TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH
TERHADAP TERWUJUDNYA CATUR TERTIB
PERTANAHAN DI KOTA TEBING TINGGI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas - Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
HELMI RASYID 080200256
DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM AGRARIA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH TERHADAP TERWUJUDNYA CATUR TERTIB PERTANAHAN
DI KOTA TEBING TINGGI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas–Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
HELMI RASYID 080200256
DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM AGRARIA
Mengetahui :
Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara
Suryaningsih, SH.M.Hum NIP. 19600214 198703 2 002
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof. DR. M. Yamin, SH. MS. CN Affan Mukti, SH. M.Hum NIP. 19611231 198703 1 023 NIP. 19571120 198601 1 002
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Bismillahhirrohmanirrohim,
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayang, karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
Program Pendidikan Sarjana Hukum pada jurusan Hukum Administrasi Negara
Program Kekhususan Hukum Agraria pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara.
Judul Skripsi ini berjudul “Tinjauan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah
Terhadap Terwujudnya Catur Tertib Pertanahan Di Kota Tebing Tinggi”.
Pemilihan judul ini didasari dengan jurusan yang penulis dalami di bangku
perkuliahan yaitu jurusan hukum agrarian dan ketertarikan penulis tentang
masalah pendaftaran tanah
Terselesaikan penulisan skripsi ini tidak hanya usaha dan kemampuan
penulis sendiri, tetapi juga atas bantuan dan bimnbingan dari beberapa pihak,
maka untuk itu perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih dengan rasa
hormat kepada :
1. Bapak Prof. DR. Runtung Sitepu, SH. M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara di Medan.
2. Bapak Prof. DR. Budiman Ginting, SH. M.Hum. selaku Pembantun Dekan I
3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH. MH. DFM. selaku Pembantu Dekan II
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Muhammad Husni. SH. MH. selaku Pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Suryaningsih, SH. M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Administrasi
Negara.
6. Bapak Prof. DR. M. Yamin, SH. MS.CN. selaku Ketua Program Kekhususan
Hukum Agraria pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Dosen
Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan motivasi dalam
menyelesaikan skripsi ini.
7. Bapak Affan Mukti, SH. M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.
8. Ibu Zaidar, SH. M.Hum. dan Ibu Mariati Zendrato, SH. MH. selaku Dosen
Program Kekhususan Agraria.
9. Ibu DR. Idha Apriliana Sembiring, SH. M.Hum. selaku Dosen Pembimbing
Akademik.
10.Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh Staf Pegawai Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
11.Seluruh Jajaran dan Staf Kantor Pertanahan Kota Tebing Tinggi yang telah
memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.
12.Orang Tua saya yang saya cintai yang telah memberikan dukungan moral dan
13.Adek - adek ku Rizki Widya Rasyid dan Reza Mulia Rasyid yang abang
sangat sayangi.
14.Abang dan Kakak ku yang telah memberikan semangat.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
kepada Bapak - Bapak dan Rekan - Rekan sekalian. Penulis menyadari bahwa
penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan - kekurangan baik dari segi
penulisan maupun isinya serta keterbatasan kemampuan dari penulis, untuk itu
penulis senantiasa menerima saran ataupun kritik yang sifatnya membangun dari
semua pihak agar wujud skripsi ini menjadi lebih sempurna.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini ada manfaatnya bagi
pembaca. Amin.
Wassalamu’alaikum,Wr, Wb
Medan, April 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan………...i
Kata Pengantar...ii
Daftar Isi...v
Abstrak...x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1
B. Perumusan Masalah...8
C. Batasan Maslah...8
D. Tujuan Penelitian...9
E. Kegunaan dan Manfaat Penelitian 1. Kegunaan Penelitian...9
2. Manfaat Penelitian...10
F. Keaslian Penulisan...10
G. Metode Penelitian 1. Jenis Metode Penelitian...11
2. Lokasi Penelitian...13
3. Objek Penelitian...14
4. Jenis dan Sumber Data...14
5. Teknik Pengumpulan Data...16
BAB II PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH GUNA
TERWUJUDNYA CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KOTA
TEBING TINGGI
A. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah
1. Pengertian Pendaftaran Tanah...19
2. Dasar Hukum Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah...20
3. Tujuan pendaftaran tanah...23
4. Hak - Hak Atas Tanah...24
5. Pelaksana Pendaftaran Tanah...29
6. Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah...31
7. Peralihan Hak Atas Tanah...37
8. Kegiatan Pendaftaran Tanah a. Kegiatan Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali...40
b. Kegiatan Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah...41
c. Kegiatan Pengukuran Dan Pemetaan...42
d. Kegiatan Tata Usaha Pendaftaran Tanah...44
9. Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah...46
10.Obyek Pendaftaran Tanah...47
B. Catur tertib Pertanahan 1. Dasar...47
2. Tujuan...48
b. Tertib Administrasi Pertanahan...51
c. Tertib Penggunaan Tanah...52
d. Tertib Pemeliharaan dan Lingkungan Hidup...53
C. Gambaran Umum Wilayah Pelaksanaan Pendaftaran Tanah 1. Lokasi, Luas, dan Batas Wilayah...54
2. Kepadatan Penduduk...57
3. Tingkat Pendidikan...59
4. Penggunaan Tanah...60
5. Status Tanah...60
6. Kantor Pertanahan Kota Tebing Tinggi...61
7. Pejabat Pembuat Akta Tanah...64
D. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Terwujudnya Catur Tertib Pertanahan 1. Faktor - Faktor Penunjang a. Mekanisme Kerja...65
b. Tersedianya Dokumentasi Pertanahan...67
c. Tersedianya Informasi Pertanahan...68
d. Perkembangan Ekonomi...69
2. Faktor - Faktor Penghambat a. Penyuluhan Tidak Merata...70
BAB III UPAYA KANTOR PERTANAHAN DALAM MELAKSANAKAN
KEGIATAN PENDAFTARAN TANAH UNTUK TERWUJUDNYA
CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KOTA TEBING TINGGI
A. Penerapan Ketentuan Peraturan Pertanahan Dalam Pelaksanaan
Kegiatan Pendaftaran Tanah
1. Kegiatan Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali
a. Melengkapi Persyaratan Permohonan Hak...73
b. Pengukuran Dan Pemetaan Bidang Tanah...74
c. Pembuatan Aspek Penggunaan Tanah...75
d. Penelitian Data Fisik Dan Data Yuridis...75
e. Penerbitan Surat Keputusan Pemberian Hak...76
f. Pendaftaran Hak Dan Penerbitan Sertipikat...77
2. Kegiatan Pendaftaran Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah a. Pembuatan Akta Peralihan Dan Pembebanan Hak...78
b. Pendaftaran Peralihan Hak...82
c. Pendaftaran Pembebanan Hak Tanggungan Dan Roya...88
3. Kegiatan Pendaftaran Perubahan Data Pendaftaran Tanah Lainnya a. Melengkapi Persyaratan Permohonan...92
c. Penerbitan Sertipikat Hasil Pemecahan,
Pemisahan Dan Penggabungan Hak...93
B. Penerapan Sistem Loket Pelayanan Dan Penanganan Sengketa Pertanahan 1. Penerapan Sistem Loket Pelayanan...95
2. Penanganan Sengketa Pertanahan...97
C. Peningkatan Program Pensertipikatan Tanah Dan Pembangunan Sarana, Prasarana Pertanahan 1. Peningkatan Program Pensertipikatan Tanah...99
2. Pembangunan Sarana Dan Prasarana Pertanahan...100
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...101
B. Saran - Saran...101
Daftar Pustaka...xi
ABSTRAK
Seiring dengan berjalannya waktu jumlah manusia yang memerlukan tanah semakin meningkat, dimana disisi lain luas tanah tetap tidak akan bertambah. Hal ini akan memberikan konsekwensi, bahwa tanah mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dalam memenuhi kebutuhan akan tanah, sering ditemukan berbagai macam masalah, misalnya tentang hak kepemilikan atas tanah tidak jelas tanpa melalui hukum yang berlaku. Oleh karena itu perlu diselenggarakan pendaftaran tanah untuk memberikan kepastian hukum hak-hak atas tanah.
