhi kehidupan masyarakat global adalah teknologi informasi berupa

internet. Internet awal mulanya hanya dikembangkan untuk kepentingan militer, riset

dan pendidikan, terus berkembang memasuki seluruh aspek kehidupan umat manusia.

Saat ini, internet membentuk masyarakat dengan kebudayaan baru. Masyarakat tidak

lagi dihalangi oleh batas-batas teritorial antara negara yang dahulu ditetapkan sangat

rigid. Masyarakat baru dengan kebebasan beraktivitas dan berkreasi yang paling

sempurna. Pada mulanya, internet sempat diramalkan akan mengalami kehancuran

oleh beberapa pengamat komputer di era 1980-an karena kemampuannya yang saat

itu hanya bertukar informasi satu arah saja. Namun semakin ke depan, ternyata

ramalan tersebut meleset, dan bahkan sekarang menjadi suatu kebutuhan akan

informasi yang tiada henti-hentinya bergulir.5

Secara teknis, perubahan yang signifikan dari pemanfaatan internet dalam

keseharian hidup manusia adalah adanya perubahan pola hubungan dari yang semula

menggunakan kertas (paper) menjadi nirkertas (paperless). Selain paperless, internet

juga dapat memfasilitasi suatu perikatan tanpa pihak yang akan melakukan kontrak

bertemu secara fisik dalam dimensi ruang dan waktu yang sama. Hambatan jarak dan

waktu menjadi bukan masalah lagi. Perubahan-perubahan ini membawa implikasi

hukum yang cukup serius bila tidak ditangani dengan benar. Beberapa isu yang

5

(20)

muncul dari kemampuan internet dalam memfasilitasi transaksi antar pihak ini antara

lain : masalah keberadaan para pihak (reality), keberadaan eksistensi dan atribut

(accuracy), penolakan atau pengingkaran atas suatu transaksi (non repudiation),

kebutuhan informasi (integrity of information), pengakuan atas pengiriman dan

penerimaan, privasi dan juridiksi.6

Aktifitas di Internet tidak bisa dilepaskan dari manusia dan akibat hukumnya

terhadap manusia yang ada di dalam kehidupan nyata (real life/physical word)

sehingga muncul pemikiran mengenai perlunya aturan hukum untuk mengatur

aktivitas tersebut. Internet memiliki karakteristik yang berbeda dengan dunia nyata

sehingga muncul pro dan kontra mengenai bisa tidaknya hukum

tradisional/konvensional (exixting law) mengatur aktivitas tersebut atau perlu

tidaknya aktivitas di internet di atur oleh hukum.7 Pro kontra mengenai masalah ini

sedikitnya terbagi menjadi 4 (empat) kelompok, yaitu :8

1. Kelompok pertama secara total menolak setiap usaha untuk membuat aturan

hukum bagi aktivitas-aktivitas di Internet yang didasarkan pada sistem hukum

tradisional. Dengan pendirian seperti ini, maka menurut kelompok ini internet

harus di atur sepenuhnya oleh sistem baru yang didasarkan atas norma-norma

hukum yang baru pula yang dianggap sesuai dengan karakteristik yang

melekat pada internet. Kelemahan utama kelompok ini adalah mereka

6

Merry Magdalena dan Maswigrantoro Roes Setiyadi, Cyberlaw, tidak perlu takut,(Jogyakarta : Andi offset, 2007), hlm. 113.

7

Atip Latifulhayat, Cyberlaw dan Urgensinya bagi Indonesia, makalah pada seminar tentang

cyber law, diselenggarakan oleh Yayasan Cipta Bangsa, Bandung, 29 Juli 2000, hlm. 3.

8

(21)

menafikan fakta, meskipun aktivitas internet itu sepenuhnya beroperasi secara

virtual, tetapi masih tetap melibatkan masyarakat (manusia) yang hidup di

dunia nyata.

2. Kelompok kedua berpendapat bahwa penerapan sistem hukum tradisional

untuk mengatur aktivitas-aktivitas di internet sangat mendesak untuk

dilakukan. Perkembangan internet dan kejahatan yang melingkupi begitu

cepat sehingga yang paling mungkin untuk pencegahan dan

penanggulangannya adalah dengan mengaplikasikan sistem hukum tradisional

yang saat ini berlaku. Kelemahan utama kelompok ini merupakan kebalikan

dari kelompok pertama, yaitu mereka menafikan fakta bahwa

aktivitas-aktivitas di internet menyajikan realitas dan persoalan baru yang merupakan

fenomena khas masyarakat informatika yang sepenuhnya dapat direspon oleh

sistem hukum tradisional.

3. kelompok ketiga tampaknya merupakan sintesis dari kedua kelompok di atas.

Mereka berpendapat bahwa aturan hukum yang akan mengatur mengenai

aktivitas di Internet harus dibentu secara evolutif dengan cara menerapkan

prinsip-prinsip common law yang dilakukan secara hati-hati dan dengan

menitikberatkan kepada aspek-aspek tertentu dalam aktivitas cyberspace yang

menyebabkan kekhasan dalam transaksi-transaksi di Internet. Kelompok ini

memiliki pendirian yang cukup moderat dan realitis karena memang ada

(22)

hukum yang timbul dari aktivitas internet di samping juga fakta bahwa

beberapa transaksi di internet tidak dapat sepenuhnya direspon oleh sistem

hukum tradisional.

4. kelompok keempat adalah kelompok yang sama sekali menolak adanya

regulasi di cyberspace. Penolakan ini didasarkan pada asumsi bahwa

cyberspace adalah ruang yang bebas dan pemerintah pun tidak berhak untuk

melarang sesuatu tindakan apapun di cyberspace itu. Landasan utama dari

kelompok ini adalah Declaration of Independence of Cyberspace dari John

Perry Barlow dan Hacker Manifesto dari Loyd Blankenship (The Mentor).

