• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PENDAHULUAN

B. Kewenangan Pertanahan Antara Pemerintah Kota Batam Dan

mempunyai letak yang sangat strategis yaitu jalur pelayanan internasional dengan jarak 12,5 mil laut dari Negara Singapura. Wilayah Pulau Batam terdapat lebih dari 400 (empat ratus) pulau dan 329 (tiga ratus dua puluh sembilan) pulau diantaranya

60

Wawancara dengan Bapak Darmansyah Nasution, Notaris/PPAT di Medan pada tanggal 6

Agustus 2011. 

61

Wawancara dengan Bapak Ronald P, selaku Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah, di Kantor Pertanahan Kota Batam, pada tanggal 22 Juli 2010.

telah diberi nama, termasuk di dalamnya pulau-pulau terluar di wilayah perbatasan negara, yang berbatasan dengan:

Sebelah Utara : Negara Singapura

Sebelah Timur : Kabupaten Bintan dan Tanjung Pinang Sebelah Selatan : Kabupaten Lingga

Sebelah Barat : Kabupaten Karimun

Sesuai Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973, Pulau Batam ditetapkan sebagai lingkungan kerja daerah industri dengan didukung oleh Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam atau lebih dikenal dengan Badan Otorita Batam (BOB) sebagai penggerak pembangunan Batam. Seiring pesatnya perkembangan Pulau Batam, pada dekade 1980-an, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1983, wilayah kecamatan Batam yang merupakan bagian dari kabupaten Kepulauan Riau, ditingkatkan statusnya menjadi Kotamadya Batam yang memiliki tugas dalam menjalankan administrasi pemerintahan dan kemasyarakatan serta mendudukung pembangunan yang dilakukan Otorita Batam.62

Penetapan status Pulau Batam sebagai zona industri lewat Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam tidak saja membuat perubahan dalam pola kebijakan di bidang industri, akan tetapi juga di bidang pertanahan. Dengan perubahan status tersebut, kebijakan pertanahan menjadi kewenangan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam, yang disebut Otorita Batam, dan sekarang berubah menjadi daerah Perdagangan Bebas atau Free

62

http://skpd.batamkota.go.id/tatakota/files/2010/03/PROFIL-RUSUN BATAM.p

Trade Zone (FTZ) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2009, dengan

pemberian hak pengelolaan. Tujuan utamanya adalah bahwa tanah yang bersangkutan disediakan bagi penggunaan oleh pihak-pihak lain yang memerlukan. Bagian tanah hak pengelolaan dapat diberikan kepada pihak lain dengan hak milik, hak guna bangunan, atau hak pakai. Pemberiannya dilakukan oleh pejabat Badan Pertanahan Nasional yang berwenang, atas usul pemegang hak pengelolaan yang bersangkutan. Hak pengelolaan didaftar dan diterbitkan sertifikat sebagai tanda bukti haknya.

1. Pemerintah Kota Batam

Pada tahun 1983, Pulau Batam menjadi kota administratif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1983 dengan 3 (tiga) sub distrik (kecamatan), yakni Belakang Padang, Batam Barat, dan Batam Timur.63

Derasnya tuntutan otonomi daerah dan kisah melunaknya kekuasaan sentralistik mendorong perubahan sejarah pemerintahan di Batam. Tanggal 4 Oktober 1999 yang menjadi momentum perubahan bagi Kota Batam. Wilayah yang semula berstatus pemerintahan kota administratif dengan keunikan sebagai daerah khusus industri ditetapkan menjadi pemerintahan yang otonom melalui Undang-Undang 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi, dan Kota Batam.64

63

Ibid., hlm 174.

64

Diberikannya status otonom kepada Batam juga sesuai dengan kehendak Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, sehingga Batam memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa sendiri sesuai dengan aspirasi masyarakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Keadaan ini dalam perjalanan selanjutnya diperuncing dengan pemberlakuan otonomi daerah melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian disempurnakan kembali dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, yang memberikan kekuasaan yang amat besar kepada masing-masing daerah untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri.65 Dengan dijadikannya Batam sebagai daerah otonom, maka kewenangannya mencakup seluruh bidang pemerintahan, termasuk kewenangan wajib kecuali bidang politik, luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan moneter dan fiskal. Kewenangan wajib, sebagaimana dimaksudkan di atas meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja.

Dengan berbekal undang-undang ini, Pemerintah Kota Batam menginginkan kebijakan yang berhubungan dengan pertanahan menjadi kewenangan Pemerintah Kota Batam.66 Terhadap hal ini, Otorita Batam mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam dan Keputusan Dalam

65

Arie Sukanti Hutagalung, dan Markus Gunawan, Kewenangan Pemerintah Di Bidang

Pertanahan, Rajawali Pers, Jakarta, 2008, hlm.172.

