BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah merupakan sarana untuk melaksanakan pembangunan.
Kedudukan tanah yang penting ini kadang tidak diimbangi dengan usaha untuk
mengatasi berbagai permasalahan yang timbul dalam bidang pertanahan. Fakta
memperlihatkan bahwa keresahan di bidang pertanahan dapat mendatangkan
dampak negatif di bidang sosial, politik dan ekonomi. Tanah dalam kehidupan
masyarakat mempunyai peranan sangat penting, karena manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidup selalu memerlukan tanah. Dengan bertambahnya jumlah
penduduk akan bertambah pula kebutuhan manusia akan tanah, baik untuk
keperluan pembangunan perumahan maupun untuk lahan pertanian, perindustrian,
perdagangan dan sebagai sarana kegiatan sosial lainnya. Dalam memenuhi
kebutuhan tanah oleh masyarakat sering terjadi hambatan dan berbagai macam
permasalahan mengenai status hak kepemilikan dan batas-batas bidang tanah yang
dikuasai oleh masyarakat. Hal ini disebabkan karena pelaksanaan pendaftaran
tanah belum semua meliputi bidang-bidang tanah di Indonesia.
Persoalan penyelenggaraan pendaftaran tanah mengenai tanah-tanah
Indonesia baru mendapat penyelesaian secara prinsipil dengan diundangkannya
pelaksana pendaftaran tanah di Indonesia. Dalam pasal 19 ayat 1
tersebut dijelaskan bahwa tujuan pendaftaran tanah hanya untuk kepentingan
pemberian jaminan kepastian hukum. Sungguhpun dalam sistem pendaftaran
tanah sebagaimana penjelasan umum UUPA, bahwa tujuan pendaftaran tanah
untuk kepastian hukum merupakan tujuan yang primer, tetapi disamping itu
pendaftaran tanah dapat juga dipakai untuk keperluan-keperluan lain, misalnya
untuk keperluan pemungutan pajak.1
Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) di Indonesia terdapat hukum
tanah yang bersifat pluralisme yaitu adanya hukum Barat, hukum Adat dan hukum
tanah yang berasal dari berbagai kerajaan yang diberlakukan di daerah. Pada
dasarnya UUPA menghapus pluralisme itu. Namun demikian, upaya yang didasari
UUPA tadi belum sepenuhnya berhasil.2 Dalam kehidupan masyarakat masih
sering dijumpai peralihan hak dibawah tangan, perwakafan lisan, dan sebagainya.
Praktek-praktek informal masih terjadi seperti peminjaman uang dengan jaminan
surat tanah, peminjaman uang tanpa bunga tetapi mengambil hasil tanah selama
belum lunas, dan bentuk-bentuk transaksi yang berdasar kepercayaan satu sama
lain. Hal ini sering terjadi tidak hanya pada tanah yang belum terdaftar, tetapi
terjadi juga pada tanah yang sudah terdaftar.
1
M. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis., Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, Bandung, 2008, hal. 81.
2
Pasal 19 Undang Undang Pokok Agraria (UUPA) mengamanatkan
kepada Pemerintah untuk mengadakan pendafatran tanah di seluruh wilayah
Republik Indonesia dengan tujuan untuk memberikan jaminan kepastian hukum
hak-hak atas tanah. Pendaftaran tanah dilaksanakan dalam satu rangkaian kegiatan
meliputi pengukuran, perpetaan, pembukuan dan pendaftaran hak-hak atas tanah
serta pendaftaran peralihan dan pembebanan hak atas tanah, serta pemberian surat
tanda bukti hak atas tanah yaitu sertipikat yang berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat. Selanjutnya oleh pasal 23, 32, dan 38 UUPA mengharuskan kepada
pemegang hak yang bersangkutan untuk mendaftarkan tanahnya agar memperoleh
kepastian hak.
Oleh karena itu apabila semua bidang tanah telah terdaftar dan
dimanfaatkan oleh pemegang haknya, idealnya secara yuridis-teknis telah ada
jaminan kepastian hukum terhadap semua bidang tanah terdaftar dan dampak
positifnya dapat mencegah terjadinya permasalahan pertanahan khususnya yang
menyangkut penggunaan dan pemanfaatan tanah serta mempertahankan hak
termasuk kebendaan yang melekat padanya.3
Sebagai implementasi dari pasal 19 UUPA, maka oleh pemerintah
telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 tentang pendaftaran
tanah, yang disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997
dan peraturan pelaksananya Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 1997 tentang Ketentuan Peraturan Pelaksana
Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.