Pasal 19 Undang - Undang Pokok Agraria Tahun 1960 menegaskan, bahwa Pemerintah akan menyelenggarakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia, yang pelaksanaannya diimplementasikan kedalam PP No. 10 Tahun 1961 dan kemudian disempurnakan kedalam PP No. 24 Tahun 1997. Dalam pelaksanaan pendaftaran tanah sangat erat kaitannya dengan catur tertib pertanahan, sebagaimana ditegaskan dalam TAP MPR No. IV/MPR/1978. Untuk mengetahui sejauh mana pendaftaran tanah guna terwujudnya catur tertib pertanahan, maka penulis tertarik untuk menulis dan meneliti langsung ke lapangan. Kota Tebing Tinggi menjadi pilihan penulis sebagai daerah penelitian. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pendaftaran tanah guna terwujudnya catur tertib pertanahan di Kota Tebing Tinggi.
Metode Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian empiris. Alat/Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen (library research) yakni pengumpulan data sekunder bersumber dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan teori, asas - asas hukum yang berlaku sesuai dan berhubungan dengan penulisan skripsi ini. Dalam hal untuk memperoleh data primer, penulis melakukan penelitian lapangan (field research) yaitu dengan melakukan penelitian pada Kantor Pertanahan Kota Tebing Tinggi dan masyarakat Tebing Tinggi yang dijadikan sampel.
ABSTRAK
Seiring dengan berjalannya waktu jumlah manusia yang memerlukan tanah semakin meningkat, dimana disisi lain luas tanah tetap tidak akan bertambah. Hal ini akan memberikan konsekwensi, bahwa tanah mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dalam memenuhi kebutuhan akan tanah, sering ditemukan berbagai macam masalah, misalnya tentang hak kepemilikan atas tanah tidak jelas tanpa melalui hukum yang berlaku. Oleh karena itu perlu diselenggarakan pendaftaran tanah untuk memberikan kepastian hukum hak-hak atas tanah.
Pasal 19 Undang - Undang Pokok Agraria Tahun 1960 menegaskan, bahwa Pemerintah akan menyelenggarakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia, yang pelaksanaannya diimplementasikan kedalam PP No. 10 Tahun 1961 dan kemudian disempurnakan kedalam PP No. 24 Tahun 1997. Dalam pelaksanaan pendaftaran tanah sangat erat kaitannya dengan catur tertib pertanahan, sebagaimana ditegaskan dalam TAP MPR No. IV/MPR/1978. Untuk mengetahui sejauh mana pendaftaran tanah guna terwujudnya catur tertib pertanahan, maka penulis tertarik untuk menulis dan meneliti langsung ke lapangan. Kota Tebing Tinggi menjadi pilihan penulis sebagai daerah penelitian. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pendaftaran tanah guna terwujudnya catur tertib pertanahan di Kota Tebing Tinggi.
Metode Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian empiris. Alat/Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen (library research) yakni pengumpulan data sekunder bersumber dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan teori, asas - asas hukum yang berlaku sesuai dan berhubungan dengan penulisan skripsi ini. Dalam hal untuk memperoleh data primer, penulis melakukan penelitian lapangan (field research) yaitu dengan melakukan penelitian pada Kantor Pertanahan Kota Tebing Tinggi dan masyarakat Tebing Tinggi yang dijadikan sampel.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah merupakan sarana untuk melaksanakan pembangunan.
Kedudukan tanah yang penting ini kadang tidak diimbangi dengan usaha untuk
mengatasi berbagai permasalahan yang timbul dalam bidang pertanahan. Fakta
memperlihatkan bahwa keresahan di bidang pertanahan dapat mendatangkan
dampak negatif di bidang sosial, politik dan ekonomi. Tanah dalam kehidupan
masyarakat mempunyai peranan sangat penting, karena manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidup selalu memerlukan tanah. Dengan bertambahnya jumlah
penduduk akan bertambah pula kebutuhan manusia akan tanah, baik untuk
keperluan pembangunan perumahan maupun untuk lahan pertanian, perindustrian,
perdagangan dan sebagai sarana kegiatan sosial lainnya. Dalam memenuhi
kebutuhan tanah oleh masyarakat sering terjadi hambatan dan berbagai macam
permasalahan mengenai status hak kepemilikan dan batas-batas bidang tanah yang
dikuasai oleh masyarakat. Hal ini disebabkan karena pelaksanaan pendaftaran
tanah belum semua meliputi bidang-bidang tanah di Indonesia.
Persoalan penyelenggaraan pendaftaran tanah mengenai tanah-tanah
Indonesia baru mendapat penyelesaian secara prinsipil dengan diundangkannya
pelaksana pendaftaran tanah di Indonesia. Dalam pasal 19 ayat 1
tersebut dijelaskan bahwa tujuan pendaftaran tanah hanya untuk kepentingan
pemberian jaminan kepastian hukum. Sungguhpun dalam sistem pendaftaran
tanah sebagaimana penjelasan umum UUPA, bahwa tujuan pendaftaran tanah
untuk kepastian hukum merupakan tujuan yang primer, tetapi disamping itu
pendaftaran tanah dapat juga dipakai untuk keperluan-keperluan lain, misalnya
untuk keperluan pemungutan pajak.1
Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) di Indonesia terdapat hukum
tanah yang bersifat pluralisme yaitu adanya hukum Barat, hukum Adat dan hukum
tanah yang berasal dari berbagai kerajaan yang diberlakukan di daerah. Pada
dasarnya UUPA menghapus pluralisme itu. Namun demikian, upaya yang didasari
UUPA tadi belum sepenuhnya berhasil.2 Dalam kehidupan masyarakat masih
sering dijumpai peralihan hak dibawah tangan, perwakafan lisan, dan sebagainya.
Praktek-praktek informal masih terjadi seperti peminjaman uang dengan jaminan
surat tanah, peminjaman uang tanpa bunga tetapi mengambil hasil tanah selama
belum lunas, dan bentuk-bentuk transaksi yang berdasar kepercayaan satu sama
lain. Hal ini sering terjadi tidak hanya pada tanah yang belum terdaftar, tetapi
terjadi juga pada tanah yang sudah terdaftar.
1
M. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis., Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, Bandung, 2008, hal. 81.
2
Pasal 19 Undang Undang Pokok Agraria (UUPA) mengamanatkan
kepada Pemerintah untuk mengadakan pendafatran tanah di seluruh wilayah
Republik Indonesia dengan tujuan untuk memberikan jaminan kepastian hukum
hak-hak atas tanah. Pendaftaran tanah dilaksanakan dalam satu rangkaian kegiatan
meliputi pengukuran, perpetaan, pembukuan dan pendaftaran hak-hak atas tanah
serta pendaftaran peralihan dan pembebanan hak atas tanah, serta pemberian surat
tanda bukti hak atas tanah yaitu sertipikat yang berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat. Selanjutnya oleh pasal 23, 32, dan 38 UUPA mengharuskan kepada
pemegang hak yang bersangkutan untuk mendaftarkan tanahnya agar memperoleh
kepastian hak.