Di balik kegemerlapan itu internet juga melahirkan keresahan-keresahan baru,

di antaranya muncul kejahatan yang lebih canggih dalam bentuk kejahatan dunia

maya (cyber crime).9 Memang mengkhawatirkan munculnya revolusi teknologi

informasi di masa mendatang tidak hanya membawa dampak pada teknologi itu

sendiri, tetapi juga akan mempengaruhi aspek kehidupan lain seperti agama,

kebudayaan, sosial, politik, kehidupan pribadi dan kehidupan bermasyarakat lainnya.

Jaringan informasi global atau internet saat ini menjadi salah satu sarana untuk

melakukan kejahatan dengan sifatnya yang mondial, internasional dan melampaui

batas atau kedaulatan suatu negara. Cross Boundaries Countries menjadi motif

menarik bagi para penjahat digital.

9

Bentuk-bentuk perbuatan itu antara lain joycomputing, hacking, the trojan horse, data leakage,

data diddling, to frustrate data communication, software piracy dan sebagainya. Bentuk kejahatan ini

(23)

Perkembangan teknologi komputer tersebut dapat atau telah menimbulkan

berbagai kemungkinan yang buruk, baik yang diakibatkan oleh keteledoran dan

kekurang mampuan, maupun kesengajaan yang dilandasi dengan itikad buruk.

Dengan segala kecerobohan dan kekuranghati-hatian yang ada pada pemiliki situs,

webmaster dan administrator system, membawa kerugian yang tidak sedikit

jumlahnya. Pada awal Maret 2002, Gartner Inc. (www.gartner.com) menyatakan

bahwa lebih dari US$ 700.000.000 nilai transaksi melalui internet hilang sepanjang

tahun 2001 akibat cyber fraud. Nilai tersebut merupakan 1,14 % dari total nilai

transaksi on-line sebesar US$ 61,8 Miliar dan 19 kali lebih tinggi dibandingkan

dengan hilangnya nilai transaksi melalui transaksi off-line. Sepanjang tahun 2003,

kerugian materi yang ditimbulkan berbagai aksi kejahatan cyber mencapai US$

1.296.597 atau sekitar Rp 11.669.373.000 (± Rp 11,7 miliar).10

Julukan Indonesia sebagai bangsa pembajak sudah tidak asing lagi di telinga.

Peredaran piranti lunak illegal demikian merajalela nyaris tak terkendali. Mulai dari

CD film, program komputer hingga musik, bisa di dapatkan dengan mudah. Aksi

carder Indonesia di jagat maya sudah populer sejak lama, Indonesia menempati

urutan 8 dalam daftar 10 negara asal pelaku kejahatan penipuan di Internet.11 Ada

lagi sejumlah paparan yang mengukuhkan Indonesia sebagai bangsa asal muasal

pelaku cybercrime. Jika pada tahun 2001, survei AC Nelsen mencatat bahwa

10

Donny BU, Cyberfraud Indonesia Menguatirkan, 8 Juli 2002,

http://www.freelist.org/archives/untirtanet/07-2002/msg00020.html, terakhir diakses 04 Mei 2008.

11

(24)

Indonesia berada pada posisi keenam terbesar di dunia atau keempat di asia dalam

tindak cybercrime, data Clear Commerce yang bermarkas di Texas, Amerika Serikat,

mencatat bahwa pada tahun 2002 Indonesia berada di urutan kedua setelah Ukraina

sebagai negara asal carder terbesar di dunia. Ditambahkan pula bahwa sekitar 20

persen dari total transaksi kartu kredit dari Indonesia di Internet adalah cyberfraud.

Riset tersebut mensurvei 1137 merchant, 6 juta transaksi, 40 ribu pelanggan, dimulai

pada pertengahan tahun 2000 hingga akhir 2001.

Dalam membicarakan tentang jaringan komputer yang bernama internet ini,

menurut kongres PBB X/2000 di Wina ada 3 (tiga) hal yang esensial pada sistem

komputer dan keamanan data, yaitu assurance confidentially, integrity or availability

of data dan processing function. Dalam kaitannya dengan keamanan (security) dan

integritas (integrity) jaringan internet yang berbasis komputer, maka tingkat

keamanan yang rendah akan mengakibatkan sistem informasi yang ada tidak mampu

menghasilkan unjuk kerja (performance) yang tinggi. Dengan kata lain, keamanan

dan integritas sangatlah penting dalam upaya menjaga konsistensi unjuk kerja dari

sistem atau jaringan internet yang bersangkutan.12

Dewan Eropa bekerja sama dengan Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan

Pembangunan merekomendasikan bahwa ada bahaya yang dapat menyerang ketiga

hal yang esensial yang telah disebutkan delam kongres PBB X/2000 di Wina itu. Di

12

(25)

dalam rekomendasi tersebut menyebutkan ada 5 (lima) serangan terhadap sistem

komputer, yaitu:13

1. Unauthorized access, meaning access without rights to a computer system or network by infringing security measures.

2. Damage to computer data or computer programs, meaning the erasure, corruption, deterioration or suppression of computer data or computer programs without rights.

3. Computer sabotage, meaning the input, alteration, erasure or suppression of compuer data or computer programs, or interference with computer system, with intent to hinder functioning of a computer or telecommunication system. 4. unauthorized interception, meaning the interception, made without

authorization and by technical means, of communications to, form and within a computer system or network.

5. Computer espionage, meaning the acquisition disclosure, transfer or use of a commercial secret without authorization or legal justification, with intent either to cause economic loss to the person entitled to the secret or to obtain an illegal advantage for themselves or a third person.

Badan Pembinaan Hukum Nasional dalam sebuah penerbitannya mencoba

untuk mengidentifikasikan bentuk-bentuk kejahatan yang berkaitan dengan aktivitas

di cyberspace dengan Perundang-Undangan pidana yang ada. Hasil identifikasi itu

berupa pengkategorian perbuatan cybercrime ke dalam delik-delik dalam KUHP

sebagai berikut:14

1. Joycomputing, diartikan sebagai perbuatan seseorang yang menggunakan

komputer secara tidak sah atau tanpa izin dan menggunakannya melampaui

13

Dokumen A/CONF.187/10 Tenth United Nations Congress on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders, Crimes Related to Computer Networks, hlm. 5. Bandingkan dengan Rudi Hendarman yang berpendapat bahwa hanya ada 2 (dua) hlm. yang penting dalam sistem komputer, yaitu keamanan (security) dan integritas (integrity), op cit, hlm. 100, sedangkan Ronny R. Nitibaskara berpendapat bahwa masalah yang paling mendesak adalah masalah keamanan, dalam Problem Yuridis

Cybercrime, makalah pada seminar sehari Cyberlaw 2000, Bandung, 29 Juli 2000, pendapat senada

diungkapkan oleh Onno W. Purbo dan Tony Wiharjito dalam buku Keamanan Jaringan Internet, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2000.