66

Negeri Nomor 43 Tahun 1977 tentang Pengelolaan dan Penggunaan Tanah di Daerah Industri Pulau Batam yang memberikan kewenangan kepada Otorita Batam termasuk kewenangan bidang pertanahan, sementara Pemerintah Kota Batam dengan semangat otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyimpulkan bahwa sudah saatnya kewenangan bidang pertanahan beralih menjadi kewenangan Pemerintah Kota Batam.

Berdasarkan rumusan Pasal 14 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan bahwa urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan berskala kabupaten/kota yang diantaranya adalah pelayanan pertanahan. Undang-undang ini tidak memberikan penjelasan seperti apa bentuk dan mekanisme pelayanan pertanahan sehingga menimbulkan interpretasi yang beragam.67

Pemerintah Kota Batam melaksanakan kewenangan di bidang pertanahan melalui Dinas Pertanahan berdasarkan Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan yang menyebutkan tentang bagian kewenangan pemerintah di bidang pertanahan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota yang dijabarkan lebih lanjut dalam Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2003 tentang Norma dan Standar Mekanisme Ketatalaksanaan kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Kewenangan tersebut antara lain:68 1. Pengaturan, penguasaan tanah dan tata ruang.

67

Ibid.,

68

a. Pemberian izin lokasi;

b. Penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan; c. Penyelesaian sengketa tanah garapan;

d. Penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan; e. Penetapan subjek dan objek redistribusi tanah serta ganti kerugian tanah

kelebihan maksimum dan tanah absentee;

f. Penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat; g. Pemanfaatan dan penyelesaian tanah kosong; h. Pemberian izin membuka tanah;

i. Perencanaan penggunaan tanah wilayah kabupaten/kota. 2. Hal-hal lain yang berkaitan dengan tanah.

a. penetapan nilai obyek pajak bumi dan bangunan; b. izin mendirikan bangunan;

c. izin usaha;

d. undang-undang gangguan yang berkaitan dengan penanaman modal; e. penetapan koefisien dasar bangunan dan koefisien lantai bangunan;

f. lingkungan siap bangun dan kawasan siap bangun (Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan Pemukiman jo. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 1999).

Berkaitan dengan adanya hak pengelolaan yang dimiliki oleh Otorita Batam atas seluruh tanah di Pulau Batam, kewenangan Pemerintah Kota Batam yang diselenggarakan oleh Dinas Pertanahan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan dalam hal ini izin lokasi menjadi tidak berlaku.

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi dalam Pasal 2 Ayat (2) d disebutkan bahwa izin lokasi tidak diperlukan dan dianggap sudah dimiliki oleh perusahaan yang bersangkutan dalam hal tanah yang akan diperoleh berasal dari otorita atau badan penyelenggara pengembangan suatu kawasan sesuai dengan rencana tata ruang kawasan pengembangan tersebut. Namun, kewenangan lainnya di luar pemberian izin lokasi tersebut tetap dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Batam.

Jika sebelumnya, Otorita Batam mengikutsertakan Pemerintah Kota Batam dalam menjalani tugas pemerintahan dan pembangunan, kini sebaliknya justru pemerintah Kota Batam diamanatkan untuk mengikutsertakan Otorita Batam.69 Di dalam pertimbangan mukadimah Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 ini juga disebutkan bahwa perkembangan Kotamadya Batam tidak terlepas dari keberadaan Otorita Batam sebagai pengelola industri Pulau Batam.

2. Otorita Batam

Keberadaan Otorita Batam tidak terlepas dari kebijakan pemerintah pusat untuk memberlakukan Pulau Batam secara khusus demi memicu iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional dengan memanfaatkan potensi dan letak strategis Pulau Batam.

Berkaitan dengan hal ini, pemerintah menerbitkan sejumlah keputusan yang menjadi dasar hukum bagi keberadaan Otorita Batam. Keputusan tersebut antara lain: Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1970 tentang Proyek Pengembangan Pulau Batam sebagai Dasar Logistik Lepas Pantai Untuk Kegiatan Pengeboran Oleh Pertamina; Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 1971 tentang Pembangunan Pulau Batam; Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam yang telah lima kali diubah yaitu dengan Keputusan Presiden Nomor 45 Tahun 1978, Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 1989, Keputusan Presiden Nomor 94 Tahun 1998, Keputusan Presiden Nomor 113 Tahun 2000, Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2005; Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1974 tentang Penunjukan Beberapa Lokasi di Sekupang, Batu Ampar, dan Kabil sebagai Kawasan Bonded Ware

House dan PT Persero Batam sebagai Penguasa Bonded Ware House;

