• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan)"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

PERAN KEPOLISIAN TERHADAP PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING)

(STUDI di POLTABES MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

ALEXANDER KRISTIAN D. I. SILAEN

NIM : 040200172

DEPARTEMEN : HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

PERAN KEPOLISIAN TERHADAP PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING)

(STUDI di POLTABES MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

ALEXANDER KRISTIAN D. I. SILAEN

NIM : 040200172

DEPARTEMEN : HUKUM PIDANA

Disetujui oleh :

Ketua Departemen Hukum Pidana

(Abul Khair, SH, M.Hum) Nip.131 842 854

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Nurmalawaty, SH, M.Hum

2008

Rafiqoh Lubis, SH, M.Hum

Nip. 131 803 347 Nip. 132 300 076

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dan semoga Tuhan tetap melindungi pada hari yang akan datang.

Telah menjadi kewajiban bagi setiap mahasiswa yang hendak menyelesaikan studinya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk menyusun dan menyelesaikan suatu skripsi, dan untuk itu penulis memberanikan diri untuk menyusun suatu skripsi dengan judul “Peran Kepolisian Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) dengan melakukan Studi di POLTABES Medan”.

Kepada Ayahanda Hasiholan Silaen, SH, dan Ibunda Rosmawaty Siagian BA, terima kasih atas kasih sayang, doa, dan dukungannya, baik dukungan moril maupun materil. Abangku Pahala Kiki Silaen SE, Msc, Kakakku Mardiana Yolanda Isabela Silaen, SH, dan Adekku Henry Kristian D. I. Silaen terima kasih atas Cinta, dukungan dan doanya. Skripsi ini penulis persembahkan buat kalian semua, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan berkat dan rahmatnya kepada kalian semua.

Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membreri dukungan serta doanya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan, khususnya penulis mengucapkan terima kasih kepada :

(4)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

2. Bapak Abul Khair, SH. M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan masukan dan pandangan dalam pengerjaan skripsi ini ;

3. Ibu Nurmalawaty, SH, M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana dan Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan masukan, pandangan yang berguna kepada penulis sehingga skripsi ini selesai ;

4. Ibu Rafiqoh Lubis, SH, M.Hum selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan masukan, pandangan yang berguna kepada penulis sehingga skripsi ini selesai ;

5. Seluruh Dosen dan staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mengajar dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ;

6. Seluruh Staf Tata Usaha dan Staf Administrasi Perpusatakaanserta para Pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ;

7. Ibu Sah Udur S. selaku Panit Lindung POLTABES Medan beserta seluruh staf POLTABES Medan yang telah membantu dan membimbing penulis dalam melakukan riset

(5)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Siahaan, Saturia Sitorus, Para Abang, kakak, dan adek sepupuku terima kasih untuk doa, dukungan serta nasehat-nasehat indahnya kepada penulis. “selalu!” 9. Kepada My Soulmate Tercinta Agnes Natalia Simamora dan keluarga; Opung,

Tante dan Soraya, terima kasih atas cintanya, dukungannya, kasih sayang dan perhatian serta kebaikannya.

10.Kepada teman-teman senasib, seperjuangan, dan sepenanggungan Thomas, Josia, Simon, Navo, Dedy, Firman, Gina, Endang, Fritzko, Alto, Januardo, dan teman –teman kampus selurunya, khususnya angkatan 2004 Regular ;

11.Kepada sahabat-sahabatku sepanjang hidup yang tidak akan bisa kulupakan sampai kapanpun; Revindra, Richard, Simon Unggul Wa’U, Navo, Ando, Aprit, Daniel, Heryatmo, Roy, Venansius, Yoseph, terima kasih untuk dukungan kalian dan persahabatan kita yang telah berlangsung lama.

12.Pihak-pihak lain yang telah memberikan bantuan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini, namun tidak dapat disebutkan satu persatu ;

Oleh karena keterbatasan penulis dalam mengerjakan skripsi ini, maka penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangannya, sehingga penulis mengharapkan saran ataupun masukan dari pembaca semua.

(6)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Harapan Penulis semoga Tuhan Yang Maha Kuasa tetap melindungi kita semua.

Medan, Mei 2008

Penulis

(7)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ………... i

DAFTAR ISI ……….. v

ABSTRAKSI ……….. vi

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

A. Latar Belakang ……….... 1

B. Permasalahan ……….. 5

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ………….. 6

D. Keaslian Penulisan ……….. 7

E. Tinjauan Kepustakaan ………. 8

1. Pengertian Kejahatan dan Tindak Pidana ………... 8

2. Kebijakan Penanggulangan kejahatan ………….... 15

3. Pengertian Polisi ………. 21

4. Pengertian Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) ………...……… 23

F. Metode Penelitian ………. 30

1. Jenis Penelitian ………... 30

2. Jenis Data dan sumber data ……… 30

3. Metode Pengumpulan Data ……… 31

4. Analisis Data ……….. 31

(8)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

BAB II KARAKTERISTIK TINDAK PIDANA PERDAGANGAN

ORANG (HUMAN TRAFFICKING) ………... 34

A. Faktor Penyebab Human Trafficking a. Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) ………... 34

b. Lokasi Tujuan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trraficking) ………. 38

c. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trrafficking) ………. 45

B. Modus Operandi Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) ……… 49

1. Modus Menawarkan Pekerjaan ………... 53

2. Modus Penipuan dan Penculikan ………... 54

3. Modus Adopsi ……… 56

C. Dampak dari Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) ………..… 57

1. Dampak Fisik ……….…... 57

2. Dampak Non Fisik ………...…. 58

BAB III PERATURAN-PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) ………... 59

A. Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) dalam Instrumen Internasional ……….…... 59

B. Tndak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) menurut KUHP ………... 69

(9)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

D. Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking)

Menurut Perda Nomor 6 Tahun 2004 ……….. 87

BAB IV PERAN KEPOLISIAN TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) (Studi di Poltabes Medan) …….. 99

A. Peran dan Tanggung Jawab Polisi dalam menangani Kasus tindak pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) di Wilayah Hukum Kota Medan ……… 99

B. Faktor-faktor penghambat dan pendukung yang dihadapi Kepolisian dalam menangani tindak pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) di Wilayah Kota Medan ……… 104

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………. 107

A. Kesimpulan ……… 107

B. Saran ……….. 109

DAFTAR PUSTAKA

(10)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

ABSTRAKSI

- Alexander K. D. Silaen * - Nurmalawaty, SH, M.Hum **

- Rafiqoh Lubis, SH, M.Hum **

Kasus perdagangan orang merupakan kasus kejahatan yang sangat sulit untuk ditekan dan dicegah perluasannya, dikarenakan kasus ini telah mencakup daerah Nasional bahkan internasional. Peran aparat penegak hukum melalui pihak Kepolisian sangat diharapkan di dalam mengkaji dan memberantas tindak pidana perdagangan orang ini, dan untuk itu pihak Kepolisian sangat membutuhkan dukungan dan bantuan dari segala pihak. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini meliputi karakteristik dan modus operandi tindak pidana perdagangan orang, peraturan-peraturan yang berkaitan dengan tindak pidana perdagangan orang, dan peran Kepolisian terhadap penanggulangan tindak pidana perdagangan orang.

Jenis Penelitian yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian empiris, yang dilakukan dengan cara memberikan gambaran terhadap masalah perdagangan orang ini, dengan menitikberatkan kepada permasalahan mengenai peran dari Kepolisian didalam menanggulangi tindak pidana perdagangan orang. Dimana metode pengumpulan data yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan yang berasal dari buku-buku, situs internet maupun peraturan perundang-undangan yang terkait dengan judul skripsi ini. Selain itu juga diadakan penelitian lapangan yaitu dengan melakukan pengamatan, dan penelitian yang dianalisis dengan metode kualitatif dan kuantitaif adalah untuk mendapatkan data-data yang relevan dan terpadu.

