• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II STATUS BANGUNAN ATAS TANAH HAK GUNA

B. Kewenangan Para Pihak Untuk Dapat Melakukan Peralihan

Pengelolaan Dengan Jual Beli

Berdasarkan Surat Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 630.1-3433 tanggal 17 September 1998 menyatakan bahwa kewenangan untuk melaksanakan sebagian dari hak menguasai dari negara atas tanah yang dilimpahkan kepada pemegang hak pengelolaan adalah kewenangan untuk merencanakan penggunaan tanah yang bersangkutan dan menunjuk badan hukum atau orang yang diberi hak untuk menggunakannya dengan sesuatu hak atas tanah tertentu sesuai UUPA, dan kewenangan tersebut dalam hal ini dimiliki oleh Pemko Medan sebagai pemegang Hak Pengelolaan.

Hal ini menunjukkan bahwa tanpa ditunjuk oleh pemegang Hak Pengelolaan berdasarkan perjanjian antara pemegang Hak Pengelolaan dengan calon pemegang hak atas tanah di atas tanah pengelolaan, maka Hak Guna Bangunan ataupun hak-hak atas tanah lainnya tidak dapat diberikan oleh Pejabat Badan Pertanahan Nasional atau

Kantor Pertanahan setempat yang berwenang memberikan hak atas tanah diatas tanah Hak Pengelolaan tersebut.

Pemko Medan sebagai penyelenggara pemerintahan di daerah memiliki kewenangan dibidang pertanahan sebagai pengendali politik pertanahan lokal dan administrasi pertanahan yang berkaitan dengan kebijakan dalam rangka penataan tata guna tanah untuk kehidupan masyarakat dalam rangka perencanaan sosial maupun ekonomi untuk menghadapi tantangan kedepannya. Kewenangan semacam ini memang pada tempatnya diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota mengingat kebijakan pemerintah pusat tidak mampu menjangkau setiap detail permasalahan tersebut.46

Berdasarkan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, pemerintahan kabupaten/kota mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang berdasarkan kriteria pembagian urusan pemerintahan yang wajib dan urusan pilihan,47dimana urusan wajib tersebut terutama yang berkaitan dengan pelayanan dasar yakni dibidang pertanahan. Hal ini dikarenakan kewenangan dibidang pertanahan merupakan salah satu bidang yang paling penting dan strategis misalnya berupa monitoring dan pembinaan perolehan

tanah serta perencanaan kegiatan penggunaan tanah di wilayah kota setempat.

46Ibnu Subiyanto,“Peluang dan Tantangan Peningkatan Pelayanan Kepada Masyarakat di

Era Desentralisasi”,(Jakarta : Bappenas, 2002), hal. 6 dalam Arie Sukanti Hutagalung,Kewenangan Pemerintah dibidang Pertanahan”, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hal. 169.

47 Arie Sukanti Hutagalung, , Kewenangan Pemerintah dibidang Pertanahan”, (Jakarta:

Walaupun untuk melakukan perbuatan hukum peralihan hak dengan jual beli terhadap tanah yang telah terdaftar (bersertipikat) merupakan kewenangan dari seorang PPAT, namun khusus untuk bangunan di atas tanah hak guna bangunan yang haknya telah berakhir, pejabat yang memiliki kewenangan adalah Notaris, sesuai dengan Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJN. Pada dasarnya Notaris sebagai pejabat umum memiliki tugas dan kewenangan yang pokok yakni untuk membuat akta otentik sebagai alat bukti yang sempurna seperti yang ditegaskan dalam Pasal 1868 Burgerlijk Wetboek (BW) yang berbunyi: “Suatu akta otentik ialah suatu akta yang

dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta ini dibuat.” Dengan demikian akta yang dibuat oleh Notaris sebagai pejabat umum adalah suatu alat bukti yang memiliki kepastian hukum karena dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang untuk itu.