3
Pendaftaran tanah di Indonesia dilaksnakan oleh pemerintah dalam hal ini Badan
Pertanahan Nasional (BPN) dan untuk daerah Kabupaten/Kota berdasarkan pasal
6 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 dilaksanakan oleh Kantor
Pertanahan, kecuali untuk kegiatan-kegiatan tertentu yang oleh Peraturan
Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 dan peraturan perundangan-undangan lain
sebagian tugas pendaftaran tanah ditugaskan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) dalam hal kegiatan yang berkaitan dengan pembuatan akta peralihan dan
pembebanan hak atas tanah.
Kegiatan penyelenggaraan pendaftaran tanah sangat terkait dengan
aspek teknis, yuridis, dan administrative data bidang tanah. Kekhasan
penyelenggaraan pendaftaran tanah ini sangat terkait dengan pertimbangan untuk
memberikan kepastian dan perlindungan hukum terhadap subyek dan obyek hak
atas tanah. Pendaftaran tanah dilaksanakan terhadap satuan bidang- bidang
kepemilikan atas tanah, baik atas bidang tanah yang belum terdaftar atas sesuatu
hak maupun atas bidang tanah yang sudah terdaftar atas seuatu hak menurut
Undang-Undang Pokok Agraria.
Pendaftaran atas bidang tanah yang sudah mempunyai sesuatu hak,
diperlukan jika terjadi perubahan data fisik dan data yuridis atas tanah tersebut.
Perubahan data yuridis dapat terjadi karena peralihan hak, sedangkan perubahan
data fisik dapat terjadi karena pemisahan dari satu bidang tanah menjadi beberapa
bidang atau penggabungan dari beberapa bidang menjadi satu bidang tanah.
Pendaftaran tanah telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat,
kekayaan yang berupa tanah dari setiap orang atau badan hukum yang
memilikinya, karena dengan memahami arti dan fungsi pendaftaran tanah,
masyarakat akan mendaftarkan tanahnya, maka akan diperoleh manfaat baik dari
segi hukum maupun dari sudut ekonomi.4 Dengan terdaftarnya suatu bidang tanah
dengan produknya berupa sertipikat, maka bagi masyarakat pemilik tanah akan
memperoleh manfaat berupa adanya rasa aman dan nyaman atas penguasaan dan
penggunaan tanah yang dimilikinya. Disamping itu juga sertipikat tanah dapat
dijadikan sebagai modal dalam pengembangan usaha perekonomian bagi
masyarakat pemiliknya, dengan menjadikannya sebagai agunan atau jaminan
dalam memperoleh kredit dari lembaga perbankan atau pihak lainnya.
Di Kota Tebing Tinggi, kegiatan pendaftaran tanah sudah dilaksanakan
sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria yang secara oprasional setelah diterbitkan Peraturan
Pemerintah Nomor 10 tahunn 1961 tentang pendaftaran tanah. Namun kegiatan
pelaksanaan pendaftaran tanah belum sepenuhnya meliputi atas bidang-bidang
tanah yang dikuasai oleh masyarakat. Hal ini dapat disebabkan, bahwa
pengetahuan masyarakat tentang arti dan pungsi pendaftaran tanah masih terbatas
sehingga dapat mengakibatkan kurangnya minat masyarakat untuk mendaftarkan
tanahnya. Disamping itu pendaftaran tanah dilaksnakan secara sederhana dan
tergantung pada perekonomian Negara. Akibat keterbatasan tersebut, maka
pelaksanaan pendaftaran tanah belum terlaksana secara menyeluruh atas
bidang-bidang tanah.
4
Dalam kegiatan memenuhi keperluan masyarakat akan tanah, di kota
Tebing Tinggi sering terjadi peralihan hak atas tanah dari pemilik semula kepada
pihak yang memerlukan tanah. Peralihan hak atas tanah dapat dilakukan melalui
jual beli, hibah, tukar menukar, pemasukan data perusahaan atau maupun dengan
cara ganti kerugian atas penguasaan dan pengunaan tanah. Peralihan hak atas
tanah merupakan perbuatan hukum yang mengakibatkan pemindahan hak atas
tanah dari pihak pemilik kepada pihak lain, oleh karena itu perbuatan hukum
tersebut harus dibuktikan dengan akta yang diperbuat Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) dan dihadiri oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum
yang bersangkutan dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi
yang memenuhi syarat sebagai saksi (pasal 38 PP No. 24/1997). Selain itu juga
peralihan hak atas tanah dapat terjadi karena warisan yang merupakan peristiwa
hukum yang mengakibatkan beralihnya sesuatu hak atas tanah dari pewaris
kepada para ahli waris. Peralihan hak ini bisa terjadi atas tanah yang sudah
terdaftar (bersertipikat) maupun atas tanah yang belum terdaftar. Dalam
melaksanakan peralihan hak atas tanah diperlukan kepastian status tanah yang
meliputi kepastian mengenai subjek dan objek hak atas tanah yang akan dialihkan,
oleh karena itu perlu dilaksanakan pendaftaran agar data-data kepemilikan tetap
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, sehingga dapat terjaminnya kepastian
hukum hak-hak atas tanah.