14

Badan Pembinaan Hukum Nasional, Perkembangan Pembangunan Hukum Nasional tentang

(26)

wewenang yang diberikan. Tindakan ini dapat dikategorikan sebagai tindak

pidana pencurian (Pasal 362 KUHP).

2. Hacking, diartikan sebagai suatu perbuatan penyambungan dengan cara

menambah terminal komputer baru pada sistem jaringan komputer tanpa izin

(dengan melawan hukum) dari pemilik sah jaringan komputer tersebut.

Tindakan ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana perbuatan tanpa

wewenang masuk dengan memaksa ke dalam rumah atau ruangan yang

tertutup atau pekarangan atau tanpa haknya berjalan di atas tanah milik orang

lain (Pasal 167 dan 551 KUHP).

3. The Trojan Horse, diartikan sebagai suatu prosedur untuk menambah,

mengurangi atau mengubah instruksi pada sebuah program, sehingga program

tersebut selain menjalankan tugas yang sebenarnya juga akan melaksanakan

tugas lain yang tidak sah. Tindakan ini dapat dikategorikan sebagai tindak

pidana penggelapan (Pasal 372 dan 374 KUHP). Apabila kerugian yang

ditimbulkan menyangkut keuangan negara, tindakan ini dapat dikategorikan

sebagai tindak pidana korupsi.15

15

Menurut Dancho Danchev (2004), trojan dapat diklasifikasikan menjadi 8 (delapan) jenis, antara lain sebagai berikut :

a. Trojan Remote Access, trojan ini termasuk paling populer saat ini karena mempunyai

fungsi yang banyak dan sangat mudah dalam menggunakannya..

b. Trojan Pengirim Password, tujuan dari trojan ini adalah mengirimkan password yang ada

di komputer korban ke suatu email khusus yang telah disiapkan.

c. Trojan File Transfer Protocol (FTP), trojan ini termasuk trojan yang paling sederhana

dan dianggap sudah ketinggalan jaman.

d. Keylogger, ini termasuk dalam trojan yang sederhana, dengan fungsi merekam atau

(27)

4. Data Leakage, diartikan sebagai pembocoran data rahasia yang dilakukan

dengan cara menulis data-data rahasia tersebut ke dalam kode-kode tertentu

sehinga data dapat dibawa keluar tanpa diketahui pihak yang bertanggung

jawab. Tindakan ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana terhadap

keamanan negara (Pasal 112, 113 dan 114 KUHP) dan tindak pidana

membuka rahasia perusahaan atau kewajiban menyimpan rahasia profesi atau

jabatan (Pasal 322 dan 323 KUHP).

5. Data Diddling, diartikan sebagai suatu perbuatan yang mengubah data valid

atau sah dengan cara yang tidak sah, yaitu dengan mengubah input data atau

output data. Tindakan ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana

pemalsuan surat (Pasal 263 KUHP).

6. Penyia-nyiaan data komputer, diartikan sebagai suatu perbuatan yang

dilakukan dengan suatu kesengajaan untuk merusak atau menghancurkan

media disket dan media penyimpanan sejenis lainnya yang berisikan data atau

program komputer, sehingga akibat perbuatan tersebut data atau program

yang dimaksud menjadi tidak berfungsi lagi dan pekerjaan-pekerjaan yang

e. Trojan Penghancur, trojan ini juga termasuk jenis yang sederhana, mudah digunakan,

namun sangat berbahaya, sekali terinfeksi tidak dapat dilakukan penyelamatan.

f. Trojan Denial of Service (DoS) Attack, saat ini termasuk jenis yang sangat populer yang

memiliki kemampuan menjalankan distributed DoS (DDoS).

g. Trojan Proxy/Wingate, trojan ini digunakan untuk mengelabui korban dengan

memanfaatkan suatu proxy/wingate server yang disediakan untuk seluruh dunia atau hanya untuk penyerang saja.

h. Software Detection Killer, trojan yang telah dilengkapi kemampuan untuk melumpuhkn

(28)

melalui program komputer tidak dapat dilaksanakan. Tindakan ini dapat

dikategorikan sebagai tindak pidana perusakan barang (Pasal 406 KUHP).

Cybercrime atau kejahatan dunia siber mempunyai banyak bentuk atau rupa,

tetapi dari kesemua bentuk yang ada, hacking merupakan bentuk yang banyak

mendapat sorotan karena selain kongres PBB X di Wina menetapkan hacking sebagai

first crime, juga dilihat dari aspek teknis, hacking mempunyai kelebihan-kelebihan.

Pertama, orang yang melakukan hacking sudah barang tentu dapat melakukan bentuk

cybercrime yang lain karena dengan kemampuan masuk ke dalam sistem komputer

dan kemudian mengacak-acak sistem tersebut. Termasuk dalam hal ini, misalnya

cyber terrorism, cyber pornography dan sebagainya. Kedua, secara teknis pelaku

hacking kualitas yang dihasilkan dari hacking lebih serius dibandingkan dengan

bentuk cybercrime yang lain, misalnya pornografi. Untuk melakukan atau

menyebarkan gambar-gambar porno, seseorang tidak perlu harus memiliki

kemampuan hacking; demikian juga penyebar virus lewat e-mail. Kemampuan yang

harus dimiliki oleh pelaku cybercrime seperti itu cukup kemampuan minimal berupa

kepandaian mengoperasikan internet berupa mengakses dan mentransfer file.