Dari perumusan tersebut, dapat diketahui bahwa ada 2 (dua) jenis akta otentik, yaitu:

1. Akta yang diperbuat oleh (door een) Notaris.

Akta seperti ini biasanya diberi nama “akta relaas” atau “acara”. Akta ini merupakan keterangan atau kesaksian dari Notaris tentang apa yang dilihat, atau apa yang disaksikannya terhadap perbuatan yang dilakukan orang lain. Yang termasuk jenis akta ini antara lain akta berita acara rapat pemegang saham perseroan terbatas, akta berita acara rapat direksi perseroan terbatas, akta pendaftaran atau inventaris harta peninggalan, akta berita acara penarikan undian.

2. Akta yang dibuat dihadapan (ten overstaan van een) Notaris.

Akta ini dinamakan akta pihak-pihak (partij-akte). Isi akta ini ialah catatan Notaris yang bersifat otentik mengenai keterangan-keterangan dari para penghadap yang bertindak sebagai pihak-pihak dalam akta bersangkutan.

Golongan akta ini termasuk akta jual beli, sewa menyewa, perjanjian pinjam pakai, akta persetujuan kredit, dan sebagainya.48

Sebagai pejabat umum yang ditunjuk oleh Pemerintah, Notaris ditugaskan untuk membantu masyarakat umum dalam hal membuat perjanjian-perjanjian yang ada atau timbul dalam masyarakat, yakni mempunyai wewenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diperintahkan oleh peraturan umum atau diminta oleh para pihak yang membuat akta.49 Tujuannya adalah agar supaya akta tersebut dapat digunakan sebagai bukti yang kuat jika suatu saat terjadi perselisihan antara para pihak atau gugatan dari pihak lain dimana akta otentik tersebut merupakan alat bukti tertulis terkuat dan terpenuh yang memberi sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara secara murah dan cepat.

Pada awalnya jabatan Notaris dalam membuat akta berdasarkan suatu aturan atau berpedoman pada Reglement op het Notaris-ambt in Indonesie (Staadsblaad

Nomor 3 Tahun 1860). Namun pada perkembangannya aturan ini diganti dengan UUJN. Notaris selaku pejabat umum mempunyai kewenangan membuat akta otentik, yang merupakan bukti tertulis perbuatan hukum para pihak dalam bidang hukum perdata.50

Sejarah lahirnya notaris diawali dengan lahirnya profesi scribae pada jaman

Romawi kuno (abad kedua dan ketiga sesudah masehi). Scribae adalah seorang

48 M.U. Sembiring,Teknik Pembuatan Akta,(Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara:

Program Pendidikan Spesialis Notaris, 1997), hal.3

49Sudikno Mertokusumo, “Arti Penemuan Hukum Bagi Notaris”,Renvoi Nomor 12, tanggal

3 Mei 2004, hal 49

50 Dodi Radjasa Waluyo, “Kewenangan Notaris Selaku Pejabat Umum”, Media Notariat

terpelajar yang bertugas mencatat nota minuta akan sebuah kegiatan atau keputusan kemudian membuat salinan dokumennya, baik yang sifatnya publik maupun privat.51 Notaris diberi wewenang serta mempunyai kewajiban untuk melayani publik, oleh karena itu notaris ikut melaksanakan kewibawaan dari pemerintah.

Semula dalam Peraturan Jabatan Notaris (PJN) kewenangan Notaris tidak melingkupi hal-hal yang berkaitan dengan pertanahan. Namun pada aturan yang baru yakni UUJN, kewenangan Notaris mengalami perluasan yang diimplementasikan melalui Pasal 15 ayat (2) hufur (f), yakni Notaris juga memiliki kewenangan dalam bidang yang berkaitan dengan pertanahan.

Hal ini wajar jika dilihat dari perkembangan jaman dimana seorang Notaris semakin dituntut untuk semakin berkembang dalam hal mempermudah pelayanan kepada masyarakat sebagai pengguna jasa Notaris khususnya dalam hal pertanahan. Namun pada perkembangannya, kewenangan Notaris yang bertambah dan mengalami perluasan ini tidak berjalan seperti seharusnya. Hal ini karena sebagian pihak menginterpretasikan bermacam-macam dan bahkan sebagian lagi berpendapat bahwa kewenangan ini telah mengenyampingkan kewenangan PPAT sebagai pejabat yang ditunjuk dan memiliki kewenangan yang bersifat khusus dalam pembuatan akta mengenai perbuatan hukum yang berkaitan dengan pertanahan. Hal ini juga membuka kesempatan bagi Notaris untuk dapat membuat perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah.

