• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kewajiban Hukum Notaris/PPAT Dalam Penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008

A. Kewajiban Hukum Notaris/PPAT Dalam Penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

Negara dalam menyelenggarakan pemerintahan mempunyai kewajiban untuk menjaga kepentingan rakyatnya, baik dalam bidang kesejahteraan, keamanan, pertahanan maupun kecerdasan kehidupannya.Hal ini sesuai dengan tujuan negara yang dicantumkan di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea keempat yang berbunyi melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan keadilan sosial .

Negara memerlukan dana untuk kepentingan rakyat tersebut. Dana yang akan dikeluarkan ini tentunya didapat dari rakyat sendiri melalui pemungutan yang disebut pajak.

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengatakan bahwa Pajak adalah kontribusi Wajib Pajak kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kontribusi pajak dalam APBN dari dari tahun ke tahun terus meningkat jumlahnya. Kenyataan ini membuktikan bahwa wujud partisipasi masyarakat wajib pajak nampak nyata dalam pembangunan. Wujud partisipai ini harus

dibarengi pula dengan jaminan akan hak-hak wajib pajak sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Perpajakan. Hak dan kewajiban wajib pajak harus seimbang sehingga dapat diwujudkan dalam kenyataan.

Salah satu jenis pajak yang dilaksanakan di Indonesia adalah Pajak Penghasilan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan atau Badan Hukum lainnya. Termasuk dalam Pajak Penghasilan diantaranya adalah PPh Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan. PPh Pasal 21 adalah pajak penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh orang Pribadi Subjek Pajak dalam negeri.115

Pemungutan pajak penghasilan yang dilakukan berdasarkan pasal 21 adalah dengan menggunakan sistem pemotongan (withholding system). Pasal ini memberikan wewenang pada pihak ketiga untuk melakukan pemotongan atas penghasilan seseorang dan menyetorkannya dan melaporkannya pada waktu yang telah ditentukan.

Pihak ketiga yang berwenang melakukan pemotongan tersebut adalah pemberi kerja, bendahara pemerintah, badan yang membayarkan uang pensiun, Badan yang membayarkan honorarium dan penyelenggara kegiatan.116

Pasal 21 ayat (1) huruf a menyebutkan bahwa pemberi kerja adalah pihak yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan

115

Didik Budi Waluyo,Op.Cit, hal 1

116

pegawai. Banyak pihak yang dapat dimasukkan dalam katagori sebagai pemberi kerja. Salah satunya adalah Notaris/PPAT. Notaris/PPAT adalah pejabat umum yang dalam melakukan pekerjaannya dibantu oleh beberapa orang pegawai, baik pegawai tetap maupun tidak tetap.

Berdasarkan Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan, telah disebutkan bahwa pemberi kerja berkewajiban untuk melakukan pemotongan PPh Pasal 21. Oleh karena itu Notaris/PPAT sebagai pemberi kerja juga wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 21 terhadap gaji pegawai tetapnya.

Notaris/PPAT sebagai pemotong berkewajiban untuk menghitung PPh Pasal 21 atas gaji pegawai tetapnya tersebut. Setelah didapatkan hasil perhitungan pajak tersebut, dilakukan pemotongan, pajak yang telah dipotong tersebut, disetorkan dan selanjutnya Notaris/PPAT tersebut harus menyampaikan pelaporan ke Kantor Pelayanan Pajak.

Undang-Undang Pajak Penghasilan memerintahkan setiap pemotong untuk melaporkan PPh pasal 21 yang telah dipungut. Pelaporan tersebut dilakukan melalui penyampaian SPT Masa. Selain itu Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (KUP) juga menyebutkan pelaporan PPh Pasal 21 dapat pula dilakukan melalui jasa pos dan surat elektronik, yang lazim disebut dengan e-SPT.117

Sebahagian besar wajib pajak termasuk pemotong pajak menyampaikan pelaporan melalui penyampaian SPT Masa. Penyampaian laporan melalui SPT Masa itu sendiri telah diatur dalam Pasal 24 ayat (2), PER/31/PJ/2009).118 Untuk menyampaikan pelaporan PPh Pasal 21 melalui penyampaian SPT Masa,

117

Casavera,Op.Cit, hal. 67-68.

118

pemotong harus mengisi formulir 1721. Adapun format yang harus diisi dalam penyampaian SPT Masa yaitu :119

a. Bagian A, mengenai informasi identitas pemotong yakni :

1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pemotong pajak sesuai dengan yang tercantum pada kartu NPWP.

2. Nama wajib pajak, bagian ini diisi dengan nama pemotong pajak sesuai dengan nama pada kartu NPWP.

3. Alamat, bagian ini diisi dengan alamat pemotong pajak yang sekarang ditempati atau terbaru.

4. Nomor telepon.

5. Alamat Email, diisi bila pemotong pajak memiilki email.

b. Bagian B, mengenai objek pajak, yakni mengenai jumlah karyawan, jumlah penghasilan pegawai tetap yang dibayarkan, jumlah PPh pasal 21 yang dipotong.

c. Bagian C, mengenai objek pajak yang bersifat final, berisi tentang jumlah karyawan yang menerima penghasilan, jumlah penghasilan bruto yang dibayarkan, jumlah PPh pasal 21 yang dipotong.

d. Bagian D, berisi lampiran yakni : 1.Surat Setoran Pajak (SSP)

2. Surat Setoran Pajak PPh pasal 21

3. Surat Kuasa Khusus /Surat Keterangan Kematian 4. Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan tidak final 5. Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan final

119

e. Bagian E, berisi tentang pernyataan dan tanda tangan.

Berdasarkan ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyampaian SPT Masa adalah :

1.Setiap Wajib Pajak dan pemotong wajib mengisi, menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap dan jelas.

2.Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak. SPT yang ditanda tangani oleh Kuasa Wajib Pajak harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus. 3.SPT Masa PPh pasal 21 dianggap tidak disampaikan apabila tidak

ditandatangani atau tidak dilampiri keterangan dan/atau dokumen sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 534/KMK.04/2000, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-214/PJ./2001.

Demikian pula halnya dengan Notaris/PPAT. Sebagai pemotong, ia wajib melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 21 untuk setiap Masa Pajak yang dilakukan melalui penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Notaris/PPAT terdaftar paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Kewajiban untuk melaporkan pemotongan PPh Pasal 21 untuk setiap bulan kalender ini tetap berlaku walaupun jumlah pajak yang dipotong pada bulan yang bersangkutan nihil.

B. Akibat Hukum Bagi Notaris/PPAT Yang Tidak Menyampaikan SPT