Secara keseluruhan penulisan skripsi ini menitikberatkan kepada para pelaku (trafficker) perdagangan orang yang meliputi agen, calo atau sindikat yang didasarkan kepada modus menawarkan pekerjaan, penipuan, dan penculikan dan juga adopsi. Peraturan yang terkait dengan tindak pidana perdagangan orang ini sendiri meliputi peraturan nasional dan internasional yang dimulai dari KUHP, Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang tindak pidana perdagangan orang, dan Peraturan daerah (Perda) Propinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 tentang tindak pidana perdagangan perempuan dan anak hingga protocol dan konvensi PBB. Dalam hal untuk mencegah semakin maraknya tindak perdagangan orang ini, peran kepolisian sangat dibutuhkan untuk menindak para pelaku secara tegas dan menjatuhi hukuman yang pantas dan sesuai dengan ketentuan peraturan dan hukum yang berlaku.

(11)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perempuan dan Anak, serta permasalahannya kerap lekat dengan kehidupan kita, baik dalam lingkaran keluarga, lingkungan, pembinaan pendidikan, masyarakat maupun kita terlepas sebagai individu. Apakah individu tersebut berdiri pada pijakan hukum, birokrasi maupun elemen lainnya.

Perlindungan terhadap anak dan perempuan memang menjadi tanggung jawab kita, tanpa harus melemparkan bagian yang lebih besar terhadap salah satu pihak sehingga apapun yang menjadi permasalahan merupakan salah satu bentuk dari masalah kita yang memerlukan perhatian serius.

Diantara berbagai masalah anak dan perempuan yang paling mendesak adalah Perdagangan Manusia (Trafficking in person). Trafficking dalam pengertian sederhana merupakan sebuah bentuk perdagangan modern. Tidak hanya merampas Hak azasi korban, tetapi juga membuat mereka rentan terhadap penganiayaan, siksaan fisik, kerja paksa, penyakit dan trauma psikis, bahkan cacat dan kematian, tapi juga menjatuhkan harga diri dan martabat bangsa.

Trafficking atau perdagangan manusia, terutama perempuan dan anak,

(12)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

kriminalitas transnasional, dan dinyatakan sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat1

Indonesia merupakan Negara yang terbesar dan berada diurutan ke 3 .

2

Dalam ketentuan lain sudah banyak peraturan yang dibuat oleh pemerintah pusat maupun daerah dalam penghapusan perdagangan manusia, sebut saja Keputusan Presiden nomor 88 Tahun 2002 tentang, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang perlindungan anak, untuk daerah Sumatera Utara saja sudah ada Peraturan Daerah nomor 6 Tahun 2004, Rencana Aksi Propinsi Sumut nomor 24 Tahun 2005, namun berbagai peraturan tersebut dirasa juga belum maksimal tanpa , yaitu negara yang diasumsikan tidak serius menangani masalah Traficking, tidak memiliki perangkat perundang-undangan yang dapat mencegah, melindungi dan menolong korban, serta tidak memiliki perundang-undangan untuk melakukan penghukuman pelaku perdagangan manusia. KUHP hanya memiliki satu pasal saja yaitu Pasal 297 yang mengatur secara eksplisit tentang perdagangan perempuan dan anak, namun ancaman pidananya masih terlalu ringan, apalagi perdagangan anak juga belum diantisipasi oleh Undang-undang nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, yang dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum kepada anak. Jelas hal ini sangat memalukan, dan harus segera ada langkah-langkah konkret dari pemerintah untuk memiliki perangkat pencegahan, perlindungan dan pertolongan korban serta penghukuman yang diperlukan untuk memberantas perdagangan manusia.

1

tanggal 7 maret 2008

2

(13)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

ada implementasi yang jelas dan sosialisasi yang konkret bagi para pelaksana Advokasi Traficking.

Dalam era kemerdekaan terlebih di era reformasi yang sangat menghargai Hak Asasi Manusia, masalah perbudakan atau penghambaan tidak ditolerir lebih jauh keberadaannya. Berdasarkan hukum di Negara kita sendiri menyatakan bahwa perbudakan atau penghambaan merupakan kejahatan terhadap kemerdekaan orang yang diancam dengan pidana penjara lima sampai dengan lima belas tahun (Pasal 324-337 KUHP).

Namun kemajuan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi yang meng-akselerasi terjadinya globalisasi, juga dimanfaatkan oleh hamba kejahatan untuk menyelubungi perbudakan dan penghambaan itu ke dalam bentuknya yang baru yaitu: perdagangan orang (trafficking in person), yang secara tertutup dan bergerak diluar hukum. Pelaku perdagangan orang (trafficker) – yang dengan cepat berkembang menjadi sindikasi lintas batas negara – dengan sangat halus menjerat magsanya, tetapi dengan sangat kejam mengeksploitasinya dengan berbagai cara sehingga korban menjadi tidak berdaya untuk membebaskan diri.

(14)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

ke rumah-rumah penduduk) merekrut mereka yang memang mengharapkan pekerjaan.3

Hasil studi International Labour Organization (ILO) menunjukkan bahwa di dunia sekitar 12,3 juta orang terjebak dalam kerja paksa. Dari jumlah itu, sekitar 9,5 juta pekerja paksa berada di Asia sebagai wilayah pekerja paksa yang paling besar. Sisanya, tersebar sebanyak 1,3 juta di Amerika Latin dan Karibia, 660 ribu orang di sub-sahara afrika, 260 ribu orang di Timur-Tengah dan Afrika Utara, 360 ribu di negara-negara industri, dan 210 orang di negara-negara transisi. Dari kornab kerja paksa itu 40-50 persennya merupakan anak-anak yang berusia dibawah umur 18 tahun.4 Perdagangan manusia semakin marak dikarenakan keuntungan yang diperoleh pelakunya sangatlah besar, bahkan menurut PBB perdagangan manusia ini adalah sebuah perusahaan kriminal terbesar ketiga tingkat dunia. Negara Indonesia sendiri telah lebih dari satu dekade ini menjadi negara terbesar kedua dalam hal perdagangan manusia khususnya perempuan yang di jadikan sebagai PSK ataupun Tenaga Kerja lainnya. Tenaga kerja asal indonesia itu, 90 persennya bekerja sebagai pekerja Rumah Tangga di negara malaysia, Singapura, Hongkong, Taiwan, korea Selatan, dan Timur Tengah.5

3

www.Ifip .org/report/traffickingdata in indonesia table pdf, diakses tanggal 10 maret 2008

Dengan demikian perdagangan tenaga kerja perempuan dan anak sangat mungkin dialami warga negara indonesia.

4

Dalam laporan UNICEF tahun 1998 diperkirakan jumlah anak yang tereksploitasi seksual atau dilacurkan di Indonesia mencapai 40.000 s/d 70.000 anak tersebar di 75.106 tempat diseluruh wilayah Indonesia. Sebuah dokumen, yakni Trafficking in person report yang diterbitkan oleh Deplu AS dan ESCAP juga telah menempatkan Indonesia pada peringkat ketiga atau terendah dalam upaya penanggulangan trafficking perempuan dan anak. Lihat dalam manusia dalam rancangan KUHP.