Oleh karena itu apabila semua bidang tanah telah terdaftar dan
dimanfaatkan oleh pemegang haknya, idealnya secara yuridis-teknis telah ada
jaminan kepastian hukum terhadap semua bidang tanah terdaftar dan dampak
positifnya dapat mencegah terjadinya permasalahan pertanahan khususnya yang
menyangkut penggunaan dan pemanfaatan tanah serta mempertahankan hak
termasuk kebendaan yang melekat padanya.3
Sebagai implementasi dari pasal 19 UUPA, maka oleh pemerintah
telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 tentang pendaftaran
tanah, yang disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997
dan peraturan pelaksananya Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 1997 tentang Ketentuan Peraturan Pelaksana
Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.
3
Pendaftaran tanah di Indonesia dilaksnakan oleh pemerintah dalam hal ini Badan
Pertanahan Nasional (BPN) dan untuk daerah Kabupaten/Kota berdasarkan pasal
6 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 dilaksanakan oleh Kantor
Pertanahan, kecuali untuk kegiatan-kegiatan tertentu yang oleh Peraturan
Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 dan peraturan perundangan-undangan lain
sebagian tugas pendaftaran tanah ditugaskan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) dalam hal kegiatan yang berkaitan dengan pembuatan akta peralihan dan
pembebanan hak atas tanah.
Kegiatan penyelenggaraan pendaftaran tanah sangat terkait dengan
aspek teknis, yuridis, dan administrative data bidang tanah. Kekhasan
penyelenggaraan pendaftaran tanah ini sangat terkait dengan pertimbangan untuk
memberikan kepastian dan perlindungan hukum terhadap subyek dan obyek hak
atas tanah. Pendaftaran tanah dilaksanakan terhadap satuan bidang- bidang
kepemilikan atas tanah, baik atas bidang tanah yang belum terdaftar atas sesuatu
hak maupun atas bidang tanah yang sudah terdaftar atas seuatu hak menurut
Undang-Undang Pokok Agraria.
Pendaftaran atas bidang tanah yang sudah mempunyai sesuatu hak,
diperlukan jika terjadi perubahan data fisik dan data yuridis atas tanah tersebut.
Perubahan data yuridis dapat terjadi karena peralihan hak, sedangkan perubahan
data fisik dapat terjadi karena pemisahan dari satu bidang tanah menjadi beberapa
bidang atau penggabungan dari beberapa bidang menjadi satu bidang tanah.
Pendaftaran tanah telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat,
kekayaan yang berupa tanah dari setiap orang atau badan hukum yang
memilikinya, karena dengan memahami arti dan fungsi pendaftaran tanah,
masyarakat akan mendaftarkan tanahnya, maka akan diperoleh manfaat baik dari
segi hukum maupun dari sudut ekonomi.4 Dengan terdaftarnya suatu bidang tanah
dengan produknya berupa sertipikat, maka bagi masyarakat pemilik tanah akan
memperoleh manfaat berupa adanya rasa aman dan nyaman atas penguasaan dan
penggunaan tanah yang dimilikinya. Disamping itu juga sertipikat tanah dapat
dijadikan sebagai modal dalam pengembangan usaha perekonomian bagi
masyarakat pemiliknya, dengan menjadikannya sebagai agunan atau jaminan
dalam memperoleh kredit dari lembaga perbankan atau pihak lainnya.
Di Kota Tebing Tinggi, kegiatan pendaftaran tanah sudah dilaksanakan
sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria yang secara oprasional setelah diterbitkan Peraturan
Pemerintah Nomor 10 tahunn 1961 tentang pendaftaran tanah. Namun kegiatan
pelaksanaan pendaftaran tanah belum sepenuhnya meliputi atas bidang-bidang
tanah yang dikuasai oleh masyarakat. Hal ini dapat disebabkan, bahwa
pengetahuan masyarakat tentang arti dan pungsi pendaftaran tanah masih terbatas
sehingga dapat mengakibatkan kurangnya minat masyarakat untuk mendaftarkan
tanahnya. Disamping itu pendaftaran tanah dilaksnakan secara sederhana dan
tergantung pada perekonomian Negara. Akibat keterbatasan tersebut, maka
pelaksanaan pendaftaran tanah belum terlaksana secara menyeluruh atas
bidang-bidang tanah.
4
Dalam kegiatan memenuhi keperluan masyarakat akan tanah, di kota
Tebing Tinggi sering terjadi peralihan hak atas tanah dari pemilik semula kepada
pihak yang memerlukan tanah. Peralihan hak atas tanah dapat dilakukan melalui
jual beli, hibah, tukar menukar, pemasukan data perusahaan atau maupun dengan
cara ganti kerugian atas penguasaan dan pengunaan tanah. Peralihan hak atas
tanah merupakan perbuatan hukum yang mengakibatkan pemindahan hak atas
tanah dari pihak pemilik kepada pihak lain, oleh karena itu perbuatan hukum
tersebut harus dibuktikan dengan akta yang diperbuat Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) dan dihadiri oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum
yang bersangkutan dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi
yang memenuhi syarat sebagai saksi (pasal 38 PP No. 24/1997). Selain itu juga
peralihan hak atas tanah dapat terjadi karena warisan yang merupakan peristiwa
hukum yang mengakibatkan beralihnya sesuatu hak atas tanah dari pewaris
kepada para ahli waris. Peralihan hak ini bisa terjadi atas tanah yang sudah
terdaftar (bersertipikat) maupun atas tanah yang belum terdaftar. Dalam
melaksanakan peralihan hak atas tanah diperlukan kepastian status tanah yang
meliputi kepastian mengenai subjek dan objek hak atas tanah yang akan dialihkan,
oleh karena itu perlu dilaksanakan pendaftaran agar data-data kepemilikan tetap
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, sehingga dapat terjaminnya kepastian
hukum hak-hak atas tanah.
Arti pentingnya pendaftaran bagi peralihan hak atas tanah adalah
bahwa pendaftaran itu dijadikan syarat mutlak berlakunya terhadap pihak ketiga.5
5
Dengan dijadikan pendaftraan itu syarat untuk berlakunya terhadap pihak ketiga,
maka pihak yang menerima peralihan hak atas tanah tersebut harus mendaftarkan
haknya di dalam daftar umum/buku tanah agar hak atas tanah yang diperolehnya
itu berlaku dan diakui oleh pihak ketiga, selama pendaftaran itu belum
dilaksanakan, maka nama pemegang hak atas tanah tersebut masih terdaftar atas
nama pihak pertama. Hal ini dapat mengakibatkan tidak tertib administrasi
kepemilikan atas tanah, sehingga dapat mengakibatkan tidak terjaminannya
kepastian hukum hak atas tanah.
Dalam Ketetapan Majelis Permusyarawatan Rakyat Nomor II tahun
1983 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara telah digariskan agar dilakukan
pengendalian secara efektif terhadap penggunaan, penguasaan dan pemilikan
tanah yang pada hakekatnya bertujuan untuk mewujudkan Catur Tertib
Pertanahan. Sehubungan dengan hal tersebut Pemerintah melalui Badan
Pertanahan Nasional (BPN) telah membuat kebijakan dibidang pertanahan antara
lain mengeluarkan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 5 Tahun 1995 tentang Gerakan Nasional Sadar Tertib
Pertanahan. Melalui kebijakan ini dicanangkanlah suatu gerakan nasional dengan
nama Gerakan Nasional Pemasangan Tanda Batas Pemilikan Tanah yang pada
prinsipnya bertujuan untuk menumbuhkan peran serta masyarakat mensukseskan
Catur Tertib Pertanahan. Pemasangan tanda batas pemilikan tanah dilakukan oleh
pemilik tanah dengan pemilik yang berdampingan secara bersama-sama yang
tergabung dalam wadah Kelompok Masyarakat Sadar Tertib Pertanahan
pelaksanaan pendaftaran tanah bagi tanah-tanah masyarakat yang belum terdaftar,
sehingga dapat memacu terwujudnya Catur Tertib Pertanahan.
