• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM

A. Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Konseps

Dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan berbentuk Republik. Ketentuan konstitusional ini memberikan pesan bahwa negara Republik Indonesia dibangun dalam bentuk kerangka negara yang berbentuk kesatuan, bukan federasi. Oleh karena itu daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (otonomi daerah) tanpa lepas dari bingkai negara kesatuan sebagaimana diamanatkan UUD 1945.

Perjalanan sejarah bangsa Indonesia telah mengalami pasang surutnya pemerintahan melalui beberapa kali penggantian Undang Undang Dasar. Secara rinci Mohammad Hatta menguraikan bahwa dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”. Pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS 1949 menegaskan bahwa “Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu Negara Hukum yang Demokratis dan berbentuk Federasi”. Pasal 1 ayat (1) UUD Sementara 1950 menegaskan, “Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang

demokratis dan berbentuk kesatuan”.110 Perubahan bentuk negara dan pemerintahan, mulai dari sistem presidentil berubah menjadi sistem parlementer, dan kembali lagi menjadi sistem presidentil. Undang Undang Dasar 1945 dengan Negara Kesatuan, Undang Undang Dasar Republik Indonesia Serikat dengan negara federal dan Undang Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950 menganut negara kesatuan.111 Negara Federal bukanlah nomenklatur kenegaraan dalam negara Kesatuan (eenheidsstaat atau unitary state). Negara kesatuan tidak mengenal bentuk pemerintahan federal. Negara Federal bukan negara kesatuan, tetapi negara persatuan. Oleh karena Negara Indonesia itu suatu eenheidsstaat, maka Indonesia tidak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat staat juga.112

Dalam negara kesatuan adalah adanya organisasi yang dibentuk sebagai daerah swatantra didalamnya, namun hak otonominya tidak boleh melampaui volume yang akan menjadikan daerah itu sebagai satu negara bagian seperti halnya dalam sistem federalisme di Amerika Serikat dan Malaysia.113

Dengan adanya perbedaan tersebut di atas, maka dalam Negara Kesatuan dapat diidentifikasi ciri batasan hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat dan

110

Mohammad Hatta, Uraian Pancasila, (Jakarta:Mutiara, 1977), hal. 7. UUD 1945

ditetapkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945 yang merupakan hasil rancangan BPUPKI tanggal 25 Mei 1945 sampai dengan tanggal 16 Juni 1945. Diundangkan dalam Berita Repoeblik, Tahoen II Nomor 7, Percetakan Repoeblik Indonesia, tanggal 15 Pebruari 1946. Sebagaimana dikutif oleh

Agussalim Andi Gadjong,Pemerintahan Daerah, (Bogor: Ghalia, 2007), hal. 5.

111

Harun Al-Rasyid, “Peraturan Perundang-undangan dalam Konstitusi Indonesia”, Makalah,

disampaikan pada Pelatihan Teknis Perancang Peraturan Perundang-undangan Tahun 2008, Departemen Hukum dan HAM RI, Jakarta, tanggal 17 Desember 2008, hal. 1.

112

Harun Al-Rasyid, Naskah UUD 1945 Sesudah Empat Kali Diubah oleh MPR, (Jakarta: UI-

Press, 2007), hal 26.

113

Andi Mallarangeng,Dkk, Otonomi Daerah Prospektif Teoritis dan Praktis,

pemerintah daerah yaitu: Pemerintah Daerah tidak memiliki kedaulatan secara sendiri-sendiri dan terlepas dari kedaulatan negara kesatuan, dan kedudukan pemerintah daerah merupakan bagian dari pemerintah negara kesatuan.