5

(15)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Didasari berbagai hal yang telah terjadi diatas, disadari bahwa peran dari seluruh pihak mulai dari pemerintah, masyarakat, hingga aparat penegak hukum khususnya Kepolisian yang langsung berhadapan dengan berbagai kasus perdagangan orang ini dilingkungan, diharapkaan dapat mencegah atau setidaknya menggurangi terjadinya kejahatan perdagangan orang yang terjadi di masyarakat. Peran Kepolisian sangat dibutuhkan didalam menanggulangi tindak pidana Trafficking ini secara cepat, sehingga tidak semakin meresahkan masyarakat.

Menyadari juga terhadap hal-hal tersebut diatas dan mengingat peliknya masalah perlindungan terhadap kasus-kasus trafficking serta kompleksnya hal-hal yang harus ditangani didalamnya, maka mendesak untuk dilakukan penelitian terhadap faktor-faktor apa saja yang menjadi pendorong dan penarik terjadinya perdagangan manusia serta pengkajian terhadap peran dari aparat penegak hukum khususnya pihak Kepolisian didalam menerapkan perannya terhadap penanggulangan tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking).

B. Permasalahan

Perdagangan orang atau Trafficking merupakan bentuk pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), permasalahan ini tidak hanya merupakan orang-perorang saja, tetapi juga telah menyentuh sensitifitas nasional bahkan internasional. Maka untuk itu permasalahan-permasalahan ini perlu dirumuskan melalui pertanyaan-pertanyaan untuk dibahas secara konkret dan menyeluruh.

(16)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

1. Bagaimanakah Karekteristik dilihat dari faktor, Modus Operandi dan dampak tindak pidana perdagangan orang (Human Trafficking) ?

2. Peraturan-peraturan apakah yang berkaitan dengan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) ?

3. Bagaimanakah peran Kepolisian terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) ?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

C.1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui Karekteristik dan Modus Operandi dari kejahatan perdagangan Orang (Human trafficking)

2. Untuk mengetahui Peraturan-peraturan apa saja yang berkaitan dengan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking)

3. Untuk mengetahui peran Kepolisian di wilayah hukum Kota Medan terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human trafficking)

C.2. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan konsep ilmiah yang diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan hukum di indonesia.

(17)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

a. Sebagai pedoman dan masukan bagi Pemerintah, Peradilan dan Praktisi hukum dalam menentukan kebijakan dan langkah-langkah untuk memutus dan menyelesaikan perkara-perkara yang sedang dihadapi

b. Sebagai informasi bagi masyarakat terhadap pelarangan tindakan Kejahatan Perdagangan Orang atau Trafficking

D. Keaslian Penulisan

Penulisan ini tentang “Peran Kepolisian terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi di Poltabes Medan)”. Berdasarkan penelusuran kepustakaan dan studi literature sepanjang yang diketahui belum dilakukan penulisan yang membahas tentang permasalahan perdagangan orang atau Human Trafficking yang dimaksudkan penulis dalam penulisan ini, walaupun sepanjang yang kita ketahui ada judul yang juga berbicara tentang Human trafficking, namun judul dan objek pembahasan serta permasalahan yang

dibicarakan tidaklah sama, dan apabila dikemudian hari ada judul skripsi yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Kejahatan dan Tindak Pidana

a. Pengertian Kejahatan

(18)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

bersumber dari alam nilai, maka ia memiliki pengertian yang sangat relatif, yaitu tergantung pada manusia yang memberikan penilaian itu. Jadi apa yang disebut kejahatan oleh seseorang belum tentu diakui oleh pihak lain sebagai suatu kejahatan pula6

R. Soesilo membedakan pengertian kejahatan secara juridis dan pengertian kejahatan secara sosiologis. Ditinjau dari segi juridis, pengertian kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang. Ditinjau dari segi sosiologis, maka yang dimaksud dengan kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban

. Kalaupun misalnya semua golongan dapat menerima sesuatu itu merupakan kejahatan tapi berat ringannya perbuatan itu masih menimbulkan perbedaan pendapat. Tentang definisi dari kejahatan itu sendiri tidak terdapat kesatuan pendapat diantara para sarjana.

7

J.M. Bemmelem memandang kejahatan sebagai suatu tindakan anti sosial yang menimbulkan kerugian, ketidakpatutan dalam masyarakat, sehingga dalam masyarakat terdapat kegelisahan, dan untuk menentramkan masyarakat, negara harus menjatuhkan hukuman kepada penjahat

.

8

M.A. Elliot mengatakan bahwa kejahatan adalah suatu problem dalam masyarakat modem atau tingkah laku yang gagal dan melanggar hukum

.

6

(19)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

dapat dijatuhi hukurnan penjara, hukuman mati dan hukuman denda dan seterusnya9

W.A. Bonger mengatakan bahwa kejahatan adalah perbuatan yang sangat anti sosial yang memperoleh tantangan dengan sadar dari negara berupa pemberian penderitaan

.

10

Paul Moedikdo Moeliono kejahatan adalah perbuatan pelanggaran norma hukum yang ditafsirkan atau patut ditafsirkan masyarakat sebagai perbuatan yang merugikan, menjengkelkan sehingga tidak boleh dibiarkan (negara bertindak)

.

11

J.E. Sahetapy dan B. Marjono Reksodiputro menyatakan bahwa, kejahatan mengandung konotasi tertentu, merupakan suatu pengertian dan penamaan yang relatif, mengandung variabilitas dan dinamik serta bertalian dengan perbuatan atau tingkah laku (baik aktif maupun pasif), yang dinilai oleh sebagian mayoritas atau minoritas masyarakat sebagai suatu perbuatan anti sosial, suatu perkosaan terhadap skala nilai sosial dan atau perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan ruang dan waktu

.

12

Edwin: H. Sutherland menyebutkan tujuh unsur kejahatan yang saling bergantungan dan saling mempengaruhi. Suatu perbuatan tidak akan disebut kejahatan kecuali apabila memuat semua tujuh unsur tersebut

.

J.E Sahetapy dan B. Marjono Reksodiputro, Paradoks dalam Kriminogi, Buku Obor, jakarta 1995, hal 14

13

Edwin H. Sutherland, Principles of Criminology, Nova, 1989, hal 189

(20)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

1. Harus terdapat akibat-akibat tertentu yang nyata atau kerugian.

2. Kerugian tersebut harus dilarang oleh undang-undang, harus dikemukakan dengan jelas dalam hukum pidana

3. Harus ada perbuatan atau sikap membiarkan sesuatu perbuatan yang disengaja atau sembrono yang menimbulkan akibat-akibat yang merugikan

4. Harus ada maksud jahat (mens rea)

5. Harus ada hubungan kesatuan atau kesesuaian persamaan suatu hubungan kejadian diantara maksud jahat dengan perbuatan

6. Harus ada hubungan sebab akibat diantara kerugian yang dilarang undang-undang dengan perbuatan yang disengaja atas keinginan sendiri. 7. Harus ada hukuman yang ditetapkan oleh undang-undang.

Selanjutnya dapat diuraikan tentang pengertian kejahatan menurut penggunaannya masing-masing14

a. Pengertian secara praktis : Kita mengenal adanya beberapa jenis norma dalam masyarakat antara lain norma agama, kebiasaan, kesusilaan dan norma yang berasal dari adat istiadat. Pelanggaran atas norma tersebut dapat menyebabkan timbulnya suatu reaksi, baik berupa hukuman, cemoohan atau pengucilan. Norma itu merupakan suatu garis untuk membedakan perbuatan terpuji atau perbuatan yang wajar pada suatu pihak, sedang pada pihak lain adalah suatu perbuatan tercela. Perbuatan

:

14

(21)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

yang wajar pada sisi garis disebut dengan kebaikan dan kebalikannya yang di seberang garis disebut dengan kejahatan.

b. Pengertian secara religius : mengidentikkan arti kejahatan dengan dosa. Setiap dosa diancam dengan hukman api neraka terhadap jiwa yang berdosa.