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1977 tentang Pengelolaan Dan Penggunaan Tanah Di Daerah Industri Pulau Batam; Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1978 tentang Penetapan Seluruh Pulau Batam Sebagai Kawasan Berikat (Bonded Zone); Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1984

69

Markus Gunawan, Kewenangan Pemerintah Daerah Di Bidang Pertanahan Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Analisis Terhadap Kewenangan Pertanahan Antara Pemerintah Kota Batam Dan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam), Tesis, Fakultas Hukum, Magister Kenotariatan, Depok, 2007, hlm. 79.

tentang Hubungan Kerja Antara Pemerintah Kotamadya Batam dengan Otorita Batam; Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1984 tentang Perluasan Wilayah Kerja Otorita Batam meliputi lima puluh pulau kecil di sekitar Pulau Batam, Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 1992 tentang Penambahan Wilayah Lingkungan Kerja Otorita Batam meliputi Pulau Rempang, Galang Baru, dan beberapa pualu kecil di sekitarnya dan Penetapan sebagai wilayah Usaha Kawasan Berikat (Bonded Zone).70

Dalam bidang pertanahan, kepada Otorita Batam diberikan hak pengelolaan atas seluruh wilayah di Pulau Batam. Hak pengelolaan Otorita Batam diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1977 tentang Pengelolaan dan Penggunaan Tanah di Daerah Industri Pulau Batam. Terhadap hak pengelolaan Otorita Batam, harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan Kota Batam untuk kemudian dikeluarkan sertifikat sebagai tanda bukti haknya. Kebijakan pemerintah berikutnya yang berkaitan dengan pengelolaan pertanahan di Pulau Batam adalah dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9-VIII-1993 tanggal 13 Juni 1999 tentang Pengelolaan dan Pengurusan Tanah di daerah Industri Pulau Rempang, Pulau Galang dan pulau-pulau lain disekitarnya.

Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 yang mengatur tentang kedudukan Pulau Batam sebagai daerah industri, adanya lembaga Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam dan mengatur peruntukan dan penggunaan tanah di Pulau Batam. Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam atau Otorita Batam memiliki kewenangan menyusun blue print yang berfungsi sebagai master plan pembangunan Batam. Di dalam master plan tersebut ada kawasan tertentu yang dikelompokkan

70

sebagai daerah hijau atau daerah resapan air yang harus dilindungi. Dalam Pasal 6 Ayat (2) disebutkan bahwa hal-hal yang bersangkutan dengan pengurusan tanah di dalam wilayah Daerah Industri Pulau Batam dalam rangka ketentuan tersebut diatur lebih lanjut oleh Menteri Dalam Negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang agraria dengan ketentuan sebagai berikut: 71

1. Seluruh areal tanah yang terletak di Pulau Batam diserahkan dengan hak pengelolaan kepada Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam.

2. Hak pengelolaan tersebut diberi wewenang kepada Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam untuk:

a. Merencanakan peruntukkan dan penggunaan tanah tersebut;

b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya; c. Menyerahkan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga

dengan hak pakai sesuai dengan ketentuan-ketentuan Pasal 41 sampai dengan Pasal 43 UUPA;

d. Menerima uang pemasukan/ganti rugi dan uang wajib tahunan.

Sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Presiden Nomor 41 tahun 1973 bahwa seluruh areal tanah yang terletak di Pulau Batam diserahkan Hak Pengelolaan namun tidak dijelaskan apakah pendaftaran hak dilakukan sekaligus terhadap seluruh areal lokasi yang ditetapkan menjadi areal Hak Pengelolaan atau didaftarkan secara parsial (sebagian-sebagian), namun merujuk pada kalimat “seluruh areal tanah yang terletak di Pulau Batam diserahkan dengan Hak Pengelolaan”, seharusnya seluruh areal tersebut didaftarkan sekaligus dan diterbitkan satu sertifikat Hak Pengelolaan secara parsial, mengikuti aturan dalam Keputusan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9-VIII-1993. Penerbitan sertifikat

71

Hak Pengelolaan dapat dilakukan setelah terlebih dahulu dilakukan pengukuran untuk mengetahui luas tanah yang pasti dan didaftarkan pada Kantor Pertanahan setempat.72

Akibat dari diberikannya Hak Pengelolaan (Right of Managemnt Control) oleh negara kepada Otorita Batam adalah merupakan perbuatan hukum dari Pejabat yang berwenang dalam pemberian Hak atas Tanah dan didasarkan atas ketentuan ketentuan yang berpangkal pada Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, yang memiliki karakteristik khusus, yaitu tidak mempunyai Right of Disposal ( tidak dapat dipindah tangankan).73

Dokumen terkait