Namun pada kenyataannya, pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah
atas bidang-bidang tanah yang dipunyai oleh masyarakat di Kota Tebing Tinggi
belum sepenuhnya terlaksanakan, karena mengingat keterbatasan Pemerintah dan
kurangnya minat masyarakat untuk mendaftarkan tanahnya sendiri. Hal ini akan
dapat mempengaruhi keadaan Catur Tertib Pertanahan belum sepenuhnya
terwujud. Bertitik tolak dari uraian-uraian diatas, maka penulis merasa tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “TINJAUAN PELAKSANAAN
PENDAFTARAN TANAH TERHADAP TERWUJUDNYA CATUR TERTIB
PERTANAHAN DI KOTA TEBING TINGGI”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan yang menjadi pokok bahasan yang berkaitan dengan “Tinjauan
Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Terhadap Terwujudnya Catur Tertib Pertanahan
Di Kota Tebing Tinggi” sebagai berikut :
1) Bagaimanakah pelaksanaan pendaftaran tanah guna terwujudnya catur tertib
pertanahan di Kota Tebing Tinggi ?
2) Bagaimanakah upaya Kantor Pertanahan dalam melaksanakan kegiatan
pendaftaran tanah untuk terwujudnya catur tertib pertanahan di Kota Tebing
C. Batasan Masalah
Mengingat luasnya kegiatan pelaksanaan pendaftaran tanah merupakan
obyek penelitian serta kemampuan yang ada pada penulis sangat terbatas, maka
dalam hal ini penulis memberi suatu batasan dan menitik beratkan pada
permasalahannya yaitu : Pelaksanaan pendaftaran tanah secara sporadik hanya
meliputi kegiatan pendaftaran tanah pertama kali atas tanah negara yang dikuasai,
diusahai oleh masyarakat dan kegiatan pendaftaran pemeliharaan data pendaftaran
tanah.
D. Tujuan Penelitian
Bertitik tolak dari permasalahan yang dikemukakan diatas, dalam penelitian
ini penulis bertujuan :
1) Untuk mengetahui bagaimana dan sejauhmana kenyataannya pelaksanaan
pendaftaran tanah atas bidang-bidang tanah yang dipunyai oleh masyarakat
yang dapat mewujudkan Catur Tertib Pertanahan di Kota Tebing Tinggi
2) Untuk mengetahui upaya apa saja yang telah dilakukan oleh Kantor
Pertanahan Kota Tebing Tinggi dalam rangka mewujudkan Catur Tertib
Pertanahan.
E. Kegunaan dan Manfaat Penelitian
1. Kegunaan Penelitian
a. Sebagai pelengkap persyaratan bagi penulis untuk mengakhiri masa
study pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
b. Me rupakan tambahan pengetahuan bagi penulis dalam melaksanakan
tugas di kemudian hari.
2. Manfaat Penelitian
Disamping kegunaan penelitian tersebut, penulis berharap nantinya dapat
memberikan manfaat pemikiran baik secara teoritis dan maupun secara
praktis.
a. Manfaat secara teoritis
Dapat memeberikan suatu bahan masukan informasi bagi kalangan
Akademis dalam untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan
pemikiran dalam hal pendaftaran tanah.
b. Manfaat secara praktis
Dapat memberikan masukan bagi Instansi yang terkait, dan informasi
untuk pemahaman bagi masyarakat yang memerlukan demi
meningkatkan kesadaran hukum dalam hal pelaksanaan pendaftaran
tanah terhadap terwujudnya catur tertib pertanahan.
F. Keaslian Penulisan
Penulisan ini dilakukan atas inisiatif sendiri dan tentunya dengan
berbagai masukan dari berbagai pihak yang membantu penulisan ini. Karena
melihat pendaftaran tanah sangatlah penting untuk dilaksanakan oleh Pemerintah
pemilik tanah kurang menyadari pentingnya pendaftaran tanah untuk kepastian
hukum terhadap kepemilikan tanahanya. Bahkan banyak sekali yang tidak tahu
menahu mengenai pendaftaran tanah. Masyarakat beranggapan bahwa dengan
surat-surat keterangan tanah atau surat perjanjian jual beli tanah dan lain-lain yang
diperbuat dibawah tangan, itu sudah cukup untuk menunjukkan bahwa mereka
adalah pemilik tanah yang sah secara hukum. Mengingat pelaksanan pendaftaran
tanah belum sepenuhnya dilaksanakan atas bidang-bidang tanah yang dimiliki
oleh warga masyarakat, yang disebabkan kurangnya sosialisasi dari pihak Instansi
yang berwenang dan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap arti pentingnya
pendaftaran tanah inilah yang melatar belakangi penulisan ini. Penulisan ini
belum dibuat oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
sebelumnya. Kalaupun ada kesamaan, hal itu pastilah dilakukan dengan tidak
sengaja dan tentunya dengan pendekatan permasalahan yang berbeda. Penulisan
ini juga dilengkapi dengan adanya kutipan-kutipan dari beberapa sumber yang
telah disebutkan diatas dengan tidak bermaksud untuk mengurangi manfaat,
tujuan dan keaslian dari penulisan ini.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian hukum
empiris dengan pendekatan penelitian hukum normatif dan penelitian hukum
sosiologis. Menurut Tampil Anshari Siregar, dari sekian banyak jenis
penelitian hukum normatif dan penelitian hukum sosiologis. Penelitian hukum
normatif atau penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara
meneliti bahan pustaka atau hanya menggunakan data sekunder belaka.
Sedangkan Penelitian hukum sosiologis atau empiris yang dilakukan dengan
cara terutama meneliti data primer yang diperoleh dari lapangan selain juga
meneliti data sekunder dari perputakaan.6
Pendekatan hukum normatif penulis melakukan dengan cara meneliti
bahan pustaka seperti peraturan perundang-undangan, bahan-bahan hukum
dan data yang sudah dipublikasikan pada Instansi Pemerintah, dengan maksud
untuk memperoleh data sekunder. Sedangkan pendekatan sosiologis, penulis
melakukan dengan mengadakan wawancara langsung dengan para Pejabat
yang terkait dan menyebarkan quesioner kepada masyarakat dengan
menggunakan teknik non random dengan maksud untuk memperoleh data
primer. Hal ini penulis lakukan mengingat keterbatasan waktu dalam
melakukan peneltian.
Untuk menganalisa data yang sudah diperoleh baik dari kantor Instansi
yang terkait maupun dari masyarakat, maka penulis menggunakan analisis
pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor, mendefinisikan metode
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yan dapat
6
diamati.7 Penelitian kualitatif bermaksud untuk memahami fenomena tentang
apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan,dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
Penelitian dengan pendekatan kualitatif lebih menekankan analisisnya
pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisis terhadap
dinamika hubungan antar fenomena yang diamati, dengan menggunakan
logika ilmiah. Hal ini bukan berarti, bahwa pendekatan kualitatif sama sekali
tidak menggunakan dukungan data kuantitatif akan tetapi penekanannya tidak
pada pengujian hipotesis melainkan pada usaha menjawab pertanyaan
penelitian melalui cara-cara berfikir formal dan argumentatif.8
Pada penelitian ini untuk menganalisa data menggunakan dengan
pendekatan kualitatif yang dimaksudkan untuk menggambarkan kondisi
pelaksanaan pendaftaran tanah atas tanah-tanah yang dikuasai dan dimiliki
oleh masyarakat dalam kaitannya dengan Catur Tertib Pertanahan di Kota
Tebing Tinggi. Penelitian dilakukan berdasarkan fakta-fakta yang ada yang
berlangsung pada masa sekarang, termasuk fenomena atau kenyataan yang
berlangsung sebagaimana adanya dilapangan.
7
Lexy J. Moleong., Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2000, hal. 4.