(22)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

bertentangan dengan hati nurani manusia, sehingga dianggap sebagai suatu kejahatan.

b. Pengertian Tindak Pidana

Sekalipun Hukum Pidana memberikan perhatian utama pada tingkah laku atau perbuatan manusia, khususnya karena perbuatan manusia merupakan penyebab utama terjadinya pelanggaran atas tertib hukum, pembuat undang-undang Belanda berbeda dengan pembuat undang-undang di Jerman, yaitu mereka tidak memilih istilah “perbuatan” “tindak” (handeling) melainkan “fakta” (feit – Tindak Pidana). Alasan pilihan ini dapat kita baca dalam notulasi komisi – De Wal. Dalam catatran-catatan komisi tersebut, pengertian Feit mencakup omne quod fit, jadi keseluruhan kejadian (perbuatan), termasuk kelalaian serta situasi dan kondisi lainnya yang relevan.15

Untuk dapat menghukum seseorang sekaligus memenuhi tuntutan keadilan dan kemanusiaan, harus ada suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan yang dapat dipersalahkan kepada pelakunya. Tambahan pada syarat-syarat ini adalah bahwa pelaku yang bersangkutan harus merupakan seseorang yang dapat dimintai pertanggungjawaban (toerekeningsvatbaar) atau schuldfahig.16

15

Jan Remmelink, 2003, Hukum Pidana, Gramedia, Jakarta, hal 85

16

Ibid

(23)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

mengembangkan penjelasan yang ada. Untuk itu, tindak pidana sebaiknya dimengerti sebagai perilaku manusia (gedragingen: yang mencakup dalam hal ini berbuat maupun tidak berbuat) yang diperbuat dalam situasi dan kondisi yang dirumuskan didalamnya – perilaku mana dilarang oleh undang-undang dan diancam dengan sanksi pidana. Beranjak dari sini kita dapat mengabstraksikan syarat-syarat umum, yaitu sifat melawan hukum (wederrechtelijkheid), kesalahan (schuld) dan kemampuan bertanggung jawab menurut hukum pidana (toerekeningsvatbaarheid).

(24)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

ukuran dapat dipidananya suatu perbuatan hanya berdasarkan undang-uindang, melainkan menghendaki agar hal itu dinilai berdasarkan hukum, sekalipun ada beda pendapat tentang apa yang dimaksuskan dengan hukum. Namun dalam hal ini pun pada prinsipnya berlaku persyaratan bahwa agar suatu perbuatan dapat dipidana, unsur melawan hukum harus terkandung didalamnya.

2. Kebijakan Penaggulangan Kejahatan

Kebijakan penanggulangan kejahatan atau yang biasa disebut dengan istilah ‘politik kriminal' dapat meliputi ruang lingkup yang cukup luas. Menurut G.

Peter Hoefnagels upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan:17

a. penerapan hukum pidana (criminal law application) b. pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment)

c. mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat mass media (influencing views of society on crime and punishment/mass media)

Dengan demikian upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu lewat jalur 'penal' (hukum pidana) dan lewat jalur 'non penal' (bukan/diluar hukum pidana).

Dalam pembagian GP. Hoefnagels tersebut diatas upaya-upaya yang disebut dalam (b) dan (c) dapat dimasukkan dalam kelompok upaya non penal.

17

(25)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Secara kasar dapatlah dibedakan, bahwa upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat represif sesudah kejahatan terjadi, sedangkan jalur non penal lebih menitikberatkan pada sifat preventif sebelum kejahatan terjadi. Dikatakan sebagai perbedaan secara kasar, karena tindakan represif pada hakikatnya juga dapat dilihat sebagai tindakan preventif dalam arti luas. Mengingat upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur non penal lebih bersifat akan pencegahan untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-faktor kondusif itu antara lain berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuh-suburkan kejahatan. Beberapa aspek sosial yang diidentifikasikan sebagai faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan (khususnya dalam masalah "urban crime")18

a. Kemiskinan, pengangguran, kebutahurufan (kebodohan), ketiadaan/ kekurangan perumahan yang layak dan sistem pendidikan serta latihan yanag tidak cocok/serasi;

, antara lain:

b. Meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai prospek (harapan) karena proses integrasi sosial, juga karena memburuknya ketimpangan-ketimpangan sosial;

c. Mengendurnya ikatan sosial dan keluarga;

d. Keadaan-keadaan/ kondisi yang menyulitkan bagi orang-orang yang beremigrasi ke kota-kota atau ke negara-negara lain;

18

(26)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

e. Rusaknya atau hancurnya identitas budaya asli, yang bersamaan dengan adanya rasisme dan diskriminasi menyebabkan kerugian/ kelemahan dibidang sosial, kesejahteraan clan lingkungan pekerjaan;

f. Menurun atau mundurnya (kualitas) lingkungan perkotaan yang mendorong peningkatan kejahatan dan berkurangnya pelayanan bagi tempat-tempat fasilitas lingkungan/bertetangga;

g. Kesulitan-kesulitan bagi orang-orang dalam masyarakat modern untuk berintegrasi sebagaimana mestinya didalam lingkungan masyarakatnya, keluarganya, tempat kerjanya atau lingkungan sekolahnya;

h. Penyalahgunaan alkohol, obat bius dan lain-lain yang pemakaiannya juga diperlukan karena faktor-faktor yang disebut diatas;

i. Meluasnya aktivitas kejahatan terorganisasi, khususnya perdagangan obat bius dan penadahan barang-barang curian;

j. Dorongan-dorongan (khususnya oleh mass media) mengenai ide-ide dan sikap-sikap yang mengarah pada tindakan kekerasan, ketidaksamaan (hak) atau sikap-sikap tidak toleransi.

(27)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

atau perencanaan pembangunan nasional yang meliputi berbagai aspek yang cukup luas dari pembangunan.

Penanganan atau kebijakan berbagai aspek pembangunan ini sangat penting karena disinyalir dalam berbagai kongres PBB, bahwa pembangunan itu sendiri dapat bersifat kriminogen apabila pembangunan itu :

a. Tidak direncanakan secara rasional, atau direncanakan secara timpang, tidak memadai/tidak seimbang;

b. Mengabaikan nilai-nilai kultural dan moral;

c. Tidak mencakup strategi perlindungan masyarakat yang menyeluruh/ integrasi. Salah satu aspek kebijakan sosial yang kiranya patut mendapat perhatian ialah penggarapan masalah kesehatan jiwa (social hygiene), baik secara individual sebagai anggota masyarakat maupun kesehatan/kesejahteraan keluarga (termasuk masalah kesejahteraan anak dan remaja) serta masyarakat luas pada umumnya. Soedarto pernah juga mengemukakan bahwa kegiatan Karang Taruna dan kegiatan Pramuka dan penggarapan kesehatan jiwa masyarakat dengan pendidikan agama merupakan upaya-upaya non-penal dalam mencegah dan menanggulangi kejahatan19

19

Sudarto, 1986, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung, penerbit Alumni, hal 27

(28)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

(29)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

senjata api gelap, operasi penembakan pelaku kejahatan (residivis) dan lain-lain. Kegiatan ini mempunyai tujuan ganda yakni pertama sebagai upaya jangka pendek untuk dalam waktu singkat menekan peningkatan angka kejahatan dan kedua menciptakan pemenuhan kebutuhan warga masyarakat atas rasa aman. Kegiatan itu seringkali juga memperlihatkan tanggapan kelembagaan apart keamanan atas kecemasan bahkan rasa takut atas kejahatan (fear of crime) yang diyakini dalam proses pengendalian sosial.