Prinsip pembagian kekuasaan atau kewenangan pada negara kesatuan, dapat diuraikan dalam 3 (tiga) hal, yaitu;114

Pertama, kekuasaan atau kewenangan pada dasarnya milik pemerintah pusat, daerah diberi hak dan kewajiban mengelola dan menyelenggarakan sebagian kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan atau diserahkan. Jadi, terjadi proses penyerahan atau pelimpahan kewenangan. Kedua, Pemerintah pusat dan pemerintahan daerah tetap memiliki garis komando dan hubungan hierarkis. Pemerintah sebagai subordinasi pemerintah pusat namun hubungan yang dilakukan tidak untuk mengintervensi atau mendikte pemerintah daerah dalam berbagai hal. Ketiga, kewenangan atau kekuasaan yang dialihkan kepada daerah dalam kondisi tertentu, dimana daerah tidak dapat menjalankannya dengan baik, maka kewenangan tersebut dapat ditarik kembali oleh pemerintah pusat sebagai pemilik kewenangan tersebut.

Kekuasaan dan atau kewenangan pemerintah pusat ditetapkan secara umum dalam Undang-undang Dasar, sedangkan kekuasaan dan atau kewenangan pemerintah daerah termasuk dalam pembentukan produk hukum ditetapkan oleh lembaga pembuatan undang-undang di tingkat pusat.115

114

Agussalim Andi Gadjong, Op. cit, hal.71-72. Sebagaimana dikutip dari Shahid Javed

Burki, Guilermo E. Perry, William R. Dilinger, “ Beyond The Centre : Dcentralizing The State”, The

World Bank, 1999, hlm. 18.

115

Ibid, Disarikan dari pendapat Leon P. Baradat, Political Ideologis, Their Origin and

Impact,(New Jersey: Prentice Hall Inc, 1979), hal. 111. yang menyatakan bahwa Negara kesatuan

merupakan negara yang bersusunan tunggal yang diorganisasikan di bawah sebuah pemerintah pusat. Kekuasaan dan kewenangan yang terletak pada sub nasional (wilayah atau daerah), dijalankan atas diskresi pemerintah pusat sebagai pemberi kekuasaan khusus kepada bagian-bagian pemerintah yang ada dalam negara kesatuan. Struktur kekuasaan dalam negara kesatuan adalah sederhana karena seluruh kekuasaan pemerintahan konstitusional terpusat di tingkat pemerintahan yang tunggal (nasional). Pemerintah daerah bergantung pada pemerintah pusat karena segala kewenangan dan kekuasaan yang dimilikinya berasal/diberikan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak memiliki justifikasi secara atributif dari konstitusi.

Di dalam Pasal 18 Ayat (1) UUD 1945 disebutkan “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan Undang Undang. Penggunaan istilah dibagi atas daerah daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dimaksudkan untuk menegaskan hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah yang bersifat hirarkis dan vertikal.116

Negara Indonesia adalah negara yang berbentuk kesatuan (unitary state). Kekuasaan asal berada di pemerinta pusat, namun kewenangan (authorithy) pemerintah pusat ditentukan batas-batasnya dalam UUD dan Undang-undang, sedangkan kewenangan yang tidak disebutkan dalam UUD dan Undang-undang ditentukan sebagai kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah.117

Asas pemerintahan daerah ditegaskan di dalam Pasal 18 Ayat (2) bahwa pemerintahan daerah propinsi dan daerah kabupaten/kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.118

116

Pengaturan mengenai desentralisasi dalam negara kesatuan cenderung diletakkan dalam aturan konstitusi, dimana hubungan antara pemerintah pusat dan daerah adalah hierarki, tidak seperti dengan negara federal, dimana hubungan antara pemerintah federal dengan negara tidak otomatis hierarki (bawahan).

117

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Pemikiran UUD Negara Kesatuan RI, (Jakarta: The Habibie

Centre, 2001), hal. 28.

118

Pasal 18 Ayat (2) UUD 1945 Amandemen ke-2 menyatakan bahwa Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Oleh sebab itu secara universal asas pemerintahan daerah mencakup 3 (tiga) asas penting yaitu:

1. Asas desentralisasi 2. Asas dekonsentarsi 3. Tugas pembantuan.119

Pemerintah pusat sebagai pihak yang melimpahkan wewenang tetap bertanggungjawab terhadap pelaksanaan urusan yang telah dilimpahkan. Penyelenggaraan asas desentralisasi dan dekonsentralisasi dilaksanakan di propinsi.