8
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kota Tebing Tinggi. Pemilihan
lokasi tersebut karena saat ini pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah di kota
Tebing Tinggi sedang berlangsung atas tanah yang dikuasai dan dimiliki oleh
masyarakat. Dalam pengembangan usaha perekonomian oleh masyarakat kota
Tebing Tinggi, tidak terlepas dari tanah yang dapat dijadikan sebagai salah
satu penambahan modal usahanya. Oleh karena itu kegiatan tersebut tidak
terlepas dari kegiatan pelaksanaan pendaftaran tanah. Disamping itu, bahwa
kota Tebing Tinggi merupakan kota lintas bagi masyarakat yang mau
bepergian kearah pantai timur dan pantai barat yang merupakan kota sedang
berkembang.
3. Obyek Penelitian
Adapun yang menjadi obyek penelitian, meliputi bidang-bidang tanah
yang telah dan sedang diselenggarakan pendaftarannya pada kantor
pertanahan kota Tebing Tinggi, yang meliputi bidang-bidang tanah di 5 (lima)
kecamatan. Pada tiap-tiap kecamatan dipilih 2 (dua) Kelurahan yang volume
kegiatan pendaftaran tanahnya lebih banyak. dan tiap-tiap kelurahan diambil
sampel sebanyak 5 (lima) orang yang mewakili masyarakat yang
mendaftarkan tanahnya. Sehingga jumlah sampel yang dianggap mewakili
4. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis data
Jenis data yang dikumpulkan berupa :
1) Data primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung oleh
penulis dilapangan dari para pihak yang menjadi sumber informasi.
Data tersebut diperoleh dengan cara melakukan observasi,
wawancara dan mengajukan daftar pertanyaan kepada responden,
yaitu masyarakat pemilik bidang tanah, pejabat kantor Pertanahan
Kota Tebing Tinggi dan kantor Kelurahan dan kantor instansi
Pemerintah lainnya yang ada hubungannya dengan penelitian ini.
Data tersebut berupa data-data yang berhubungan dengan
pelaksanaan pendaftaran tanah dan keberhasilan terwujudnya Catur
Tertib Pertanahan yang diperoleh dari jawaban responden dan
pengamatan langsung di lapangan.
2) Data Sekunder
Data Sekunder diperoleh dari instansi dan dokumen-dokumen lain
seperti laporan, arsip-arsip, data dari kantor Pertanahan Kota
Tebing Tinggi, kantor Kelurahan, BPS, dan BAPPEDA. Adapun
data yang dikumpulkan meliputi data:
a) Letak, luas dan batas wilayah kota Tebing Tinggi.
c) Jumlah dan kepadatan penduduk.
d) Tingkat pendidikan penduduk.
e) Data status tanah.
f) Data penggunaan tanah.
g) Data fisik dan yuridis yang berkaitan dengan pelaksanan
kegiatan pendaftaran tanah.
h) Data yang berkaitan dengan Catur Tertib Pertanahan.
i) dan data lainnya.
b. Sumber Data
Yang dimaksud sumber data adalah subyek darimana data dapat
diperoleh. Data yang diambil dalam penelitian ini bersumber dari Kantor
Pertanahan Kota Tebing Tinggi, BPS, BAPPEDA, Kantor Kelurahan dan
masyarakat pemilik tanah.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Study Kepustakaan
Yaitu dengan mempelajari buku-buku, tulisan ilmiah, peraturan
perundangan yang ada hubungannya dengan judul skripsi ini, serta
data-data yang telah didokumentasikan berupa arsip-arsip, peta-peta yang
dikumpulkan dari instansi terkait seperti kantor pertanahan, kantor
b. Observasi
Digunakan untuk mendapatkan fakta-fakta di lapangan yang sesuai
dengan tujuan penelitian. Observasi dilakukan di lapangan dengan
mengamati pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah pada Kantor
Pertanahan Kota Tebing Tinggi dan Kantor Kelurahan yang terkait dengan
penelitian ini.
c. Wawancara
Dalam penelitian ini wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah
tanya-jawab secara langsung secara sepihak dengan para Pejabat kantor
pertanahan, kantor Lurah dengan menggunakan panduan wawancara
d. Kuesioner
Yaitu dengan mengajukan daftar pertanyaan kepada responden untuk
mendapatkan data-data yang diperlukan. Yang menjadi responden adalah
masyarakat yang telah mendaftarkan tanahnya pada kantor pertanahan
kota Tebing Tinggi
H. Sistematika Penulisan
Untuk mempertegas penguraian isi dari skripsi ini serta untuk lebih
mengarahkan pembaca, maka berikut ini penulis membuat sistimatika
1. Pada Bab I diuraikan mengenai latar belakang, perumusan masalah, batasan
masalah, tujuan penelitian, kegunaan dan manfaat penelitian baik secara praktis
maupun secara teoritis, keaslian penulisan, metode penelitian yang
menguraikan tentang jenis metode penelitian, lokasi penelitian, obyek
penelitian dan jenis data yang menguraikan tentang data primer, data sekunder
dan sumber data, teknik pengumpulan data yang menguraikan tentang studi
kepustakaan, observasi, wawancara dan kuesioner.
2. Pada Bab II diuraikan tentang tinjauan pelaksanaan pendaftaran tanah
diuraikan mengenai pengertian pendaftaran tanah, dasar hukum
penyelenggaraan pendaftaran tanah, tujuan pendaftaran tanah, hak–hak atas
tanah, pelaksana pendaftaran tanah, kewenangan pemberian hak atas tanah,
peralihan hak atas tanah, kegiatan pendaftaran tanah yang menguraikan tentang
kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali, kegiatan pemeliharaan data
pendaftaran tanah, kegiatan pengukuran/pemetaan, kegiatan tata usaha
pendaftaran tanah, sistem publikasi pendaftaran tanah, objek pendaftaran tanah
dan catur tertib pertanahan meliputi dasar, tujuan, upaya-upaya mewujudkan
catur tertib pertanahan yang meliputi tertib hukum pertanahan, tertib
administrasi pertanahan, tertib penggunaan tanah, tertib pemeliharaan dan
lingkungan hidup, serta gambaran umum wilayah meliputi lokasi, luas, batas
wilayah, kepadatan penduduk, tingkat pendidikan, penggunaan tanah, status
tanah, dan instansi pelaksana pendaftaran tanah menguraikan peranan kantor
yang mempengaruhi terwujudnya catur tertib pertanahan di kota Tebing
Tinggi.
3. Pada Bab III tentang Upaya Kantor Pertanahan untuk terwujudnya Catur Tertib
Pertanahan di Kota Tebing Tinggi diuraikan mengenai penerapan ketentuan
pertanahan dalam pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali,
kegiatan pendaftaran pemeliharaan data pendaftaran tanah, penerapan sistem loket pelayanan dan penanganan sengketa pertanahan dan peningkatan
program pensertipikatan tanah dan pembangunan sarana, prasarana informasi
pertanahan
BAB II
PELAKASANAAN PENDAFTARAN TANAH GUNA TERWUJUDNYA CATUR TERTIB PERTANAHAN DI TEBING TINGGI
A. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah
1. Pengertian Pendaftaran Tanah
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 dijelaskan tentang
pengertian Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi
pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data
fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti
haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang
membebaninya.
Pengertian data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas
bidang satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai
adanya bangunan atau bagian bangunan diatasnya. Sedangkan pengertian data
yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan
rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan hak pihak lain serta beban -
beban lain yang membebaninya.