Keberhasilan dan efektivitas langkah-langkah operasional polisi jelas hanya dapat dicapai dengan dukungan kedua aspek lain yaitu lingkungan tempat polisi bekerja dan faktor intern polisi. Dalam hubungan itu, maka hubungan polisi dengan masyarakat harus senantiasa diperhitungkan kedalam rencana-rencana operasi dan dikonkritkan dalarn bentuk tim kerja ini memerlukan syarat telah berjalannya pengembangan gagasan mengenai tanggung jawab bersama atas bekerjanya tata peradilan pidana dan telah terciptanya pengertian bersama dengan masyarakat. Faktor intern polisi yang menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas serta efektivitasnya, yakni perbandingan rasional antara sumber daya yang dicapai.

(30)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

masyarakat dan pelaksanannya tidak dapat dipisahkan dari strategi perencanaan sosial yang lebih luas. Perlu juga kiranya penyuluhan hukum bagi masyarakat yang bertujuan untuk sedikit demi sedikit mengurangi proses stigmatisasi atau proses pemberian cap terhadap pelanggar hukum dan bekas narapidana.

Kejahatan adalah suatu persoalan yang selalu melekat dimana masyarakat itu ada. Kejahatan selalu akan ada seperti penyakit dan kematian yang selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke tahun. Segala daya upaya dalam menghadapi kejahatan hanya dapat menekan atau mengurangi meningkatnya jumlah kejahatan dan memperbaiki penjahat agar dapat kembali sebagai warga masyarakat yang baik. Masalah pencegahan dan penanggulangan kejahatan, tidaklah sekedar mengatasi kejahatan yang sedang terjadi dalam lingkungan masyarakat, tapi harus diperhatikan pula, atau harus dimulai dari kondisi yang menguntungkan bagi kehidupan manusia. Perlu digali, dikembangkan dan dimanfaatkan seluruh potensidukungan dan partisipasi masyarakat dalam upaya untuk menanggulangi kejahatan. Hal itu menjadi tugas dari setiap kita, karena kita adaIah bagian dari masyarakat.

3. Pengertian Polisi

(31)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

waktu itu pengertian Polisi adalah menyangkut segala urusan Pemerintah atau dengan kata lain arti polisi adalah urusan pemerintahaan.20

Di indonesia dapat diketahui pengertian polisi terdapat dalam undang-undang Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 yang terdapat dalam pasal 1 ayat (1) yang menyebutkan bahwa :21

Tugas polisi menurut Van Vollenhoven dalam bukunya Staatsrecht Overzee, halaman 270 yang dirumuskan oleh R. Wahjudi dan B. Wiriodihardjo sebagai berikut :

Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.

22

a. Mengawasi secara pasif terhadap pelaksanaan kewajiban publik warga negara.

b. Menyidik secara aktif terhadap tidak dilaksanakannya kewajiban publik para warga negara.

c. Memaksa warga negara dengan bantuan Peradilan agar kewajiban-kewajiban publiknya dilaksanakan.

d. Melakukan paksaan wajar kepada warga negara agar melaksanakan kewajiban-kewajiban publiknya tanpa bantuan peradilan.

e. Mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang telah dilakukan atau tidak dilakukannya.

20

Momo Kelana, Hukum Kepolisian, PTIk, Jakarta; 1972, hal 13.

21

Undang-undang Kepolisian Negara Reublik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002

22

(32)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Menurut C.H. Neiwhius untuk melaksanakan tugas-tugas pokok polisi itu memiliki 2 (dua) fungsi utama yaitu :23

a. Fungsi Preventif untuk pencegahan yang berarti bahwa polisi itu berkewajiban melindungi warga negara beserta lembaga-lembaganya, ketertiban, dan ketaatan umum, orang-orang dan harta bendanya, dengan jalan mencegah dilakukannya perbuata-perbuatan yang dapat dihukum dan perbuata-perbuatan lainnya yang pada hakikatnya dapat mengancam dan membahayakan ketertiban dan ketentraman umum.

b. Fungsi Represif atau pengendalian yang berarti bahwa polisi berkewajiban menyidik perkara-perkara tindak pidana, menangkap pelakunya dan menyerahkan kepada penyidikan untuk penghukuman.

Menurut undang-undang Pokok Kepolisian Negara Nomor 2 Tahun 2002 tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah :

a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat b. Menegakkan hukum

c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.24

4. Pengertian Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking)

Perdagangan Orang (Human Trafficking)

Belum ada rumusan yang memadai tentang Human Trafficking atau kejahatan Human trafficking, penggunaan yang paling mungkin untuk

23

Ibid, hal 19

24

(33)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

menujukkan bahwa tindak pidana perdagangan manusia tersebut adalah sebuah kejahatan tersebut tersebar dalam berbagai undang-undang. Misalnya KUHP, Undang-undang Perlindungan anak, Undang-undang Buruh Migran, dan lain-lain. Karena itu, upaya memasukkan jenis kejahatan ini ke dalam perundang-undangan di indonesia adalah langkah yang positif.25

Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang atau Human Trafficking dikenal juga Human Trafficking Victims Protection ACT – TVPA yang

Dengan diundangkannya Undang-undang nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang rumusan tentang kejahatan trafficking atau perdagangan orang (Human Trafficking) yang terdapat dalam Undang-undang ini menjadi rujukan utama. Pasal 1 angka 1 menyebutkan:

“Human Trafficking atau Tindak Pidana Perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi”.

Sebelum lahirnya UU ini Pengertian Human trafficking atau Tindak Pidana Perdagangan Orang yang umumnya paling banyak dipakai adalah pengertian yang diambil dari protokol PBB untuk mencegah, menekan dan menghukum pelaku Trafficking terhadap manusia, khususnya perempuan dan anak (selanjutnya disebut Protokol Trafficking).

25

(34)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

menyebutkan tentang Tindak Pidana Human trafficking berat atau tindak pidana perdagangan orang yang berat, yang meliputi26

a. Perdagangan seks dimana tindakan seks komersial diberlakukan secara paksa dengan cara penipuan atau kebohongan atau dimana seseorang dimintai secara paksa melakukan suatu tindakan sedemikian, belum mencapai usia 18 tahun; atau

:

b. Merekrut, menampung, mengangkut, menyediakan atau mendapatkan seseorang untuk bekerja atau memberikan pelayanan melalui paksaan, penipuan atau kekerasan untuk tujuan penghambaan, penjeratan utang atau perbudakan.

Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 49/166 mendefinisikan istilah “Human trafficking”27

26

//www.google.com/search?q=cache:slnwf2l4mjcJ:indonesiaacts.com/002/%3Fp%3D7+mafia +perdagangan+incar+daerah+miskin&hl=id&ct=clnk&cd=1&gl=id, diakses tanggal 10 mei 2008.

27

Chairul Bariah Mozasa, 2005, Aturan-aturan hukum Trafficking, USU Press, hal 9

:

(35)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Global Alliance Against Traffic in Women (GAATW) mendefinisikan istilah

perdagangan (trafficking):

“Semua usaha atau tindakan yang berkaitan dengan perekrutan, pembelian, penjualan, transfer, pengiriman, atau penerimaan seseorang dengan menggunakan penipuan atau tekanan, termasuk penggunaan ancaman kekerasan atau penyalahgunaan kekuasaan atau lilitan hutang dengan tujuan untuk menempatkan atau menahan orang tersebut, baik dibayar atau tidak, untuk kerja yang tidak diinginkan (domestik seksual atau reproduktif) dalam kerja paksa atau dalam kondisi perbudakan, dalam suatu lingkungan lain dari tempat di mana orang itu tinggal pada waktu penipuan, tekanan atau lilitan hutang pertama kali.