51 Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, Jatidiri Notaris Indonesia, (Jakarta: Gramedia

Dalam prakteknya, walaupun dalam UUJN terdapat klausula tentang kewenangan Notaris untuk membuat akta-akta yang berhubungan dengan pertanahan, namun yang dapat dibuat oleh dan dihadapan Notaris hanyalah peralihan hak atas tanah yang telah berakhir jangka waktunya dan telah menjadi tanah negara, atau tanah-tanah yang memang hanya merupakan hak sewa atau hak-hak menumpang pada hak atas tanah lainnya.

Akta-akta yang dibuat misalnya berupa akta pengoperan hak, akta pengikatan jual beli, akta pengikatan hibah, akta pelepasan hak atau jual beli rumah dan pengoperan hak. Sedangkan untuk tanah-tanah yang hak nya masih ada (belum habis jangka waktunya – untuk HGB, HGU, Hak Pakai), atau tanah Hak Milik misalnya maka yang digunakan adalah akta PPAT untuk proses jual beli, hibah, inbreng, tukar menukar atau pembebanan hak diatasnya. Notaris dalam membuat aktanya selain harus berpedoman pada UUJN, juga harus memperhatikan ketentuan-ketentuan tentang jabatan PPAT yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah dan PP No.24 tahun 1997.

Seorang notaris dalam menjalankan tugas profesinya harus menyadari batas- batas kewenangannya serta kewajiban yang telah di tentukan oleh Undang-undang. Undang-undang memberi wewenang kepada notaris untuk menciptakan alat pembuktian yang mutlak, yaitu akta otentik. Akta notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang, maksudnya adalah suatu akta yang isinya pada pokoknya dianggap benar.

Hal tersebut sangat penting untuk mereka yang membutuhkan alat pembuktian untuk suatu keperluan, baik untuk pribadi maupun untuk kepentingan suatu usaha. Kehadiran dan perlunya ada serta terciptanya akta otentik jika dilihat dari asas manfaatnya adalah karena kebutuhan masyrakat akan pentingnya alat bukti tertulis yang mempunyai kedudukan istimewa khususnya dalam bidang hukum perdata yang sangat erat kaitannya dengan kewajiban/beban pembuktian (khusus sengketa dan perkara menurut hukum acara perdata).

Notaris sebagai pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah termasuk unsur penegakan hukum yang memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat dan berstatus profesi swasta yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam UUJN. Adapun kewenangannya antara lain membuat akta mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan, sepanjang permbuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Dengan perkataan lain, wewenang Notaris bersifat umum (regel) sedangkan wewenang para pejabat lain

adalah pengecualian.

Hal inilah yang menyebabkan apabila di dalam suatu perundang-undangan untuk suatu perbuatan hukum diharuskan adanya akta otentik terkecuali oleh undang- undang tersebut dinyatakan secara tegas bahwa selain dari Notaris, pejabat umum lainnya juga turut berwenang untuk pembuatan sesuatu akta tertentu. Adapun akta-

akta yang pembuatannya juga ditugaskan kepada pejabat lain atau oleh undang- undang dikecualikan pembuatannya kepadanya, antara lain:52

1. Akta pengakuan anak diluar kawin (Pasal 281 KUHPerdata);

2. Berita acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotek (Pasal 1227 KUHPerdata);

3. Berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi (Pasal 1405 dan Pasal 1406 KUHPerdata);

4. Akta protes wesel dan cek (Pasal 143 dan Pasal 218 KUHDagang); 5. Akta catatan sipil (Pasal 4 KUHPerdata);

Pada dasarnya notaris sebagai pejabat umum memiliki tugas dan kewenangan yang pokok yakni memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah dalam lapangan/bidang hukum perdata/privat yaitu untuk membuat akta otentik guna tercapainya kepastian hukum dan sebagai alat bukti yang sempurna. Akta adalah tulisan yang ditandatangani oleh para pihak yang berkepentiangan yang bertujuan menjadi alat bukti.53