Arti pentingnya pendaftaran bagi peralihan hak atas tanah adalah
bahwa pendaftaran itu dijadikan syarat mutlak berlakunya terhadap pihak ketiga.5
5
Dengan dijadikan pendaftraan itu syarat untuk berlakunya terhadap pihak ketiga,
maka pihak yang menerima peralihan hak atas tanah tersebut harus mendaftarkan
haknya di dalam daftar umum/buku tanah agar hak atas tanah yang diperolehnya
itu berlaku dan diakui oleh pihak ketiga, selama pendaftaran itu belum
dilaksanakan, maka nama pemegang hak atas tanah tersebut masih terdaftar atas
nama pihak pertama. Hal ini dapat mengakibatkan tidak tertib administrasi
kepemilikan atas tanah, sehingga dapat mengakibatkan tidak terjaminannya
kepastian hukum hak atas tanah.
Dalam Ketetapan Majelis Permusyarawatan Rakyat Nomor II tahun
1983 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara telah digariskan agar dilakukan
pengendalian secara efektif terhadap penggunaan, penguasaan dan pemilikan
tanah yang pada hakekatnya bertujuan untuk mewujudkan Catur Tertib
Pertanahan. Sehubungan dengan hal tersebut Pemerintah melalui Badan
Pertanahan Nasional (BPN) telah membuat kebijakan dibidang pertanahan antara
lain mengeluarkan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 5 Tahun 1995 tentang Gerakan Nasional Sadar Tertib
Pertanahan. Melalui kebijakan ini dicanangkanlah suatu gerakan nasional dengan
nama Gerakan Nasional Pemasangan Tanda Batas Pemilikan Tanah yang pada
prinsipnya bertujuan untuk menumbuhkan peran serta masyarakat mensukseskan
Catur Tertib Pertanahan. Pemasangan tanda batas pemilikan tanah dilakukan oleh
pemilik tanah dengan pemilik yang berdampingan secara bersama-sama yang
tergabung dalam wadah Kelompok Masyarakat Sadar Tertib Pertanahan
pelaksanaan pendaftaran tanah bagi tanah-tanah masyarakat yang belum terdaftar,
sehingga dapat memacu terwujudnya Catur Tertib Pertanahan.
Namun pada kenyataannya, pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah
atas bidang-bidang tanah yang dipunyai oleh masyarakat di Kota Tebing Tinggi
belum sepenuhnya terlaksanakan, karena mengingat keterbatasan Pemerintah dan
kurangnya minat masyarakat untuk mendaftarkan tanahnya sendiri. Hal ini akan
dapat mempengaruhi keadaan Catur Tertib Pertanahan belum sepenuhnya
terwujud. Bertitik tolak dari uraian-uraian diatas, maka penulis merasa tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “TINJAUAN PELAKSANAAN
PENDAFTARAN TANAH TERHADAP TERWUJUDNYA CATUR TERTIB
PERTANAHAN DI KOTA TEBING TINGGI”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan yang menjadi pokok bahasan yang berkaitan dengan “Tinjauan
Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Terhadap Terwujudnya Catur Tertib Pertanahan
Di Kota Tebing Tinggi” sebagai berikut :
1) Bagaimanakah pelaksanaan pendaftaran tanah guna terwujudnya catur tertib
pertanahan di Kota Tebing Tinggi ?
2) Bagaimanakah upaya Kantor Pertanahan dalam melaksanakan kegiatan
pendaftaran tanah untuk terwujudnya catur tertib pertanahan di Kota Tebing
C. Batasan Masalah
Mengingat luasnya kegiatan pelaksanaan pendaftaran tanah merupakan
obyek penelitian serta kemampuan yang ada pada penulis sangat terbatas, maka
dalam hal ini penulis memberi suatu batasan dan menitik beratkan pada
permasalahannya yaitu : Pelaksanaan pendaftaran tanah secara sporadik hanya
meliputi kegiatan pendaftaran tanah pertama kali atas tanah negara yang dikuasai,
diusahai oleh masyarakat dan kegiatan pendaftaran pemeliharaan data pendaftaran
tanah.