Sesuai dengan definisi tersebut di atas bahwa istilah “Perdagangan orang” (Human trafficking) mengandung unsur-unsur sebagai berikut28

a. Rekrutmen dan /transportasi manusia;

:

b. Diperuntukkan bekerja atau jasa / melayani c. Untuk keuntungan pihak yang memperdagangkan

Pengertian Human trafficking dari Protokol PBB pada Desember Tahun 2000 yaitu untuk mencegah, menekan, dan menghukum pelaku terhadap manusia, khusunya perempuan dan anak (Protocol to prevent, suppress, and punish trafficking in persons especially women and children, supplementing the

United Nations Convention against transnational organized crime, December

2000). Pemerintah indonesia telah menandatangani protokol ini.

Kegiatan mencari, mengirim, memindahkan, menampung, atau menerima tenaga kerja dengan ancaman, kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lainnya, dengan cara menipu, memperdaya (termasuk membujuk dan mengiming-iming) korban menyalahgunakan kekuasaan/wewenang atau

28

(36)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

memanfaatkan ketidaktahuan, keingintahuan, kepolosan, ketidakberdayaan, dan tidak adanya perlindungan terhadap korban, atau dengan memberikan atau menerima pembayaran atau imbalan untuk mendapatkan izin/persetujuan dari orang tua, wali, atau orang lain yang mempunyai wewenang atas diri korban dengan tujuan untuk mengisap atau memeras tenaga (mengeksploitasi) korban (irwanto dkk.2001:9).

Dari definisi diatas dapat disimpulkan:

a. Pengertian Human Trafficking mencakup kegiatan pengiriman tenaga kerja, yaitu kegiatan memindahkan atau mengeluarkan seseorang dari lingkungan tempat tinggalnya atau (sanak) keluarga. Tetapi pengiriman tenaga kerja yang dimaksud disini tidak harus atau tidak selalu berarti pengiriman ke luar negeri.

b. Meskipun Human Trafficking dilakukan atas izin tenaga kerja yang bersangkutan, izin tersebut sama sekalli tidak menjadi relevan (tidak dapat digunakan sebagai alasan untuk membenarkan trafficking tersebut) apabila terjadi penyalahgunaan atau apabila korban berada dalam posisi tidak berdaya (misalnya karena terjerat hutang), terdesak oleh kebutuhan ekonomi (misalnya membiayai orang tua yang sakit), dubuat percaya bahwa dirinya tidak mempunyai pilihan pekerjaan lain, ditipu, atau diperdaya.

(37)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

kemolekan tubuh, serta daya tarik seks yang dimiliki tenaga kerja yang bersangkutan dalam transaksi seks).

Pengertian sindikat perdagangan manusia (Human trafficking) menurut Rebecca Surtees dan Martha Wijaya adalah “sindikat Kriminal”, yaitu merupakan perkumpulan dari sejumlah orang yang terbentuk untuk melakukan aktivitas kriminal.

Dari pengertian di atas, sindikat kriminal itu perbuatannya harus dilakukan lebih dari satu orang dan telah melakukan perbuatan tindak pidana dalam pelaksanannya. Dalam aktivitas sindikat perdagangan perempuan dan anak ini kegiatannya selalu dilakukan secara terorganisir.

Pengertian terorganisir menurut pendapat para sarjana adalah sebagai berikut29

a. Donald cressey: kejahatan terorganisir adalah suatu kejahatan yang mempercayakan penyelengaraannya pada seseorang yang mana dalam mendirikan pembagian kerjanya yang sedikit, di dalamnya terdapat seorang penaksir, pengumpul, dan pemaksa.

:

b. Michael Maltz: Kejahatan terorganisir adalah suatu kejahatan yang dilakukan lebih dari satu orang yang memiliki kesetiaan terhadap perkumpulannya untuk menyelenggarakan kejahatan. Ruang lingkup dari kejahatan ini meliputi kekejaman, pencurian, korupsi monopoli, ekonomi, penipuan, dan menimbulkan korban.

29

(38)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

c. Frank hagan: Kejahatan terorganisir adalah sekumpulan orang yang memulai aktivitas kejahatannya dengan melibatkan diri pada pelanggaran hukum untuk mencari keuntungan secara ilegal dengan kekuatan ilegal serta mengikatkan aktivitasnya pada kegiatan pemerasan dan penyelewengan keuangan.

Trafficking manusia untuk berbagai tujuan telah berlangsung cukup lama, sejak dahulu kala hingga abad 21 ini, dari kerajaan jawa yang membentuk landasan bagi perkembangan perempuan dengan meletakkan mereka sebagai barang dagangan untuk memenuhi nafsu lelaki dengan menunjukkan adanya kekuasaan dan kemakmuran. Kegiatan ini berkembang menjadi lebih terorganisir pada masa penjajahan Belanda dan Jepang. Bahkan kini, di alam kemerdekaan dan dalam era globalisasi, kegiatan tersebut tidak semakin menyurut justru semakin marak.30

Tujuan Tindak Pidana Perdagangan Orang / Human Trafficking

30

Kebijakan Penghapusan Perdagangan Manusia Khususnya Perempuan dan Anak, oleh Deputi Bandung Koordinator Pemberdayaan Perempuan Kementrian Koordinator Bandung Kesejahteraan Indonesia (2002:1).

(39)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian empiris.

Metode penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian ini seringkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in book) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan prilaku manusia yang dianggap pantas.31

2. Jenis Data

Data yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari :

a. Bahan Hukum Primer, yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang, yakni berupa undang-undang, peraturan pemerintah dan sebagainya.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang tindak pidana perdagangan orang seperti seminar hukum, majalah-majalah, karya tulis ilmiah yang terkait dengan tindak pidana perdangangan orang dan beberapa sumber dari situs internet yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini.

31

(40)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

c. Bahan Hukum Tersier

Semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus, ensiklopedia, dan lain-lain

Sedangkan data primer diperoleh dari penelitian lapangan dengan melakukan wawancara.

3. Metode Pengumpulan Data

Dalam Penulisan skripsi ini dipergunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Yaitu dengan melakukan penelitian kepustakaan, yang berasal dari buku-buku, makalah-makalah, situs internet maupun peraturan perundang-undangan yang terkait dengan judul skripsi ini.

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Yaitu dengan melakukan penelitian langsung ke lapangan. Dalam hal ini penulis langsung mengadakan penelitian ke Poltabes Medan dengan teknik wawancara dengan Panit Lindung Poltabes Medan Ipda Sah Udur S.

4. Analisis Data

(41)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

G. Sistematika Penulisan

Penulisan ini akan dibagi menjadi 5 (lima) bab, yaitu : 1. BAB I PENDAHULUAN

Dalam pendahuluan ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah, permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian serta sistematika penulisan.