Hacker secara harfiah berarti mencincang atau membacok. Dalam arti luas

adalah mereka yang menyusup atau melakukan perusakan melalui komputer. Hacker

dapat juga didefinisikan sebagai orang-orang yang gemar mempelajari seluk beluk

sistem komputer dan bereksperimen dengannya.16 Penggunaan istilah hacker terus

16

(29)

berkembang seiring dengan perkembangan internet, tetapi terjadi pembiasan makna

kata. Hacker yang masih menjunjung tinggi atau memiliki motivasi yang sama

dengan perintis mereka, hacker-hacker MIT disebut hacker topi putih (White Hat

Hackers). Mereka masih memegang prinsip bahwa meng-hack adalah untuk tujuan

meningkatkan keamanan jaringan internet.

Dalam rangka upaya menanggulangi cybercrime khususnya kejahatan

hacking itu, Resolusi Kongres PBB VIII/1990 mengenai “computer-related crime”

mengajukan beberapa kebijakan antara lain sebagai berikut:17

1. Menghimbau negara anggota untuk mengintensifkan upaya-upaya

penanggulangan penyalahgunaan komputer yang lebih efektif dengan

mempertimbangkan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Melakukan modernisasi hukum pidana materiil dan hukum formil pidana;

b. Mengembangkan tindakan-tindakan pencegahan dan pengamanan

komputer;

c. Melakukan langkah-langkah untuk membuat peka (sensitif) warga

masyarakat, aparat pengadilan dan penegak hukum terhadap pentingnya

pencegahan kejahatan yang berhubungan dengan komputer;

d. Melakukan upaya-upaya pelatihan bagi para hakim, pejabat dan aparat

penegak hukum mengenai kejahatan ekonomi dan cybercrime;

17

Lihat United Nation, Eighth UN Congress on the Prevention of Crime and the Treatment of

(30)

e. Memperluas ”rule of ethics” dalam penggunaan komputer dan

mengajarkannya melalui kurikulum informatika;

f. Mengadopsi kebijakan perlindungan korban cybercrime sesuai dengan

Deklarasi PBB mengenai korban dan mengambil langkah-langkah untuk

mendorong korban melaporkan adanya cybercrime.

2. Menghimbau negara anggota meningkatkan kegiatan internasional dalam

upaya penanggulangan cybercrime.

3. Merekomendasikan kepada Komite Pengendalian dan Pencegahan Kejahatan

(Committee on Crime Prevention and Control) PBB untuk:

a. Menyebarluaskan pedoman dan standar untuk membantu negara anggota

menghadapi cybercrime di tingkat nasional, regional dan internasional;

b. Mengembangkan penelitian dan analisis lebih lanjut guna menemukan

cara-cara baru menghadapi problem cybercrime di masa yang akan

datang;

c. Mempertimbangkan cybercrime sewaktu meninjau pengimplementasian

perjanjian ekstradisi dan bantuan kerjasama di bidang penanggulangan

kejahatan.

Garis kebijakan penanggulangan cybercrime yang dikemukakan dalam

resolusi PBB di atas, terlihat cukup komprehensif. Tidak hanya penanggulangan

melalui kebijakan ”penal” (baik hukum pidana materiil maupun hukum pidana

(31)

dikemukakan dalam resolusi PBB itu ialah upaya mengembangkan

pengamanan/perlindungan komputer dan tindakan-tindakan pencegahan (computer

security and prevention measures). Jelas hal ini terkait dengan pendekatan techno

prevention, yaitu upaya pencegahan/penanggungan kejahatan dengan menggunakan

tehnologi. Sangat disadari tampaknya oleh kongres PBB, bahwa cybercrime yang

terkait erat dengan kemajuan tehnologi tidak semata-mata ditanggulangi dengan

pendekatan yuridis, tetapi juga harus ditanggulangi dengan pendekatan tehnologi itu

sendiri.18

Tidak ada bedanya dengan bidang lain, industri perbankan merupakan sasaran

kejahatan cybercrime yang memiliki potensi kerugian yang sangat besar, apalagi

dengan mulai berlakunya layanan perbankan secara elektronik dalam bentuk

e-banking dan electronic fund transfer. Bank selama ini menjadi sasaran empuk dan

sasaran yang banyak diserbu oleh para hacker karena dianggap sebagai institusi yang

otomatis paling gigih membuat lapisan keamanan jaringan. Mulai dari rahasia

nasabah sampai uang miliaran rupiah tersimpan rapi di sistem jaringan sebuah bank.

Banyak kasus-kasus perbankan baik di luar negeri maupun di Indonesia yang

mencuat akibat dari ulah para penjahat cyber ini. Cepat mencuat dikarenakan bidang

perbankan adalah tempat transaksi jalur perdagangan dan jalur perekonomian yang

dipergunakan oleh masyarakat banyak. Begitu jaringan komputer sebuah bank

18

Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakkan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam

(32)

tersebut di-hack maka akan lumpuh perputaran uang yang terjadi di bank tersebut

atau bahkan dapat berpengaruh pada perekonomian sebuah negara pada saat itu.

Kejahatan internet yang marak di Indonesia meliputi penipuan kartu kredit,

penipuan perbankan, defacing, cracking, transaksi seks, judi online dan terorisme

dengan korban berasal selain dari negara-negara luar seperti AS, Inggris, Australia,

Jerman, Korea serta Singapura, juga beberapa di tanah air. Beberapa kasus penyalah

gunaan komputer yang menghantam dunia perbankan di Indonesia, antara lain:19

1. Kasus manipulasi dana bank di Bank BRI cabang jalan Brigjen. Katamso

Jogyakarta.

2. Kasus “Computer Crime Unauthorized Transfer” dana bank di Bank BNI’46

cabang New York Agency.

3. Kasus transfer fiktif di Bank Bumi Daya cabang Kebayoran Baru, Jakarta

Selatan.

4. Kasus Penarikan hasil setoran warkat fiktif di Bank Bali Jakarta Barat.

5. Kasus Manipulasi data Saldo pada Master File Bank Danamon cabang Glodok

Plaza.