Desentralisasi menggambarkan pengalihan tugas operasional ke pemerintahan lokal dan juga menggambarkan pendelegasian atau devolusi kewenangan pembuatan keputusan kepada pemerintah yang tingkatannya lebih rendah.120 Dengan kata lain desentralisasi merupakan pelaksanaan pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dalam negara kesatuan dalam rangka otonomi daerah.121

119

Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, (Jakarta: Sinar Harapan, 2000), hal

32.

120

Ibid.

121

Mustamin Dg Matutu, dkk, Mandat, Delegasi, Atribusi dan Implementasinya di Indonesia,

(Yogyakarta: UIII Press, 2004), hal. 35-36. Desentralisasi berarti pemencaran atau penyebaran wewenang dari pusat ke bagian-bagian organisasi di bawahnya, baik secara teritorial, fungsional, teknis maupun kultural. Dekonsentrasi diartikan pada penyebaran atau pemencaran kewenangan pusat kepada petugasnya yang tersebar di wilayah-wilayah untuk melaksanakan kebijaksanaan pusat. Sedangkan desentralisasi diartikan sebagai pengalihan (pendelegasian) sebagian kewenangan petugas pusat secara peerseorangan yang sengaja di bentuk untuk mengurusi dan menangani sendiri sejumlah urusan yang diberi status otonom. Desentralisasi merupakan lawan dari sentralisasi, sedangkan dekonsentrasi lawan dari konsentrasi. Sentralisasi berarti pemusatan kewenangan dan pengambilan keputusan berada di pusat dan tidak ada pendelegasian ke daerah. Sedangkan konsentrasi pada

Undang Undang yang mengatur otonomi daerah saat ini adalah Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok Pokok Pemerintahan di Daerah.

Di dalam Undang Undang 32 Tahun 2004, pada Pasal 1 Angka 6 pengertian daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Pembentukan daerah otonom merupakan “perintah” (amanat) konstitusi.122 Daerah otonom tersebut pada dasarnya merupakan satu kesatuan wilayah sebagai kesatuan masyarakat yang mempunyai ikatan serta mempunyai kewenangan untuk mengurus kepentingan dengan tetap berada dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.123 Daerah otonom dibangun melalui perangkat substansi (kaidah) hukum, yang memiliki kewenangan “otonomi”. Penguatan otonomi menciptakan keseimbangan antara penyerahan dan pelimpahan kewenangan kepada pemerintah daerah dan menjaga keutuhan NKRI.

Dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dikemukakan bahwa pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.124

hakikatnya sama dengan sentralisasi, yang keduanya berarti peneumpukan atau pemusatan kekuasaan di pusat organisasi.

122

Benyaminn Hoessein, Loc. cit

123

Penjelasan umum UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

124

Pemberian sebagian kewenangan (kekuasaan) kepada daerah berdasarkan hak otonomi (negara kesatuan dengan sistem desentralisasi), tetapi pada tahap akhir, kekuasaan tertinggi tetap di

Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat dan daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Agar mampu menjalankan perannya tersebut, daerah diberikan kewenangan yang seluas-luasnya disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara.125 Dari uraian tersebut di atas, dapat diketahui bahwa prinsip yang dipakai dan melandasai pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan undang-undang no. 32 Tahun 2004 ini adalah “Otonomi seluas-luasnya yang nyata dan bertanggungjawab”.

Porsi otonomi daerah menurut Laica,126 tidak cukup dalam wujud otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab, tetapi juga harus diwujudkan dalam format otonomi yang seluas-luasnya. Konsep pemerintahan otonomi yang seluas-luasnya merupakan salah satu upaya untuk menghindari ide negara federal. Cakupan otonomi yang seluas-luasnya adalah bermakna penyerahan urusan sebanyak mungkun ke daerah untuk menjadi urusan rumah tangga sendiri.

tangan pemerintah pusat. Lihat juga Penjelasan umum angka 1 Dasar Pemikiran Undang -Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

125

Penjelasan umum UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah angka 1 huruf a.