2. BAB II KARAKTERISTIK TINDAK PIDANA PERDAGANGAN

ORANG (HUMAN TRAFFICKING)

Dalam bab karakteristik Tindak Pidana Perdagangan Orang atau Human Trafficking ini akan dibahas mengenai faktor-faktor penyebab Human

Trafficking, Modus Operandi dan Tindak Pidana Human Trafficking dan

juga dampak dari Human Trafficking

3. BAB III PERATURAN-PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN

TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN

TRAFFICKING)

(42)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

4. BAB IV PERAN KEPOLISIAN TERHADAP PENANGGULANGAN

TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN

TRAFFICKING)

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai hasil wawancara terhadap pihak kepolisian mengenai peran dan tanggung jawab yang dihadapi polisi sebagai penyidik dalam menangani dan menanggulangi kasus Tindak Pidana Perdagangan orang atau Human Trafficking diwilayah hukum kota madya medan dan faktor-faktor penghambat yang dihadapi Kepolisian dalam menangani tindak pidana perdagangan orang atau human trafficking tersebut. 5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(43)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

BAB II

KARAKTERISTIK TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN

TRAFFICKING)

A. Faktor Penyebab Human Trafficking

1. Pelaku Trafficking (Trafficker)

Perdagangan orang melibatkan laki-laki, perempuan dan anak-anak bahkan bayi sebagai “korban”, sementara agen, calo, atau sindikat bertindak sebagai yang “memperdagangkan (trafficker)”. Para germo, majikan atau pengelola tempat hiburan adalah “pengguna” yang mengeksploitasi korban untuk keuntungan mereka yang seringkali dilakukan dengan sangat halus sehingga korban tidak menyadarinya. Termasuk dalam kategori pengguna adalah lelaki hidung belang atau pedofil yang mengencani perempuan dan anak yang dipaksa menjadi pelacur, atau penerima donor organ yang berasal dari korban perdagangan orang. Pelaku perdagangan orang (trafficker) tidak saja melibatkan organisasi kejahatan lintas batas tetapi juga melibatkan lembaga, perseorangan dan bahkan tokoh masyarakat yang seringkali tidak menyadari keterlibatannya dalam kegiatan perdagangan orang32

Perusahaan perekrut tenaga kerja dengan jaringan agen/calo-calonya di daerah adalah trafficker manakala mereka memfasilitasi pemalsuan KTP dan paspor serta secara ilegal menyekap calon pekerja migran di penampungan, dan menempatkan

32

(44)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

mereka dalam pekerjaan yang berbeda atau secara paksa memasukkannya ke industri seks. Agen atau calo-calo bisa orang luar tetapi bisa juga seorang tetangga, teman, atau bahkan kepala desa, yang dianggap trafficker manakala dalam perekrutan mereka menggunakan kebohongan, penipuan, atau pemalsuan dokumen. Aparat pemerintah adalah trafficker manakala terlibat dalam pemalsuan dokumen, membiarkan terjadinya pelanggaran dan memfasilitasi penyeberangan melintasi perbatasan secara ilegal.

Majikan adalah trafficker manakala menempatkan pekerjanya dalam kondisi eksploitatif seperti: tidak membayar gaji, menyekap pekerja, melakukan kekerasan fisik atau seksual, memaksa untuk terus bekerja, atau menjerat pekerja dalam lilitan utang. Pemilik atau pengelola rumah bordil, berdasar Pasal 289, 296, dan 506 KUHP, dapat dianggap melanggar hukum terlebih jika mereka memaksa perempuan bekerja di luar kemauannya, menjeratnya dalam libatan utang, menyekap dan membatasi kebebasannya bergerak, tidak membayar gajinya, atau merekrut dan mempekerjakan anak (di bawah 18 tahun). Calo pernikahan adalah trafficker manakala pernikahan yang diaturnya telah mengakibatkan pihak isteri terjerumus dalam kondisi serupa perbudakan dan eksploitatif walaupun mungkin calo yang bersangkutan tidak menyadari sifat eksploitatif pernikahan yang akan dilangsungkan.

(45)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

jika orang tua menawarkan layanan dari anak mereka guna melunasi utangnya dan menjerat anaknya dalam lipatan utang. Suami adalah trafficker manakala ia menikahi perempuan tetapi kemudian mengirim isterinya ke tempat lain untuk mengeksploitirnya demi keuntungan ekonomi, menempatkannya dalam status budak, atau memaksanya melakukan prostitusi.

Pelaku yang Canggih dan Terorganisasi

Pelaku dalam kejahatan perdagangan manusia telah dibahas dalam berbagai penelitian. Dari banyak penelitian yang pernah dilakukan maka sebagian besar mensinyalir bahwa para pelaku tersebut merupakan sindikat perdagangan manusia yang wilayahnya mencakup berbagai belahan dunia dan bersifat Internasional. Mengacu pada kejahatan-kejahatan Human Trafficking yang sudah banyak terjadi, maka didalamnya dapat disimpulkan ada tiga pihak yang berperan yaitu korban, pihak yang mengambil keuntungan dari perdagangan manusia (the person who achieve the concent of person having control overanother person) serta orang yang

dibayar atau memperoleh keuntungan (person who has been giving or recieving of payment or benefits) dari perdagangan manusia itu. Sepintas keterangan-keterangan

dari para pelaku yang diperoleh dari berabgai kasus kejahatan trafficking yang pernah terjadi di dapat33

3. WNA

: 1. Orang tua atau Kerabat 2. Makelar

33

(46)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

4. Sindikat yang terorganisir 5. Perusahaan angkutan laut 6. Aparat kepolisian

7. Agen tenaga kerja 8. Penduduk Setempat 9. Bidan

10. Pemilik perumahan Real Estate

11. Pemilik tempat penampungan agen tenaga kerja 12. Keterlibatan tokoh masyarakat/instansi pemerintah

Mengacu pada terminologi yang ada dalam hukum pidana, para pihak tersebut di atas dapat digolongkan dalam bentuk penyertaan sebagaimana diatur dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Pasal 55 melingkupi pelaku, pembujuk atau orang yang menyuruh dengan tekanan atau paksaan. Kriteria ini bila mengacu pada syarat di atas dapat digolongkan dalam pihak yang mengambil keuntungan dari perdagangan manusia (the person who achieve the concent of person having control over another person) serta orang yang dibayar atau memperoleh keuntungan (person who has

been giving or recieving of payment or benefits . Dalam kasus , peran ini dilakukan

oleh Orangtua, Makelar, Sindikat dan Bidan. Khusus bagi pelaku orangtua, studi kecil yang dilakukan di sebuah desa di Jawa Barat menunjukan bahwa orangtua yang terlibat dalam memperdagangkan anak mereka sendiri biasanya mendapat dukungan dari mekanisme pasar yang melibatkan peran para tokoh masyarakat baik formal maupun informal.

(47)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

(48)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

sehingga sulit untuk kembali. Bila muncul keinginan korban untuk kembali pulang, mereka ditakut-takuti atau diancam.

Di tempat tujuan, mereka tinggal di rumah penampungan untuk beberapa minggu menunggu penempatan kerja yang dijanjikan. Tetapi kemudian mereka dibawa ke bar, pub, salon kecantikan, rumah bordil dan rumah hiburan lain, dan mulai dilibatkan dalam kegiatan prostitusi. Mereka diminta menandatangani kontrak yang tidak mereka mengerti isinya. Jika menolak, korban diminta membayar kembali biaya perjalanan dan “tebusan” dari agen atau calo yang membawanya. Jumlah yang biasanya membengkak itu menjadi hutang yang harus ditanggung oleh korban. Di dunia internasional, Indonesia dikenal sebagai daerah sumber dalam perdagangan orang. Berdasarkan berbagai studi, ditengarai bahwa ada beberapa propinsi di Indonesia yang utamanya merupakan daerah sumber namun ada beberapa kabupaten/kota di propinsi itu yang juga diketahui sebagai daerah penerima atau yang berfungsi sebagai daerah transit34

34

Rachmad Syafaat, dkk. Dagang Manusia, Lappera, Yogyakarta, 2003, hal 72

;

Berdasarkan kasus-kasus yang ditemui, tujuan perdagangan manusia di Indonesia adalah daerah-daerah didalam dan luar negeri. Meski secara umum daerah primadona tujuan perdagangan untuk dalam negeri meliputi kota-kota besar dan kota-kota atau pulau tujuan wisata. Sementara di luar negeri kasus yang menonjol didapati di Malaysia dan Timur Tengah. Meski demikian kasus-kasus di beberapa negara lain seperti Hongkong dan Jepang juga ditemui.