Kewenangan utama Notaris adalah untuk membuat akta otentik, otensitas dari akta Notaris tersebut menjadikan Notaris sebagai pejabat umum (openbaar

ambtenaar), sehingga dengan demikian akta yang dibuat oleh Notaris dalam

kedudukannya tersebut memperoleh sifat akta otentik seperti yang dimaksud dalam Pasal 1968 KUHPerdata. Akta otentik akan menjadi sah secara hukum apabila akta tersebut telah memenuhi persyaratan sebagai alat bukti dan mempunyai kekuatan pembuktian hukum yang sempurna, artinya akta tersebut telah mempunyai kekuatan pembuktian keluar baik dalam bentuk formil maupun materiil karena itu

52

R. Soegondo Notodisuryo,Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjelasan,(Jakarta, 1993), hal.53

53

kedudukannya sama dengan undang-undang yaitu apabila suatu pihak mengajukan sebuah akta resmi maka apa yang tertulis di dalam akta itu harus dipercayai oleh hakim, kecuali jika ada bukti lawan yang dapat membuktikan sebaliknya.

Seorang notaris diperkenankan menentukan sendiri judul akta atau kepala akta, sebagai misalnya untuk pembuatan akta peralihan hak atas tanah Notaris bebas menentukan judul aktanya, hanya saja isi dari akta-akta tersebut harus sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Untuk akta-akta tanah, sebenarnya merupakan kewenangan khusus dari PPAT karena untuk membuat akta otentik dalam perjanjian peralihan hak atas tanah dimaksudkan untuk memindahkan hak atas tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah ataupun meminjamkan uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan. Namun dalam kenyataannya perjanjian peralihan hak atas tanah seperti yang disebutkan di atas dapat dilaksanakan dihadapan Notaris.

Terhadap tanah-tanah yang bersertipikat, jual beli atau pengalihan hak atas tanah berikut segala sesuatu yang berada di atas tanah tersebut harus dilaksanakan dihadapan PPAT tetapi ada kalanya kewajiban PPAT ini atas permintaan para pihak/penghadap dibuat dengan akta notaris. Bentuk akta yang dibuat oleh PPAT untuk peralihan hak atas tanah adalah akta yang berbentuk baku yaitu yang mempergunakan formulir baku yang telah ditetapkan oleh pemerintah, sehingga setiapdeeds of coveyance (setiap peralihan hak ataupun pengikatan sebagai jaminan

dengan hak tanggungan) haruslah menggunakan formulir baku tersebut. Akta PPAT ditentukan secara baku dan seragam oleh menteri dimulai dari pemberlakuan

Peraturan Menteri Agraria (PMA) Nomor 11 tahun 1961, PP No.24/1997 Pasal 38 ayat (2), PMA No.3 Tahun 1997 dan PP No.37 tahun 1998 Pasal 21 ayat (1). Walaupun demikian, akta-akta tersebut tetap dikualifikasikan sebagai akta otentik sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 PP No.37 tahun 1998. Di dalam penjelasan Pasal 21 ayat (1) ditegaskan bahwa untuk memenuhi syarat otentiknya suatu akta, maka akta PPAT wajib ditentukan bentuknya oleh menteri.54Sedangkan bentuk akta notaris diatur berdasarkan UUJN.

Demi perlindungan hukum bagi notaris maka akta notaris harus dibuat secara sungguh-sungguh dan seksama berdasarkan pada fakta kebenaran materiil, demikian peringatan yang diberikan oleh Mahkamah Agung kepada notaris.55 Notaris berwenang menyangkut akta yang dibuatnya itu yang ditugaskan atau dikecualikan kepadanya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Notaris ditentukan daerah hukumnya (daerah jabatannya) dan hanya di dalam daerah yang ditentukan baginya itu ia berwenang untuk membuat akta otentik. Apabila persyaratan di atas tidak dipenuhi, maka akta yang dibuatnya menjadi tidak otentik dan hanya mempunyai kekuatan seperti akta yang dibuat di bawah tangan.