6. Kasus deface klikBCA yang dialami oleh Bank BCA.

Di tahun 2008 ini Indonesia sudah mempunyai Undang-Undang yang

mengatur tentang kegiatan yang berkaitan dengan dunia siber (cyberspace), yaitu

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

19

Aloysius Wisnubroto, Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Penyalahgunaan

(33)

Meskipun terkesan terlambat namun kehadiran Undang-Undang Informasi dan

Transaksi Elektronik dirasa membawa angin segar bagi para penegak hukum

khususnya Polri dalam menghadang laju kejahatan yang dilakukan para Hacker yang

semakin banyak muncul di dunia siber (cyberspace).20 Sayangnya lahirnya

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Ekonomi ini belum

dibarengi oleh peraturan yang mengatur tentang hukum formilnya.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik ini mempunyai 13 (tiga belas) Bab dan 54 (lima puluh empat) Pasal di

dalamnya yang mengatur berbagai kegiatan dunia siber serta menerapkan azas-azas

Ekstra Teritorial, Azas Kepasatian Hukum, Azas Manfaat, Azas Kehati-hatian, Azas

Itikad Baik dan Azas Netral Teknologi.21 Penegakkan hukum dalam Undang-Undang

ini sebagai penyidiknya adalah institusi Polri dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil

(PPNS) dengan menggunakan hukum formil yang berlaku di Indonesia yaitu

KUHAP.

Prinsip pengaturan dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi

Elektronik ini menggunakan sintesis hukum materiil dan lex informatica. Strategi

20

Bandingkan dengan negara Asean tetangga kita yakni Singapura (Electronic Transaction Act,

IPR Act, Computer Misuse Act, Broadcasting Authority Act, Publik Entertainment Act, Banking Act, Internet Code of Practice, Evidence Act, Unfair Contract Terms Act), Philipina (Electronic Commerce Act, Cyber Promotion Act, Anti Wiretapping Act)dan Malaysia (Digital Signature Act, Computer Crime Act, Communication and Multimedia Act, Telemedicine Act, Copyright Amendement Act, Personal Data Protection Legislation, Internal Security Act, Films Censorship Act) yang sudah

mempunyai Undang-Undang yang mengatur tentang dunia siber terlebih dahulu dibanding dengan negara kita.

21

Arief Muliawan, Penegakkan Hukum Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik

(cybercrime), disampaikan dalam seminar sehari dalam rangka sosialisasi Undang-Undang Nomor 11

(34)

pembentukan pengaturan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah

dengan menetapkan prinsip-prinsip pembentukan dan pengembangan teknologi

informasi, yang isinya antara lain sebagai berikut:22

1. Mengikuti keunikan cyberspace;

2. Melibatkan unsur-unsur masyarakat, pemerintah, swasta dan profesional serta

perguruan tinggi;

3. Mendorong peran sektor swasta;

4. Mendorong peran masyarakat, swasta, pemerintah, kelompok profesi dan

perguruan tinggi;

5. Peran dan tanggung jawab pemerintah terhadap kepentingan publik;

6. Aturan hukum yang bersifat preventif, direktif dan futuristik yang tidak

bersifat restriktif;

7. Mendorong harmonisasi dan uniformitas hukum regional dan internasional;

dan

8. Melakukan pengkajian terhadap peraturan yang berkaitan langsung atau tidak

langsung dengan munculnya persoalan-persoalan hukum akibat

perkembangan teknologi informasi.

Banyak kegiatan beracara untuk mengajukan pelaku kejahatan Cybercrime

masih banyak menemui kendala dan memaksakan Undang-Undang yang lama untuk

beracara. Jalan yang harus ditempuh oleh aparat Criminal Justice System adalah

22

(35)

mengakomodir Undang-Undang yang ada dengan melakukan perluasan makna yang

tercantum dalam Pasal-Pasal perundangan yang ada yaitu Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum formil Pidana. Pasal 183 KUHAP

menyatakan sebagai berikut :

”Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali dengan

sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa

suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah

melakukannya.”

Berdasarkan Pasal 183 KUHAP tersebut dapat diketahui bahwa peradilan di

Indonesia menganut sistem pembuktian menurut Undang-Undang yang negatif

(Negatief-wettelijk). Sedangkan alat bukti yang dimaksud adalah alat bukti

sebagaimana di atur dalam Pasal 184 KUHAP yaitu :23

a. Keterangan Saksi

b. Keterangan Ahli

c. Surat

d. Petunjuk

e. Keterangan Terdakwa

Di antara kelima jenis alat bukti tersebut yang sering dipermasalahkan adalah

keterangan ahli dan surat. Yang dimaksud di sini adalah ahli komputer, masalahnya

adalah hingga sampai saat ini Indonesia masih belum ada organisasi yang mewadahi

23

(36)

profesi kekomputeran, sehingga persoalannya adalah apakah setiap orang yang mahir

mengoperasikan komputer dapat dikategorikan sebagai ahli komputer? KUHAP

sendiri tidak terdapat penjelasan mengenai apakah yang dimaksud dengan keterangan

ahli dan siapakah yang dimaksud dengan ahli. Padahal keterangan saksi ahli (expert

testimony) merupakan salah satu ciri peradilan modern.24

Surat menurut pengertian para ahli adalah setiap benda yang memuat

tanda-tanda baca yang dapat dimengerti yang bertujuan untuk mengungkapkan isi pikiran.25

Yang menjadi masalah berdasarkan pengertian tersebut adalah apakah tanda-tanda

dalam data/program komputer dapat dianggap sebagai tulisan, dengan demikian

apakah data/program komputer yang tersimpan dalam disket, floppy disk atau media

penyimpanan lainnya (yang tidak dicetak) dapat dikategorikan sebagai surat sehingga

dapat diajukan di sidang pengadilan sebagai alat bukti surat.