D. Tujuan Penelitian
Bertitik tolak dari permasalahan yang dikemukakan diatas, dalam penelitian
ini penulis bertujuan :
1) Untuk mengetahui bagaimana dan sejauhmana kenyataannya pelaksanaan
pendaftaran tanah atas bidang-bidang tanah yang dipunyai oleh masyarakat
yang dapat mewujudkan Catur Tertib Pertanahan di Kota Tebing Tinggi
2) Untuk mengetahui upaya apa saja yang telah dilakukan oleh Kantor
Pertanahan Kota Tebing Tinggi dalam rangka mewujudkan Catur Tertib
Pertanahan.
E. Kegunaan dan Manfaat Penelitian
1. Kegunaan Penelitian
a. Sebagai pelengkap persyaratan bagi penulis untuk mengakhiri masa
study pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
b. Me rupakan tambahan pengetahuan bagi penulis dalam melaksanakan
tugas di kemudian hari.
2. Manfaat Penelitian
Disamping kegunaan penelitian tersebut, penulis berharap nantinya dapat
memberikan manfaat pemikiran baik secara teoritis dan maupun secara
praktis.
a. Manfaat secara teoritis
Dapat memeberikan suatu bahan masukan informasi bagi kalangan
Akademis dalam untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan
pemikiran dalam hal pendaftaran tanah.
b. Manfaat secara praktis
Dapat memberikan masukan bagi Instansi yang terkait, dan informasi
untuk pemahaman bagi masyarakat yang memerlukan demi
meningkatkan kesadaran hukum dalam hal pelaksanaan pendaftaran
tanah terhadap terwujudnya catur tertib pertanahan.
F. Keaslian Penulisan
Penulisan ini dilakukan atas inisiatif sendiri dan tentunya dengan
berbagai masukan dari berbagai pihak yang membantu penulisan ini. Karena
melihat pendaftaran tanah sangatlah penting untuk dilaksanakan oleh Pemerintah
pemilik tanah kurang menyadari pentingnya pendaftaran tanah untuk kepastian
hukum terhadap kepemilikan tanahanya. Bahkan banyak sekali yang tidak tahu
menahu mengenai pendaftaran tanah. Masyarakat beranggapan bahwa dengan
surat-surat keterangan tanah atau surat perjanjian jual beli tanah dan lain-lain yang
diperbuat dibawah tangan, itu sudah cukup untuk menunjukkan bahwa mereka
adalah pemilik tanah yang sah secara hukum. Mengingat pelaksanan pendaftaran
tanah belum sepenuhnya dilaksanakan atas bidang-bidang tanah yang dimiliki
oleh warga masyarakat, yang disebabkan kurangnya sosialisasi dari pihak Instansi
yang berwenang dan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap arti pentingnya
pendaftaran tanah inilah yang melatar belakangi penulisan ini. Penulisan ini
belum dibuat oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
sebelumnya. Kalaupun ada kesamaan, hal itu pastilah dilakukan dengan tidak
sengaja dan tentunya dengan pendekatan permasalahan yang berbeda. Penulisan
ini juga dilengkapi dengan adanya kutipan-kutipan dari beberapa sumber yang
telah disebutkan diatas dengan tidak bermaksud untuk mengurangi manfaat,
tujuan dan keaslian dari penulisan ini.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian hukum
empiris dengan pendekatan penelitian hukum normatif dan penelitian hukum
sosiologis. Menurut Tampil Anshari Siregar, dari sekian banyak jenis
penelitian hukum normatif dan penelitian hukum sosiologis. Penelitian hukum
normatif atau penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara
meneliti bahan pustaka atau hanya menggunakan data sekunder belaka.
Sedangkan Penelitian hukum sosiologis atau empiris yang dilakukan dengan
cara terutama meneliti data primer yang diperoleh dari lapangan selain juga
meneliti data sekunder dari perputakaan.6
Pendekatan hukum normatif penulis melakukan dengan cara meneliti
bahan pustaka seperti peraturan perundang-undangan, bahan-bahan hukum
dan data yang sudah dipublikasikan pada Instansi Pemerintah, dengan maksud
untuk memperoleh data sekunder. Sedangkan pendekatan sosiologis, penulis
melakukan dengan mengadakan wawancara langsung dengan para Pejabat
yang terkait dan menyebarkan quesioner kepada masyarakat dengan
menggunakan teknik non random dengan maksud untuk memperoleh data
primer. Hal ini penulis lakukan mengingat keterbatasan waktu dalam
melakukan peneltian.