Pendaftaran Tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman,
terjangkau, mutahir dan terbuka. Dalam penjelasan pasal demi pasal Peraturan
a. Asas sederhana adalah didalam pelaksanaan pendaftaran tanah ketentuan
pokoknya maupun prosedurnya mudah dipahami oleh pihak-pihak yang
berkepentingan.
b. Asas aman adalah untuk menunjukkan bahwa pendaftaran perlu
diselenggarakan secara teliti dan cermat, sehingga hasilnya dapat
memberikan jaminan adanya kepastian hukum sesuai dengan tujuan
pendaftaran tanah.
c. Asas terjangkau adalah keterjagkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan,
khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan masyarakat
golongan ekenomi lemah.
d. Asas Mutakhir adalah kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya
dan berkesinambungan didalam pemeliharaan data, sehingga data yang
tersimpan di Kantor Pertanahan tetap sesuai dengan keadaan nyata
dilapangan.
e. Asas terbuka adalah masyarakat setiap saat dapat mengetahu atau
memperoleh keterangan mengenai data-data yang benar yang tersimpan di
Kantor Pertanahan.
2. Dasar Hukum Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah
Untuk menyelenggarakan pendaftaran tanah sebagaimana yang
dimaksud dalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 yang telah
dijelaskan dalam penjelasan umum UUPA menyatakan bahwa bumi, air dan
ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya pada
tersebut perkataan dikuasai dalam hal ini bukanlah berarti dimiliki, akan tetapi
adalah pengertian yang memberi wewenang kepada Negara sebagai organisasi
kekuasaan dari bangsa Indonesia pada tingkatan yang tertinggi untuk :
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan tanah.
b. Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas tanah.
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan huku antara orang-orang
dan badan-badan hukum atas tanah.
Atas dasar wewenang tersebut, maka Pemerintah berkewajiban untuk
melaksanakan pendaftran tanah diseluruh Indonesia sebagaimana yang telah
ditegaskan dalam pasal 19 UUPA itu sendiri. Pendaftaran tanah ini
diselenggarakan dengan cara sederhana dan mudah dimengerti yang bersifat
recht kadaster yaitu bertujuan untuk menjamin kepastian hukum. Untuk
melaksanakan kewajiban tersebut Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah No. 10 Tahun 1961 dan telah diperbaharui menjadi Peratauran
Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah jo. Peraturan
Menteri Negara Agraria/Kepala badan Pertanahan Nasioanal No 3 Tahun
1997 tentang Peraturan Pelaksana Pendaftaran Tanah. Disamping itu peraturan
perundang-undangan lainnya yang juga dipedomani dalam penyelenggaraan
pendaftaran tanah antara lain :
a. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1997 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6, Tambahan Lembaran
b. Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan
Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 130).
c. Peraturan Pemerintah No. 48/1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan
Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan
jo. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 1994.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha,
Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai.
e. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan
Pembuat Akta Tanah.
f. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis Tarif Atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan
Nasional .
g. Peraturan Menteri Negara Agraria /Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 3 tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan
Pembetalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara jo. Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2011 Tentang
Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan
Pendaftaran Tanah Tertentu.
h. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak
i. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 7 Tahun 2007
tentang Panitia Pemeriksa Tanah.
j. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 8
Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997.
3. Tujuan Pendaftaran Tanah
Pendaftaran tanah di Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam pasal 19
ayat 1 UUPA diadakan bertujuan untuk memberikan jaminan kepastian
hukum hak-hak atas tanah. Kepastian hukum yang dimaksud meliputi :
a. Status tanahnya yaitu kepastian mengenai jenis hak atas tanah tersebut.
Kepastian ini diperlukan karena bermacam-macam hak atas tanah
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 16 UUPA masing-masing
memberi wewenang dan kewajiban yang berbeda - beda.
b. Subyeknya yaitu kepastian mengenai orang-orang atau badan hukum yang
menjadi pemegang hak. Kepastian ini diperlukan karena adanya
subyek-subyek hak yang dapat melakukan perbuatan hukum sehubungan dengan
tanah tersebut.
c. Obyeknya yaitu kepastian mengenai letak, batas-batasnya serta luas
bidang tanahnya. Kepastian ini diperlukan untuk menghindari adanya
persengketaan.
d. Hukumnya yang berlaku yaitu untuk memudahkan pihak-pihak yang
bersangkutan mengetahui hukum yang berlaku dan wewenang serta
agar pihak yang bersangkutan dapat mempermaklumkan haknya
berdasarka hukum yang berlaku.
Pelaksanaan pendaftaran tanah menganut azas sederhana, aman,
terjangkau, mutakhir dan terbuka. Berdasarkan pasal 3 PP Nomor 24 tahun
1997 penyelenggaraan pendaftaran tanah bertujuan :
a. Untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum
kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan
hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan,
dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan
termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan dalam rangka mengadakan perbuatan hukum menganai
bidang-bidan tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaptar.
c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
4. Hak - Hak Atas Tanah
Hak atas tanah adalah wewenang mempergunakan sebagian tertentu
permukaan bumi dan sebagian tubuh bumi yang ada di bawah tanah dan air
serta ruang yang ada di atasnya. Tubuh bumi dan air serta ruang yang
dimaksudkan itu bukan kepunyaan pemegang hak atas tanah yang
bersangkutan. Pemegang hak atas tanah hanya diperbolehkan
kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan itu.9 Hak-hak
atas tanah yang dimaksud dalam pasal 16 ayat 1 UUPA adalah Hak Milik,
Hak Guna Usaha, Hak guna Bangunan, hak Pakai, Hak Sewa, Hak Membuka
Tanah, Hak Memungut Hasil Hutan dan Hak-hak lainnya yang akan
ditetapkan dengan Undang-Undang dan hak-hak yang sifatnya sementara.
Dari hak-hak tersebut di atas, dalam setiap peralihannya, hapusnya dan
pembebanannya dengan hak lain harus didaftar menurut ketentuan - ketentuan
Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 adalah Hak Milik (pasal 23 UUPA),
Hak Guna Usaha (pasal 32 UUPA), Hak Guna Bangunan (pasal 38 UUPA),
Semua Hak Pakai termasuk yang diperoleh Departemen - Departemen,
Direktorat - Direktorat dan Daerah daerah Swantantra (PMA No. 9 Tahun
1965), dan semua Hak Pengoelolaan (PMA No. 9 tahun 1965 jo. PMDN No. 5
1974).
Selanjutnya mengenai Hak Sewa, Hak Memungut Hasil Hutan dan
hak-hak lainnya belum ada peraturannya yang mengharuskan hak tersebut
harus didaftar apabila dialihkan kepada orang lain. Hak Milik, Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai adalah hak atas tanah yang langsung bersumber
pada hak bangsa atau apa yang disebut hak-hak primer yaitu hak yang
diberikan oleh Negara.10
9
Boedi Harsono., Hukum Agraria Di Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 1997, hal. 17.
10
a. Hak Milik
Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat fungsi sosial tanah (Pasal 20
UUPA). Turun - temurun artinya hak milik tidak hanya berlangsung
selama pemilik hak tersebut masih hidup, tetapi dapat diwariskan
berturut-turut dan atau diturunkan kepada orang lainnya, yaitu untuk menunjukan
bahwa hak miliklah yang paling kuat dan penuh. Menurut Pasal 22 UUPA,
bahwa Hak Milik terjadi menurut Hukum Adat, karena Penetapan
Pemerintah, dan karena ketentuan Undang-Undang. Sedangkan Hak Milik
hapus bila (Pasal 27 UPA) :
1) Tanahnya jatuh kepada Negara, karena Pencabutan hak yang
digunakan untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa
dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat; Penyerahan secara
sukarela oleh pemiliknya; Diterlantarkan; dan Melanggar prinsip
nasionalitas, yaitu hak milik jatuh kepada orang asing.
