• Tidak ada hasil yang ditemukan

H. Sistematika Penulisan

6. Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah

Pada dasarnya semua Warga Negara Indonesia mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan sesuatu hak atas tanah sebagaimana diatur dalam UUPA, namun demikian dalam pemberiannya Negara mempunyai wewenang untuk menentukan hak apa yang bisa diberikan kepada seseorang atau Badan Hukum.14 Kewenangan Negara untuk memberikan jenis hak apa saja kepada seseorang atau badan hukum tersebut dilaksanakan dalam kegiatan pendaftaran tanah sebagaimana ditegaskan dalam pasal 19 UUPA jo. pasal 5 dan pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, bahwa penyelenggaraan pendaftaran tanah di Indonesia dilaksanakan oleh Pemerintah dalam hal ini dilaksanakan oleh Instansi Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Tugas dan kewenangan pemberian hak atas tanah, oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia melimpahkan sebagian kewenangannya kepada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang pembagian kewengannya

13

R.Subekti dan R.Tjitrosudibyo., Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cetakan Ketigapuluh dua, Pradnya Paramita, Jakarta, 2004, hal. 47.

14

Oloan Sitorus., Pemberian Hak Atas Tanah Yang Berwawasan Lingkungan, STPN, Yogyakarta, 2005, hal. 33.

sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara, dan diperbaharui dengan Peratuaran Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2011 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah Dan Kegiatan Pendaftaran Tanah Tertentu.

Pemberian Hak Atas Tanah merupakan penetapan Pemerintah yang memberikan suatu hak atas tanah negara, termasuk perpanjangan jangka waktu hak dan pembaharuan hak serta pemberian hak di atas Hak Pengelolaan. Dalam pasal 1 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2011 dijelaskan, bahwa Tanah Negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh Negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah. Pemberian hak atas Tanah Negara tersebut dapat berupa pemberian hak secara individual maupun pemberian hak secara kolektif. Pemberian hak secara individual dalam Pasal 1 butir (6) PMNA/Ka.BPN Nomor 3 Tahun 1999 adalah pemberian hak atas sebidang tanah kepada seseorang atau sebuah badan hukum tertentu atau kepada beberapa orang atau badan hukum secara bersama sebagai penerima hak bersama, yang dilakukan dengan satu penetapan pemberian hak. Pemberian hak secara kolektif dalam Pasal 1 butir (7) PMNA/Ka.BPN Nomor 3 Tahun 1999 adalah pemberian hak atas beberapa bidang tanah masing-masing kepada seseorang atau sebuah badan hukum atau kepada beberapa orang atau badan

hukum sebagai penerima hak bersama, yang dilakukan dengan satu penetapan pemberian hak.

Pengertian mengenai pemberian hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 butir (5) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional (PMNA/Ka.BPN) Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian hak atas tanah negara adalah penetapan pemerintah yang memberikan suatu hak atas tanah negara, termasuk perpanjangan jangka waktu hak dan pembaharuan hak.

Dalam memberikan hak atas tanah Negara dapat berupa pemberian hak secara individual maupun pemberian hak secara kolektif. Pemberian hak secara individual menurut pasal 1 butir (6) PMNA/Ka.BPN Nomor 3 Tahun 1999 adalah pemberian hak atas sebidang tanah kepada seseorang atau sebuah badan hukum tertentu atau kepada beberapa orang atau badan hukum secara bersama sebagai penerima hak bersama, yang dilakukan dengan satu penetapan pemberian hak. Sedangkan Pemberian hak secara kolektif dalam pasal 1 butir (7) PMNA/Ka.BPN Nomor 3 Tahun 1999 adalah pemberian hak atas beberapa bidang tanah masing - masing kepada seseorang atau sebuah badan hukum atau kepada beberapa orang atau badan hukum sebagai penerima hak bersama, yang dilakukan dengan satu penetapan pemberian hak.

Dalam pelayanan sehari-hari pemberian hak atas tanah negara, dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota se Indonesia. Hal ini

dikarenakan Kantor Wilayah BPN dan Kantor Pertanahan adalah instansi vertikal Badan Pertanahan Nasional RI di provinsi dan kabupaten/kota, sehingga Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pertanahan adalah pejabat Pemerintah Pusat di daerah, sebagaimana diatur dalam PMNA/Ka.BPN Nomor 3 Tahun 1999. Adapun pelaksana pelimpahan pemberian hak atas tanah negara dalam pelaksanaan sehari-hari adalah Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi dan para Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Hal ini dikarenakan Kantor Wilayah BPN dan Kantor Pertanahan adalah instansi vertikal BPN di provinsi dan kabupaten/kota, sehingga Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pertanahan adalah pejabat Pemerintah Pusat di daerah. Sebagaimana yang diatur dalam PMNA/Ka.BPN Nomor 3 Tahun 1999 terlihat memberi tambahan kewenangan pengambilan keputusan mengenai pemberian hak atas tanah yang lebih besar kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Pembagian kewenangan pemberian hak didasarkan pada luasan tanah yang dimohonkan. Menurut Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011, pembagian kewenangan pemberian hak atas Tanah Negara secara sederhana dirangkum dalam Tabel 1 sebagai berikut.