Pentingnya Indonesia memiliki aturan hukum yang mengatur tentang semua

kegiatan dunia siber (cyberspace) dapat dilihat dari data perkembangan rata-rata

harian transaksi RGTS dan kliring yang cenderung semakin meningkat tajam

sepanjang tahun 2008 ini, yakni hampir mencapai 175, 38 Triliun rupiah.26

Sedangkan perkembangan pembayaran dengan menggunakan kartu pembayaran

(Kartu Kredit/Kartu Debit) hampir mencapai 10,371.12 Miliar rupiah dan transaksi

24

Muladi, dalam kuliahnya pada peserta Program Magister Ilmu Hukum, Undip, Semarang, tanggal 19 September 1996.

25

Andi Hamzah, Pengantar Hukum formil Pidana, (Jakarta : Ghlm.ia Indonesia, 1984), Hlm. 198.

26

(37)

melalui mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) mencapai 17,146 Miliar rupiah.27 Hal

ini menunjukkan begitu cepatnya perputaran uang yang terjadi melalui dunia siber

(cyberspace). Masyarakat dengan kecanggihan teknologi internet sudah tidak

melakukan transaksi pembayaran melalui uang tunai yang dirasakan cukup

merepotkan baik dari segi keamanan maupun segi kepraktisan penggunaan.

Tidak ada bedanya dengan bidang lain, perkembangan internet juga telah

mempengaruhi perkembangan ekonomi, dimana transaksi jual beli yang sebelumnya

hanya dapat dilakukan dengan cara tatap muka, kini dapat mudah dilakukan melalui

internet, salah satunya yakni bidang perbankan merupakan sasaran empuk dan

sasaran yang banyak diserbu oleh para hacker karena di situ tempat uang dan jalur

perekonomian yang bisa mendapatkan hasil apabila bisa membobolnya. Banyak

kasus-kasus perbankan baik di luar negeri maupun di Indonesia yang mencuat akibat

ulah penjahat cyber ini. Cepat mencuat dikarenakan bidang perbankan adalah tempat

transaksi jalur perdagangan dan jalur perekonomian yang dipergunakan oleh

masyarakat banyak. Begitu jaringan komputer sebuah bank tersebut di-hack maka

akan lumpuh perputaran uang yang terjadi di bank tersebut atau bahkan dapat

berpengaruh pada perekonomian sebuah negara pada saat itu.

Polri dalam menangani setiap gejolak yang terjadi di masyarakat selalu

berkembang secara dinamis, baik dalam penanganan konflik sosial maupun

penanganan kejahatan, namun dalam hal penanganan cybercrime Polri terkesan

kurang dinamis. Keadaan ini sebenarnya bisa dihindari jika Polri berani mengambil

27

(38)

sikap mempergunakan hukum yang tidak tertulis yang hidup di cyberspace, misalnya

menggunakan etika hacker.28

Tabel 1 : Data kejahatan dunia siber (cybercrime) yang ditangani oleh Bareskrim Mabes Polri tahun 2005 – 2008.

JUMLAH KASUS

Sumber : Data sekunder29

Kasus-kasus cybercrime yang ditangani oleh Polri bukan murni hasil kerjaan

Polri karena hanya didasarkan pada laporan dari korban saja. Beberapa kasus penting

yang pernah ditangani Polri dibidang cybercrime di antaranya adalah:30

1. Cyber Smuggling, berupa laporan pengaduan dari US Custom (pabean

Amerika Serikat) adanya tindak pidana penyelundupan via internet yang

dilakukan oleh beberapa orang Indonesia, dimana oknum-oknum tersebut

28

The Mentor, A Novice’s Guide to Hacking, edisi 1989, versi elektronik dapat dijumpai di

http://www.geocities.com/dht_belgium/legion_of_Doom.txt Lihat juga Legion of the Undergound,

Hacking Guide, versi elektronik dapat dijumpai di

http://www.geocities.com/dht_belgium/lou_guide.txt

29

Data Laporan Tahunan Unit IV Cybercrime Bareskrim Mabes Polri. Dari data tersebut bisa dilihat betapa sedikitnya kasus-kasus cybercrime yang dilaporkan ke Polri dan rata-rata penyelesaian kasusnya pun sulit, terbukti bahwa sampai dengan tahun 2008 ini Polri masih kesulitan mengungkap kasus yang dilaporkan (Kasus Lidik).

30

Didi Widayadi, Kebijakan dan Strategi Operasional Polri dalam kaitan hakikat ancaman

Cybercrime, makalah pada seminar Cyber Law, diselenggarakan oleh Yayasan Cipta Bangsa,

(39)

telah mendapatkan keuntungan dengan melakukan Web-hosting

gambar-gambar porno di beberapa perusahaan Web-hosting yang ada di Amerika

Serikat.

2. Pemalsuan Kartu Kredit berupa laporan pengaduan dari warga negara Jepang,

Perancis dan Amerika Serikat31 tentang tindak pemalsuan kartu kredit yang

mereka miliki untuk keperluan transaksi di Internet.

3. Hacking situs, hacking beberapa situs termasuk situs Polri yang pelakunya

diidentifikasikan berada di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Untuk menemukan identifikasi masalah dalam penelitian ini maka perlu

dipertanyakan apa yang menjadi masalah dalam penelitian yang akan dikaji lebih

lanjut untuk menemukan suatu pemecahan masalah yang telah diidentifikasi

tersebut.32 Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Bagaimana pengaturan kejahatan hacking terhadap bank di Indonesia?

31

Lihat beritanya di Suara Merdeka dengan judul Reserse Polda Jateng Ungkap Kejahatan

Internasional Internet, 17 Nopember 2000.

32

(40)

2. Bagaimana kendala Polri dalam menanggulangi kejahatan hacking terhadap

bank?

3. Bagaimana upaya Polri dalam menanggulangi kejahatan hacking terhadap

bank?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalah yang telah disampaikan di atas, maka tujuan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui sampai sejauh mana kesiapan hukum di Indonesia dalam

menanggulangi kejahatan hacking terhadap bank.

2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi Polri dalam

penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank.

3. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan Polri dalam menanggulangi

kejahatan hacking terhadap bank.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang berjudul Peran Polri dalam penanggulangan kejahatan

hacking terhadap bank di Indonesia diharapkan akan memberikan manfaat sebagai

berikut :

1. Manfaat teoritis, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut

dan mempunyai arti penting terhadap kesiapan hukum di Indonesia dalam

(41)

2. Sedangkan manfaat praktisnya diharapkan bahwa penelitian ini menjadi salah

satu sumber informasi dan masukan bagi pimpinan kepolisian untuk

mengambil kebijakan yang tepat dalam menanggulangi kejahatan hacking

terhadap bank.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti di perpustakaan

Universitas Sumatera Utara, diketahui bahwa penelitian tentang peranan kepolisian

dalam penanggulangan hacking terhadap bank belum pernah dilakukan dalam

pendekatan dan perumusan masalah yang sama, walaupun ada beberapa topik

penelitian tentang cyber crime namun jelas berbeda. Jadi penelitian ini adalah asli

karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional objektif dan terbuka.

Sehingga penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah

dan terbuka atas masukan serta saran-saran yang membangun sehubungan dengan

pendekatan dan perumusan masalah.

F. Landasan Teori dan Konsepsional

1. Landasan Teori

Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahwa negara

didirikan demi kepentingan umum dan hukum adalah sarana utama untuk

merealisasikan tujuan tersebut. Suatu masyarakat dianggap baik, bila kepentingan

(42)

para warga negara.33 Kalau dikatakan bahwa kepentingan umum menjadi bisa

diwujudkan melalui hukum, diandaikan pula bahwa kepentingan-kepentingan lain

sudah diperhatikan secukupnya oleh manusia pribadi, yakni kepentingan

individual.34 Namun hal ini berarti juga bahwa hukum yang menjamin

kepentingan umum tidak boleh merugikan kepentingan individual, tetapi harus

melindunginya. Hukum yang memelihara kepentingan umum menyangkut juga

semua sarana publik bagi berjalannya kehidupan manusia beradab. Pada

prinsipnya kepentingan umum secara de fakto dilindungi oleh negara dan

hukum.35

Pound menegaskan bahwa tugas utama hukum sebagai social engineering

dapat dilihat dengan cara melakukan rumusan-rumusan dan

penggolongan-penggolongan tentang kepentingan-kepentingan masyarakat36 yang apabila

diadakan imbangan antara kepentingan tersebut akan menghasilkan kemajuan

hukum. Pound juga mengadakan 3 (tiga) penggolongan utama mengenai

kepentingan-kepentingan yang dilindungi oleh hukum, yaitu:

a. Public Interests; kepentingan-kepentingan umum yang utama yang terdiri

atas kepentingan negara sebagai badan hukum dalam tugasnya untuk

33

Roscou Pound, Pengantar Filsafat Hukum, (Jakarta : Bhratara Karya Aksara, 1982), hlm. 27.

34

Lili Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996), hlm. 84.

35

Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, (Jogyakarta:Kanisius,1982), hlm.287.

36

(43)

memelihara kepribadian dan hakekat negara (....as juristic person in the

maintenance of its personality and substance). (the interests of the state as

a guardian of social interests). Kepentingan negara sebagai pengawas dari

kepentingan sosial.

b. Individual Interests; mengenai kepentingan orang per-orangan yang

menurut Pound dibagi 3 (tiga) macam kepentingan, yaitu:

1) Kepentingan Kepribadian (interests of personality);

2) Kepentingan-kepentingan dalam hubungan di rumah tangga (interests

in domestic Relations);37

3) Kepentingan mengenai harta benda (interests of substance).38

c. Interests of Personality; mencakup perlindungan integritas badaniah

(physical integrity), kehendak bebas (freedom of will), reputasi

(reputation), keadaan pribadi perorangan (privacy) kebebasan untuk

memilih agama dan kebebasan untuk mengeluarkan pendapat (freedom of

believe and opinion).

37

Kepentingan rumah tangga mencakup lembaga perkawinan (legal protection of marriage) perlindungan tuntutan biaya penghidupan (maintenance claim) dan hubungan hukum antara orang tua dan anak (legal elation between parents and children); mencakup orang tua untuk mengadakan hukuman badaniah (parental right of corporal punishment), pengawasan oleh orang tua terhadap penghasilan anak mereka dan kekuasaan-kekuasaan pengadilan kanak-kanak untuk mengawasi hubungan-hubungan hukum antara orang tua dan anak-anak, lihat ibid, hlm. 142.

38

Interests of Substance mencakup perlindungan hak-hak milik, kebebasan untuk membuat surat

wasiat dan untuk menunjuk siapa yang menjadi ahli waris (freedom of succession in testamentary

disposistions), kebebasan untuk berusaha dan kebebasan untuk mengadakan perjanjian (freedom of industry and contract), dan harapan-harapan yang dilindungi oleh hukum tentang

(44)

Indonesia telah memiliki Undang-Undang yang khusus mengatur tentang

teknologi informasi yang semakin berkembang yang mengubah baik perilaku

masyarakat maupun peradaban manusia secara global, hubungan dunia menjadi

tanpa batas (borderless). Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik diharapkan mampu untuk menghadang

kejahatan dibidang teknologi informasi saat ini.