Untuk menganalisa data yang sudah diperoleh baik dari kantor Instansi
yang terkait maupun dari masyarakat, maka penulis menggunakan analisis
pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor, mendefinisikan metode
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yan dapat
6
Tampil Anshari Siregar., Metodologi Penelitian Hukum, Pustaka Bangsa
diamati.7 Penelitian kualitatif bermaksud untuk memahami fenomena tentang
apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan,dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
Penelitian dengan pendekatan kualitatif lebih menekankan analisisnya
pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisis terhadap
dinamika hubungan antar fenomena yang diamati, dengan menggunakan
logika ilmiah. Hal ini bukan berarti, bahwa pendekatan kualitatif sama sekali
tidak menggunakan dukungan data kuantitatif akan tetapi penekanannya tidak
pada pengujian hipotesis melainkan pada usaha menjawab pertanyaan
penelitian melalui cara-cara berfikir formal dan argumentatif.8
Pada penelitian ini untuk menganalisa data menggunakan dengan
pendekatan kualitatif yang dimaksudkan untuk menggambarkan kondisi
pelaksanaan pendaftaran tanah atas tanah-tanah yang dikuasai dan dimiliki
oleh masyarakat dalam kaitannya dengan Catur Tertib Pertanahan di Kota
Tebing Tinggi. Penelitian dilakukan berdasarkan fakta-fakta yang ada yang
berlangsung pada masa sekarang, termasuk fenomena atau kenyataan yang
berlangsung sebagaimana adanya dilapangan.
7
Lexy J. Moleong., Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2000, hal. 4. 8
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kota Tebing Tinggi. Pemilihan
lokasi tersebut karena saat ini pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah di kota
Tebing Tinggi sedang berlangsung atas tanah yang dikuasai dan dimiliki oleh
masyarakat. Dalam pengembangan usaha perekonomian oleh masyarakat kota
Tebing Tinggi, tidak terlepas dari tanah yang dapat dijadikan sebagai salah
satu penambahan modal usahanya. Oleh karena itu kegiatan tersebut tidak
terlepas dari kegiatan pelaksanaan pendaftaran tanah. Disamping itu, bahwa
kota Tebing Tinggi merupakan kota lintas bagi masyarakat yang mau
bepergian kearah pantai timur dan pantai barat yang merupakan kota sedang
berkembang.
3. Obyek Penelitian
Adapun yang menjadi obyek penelitian, meliputi bidang-bidang tanah
yang telah dan sedang diselenggarakan pendaftarannya pada kantor
pertanahan kota Tebing Tinggi, yang meliputi bidang-bidang tanah di 5 (lima)
kecamatan. Pada tiap-tiap kecamatan dipilih 2 (dua) Kelurahan yang volume
kegiatan pendaftaran tanahnya lebih banyak. dan tiap-tiap kelurahan diambil
sampel sebanyak 5 (lima) orang yang mewakili masyarakat yang
mendaftarkan tanahnya. Sehingga jumlah sampel yang dianggap mewakili
4. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis data
Jenis data yang dikumpulkan berupa :
1) Data primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung oleh
penulis dilapangan dari para pihak yang menjadi sumber informasi.
Data tersebut diperoleh dengan cara melakukan observasi,
wawancara dan mengajukan daftar pertanyaan kepada responden,
yaitu masyarakat pemilik bidang tanah, pejabat kantor Pertanahan
Kota Tebing Tinggi dan kantor Kelurahan dan kantor instansi
Pemerintah lainnya yang ada hubungannya dengan penelitian ini.
Data tersebut berupa data-data yang berhubungan dengan
pelaksanaan pendaftaran tanah dan keberhasilan terwujudnya Catur
Tertib Pertanahan yang diperoleh dari jawaban responden dan
pengamatan langsung di lapangan.