126

Di sisi lain, Soehino127 berpandangan bahwa cakupan otonomi yang seluas- luasnya bermakna penyerahan urusan sebanyak mungkin kepada daerah untuk menjadi urusan rumah tangga sendiri. Nasroen128 berpendapat bahwa otonomi daerah yang seluas-luasnya bukan tanpa batas sehingga meretakkan negara kesatuan. Otonomi daerah berarti berotonomi dalam negara. Otonomi tidak boleh meretakkan, apalagi memecah negara kesatuan.

Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan, di luar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah berupa peraturan-peraturan untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.129

Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dimana urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah.130 Hal senada diungkapkan oleh Hatta131 bahwa dasar kedaulatan rakyat adalah hak rakyat untuk menentukan nasibnya, yang tidak hanya ada pada pucuk pemerintah negeri, melainkan juga pada

127

Soehino, Op. cit,, hal. 50.

128

M. Nasroen, Masalah-masalah di Sekitar Otonomi Daerah, (Jakarta: Wolters, 1951), hal. 28,

sebagaimana dikutip ulang oleh Agussalim Andi Gadjong.

129

Penjelasan umum UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah angka 1 huruf b.

130

Penjelasan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

131

Mohammad Hatta, Ke Arah Indonesia Merdeka Kumpulan Karangan Jilid I, (Jakarta: Bulan

setiap tempat (daerah). Tiap-tiap golongan atau bagian rakyat mendapat otonomi (membuat dan menjalankan peraturan sendiri) dan zelfbestuur (menjalankan peraturan yang dibuat oleh dewan yang lebih tinggi). Hal ini menjadi penting karena keperluan tiap tempat dalam satu negeri tidak sama, melainkan berbeda-beda.

Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab menurut Undang-undang Pemerintahan Daerah 2004 adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional. Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah, juga harus menjamin keserasian hubungan antara Daerah dengan Daerah lainnya, artinya mampu membangun kerjasama antar Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar Daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar Daerah dengan Pemerintah, artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah Negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan Negara.

Kewenangan daerah otonom secara jelas disebutkan dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 yaitu: “Kewenangan Daerah mencakup kewenangan dalam

seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain”.132

Memperhatikan kewenangan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diketahui bahwa terdapat sejumlah kewenangan dibidang pemerintahan yang tidak diserahkan kepada daerah, sehingga kewenangan tersebut tetap menjadi wewenang pemerintah pusat dalam wujud dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

Inti otonomi daerah adalah demokratisasi dan pemberdayaan.133 Sebagai demokratisasi berarti ada keserasian antara pusat, daerah dan daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan, kebutuhan dan aspirasi masyarakatnya. Aspirasi dan kepentingan daerah mendapat perhatian dalam setiap pengambilan kebijakan oleh pusat, sedangkan otonomi daerah pemberdayaan daerah merupakan suatu proses pembelajaran dan penguatan bagi daerah untuk mengatur, mengurus dan mengelola kepentingan dan aspirasi masyarakat sendiri.

Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada daerah sehingga daerah diberikan peluang untuk

132

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 10 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. politik luar negeri; b. pertahanan; c. keamanan; d. yustisi;

e. moneter dan fiskal nasional; dan f. agama.

133

Wahidudin Adam,”Permasalahan Hukum yang berkaitan dengan Peraturan Daerah”,

Makalah, disampaikan pada disampaikan pada Pelatihan Teknis Perancang Peraturan Perundang-

mengatur dan melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri dengan memperhatikan kepentingan masyarakat setempat dan potensi daerahnya. Kewenangan ini merupakan upaya untuk membatasi kewenangan Pemerintah dan kewenangan Propinsi sebagai daerah otonom, karena Pemerintah dalam hal ini pemerintah pusat dan pemerintah Propinsi hanya diberi kewenangan meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi pada semua aspek pemerintahan.

B. Proses Pembentukan Peraturan Daerah

Dokumen terkait