Begitu pula dengan tanggung jawab Notaris dalam pembuatan akta Jual Beli Rumah dan Pengoperan Hak, dimana akta tersebut dapat dijadikan sebagai bukti untuk memastikan suatu peristiwa hukum dengan tujuan untuk menghindarkan suatu sengketa dikemudian hari, maka pembuatan akta harus dibuat sedemikian rupa 54www.apakabarakta.blogspot.com/2012/12/kajian-juridis-eksistensi-ppat-selaku.html diakses

pada tanggal 10 Juli 2013 pukul 13.00 WIB.

sehingga apa-apa yang ingin dibuktikan dengan itu dapat diketahui dengan mudah dari akta yang telah dibuat. Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) UUJN, akta jual beli dan pengoperan hak dapat dilakukan di hadapan seorang notaris sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan dengan undang-undang (plus kewenangan Pasal 15 ayat 2).

Hal ini menunjukkan bahwa dasar kewenangan notaris dalam membuat akta peralihan hak atas tanah termasuk didalamnya akta jual beli rumah dan pengoperan hak adalah berdasarkan Pasal 1, Pasal 15 ayat (1) dan (2) dan Pasal 16 ayat (1) huruf d UUJN, Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) UUPA dan Pasal 1457 KUHPerdata dimana isi dari setiap pasal tersebut menjelaskan Notaris dapat membuat akta peralihan hak atas tanah berikut segala sesuatu (bangunan) yang ada di atasnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan apabila diminta oleh klien, notaris wajib memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya. Dengan demikian, notaris berwenang membuat akta peralihan hak atas tanah berikut bangunan yang ada di atasnya yakni membuat akta berdasarkan undang- undang, sedangkan PPAT berdasarkan peraturan pemerintah.

Adapun mengenai pembuatan akta jual beli dan pengoperan hak tersebut tidak dapat dilakukan oleh PPAT, karena untuk membuat peralihan hak atas tanah PPAT hanya menuangkan perbuatan hukum tersebut pada blangko atau format yang telah ditetapkan oleh kantor pertanahan yang diperuntukkan untuk itu, seperti akta jual beli, akta tukar menukar, akta hibah, akta pemasukan ke dalam perusahaan, akta

pemberian hak tanggungan, akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik dan akta pembagian hak bersama.

Akibat hukum dari suatu akta yang seharusnya dibuat dihadapan PPAT namun pada kenyataannya dibuat di hadapan notaris adalah tetap sah sepanjang dalam membuat aktanya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila akta notaris yang dibuat tersebut menyimpang dari ketentuan yang berlaku mengakibatkan akta tersebut menjadi tidak sah karena mengandung cacat hukum. Dalam praktiknya, walaupun di dalam UUJN dimasukkan klausula tentang kewenangan notaris untuk membuat akta- akta yang berhubungan dengan pertanahan, namun yang dibuat oleh Notaris hanyalah peralihan hak atas bangunan di atas tanah hak guna bangunan yang sudah berakhir jangka waktunya dan sudah menjadi tanah Negara, atau tanah-tanah yang memang hanya merupakan hak sewa atau hak-hak yang menumpang pada hak atas tanah lainnya.