Istilah hukum siber (cyber law) lahir mengingat kegiatan yang dilakukan

melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup

lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi

berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat

secara virtual (Cyberspace). Cyberspace merupakan tempat orang-orang yang

menggunakan internet berada ketika mengarungi dunia informasi global interaktif

yang bernama internet.39 Cyberspace menampilkan realitas, tetapi bukan realitas

yang nyata sebagaimana bisa di lihat, melainkan realitas virtual (Virtual reality),

dunia maya, dunia yang tanpa batas sehingga penghuni-penghuninya bisa

berhubungan dengan siapa saja dan dimana saja sebagaimana dikatakan oleh

Bruce Sterling lebih lanjut:

Although it is no exactly ”real”, ”cyberspace” is a genuine place. Things happen there that have very genuine consequences. This “place” is not “real”

39

(45)

but it is serious, it is earnest. Tens of thousands of people have dedicated their lives to it, the public service of public rommunication by bire and electronic.40

Cyberspace juga mempunyai sisi gelap yang perlu menjadi perhatian

semua orang, sebagaimana yang dikatakan oleh Neill Barrett :

The internet, however, also has a darke side – in particular, it is widely considered to provide access almost exclusively to pornography. A recent, well-publicized survey suggeste that over 80 % of the picture on the internet were pornographic. While the survey result itself was found to be entirely erroneous, the observation that the internet can and does contain illict, objectionable or downright support fraudulent traders, terrorist information exchanges, pedophiles, software pirates, computer hackers and many more.41

Kecemasan terhadap Cybercrime ini telah menjadi perhatian dunia,

terbukti dengan dijadikannya masalah Cybercrime sebagai salah satu topik

bahasan pada Kongres PBB mengenai The Prevention of Crime and the

Treatment of Offender ke 8 Tahun 1990 di Havana, Kuba. Kemudian pada

Kongres ke 10 tahun 2000 di Wina membagi 2 (dua) subkategori cybercrime

yaitu:42

a. Cybercrime in a narrow sense (computer crime); any illegal behaviour directed by means of electronic operations that targets the security of computer systems and the data processed by them.

b. Cybercrime in a broader sense (computer related crime); any illegal behaviour committed by means of, or in relation to, a computer system or network, including such crimes as illegal possession, offering or distributing information by means of a computer system or network.

40

Bruce Sterling, The Hacker Crackdown, law and disorder on the electonic frontier, Massmarket paperback, 1990, electronic version available at http://www.lysator.liu.se/etexts/hacker/

41

Neill Barrett, Digital Crime, policing the cybernation, (London:Kogan Page Ltd.1997),hlm. 21.

42

(46)

Kategori pertama dari hasil kongres PBB ini dapat dimasukkan dalam

klasifikasi computer crime atau cybercrime dalam pengertian yang sempit

(meliputi against a computer system or network), sedangkan kategori yang kedua

diklasifikasikan sebagai computer crime atau cybercrime dalam arti yang luas

(meliputi by means of a computer system or network dan in a computer system or

network).

Pelaku Cybercrime sebenarnya dapat diklasifikasikan sebagai White

Collar Crime dengan menggunakan kriteria yang dipakai oleh JoAnn L.Miller, ia

membagi kategori White Collar Crime menjadi 4 (empat), yaitu :43

a. Organizational Occupational Crime, kategori pertama ini dapat disebut sebagai kejahatan korporasi (corporate crime). Para pelakunya adalah para eksekutif yang dalam hal ini melakukan perbuatan illegal atau merugikan orang lain demi kepentingan atau keuntungan korporasi.

b. Government Occupational Crime, White Collar Crime jenis ini pelakunya adalah para pejabat atau birokrat yang melakukan kejahatan untuk kepentingan dan atas persetujuan atau perintah negara atau pemerintah. c. Professional Occupational Crime, jenis ketiga dari White Collar Crime ini

untuk beberapa hal dapat disebut sebagai malpraktek. Kalangan dokter, psikiater, ahli hukum, pialang, akuntan, penilai dan berbagai profesi lainnya yang memiliki kode etik khusus adalah mereka yang melakukan kesalahan profesional disengaja dapat dikategorikan sebagai profesional occupational crimer.

d. Individual Occupational Crime, jenis keempat ini ditujukan kepada perilaku menyimpang yang dilakukan oleh para pengusaha,pemilik modal atau orang-orang yang independen lainnya, walaupun mungkin tidak tinggi sosial ekonominya, tetapi berjiwa petualang. Dalam bidang kerjanya, kalangan ini kemudian memilih jalan menyimpang yang melanggar hukum atau merugikan orang lain. Sebagai contoh, pedagang yang menipu pembeli atau warga negara yang melakukan tax fraud.

43

(47)

2. Konsepsional

Berdasarkan judul yang merupakan syarat dalam penelitian dan agar tidak

terjadi kesalahpahaman dalam materi penulisan tesis ini, maka judul harus

dijelaskan dan diartikan. Judul yang penulis kemukakan adalah : Peranan

Kepolisian dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank. Varibel dari

judul tesis ini penulis uraikan sebagai berikut :

a. Peranan berasal dari kata dasar peran yang berarti, mengambil bagian dari

sesuatu kegiatan. Dengan ditambahi akhiran an maka akan menjadi

tindakan untuk mengambil bagian atau turut aktif dari suatu kegiatan yang

ada sesuai dengan keahliannya.44

b. Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan

lembaga kepolisian sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan, fungsi

kepolisian dimaksud sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara di

bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakkan

hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.45

c. Penanggulangan adalah upaya penanggulangan kejahatan melalui jalur

penal yang lebih menitik beratkan pada sifat represif

(penindakan/pemberantasan/penumpasan) sesudah kejahatan terjadi,

44

JS Badudu, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1994), hlm.1037.

45

Gambar

Tabel 1 :
gambar porno di beberapa perusahaan Web-hosting yang ada di Amerika

Referensi

Dokumen terkait

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Harkristuti Harkrisnowo, Laporan Perdagangan Manusia di Indonesia, Sentra HAM UI,

Muladi, Pembaharuan Hukum Pidana Yang Berkualitas Indonesia , Semarang: Makalah dalam rangka HUT FH UNDIP, tanggal 11 Januari 1988. ---, Penanggulangan Terorisme Sebagai

Selain itu terdapat pula kekhususan yang lain, yaitu mengenai lembaga yang menjadi forum penyelesaian manakala terjadi sengketa yang terdapat pada pasal 55 undang-undang Nomor 21

Menyatakan Pasal 170 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

Frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1)

Tindak pidana pencurian sebagaimana yang dirumuskan dalam pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa “ barangsiapa mengambil barang sesuatu,

Alat bukti dalam pemeriksaan perkara tindak pidana perdagangan orang menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

perdagangan orang ini. Aspek ini diatur dalam Pasal 59 sampai dengan Pasal 63.. Undang-undang No.21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana. perdagangan orang.