2) Tanahnya musnah.
b. Hak Guna Bangunan
Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu
paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang lagi dengan waktu paling
lama 20 tahun (Pasal 35 UUPA). Bangunan tersebut bisa rumah sebagai
tempat usaha/kantor), bangunan tempat kegiatan olah raga, bangunan
tempat kegiatan pariwisata serta bangunan-bangunan lainnya.11
Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak
Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas tanah, menyatakan
bahwa tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan adalah
Tanah Negara, Tanah Hak Pengelolaan, Tanah Hak Milik. Jangka waktu
Hak Guna Bangunan maksimal selama 30 tahun dan dapat diperpanjang
dengan waktu paling lama 20 tahun, selanjutnya setelah masa
perpanjangan Hak Guna Bangunan tersebut berakhir, kepada bekas
pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Guna Bangunan diatas
tanah yang sama (Pasal 25 PP Nomor 40 tahun 1996).
Hak Guna Bangunan dapat terjadi karena penetapan pemerintah, bagi
tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dan perjanjian yang berbentuk
otentik karena penetapan pemerintah antara pemilik tanah yang
bersangkutan dengan pihak yang akan memperoleh Hak Guna Bangunan,
untu tanah milik (Pasal 37 UUPA). Hak Guna Bangunan dapat beralih dan
dialihkan. Peralihan Hak Guna Bangunan terjadi karena jual beli, tukar
menukar, penyertaan dalam modal, hibah dan pewarisan (Pasal 34 Ayat
(2) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996).
Pasal 40 UUPA menyatakan bahwa Hak Guna Bangunan hapus karena
jangka waktunya berakhir, dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir
11
karena sesuatu syarat tidak dipenuhi, dilepaskan oleh pemegang haknya
sbelum jangka waktunya berakhir, dicabut untuk kepentingan umum,
diterlantarkan, tanahnya musnah, ketentuan dalam Pasal 36 ayat 2 yakni
karena pemegang Hak Guna Bangunan tidak melepaskan atau
mengalihkan kepada yang berhak dalam waktu 1 (satu) tahun disebabkan
pemegang hak tidak lagi berwenang sebagai subyek Hak Guna Bangunan.
c. Hak Pakai
Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil
dari tanah yang dikuasai oleh Negara, yang memberi wewenang dan
kewajiban kepada pemegangnya seperti yang ditentukan dalam keputusan
pemberian haknya oleh pejabat yang berwenang (Pasal 41 ayat (1)
UUPA). Pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 menyatakan
bahwa tanah yang dapat diberikan dengan Hak Pakai adalah: Tanah
Negara, Tanah Hak Pengelolaan, Tanah Hak Milik. Jangka waktu Hak
Pakai maksimal adalah 25 (dua puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang
untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan
untuk keperluan tertentu, selanjutnya setelah masa perpanjangan Hak
Pakai tersebut berakhir, kepada bekas pemegang hak dapat diberikan
pembaharuan Hak Pakai diatas tanah yang sama (Pasal 45 PP Nomor 40
tahun 1996).
Pasal 55 PP No. 40 Tahun 1996 menyatakan, bahwa Hak Pakai hapus
karena jangka waktunya berakhir, dihentikan sebelum jangka waktunya
haknya sebelum jangka waktunya berakhir, dicabut untuk kepentingan
umum, diterlantarkan, tanahnya musnah, ketentuan dalam Pasal 36 ayat 2
yakni karena pemegang Hak Pakai tidak melepaskan atau mengalihkan
kepada yang berhak dalam waktu 1 (satu) tahun disebabkan pemegang hak
tidak lagi berwenang sebagai subyek Hak Pakai.
5. Pelaksana Pendaftaran Tanah
a. Badan Pertanahan Nasional
Penyelenggaraan pendaftaran tanah diwilayah negara Republik
Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam pasal 19 UUPA, bahwa
penyelenggaraan pendaftaran tanah di Indonesia dilaksanakan oleh
Pemerintah dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN) sesuai dengan
yang ditentukan dalam pasal 5 dan 6 Peraturan Pemerintah Nomor 24
tahun 1997. Dalam penyelenggaraan tugas kegiatan pendaftaran tanah di
tingkat kabupaten/kota, tugas pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan
oleh Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah
khususnya pembuatan akta peralihan dan pembebanan hak atas tanah
dalam kegiatan pemeliharan data pendaftaran tanah, serta Pejabat lain
yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan - kegiatan tertentu menurut
peraturan perundang - undangan yang bersangkutan.
b. Pejabat Pembuat Akta Tanah
Dalam rangka menyelenggarakan pendaftaran tanah, Kepala Kantor
data pendaftaran tanah karena pemindahan hak atas tanah wujud dari
upaya tersebut melalui akta-akta yang dibuatnya. Perbuatan hukum
pemindahan hak dimaksud adalah perbuatan pengalihan dari orang
pertama yang telah mendaftarkan hak itu kepada orang kedua (pihak lain)
yang menerima hak atas tanah.12
Perbuatan hukum tersebut dituangkan dalam akta yang dijadikan
sebagai dasar pendaftarn atas perubahan data pendaftarn tanah (pasal 2
ayat (1) PP No. 37 tahun 1998) jenis dan bentuk akta sebagaimana
diuraikan dalam pasal 95 PMNA/KBPN No. 3 tahun 1997 dan pasal 2 ayat
(2) PP No. 37 tahun 1998 adalah jual beli, tukar menukar hibah,
pemasukan kedalam perusahaan (inbreng) dan pembagian hak bersama,
pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik,
Pemnberian hak Tanggungan dan Pemberian Kuasa membebankan Hak
Tanggungan.
Menurut pasal 1 angka 1 PP No. 37 tahun 1998, Pejabat Pembuat Akta
Tanah (selanjutnya disingkat PPAT) adalah pejabat umum yang diberi
kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum
tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun.
Kedudukan PPAT sebagai pejabat umum, maka akta yang dibuat
mengenai perbuatan hukum dimaksad merupakan akta otentik. Pengertian
akta otentik menurut pasal 1868 Kitab Undang Undang Hukum Perdata
12
(selanjutnya disebut KUHPerdata) ialah suatu akta yang didalam bentuk
yang ditentukan oleh Undang - Undang, dibuat oleh atau dihadapan
pegawai - pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat akta
dibuatnya.13
6. Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah
Pada dasarnya semua Warga Negara Indonesia mempunyai hak yang
sama untuk mendapatkan sesuatu hak atas tanah sebagaimana diatur dalam
UUPA, namun demikian dalam pemberiannya Negara mempunyai wewenang
untuk menentukan hak apa yang bisa diberikan kepada seseorang atau Badan
Hukum.14 Kewenangan Negara untuk memberikan jenis hak apa saja kepada
seseorang atau badan hukum tersebut dilaksanakan dalam kegiatan
pendaftaran tanah sebagaimana ditegaskan dalam pasal 19 UUPA jo. pasal 5
dan pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, bahwa
penyelenggaraan pendaftaran tanah di Indonesia dilaksanakan oleh
Pemerintah dalam hal ini dilaksanakan oleh Instansi Badan Pertanahan
Nasional (BPN).
Tugas dan kewenangan pemberian hak atas tanah, oleh Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia melimpahkan sebagian
kewenangannya kepada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi
dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang pembagian kewengannya
13
R.Subekti dan R.Tjitrosudibyo., Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cetakan Ketigapuluh dua, Pradnya Paramita, Jakarta, 2004, hal. 47.
14
sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 1999 tentang Pelimpahan
Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas
Tanah Negara, dan diperbaharui dengan Peratuaran Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2011 tentang Pelimpahan
Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah Dan Kegiatan Pendaftaran Tanah
Tertentu.