2) Data Sekunder
Data Sekunder diperoleh dari instansi dan dokumen-dokumen lain
seperti laporan, arsip-arsip, data dari kantor Pertanahan Kota
Tebing Tinggi, kantor Kelurahan, BPS, dan BAPPEDA. Adapun
data yang dikumpulkan meliputi data:
a) Letak, luas dan batas wilayah kota Tebing Tinggi.
c) Jumlah dan kepadatan penduduk.
d) Tingkat pendidikan penduduk.
e) Data status tanah.
f) Data penggunaan tanah.
g) Data fisik dan yuridis yang berkaitan dengan pelaksanan
kegiatan pendaftaran tanah.
h) Data yang berkaitan dengan Catur Tertib Pertanahan.
i) dan data lainnya.
b. Sumber Data
Yang dimaksud sumber data adalah subyek darimana data dapat
diperoleh. Data yang diambil dalam penelitian ini bersumber dari Kantor
Pertanahan Kota Tebing Tinggi, BPS, BAPPEDA, Kantor Kelurahan dan
masyarakat pemilik tanah.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Study Kepustakaan
Yaitu dengan mempelajari buku-buku, tulisan ilmiah, peraturan
perundangan yang ada hubungannya dengan judul skripsi ini, serta
data-data yang telah didokumentasikan berupa arsip-arsip, peta-peta yang
dikumpulkan dari instansi terkait seperti kantor pertanahan, kantor
b. Observasi
Digunakan untuk mendapatkan fakta-fakta di lapangan yang sesuai
dengan tujuan penelitian. Observasi dilakukan di lapangan dengan
mengamati pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah pada Kantor
Pertanahan Kota Tebing Tinggi dan Kantor Kelurahan yang terkait dengan
penelitian ini.
c. Wawancara
Dalam penelitian ini wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah
tanya-jawab secara langsung secara sepihak dengan para Pejabat kantor
pertanahan, kantor Lurah dengan menggunakan panduan wawancara
d. Kuesioner
Yaitu dengan mengajukan daftar pertanyaan kepada responden untuk
mendapatkan data-data yang diperlukan. Yang menjadi responden adalah
masyarakat yang telah mendaftarkan tanahnya pada kantor pertanahan
kota Tebing Tinggi
H. Sistematika Penulisan
Untuk mempertegas penguraian isi dari skripsi ini serta untuk lebih
mengarahkan pembaca, maka berikut ini penulis membuat sistimatika
1. Pada Bab I diuraikan mengenai latar belakang, perumusan masalah, batasan
masalah, tujuan penelitian, kegunaan dan manfaat penelitian baik secara praktis
maupun secara teoritis, keaslian penulisan, metode penelitian yang
menguraikan tentang jenis metode penelitian, lokasi penelitian, obyek
penelitian dan jenis data yang menguraikan tentang data primer, data sekunder
dan sumber data, teknik pengumpulan data yang menguraikan tentang studi
kepustakaan, observasi, wawancara dan kuesioner.
2. Pada Bab II diuraikan tentang tinjauan pelaksanaan pendaftaran tanah
diuraikan mengenai pengertian pendaftaran tanah, dasar hukum
penyelenggaraan pendaftaran tanah, tujuan pendaftaran tanah, hak–hak atas
tanah, pelaksana pendaftaran tanah, kewenangan pemberian hak atas tanah,
peralihan hak atas tanah, kegiatan pendaftaran tanah yang menguraikan tentang
kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali, kegiatan pemeliharaan data
pendaftaran tanah, kegiatan pengukuran/pemetaan, kegiatan tata usaha
pendaftaran tanah, sistem publikasi pendaftaran tanah, objek pendaftaran tanah
dan catur tertib pertanahan meliputi dasar, tujuan, upaya-upaya mewujudkan
catur tertib pertanahan yang meliputi tertib hukum pertanahan, tertib
administrasi pertanahan, tertib penggunaan tanah, tertib pemeliharaan dan
lingkungan hidup, serta gambaran umum wilayah meliputi lokasi, luas, batas
wilayah, kepadatan penduduk, tingkat pendidikan, penggunaan tanah, status
tanah, dan instansi pelaksana pendaftaran tanah menguraikan peranan kantor
yang mempengaruhi terwujudnya catur tertib pertanahan di kota Tebing
Tinggi.
3. Pada Bab III tentang Upaya Kantor Pertanahan untuk terwujudnya Catur Tertib
Pertanahan di Kota Tebing Tinggi diuraikan mengenai penerapan ketentuan
pertanahan dalam pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali,
kegiatan pendaftaran pemeliharaan data pendaftaran tanah, penerapan sistem loket pelayanan dan penanganan sengketa pertanahan dan peningkatan
program pensertipikatan tanah dan pembangunan sarana, prasarana informasi
pertanahan