Peralihan hak atas tanah yang seharusnya aktanya dibuat di hadapan PPAT dapat juga dibuat di hadapan notaris, dapat disebabkan karena ada beberapa syarat yang belum dapat dipenuhi oleh penjual maupun pembeli, yaitu :

1. Sertipikat tanah yang menjadi objek jual beli masih terikat dalam jaminan pembebanan hak tanggungan (APHT), sehingga harus diroya (dihapus) terlebih dahulu di kantor pertanahan setempat;

2. Sertipikat yang masih terdaftar atas nama orang lain atau pewaris, harus terlebih dahulu dibaliknamakan keatas nama pemegang hak atau keatas nama para ahli waris;

3. Sertipikat induk belum dipecah-pecah sedangkan yang dibeli hanya sebagian kecil dari luas tanah tersebut;

4. Pembeli hak milik atas tanah adalah perseroan terbatas yang tidak dibenarkan oleh undang-undang untuk memiliki hak milik atas tanah;

5. Tanah yang akan dibeli masih merupakan tanah absentee;

6. Pembeli tanah hak milik adalah orang asing yang tidak berhak mempunyai hak milik atas tanah di Indonesia, kecuali hak pakai;

7. Pembeli telah mempunyai tanah yang melebihi batas maksimal yang ditentukan undang-undang sehingga harus ada atau mendapat ijin dari pejabat yang berwenang untuk itu;

8. Hak atas tanah telah berakhir dan harus dilakukan perpanjangan atau pembaharuan haknya terlebih dahulu;

9. Hak atas tanah negara atau tanah hak pengelolaan yang harus mendapat rekomendasi dari pihak yang berwenang atau pemegang hak pengelolaan; 10. Belum dibayarnya pajak penghasilan (PPh) berdasarkan undang-undang

nomor 17 tahun 2000 yang merupakan kewajiban pihak penjual;

11. Belum dibayarnya pajak BPHTB berdasarkan undang-undang nomor 20 tahun 2000 yang merupakan kewajiban pihak pembeli;

12. Sertipikat belum terbit atau masih dalam proses pengurusan di kantor pertanahan.

Dengan demikian, bahwa fungsi notaris dapat mendukung fungsi PPAT karena dalam suatu peralihan hak atas tanah apabila ada salah satu subjek atau objek

yang tidak memenuhi syarat untuk dilaksanakan perbuatan hukum pengalihan hak atas tanah tersebut (misalnya terhadap tanah yang sudah bersertipikat namun sertipikat induk belum dipecah-pecah atau tanah yang akan dibeli masih berupa tanah absentee) yang justru harus dilaksanakan dengan akta yang dibuat di hadapan notaris.

Dengan demikian, kewenangan Pemko Medan sebagai pemegang hak pengelolaan di pasar petisah mutlak pada pemberian persetujuan atau rekomendasi terhadap jual beli hak guna bangunan yang telah berakhir diatas hak pengelolaan di pasar petisah tersebut yang haknya akan dialihkan dari pemegang hak lama kepada pemegang hak yang baru serta menerima sejumlah harga yang dikenal dalam bentuk retribusi terhadap bangunan yang akan dialihkan atau dilepaskan dari tanah pengelolaan yang dikuasai oleh Pemko Medan. Dimana penghitungan retribusi tersebut dihitung dengan menggunakan rumus :

Adapun bentuk retribusi kepada Pemko Medan ini dapat menjadi salah satu bentuk pemasukan terhadap sumber keuangan bagi daerah yang dikelola Pemko Medan itu sendiri. Oleh karena itu peningkatan hak menjadi hak milik jarang dilakukan oleh pemohon hak baru ataupu diberi rekomendasi oleh Pemko Medan karena pasar petisah itu merupakan aset daerah yang digunakan untuk mempertahankan kelangsungan usaha secara umum dan kemungkinan sewaktu-waktu

Pemko Medan ingin memakai lokasi tersebut tidak terhalang dengan pemberian hak milik tersebut.56

Sedangkan kewenangan lain berada pada Kantor Pertanahan Kota Medan sebagai perekam (recorder) terhadap pelaksanaan pendaftaran tanah yang

dimohonkan haknya oleh pihak pemohon yakni pembeli berdasarkan akta jual beli dan pengoperan hak yang dibuat di hadapan notaris. Adapun kegiatan dan prosedur pelaksanaan pendaftaran hak atas tanah tersebut akan dijelaskan pada subbagian selanjutnya.

C. Pendaftaran Peralihan Hak Dengan Jual Beli Bangunan di Atas Tanah Hak