Pemberian Hak Atas Tanah merupakan penetapan Pemerintah yang
memberikan suatu hak atas tanah negara, termasuk perpanjangan jangka
waktu hak dan pembaharuan hak serta pemberian hak di atas Hak
Pengelolaan. Dalam pasal 1 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2011 dijelaskan, bahwa Tanah Negara
atau tanah yang dikuasai langsung oleh Negara adalah tanah yang tidak
dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah. Pemberian hak atas Tanah Negara
tersebut dapat berupa pemberian hak secara individual maupun pemberian hak
secara kolektif. Pemberian hak secara individual dalam Pasal 1 butir (6)
PMNA/Ka.BPN Nomor 3 Tahun 1999 adalah pemberian hak atas sebidang
tanah kepada seseorang atau sebuah badan hukum tertentu atau kepada
beberapa orang atau badan hukum secara bersama sebagai penerima hak
bersama, yang dilakukan dengan satu penetapan pemberian hak. Pemberian
hak secara kolektif dalam Pasal 1 butir (7) PMNA/Ka.BPN Nomor 3 Tahun
1999 adalah pemberian hak atas beberapa bidang tanah masing-masing kepada
hukum sebagai penerima hak bersama, yang dilakukan dengan satu penetapan
pemberian hak.
Pengertian mengenai pemberian hak atas tanah sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 1 butir (5) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional (PMNA/Ka.BPN) Nomor 3 Tahun 1999 tentang
Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian
hak atas tanah negara adalah penetapan pemerintah yang memberikan suatu
hak atas tanah negara, termasuk perpanjangan jangka waktu hak dan
pembaharuan hak.
Dalam memberikan hak atas tanah Negara dapat berupa pemberian hak
secara individual maupun pemberian hak secara kolektif. Pemberian hak
secara individual menurut pasal 1 butir (6) PMNA/Ka.BPN Nomor 3 Tahun
1999 adalah pemberian hak atas sebidang tanah kepada seseorang atau sebuah
badan hukum tertentu atau kepada beberapa orang atau badan hukum secara
bersama sebagai penerima hak bersama, yang dilakukan dengan satu
penetapan pemberian hak. Sedangkan Pemberian hak secara kolektif dalam
pasal 1 butir (7) PMNA/Ka.BPN Nomor 3 Tahun 1999 adalah pemberian hak
atas beberapa bidang tanah masing - masing kepada seseorang atau sebuah
badan hukum atau kepada beberapa orang atau badan hukum sebagai
penerima hak bersama, yang dilakukan dengan satu penetapan pemberian hak.
Dalam pelayanan sehari-hari pemberian hak atas tanah negara,
dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
dikarenakan Kantor Wilayah BPN dan Kantor Pertanahan adalah instansi
vertikal Badan Pertanahan Nasional RI di provinsi dan kabupaten/kota,
sehingga Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pertanahan adalah
pejabat Pemerintah Pusat di daerah, sebagaimana diatur dalam
PMNA/Ka.BPN Nomor 3 Tahun 1999. Adapun pelaksana pelimpahan
pemberian hak atas tanah negara dalam pelaksanaan sehari-hari adalah Kepala
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi dan para Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Hal ini dikarenakan Kantor Wilayah BPN
dan Kantor Pertanahan adalah instansi vertikal BPN di provinsi dan
kabupaten/kota, sehingga Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor
Pertanahan adalah pejabat Pemerintah Pusat di daerah. Sebagaimana yang
diatur dalam PMNA/Ka.BPN Nomor 3 Tahun 1999 terlihat memberi
tambahan kewenangan pengambilan keputusan mengenai pemberian hak atas
tanah yang lebih besar kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
Pembagian kewenangan pemberian hak didasarkan pada luasan tanah yang
dimohonkan. Menurut Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2011, pembagian kewenangan pemberian hak atas
Tanah Negara secara sederhana dirangkum dalam Tabel 1 sebagai berikut.
Tabel 1
Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah Menurut Per.Kaban BPN RI Nomor 1 Tahun 2011 Kewenangan Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota
Kewenangan Kepala Kantor Wilayah
Badan Pertanahan Provinsi
Pemberian Hak Milik :
- Tanah pertanian, luas tidak lebih
Pemberian Hak Milik :
dari 2 Ha
- Tanah non pertanian, luas tidak
lebih dari 2.000 m2
- Pemberian hak milik dalam rangka
pelaksanaan program Transmigrasi,
Redistrabusi Tanah, Konsolidasi
Tanah, Pendaftaran Tanah bersifat
strategis, massal dan program
lainnya
Pemberian Hak Guna Bangunan :
- Untuk orang perseorangan, luas
tidak lebih dari 1.000 m2
- Untuk Badan Hukum , luas tidak
tanah pertanian, luas lebih dari 2 ha
- Untuk Badan Hukum atas tanah
pertanian, luas lebih dari 2 ha
- Pemberian Hak milik tanah non
pertanian, luas lebih dari 2.000 m2
dan tidak lebih dari 5.000 m2
Pemberian Hak Guna Usaha :
- Untuk luas tidak lebih dari
1.000.000 m2
Pemberian Hak Guna Bangunan :
- Untuk orang perseorangan, luas
tanah pertanian, luas lebih dari 2 ha
- Untuk Badan Hukum atas tanah
pertanian, luas lebih dari 2 ha
- Untuk orang perseorangan atas
lebih dari 2.000 m2
- Untuk Badan Hukum atas tanah
non pertanian, luas tidak lebih dari
2.000 m2
- Semua pemberian Hak Pakai atas
tanah Hak Pengelolaan
2.000 m2 dan tidak lebih dari
5.000 m2
- Untuk Badan Hukum atas tanah
non pertanian, luas lebih dari 2.000
m dan tidak lebih dari 25.000 m2
Dari Tabel 1 tersebut dapat diketahui, bahwa adanya perbedaan
kewenangan dalam pemberian hak atas tanah, jika pemberian hak atas tanah
diwilayah kabupaten/kota melebihi luas yang telah ditetapkan, maka
keputusan pemberian hak atas tanah berada pada Kantor Wilayah BPN
Provinsi, kecuali dalam pemberian Hak Guna Usaha sudah menjadi
kewenangan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi.
Setelah dilakukan pemberian hak atas tanah, selanjutnya diatur
mengenai tata cara pembatalan hak atas tanah yang diatur dalam
PMNA/Ka.BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan
Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. Pada dasarnya
peraturan ini untuk melaksanakan ketentuan pemberian hak atas tanah
berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun
1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas
Tanah Negara serta PMNA/Ka.BPN Nomor 3 Tahun 1999. Tata cara
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) PMNA/Ka.BPN Nomor 3 Tahun 1999
bahwa sebelum mengajukan permohonan hak, pemohon harus menguasai
tanah yang dimohonnya, dibuktikan dengan data yuridis dan data fisik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Disamping mengatur
tata cara pemberian Hak milik, Hak Pakai, Hak Guna Bangunan di dalam
peraturan ini juga mengatur Hak Pengelolaandan sekaligus
kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh penerima hak atas tanah.
Pemberian hak terjadi dengan diterbitkan surat keputusan pemberian
hak oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Keputusan
pemberian hak kewenangannya berada pada Kepala BPN RI, namun demikian
kewenangan pemberian hak tersebut sebagian dilimpahkan kepada Kepala
Kantor Wilayah Badan Pertanhaan Nasional Provinsi dan Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota. Dengan memberikan pelimpahan kewenangan
yang lebih besar kepada Kepala Kantor Kabupaten/Kota dapat memberikan
kemudahan bagi masyarakat dalam mengurus pendaftaran tanahnya yang pada
akhirnya akan dapat mengurangi permasalahan-permasalahan yang timbul di
bidang pertanahan khususnya pemberian hak atas tanah.15
7. Peralihan Hak Atas Tanah
Hak-Hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 16
Undang Undang No. 5 tahun 1960 antara lain berupa hak milik, hak guna
15
Sukayadi., Pengelolaan Tanah Negara dan Tanah Aset Pemerintah,