(49)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Riau, Batam, Belawan, Tanjung Balaikarimun, Dumai, Palembang, Solo,Bandar Baru, Sibolangit, Deli Serdang, Tanjung Baru, Surabaya, Jogjakarta, Denpasar

Tujuan Luar Negeri meliputi :

Malaysia (Kuala Lumpur dan Serawak), Perbatasan Brunai Darussalam, Hongkong,Taiwan, Jepang dan Australia

Pekerja Domestik dan Pekerja Seksual

Dari kasus-kasus yang diperoleh, perdagangan manusia sebagian besar bertujuan menjadikan korbannya sebagai pekerja domestik (pembantu rumah tangga) dan pekerja seksual. Sejak sekitar tahun 1980-an banyak tenaga kerja yang pergi ke luar negeri ataupun ke kota-kota besar untuk menjadi pembantu rumah tangga, untuk mencari kehidupan yang lebih baik.35

Banyak dari mereka (pekerja-pekerja tersebut) tergiur dengan cerita sukses (bagi yang belum mempunyai pengalaman) rekan-rekan mereka yang telah bekerja di luar negeri. Besarnya uang yang dibayangkan akan diperoleh sehingga mampu membantu keluarga di desa membuat mereka rela meninggalkan kampungnya. Bahkan ada para ibu rela meninggalkan anak dan suaminya di kampung. Salah satu kisah sedih yang dialami seorang TKW yaitu ketika pulang ke Indonesia menjumpai suaminya telah menikah dengan wanita lain dengan menggunakan uang yang selama ini dikirimnya dari Singapura bahkan sampai membangun rumah, sedangkan anak mereka ditelantarkan di rumah neneknya. Para perempuan yang akhirnya menjadi

35

(50)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

pekerja domestik pada awalnya diiming-imingi janji, selanjutnya dipekerjakan sebagai pembantu adalah fenomena yang berlangsung sejak lama.

Dalam kasus pengiriman tenaga kerja wanita asal Indonesia, banyak terjadi penipuan dimana awalnya mereka ditawari pekerjaan sebagai buruh pabrik, pelayan restoran dan sebagainya, namun kenyataannya mereka kemudian dijadikan pembantu rumah tangga atau pekerja seksual. Menurut wakil bupati Nunukan Kasmir Foret, hal itu terjadi karena umumnya TKI Indonesia berpendidikan rendah dan tidak memiliki ketrampilan khusus sehingga pekerjaan yang dilakukan biasanya menjadi buruh di perkebunan dan pembantu

rumah tangga.36

Dalam kenyataannya banyak TKW asal Indonesia ditipu dan akhirnya dipaksa menjadi pelacur di Tawau, Malaysia Timur.37 Sebuah penelitian di Sumatera Utara menemukan kasus anak-anak yang mejadi pengungsi dari Aceh yang ada di Medan. Banyak calo yang mencari anak di lokasi pengungsi dengan kedok akan mengadopsi anak padahal mereka menjualnya ke keluarga yang membutuhkan pembantu rumah tangga. Lokasi pengungsian yang kondisinya sangat memprihatinkan dan tidak seriusnya penanganan pihak aparat menyebabkan para orangtua rela menyerahkan anaknya pada orang lain yang tidak dikenal untuk diadopsi.38

36

Media Indonesia, Banyak TKW dari Indonesia dipaksa Jadi WTS di Tawao, 23 oktober 2002

37

Ibid

38

Komnas Perempuan, Peta kekerasan perempuan di Indonesia, hal 142

(51)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

operandi yang digunakan untuk menjerat korban bermacam-macam. Mulai dari penjualan yang dilakukan oleh orangtua atau saudaranya karena alasan ekonomis sebagaimana beberapa kasus yang terjadi di Jawa Timur, penculikan, atau janji-janji yang dilakukan oleh para calo. Para calo ini diantaranya adalah ibu-ibu muda yang banyak beroperasi di pusat-pusat perdagangan, tempat para remaja ini biasa menghabiskan waktunya.

Banyak cerita tragis tentang nasib mereka yang sudah menjadi korban. Anak-anak perempuan yang dieksploitasi, ternyata ada sebagian dari mereka yang kemudian menikmati profesi ini. Hal ini terjadi dalam kasus perdagangan domestik. Namun berbeda dalam hal korban perdagangan manusia di luar Indonesia. Ada yang dijerat hutang yang tak terselesaikan, disekap di hotel-hotel di Tawau dan Serawak dimana mereka harus melayani puluhan pelanggan setiap malamnya. Untuk melarikan diri adalah suatu pekerjaan dengan resiko berat karena disinyalir adanya kerjasama antara pelaku dan aparat.

(52)

Alexander Kristian D. I. Silaen : Peran Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Human Trafficking) (Studi Di Poltabes Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Meskipun belum terdapat suatu definisi pasti mengenai perdagangan manusia dan rumusan resmi berkaitan dengan hal tersebut, bukanlah suatu alasan bagi para aparat penegak hukum untuk membiarkan kasus perdagangan perempuan, karena perbuatan itu merupakan suatu tindak pidana. Sebagai contoh rumusan dalam Pasal 297 KUHP mengatur bahwa tindakan memperdagangkan perempuan dan anak laki-laki diancam dengan pidana selamanya 6 tahun, yang dapat menjadi suatu sarana guna menjerat perbuatan tersebut diatas39

Kasus yang ditemui dan dianggap amat berpotensi sebagai peluang bagi terjadinya korban perdagangan manusia adalah anak-anak yang berstatus yatim piatu

.

Adopsi Ilegal, Pekerja Anak dan Penjualan Organ Tubuh

Perdagangan anak merupakan salah satu isu yang marak dibicarakan dalam hal yang berkaitan dengan perdagangan manusia di Indonesia. Dengan tujuan yang beraneka ragam mulai dari perdagangan bayi dengan tujuan adopsi, diambil organ tubuhnya, dijadikan budak dan lain sebagainya. Anak-anak, baik perempuan maupun laki-laki berpotensi menjadi korban perdagangan manusia. Anak-anak tersebut berusia 3 hingga 20 tahun dan dipekerjakan di ladang-ladang perkebunan sebagai buruh tanpa upah, pembantu rumah tangga dan pekerjaan-pekerjaan lain. Anak-anak ini menjadi primadona

karena mereka lebih mudah diatur daripada orang dewasa dan biaya yang dikeluarkan pun relatif lebih sedikit (misalnya makanan yang tidak sebanyak konsumsi orang dewasa).

39

Referensi

Dokumen terkait

Pengaturan restitusi diatur didalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014

dalam Pasal 26 undang – undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang bahwa persetujuan korban perdagangan orang tidak.. menghilangkan

mengatur mengenai trafficking terkhususnya perdagangan perempuan. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 ini sebagai upaya hukum yang digunakan untuk mencegah

Pengaturan hukum terhadap tindak pidana perdagangan orang dalam Undang-Undang No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Peraturan

Pengaturan hukum terhadap tindak pidana perdagangan orang dalam Undang-Undang No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Peraturan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Pasal 1 angka 13: Restitusi adalah pembayaran ganti

Di Indonesia ketentuan mengenai larangan perdagangan orang untuk tujuan prostitusi pada dasarnya telah diatur dalam KUHP Pasal 324 KUHP dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Dapat di jelaskan sebagai berikut: Pada pasal 5 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dapat dijelaskan setiap orang yang cakap menurut