Tabel 1

Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah Menurut Per.Kaban BPN RI Nomor 1 Tahun 2011 Kewenangan Kepala Kantor

Pertanahan Kabupaten/Kota

Kewenangan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Provinsi Pemberian Hak Milik :

- Tanah pertanian, luas tidak lebih

Pemberian Hak Milik :

dari 2 Ha

- Tanah non pertanian, luas tidak lebih dari 2.000 m2

- Pemberian hak milik dalam rangka pelaksanaan program Transmigrasi, Redistrabusi Tanah, Konsolidasi Tanah, Pendaftaran Tanah bersifat strategis, massal dan program lainnya

Pemberian Hak Guna Bangunan : - Untuk orang perseorangan, luas

tidak lebih dari 1.000 m2

- Untuk Badan Hukum , luas tidak lebih dari 5.000 m2

Pemberian Hak Pakai :

- Untuk orang perseorangan atas tanah pertanian , luas tidak lebih dari 2 ha

- Untuk Badan Hukum atas tanah pertanian , luas tidak lebih dari 2 ha

- Untuk orang perseoranagn atas tanah non pertanian, luas tidak

tanah pertanian, luas lebih dari 2 ha - Untuk Badan Hukum atas tanah

pertanian, luas lebih dari 2 ha - Pemberian Hak milik tanah non

pertanian, luas lebih dari 2.000 m2 dan tidak lebih dari 5.000 m2 Pemberian Hak Guna Usaha :

- Untuk luas tidak lebih dari 1.000.000 m2

Pemberian Hak Guna Bangunan : - Untuk orang perseorangan, luas

lebih dari 1.000 m2 dan tidak lebiah dari 5.000 m2

- Untuk Badan Hukum , luas lebih dari 5.000 m2 dan tidak lebih dari 75.000 m2

Pemberian Hak Pakai :

- Untuk orang perseorangan atas tanah pertanian, luas lebih dari 2 ha - Untuk Badan Hukum atas tanah

pertanian, luas lebih dari 2 ha - Untuk orang perseorangan atas

lebih dari 2.000 m2

- Untuk Badan Hukum atas tanah non pertanian, luas tidak lebih dari 2.000 m2

- Semua pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan

2.000 m2 dan tidak lebih dari 5.000 m2

- Untuk Badan Hukum atas tanah non pertanian, luas lebih dari 2.000 m dan tidak lebih dari 25.000 m2

Dari Tabel 1 tersebut dapat diketahui, bahwa adanya perbedaan kewenangan dalam pemberian hak atas tanah, jika pemberian hak atas tanah diwilayah kabupaten/kota melebihi luas yang telah ditetapkan, maka keputusan pemberian hak atas tanah berada pada Kantor Wilayah BPN Provinsi, kecuali dalam pemberian Hak Guna Usaha sudah menjadi kewenangan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi.

Setelah dilakukan pemberian hak atas tanah, selanjutnya diatur mengenai tata cara pembatalan hak atas tanah yang diatur dalam PMNA/Ka.BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. Pada dasarnya peraturan ini untuk melaksanakan ketentuan pemberian hak atas tanah berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah Negara serta PMNA/Ka.BPN Nomor 3 Tahun 1999. Tata cara pemberian HAT dapat dilaksanakan secara individu maupun secara kolektif.

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) PMNA/Ka.BPN Nomor 3 Tahun 1999 bahwa sebelum mengajukan permohonan hak, pemohon harus menguasai tanah yang dimohonnya, dibuktikan dengan data yuridis dan data fisik sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Disamping mengatur tata cara pemberian Hak milik, Hak Pakai, Hak Guna Bangunan di dalam peraturan ini juga mengatur Hak Pengelolaandan sekaligus kewajiban- kewajiban yang harus dipenuhi oleh penerima hak atas tanah.

Pemberian hak terjadi dengan diterbitkan surat keputusan pemberian hak oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Keputusan pemberian hak kewenangannya berada pada Kepala BPN RI, namun demikian kewenangan pemberian hak tersebut sebagian dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanhaan Nasional Provinsi dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Dengan memberikan pelimpahan kewenangan yang lebih besar kepada Kepala Kantor Kabupaten/Kota dapat memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam mengurus pendaftaran tanahnya yang pada akhirnya akan dapat mengurangi permasalahan-permasalahan yang timbul di bidang pertanahan khususnya pemberian hak atas tanah.15

Dokumen terkait