• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. ANALISIS TEKNIK DAN TEKNOLOGI

4. Kinerja Alat Pengering

Skema alat pengering ERK terdiri dari 4 bagian, yaitu bangunan pengering, rak pengering, sistem pengaliran udara, dan sistem pemanasan tambahan.

1) Bangunan pengering

Dinding bangunan terbuat dari polikarbonat, sedangkan rangka terbuat dari besi. Bangunan berbentuk segienam sama sisi. Dimensi bangunan tersebut adalah sebagai berikut:

Jarak antar sisi terjauh pada bagian alas : 2 meter Jarak antar sisi terjauh pada bagian atap : 1 meter Tinggi : 2 meter

Gambar 5. Bangunan pengering ERK.

2) Rak pengering

Nampan merupakan wadah untuk meletakkan produk yang akan dikeringkan. Rangka nampan terbuat dari besi hollow yang dicat, sedangkan kasa stainless stell digunakan sebagai alasnya sehingga udara dapat melewati produk yang dikeringkan. Jumlah nampan yang

diletakkan dalam bangunan sebanyak 6 unit untuk setiap tingkat dengan jarak setiap tingkatan 15 cm. Nampan diletakkan pada rak yang berbentuk lingkaran.

Dari kesepuluh tingkatan, rak diklasifikasikan kedalam 3 ukuran, yaitu ukuran kecil, sedang, dan besar dengan daya tampung masing-masing adalah 3 loyang, 4 loyang, dan 5 loyang. Tiga tingkat paling atas digunakan untuk menyimpan rak yang kecil. Empat rak yang berada di tengah digunakan untuk menempatkan nampan sedang, sedangkan tiga rak terbawah digunakan untuk menempatkan nampan yang besar.

3) Sistem pengaliran udara

Sistem pengaliran udara berfungsi untuk mengalirkan udara panas ke dalam pengering, mengalirkan udara lewat produk, dan mengeluarkan udara basah dari pengering. Sistem terdiri dari sebuah kipas vortex dan kipas listrik dengan daya sebesar 65 Watt.

4) Sistem pemanasan tambahan

Sistem pemanasan tambahan menggunakan bahan bakar solid (batu bara, arang, atau batok kelapa). Ruang tungku terletak pada bagian bawah alat pengering dimana dindingnya terbuat dari concrete. Pintu pemasukan bahan bakar diletakkan pada salah satu dari sisi ruang pengering. Tungku terbuat dari besi berbentuk kotak dengan ukuran 40 x 30 x 20 cm. Pengapian awal dilakukan sebelum bahan bakar dimasukkan kedalam tungku.

b. Prinsip Kerja

Prinsip kerja dari alat pengering ini sesuai dengan yang terjadi pada Efek Rumah Kaca. Sinar matahari yang masuk rumah kaca dan mengenai plat besi di bagian bawah ruangan akan meningkatkan suhu ruangan karena telah diubah dari energi gelombang pendek menjadi gelombang panjang yang sulit menembus dinding tranparan. Panas tadi akan menguapkan air dari produk keluar bangunan secara terus menerus sehingga kadar air produk akan menurun.

Vortex yang berada di bagian atas alat berguna untuk menciptakan draft pembuangan uap air dari proses penguapan produk ke luar bangunan. Angin yang bertiup di luar bangunan pengering memutar vortex sehingga semakin putaran vortex, semakin cepat pula uap air dikeluarkan dari ruangan pengering. Untuk membantu kerja vortex, kipas yang berada di bagian bawah memasukkan udara dari luar. Udara tersebut mendesak uap air untuk keluar dari ruang pengering. Vortex dan kipas juga menyebabkan suhu pengeringan lebih merata.

Tungku biomassa yang berada di bagian paling bawah alat membangkitkan panas dari biomassa sebagi pengganti matahari di malam hari atau ketika cuaca mendung. Tungku akan memindahkan panas kedalam bangunan melalui mekanisme pindah panas konveksi melalui pipa di sepanjang pusat alat pengering. Asap dari tungku dikeluarkan melalui dua buah cerobong yang berada di bagian atas pengering.

c. Pengoperasian Alat 1) Persiapan

Sebelum pengeringan dilakukan, masing-masing rak diisi dengan produk yang akan dikeringkan, sesuai dengan kapasitasnya. Produk diletakkan secara merata ke seluruh bagian rak dalam kondisi satu lapis dan jangan ditumpuk.

2) Pengeringan

Pengeringan sebaiknya dilakukan/dimulai pada saat intensitas cahaya matahari mulai tinggi. Radiasi matahari pada sudut yang lebih besar memiliki nilai yang lebih besar dari pada saat sudut datang matahari masih kecil. Dengan tingginya intensitas radiasi yang diterima, suhu ruangan pengering menjadi lebih tinggi daripada suhu lingkungan.

Selama pengeringan berlangsung, keadaan cuaca harus diperhatikan. Saat penyinaran matahari dalam intensitas yang rendah (berawan atau hujan), pengeringan harus dibantu oleh pemanas tambahan dari pembakaran biomassa di dalam tungku. Jika hal ini tidak dilakukan, ruangan pengering akan menjadi sangat lembab

karena proses pelepasan uap air yang tidak sempurna. Suhu lingkungan yang rendah akan menyebabkan proses kondensasi pada dinding ruang pengering. Pada saat kondensasi, uap air yang telah diuapkan akan melepaskan kalor dan berubah fase menjadi cair.

Tingginya kelembaban ruangan dapat menyebabkan kerusakan pada bahan yang dikeringkan. Rendahnya suhu bahan (di bawah suhu pengeringan) dan aktivitas uap air bahan memberi peluang yang besar bagi tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme perusak.

Untuk mencegah masuknya air hujan dan kotoran ke dalam bangunan pengering, ruang pengering harus ditutup dengan rapat. Untuk menjamin keberhasilan pengeringan, pengontrolan harus dilakukan secara intensif hingga kadar air yang ditentukan tercapai.

d. Performasi teknis

Sesuai dengan namanya, alat ini menggunakan prinsip kerja efek rumah kaca dalam proses pengeringannya dimana energi surya menjadi sumber energi utama pada proses tersebut. Dengan begitu, tingkat iradiasi surya yang datang sangat mempengaruhi jalannya proses pengeringan bahan.

Angka radiasi surya rata-rata di Indonesia sebesar 562.5 W/mP

2

P

(Abdullah UdalamU Manalu, 1998). Namun, tingkat radiasi di tiap daerah berbeda tergantung kepada letak astronomis, kondisi keawanan, dan vegetasi yang terdapat di daerah tersebut. Berdasarkan data satelit NASA Surface meteorology and Solar Energy (Lampiran 2), tingkat iradiasi surya di daerah Cimahi dari bulan Maret hingga Mei 2006 berkisar antara 395-410 W/mP

2

P

.

Menurut laporan Agriana (2006) yang melakukan penelitian bersama penulis, selama penelitian berlangsung rata-rata iradiasi surya yang diterima alat sebesar 602.85 W/mP

2

P

. Percobaan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Iradiasi global yang diterima selama pengeringan adalah berkisar antara 10845.7-16366.85 W/mP

2

P

. Iradiasi yang diterima pada saat pengukuran mengalami fluktuasi. Hal ini disebabkan oleh kondisi keawanan yang berubah-ubah. Fluktuasi ini menyebabkan perubahan

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 10:50 11:30 12:10 12:50 13:30 14:30 15:30 Waktu (WIB) Ir ad iasi S u ry a ( W /m 2) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 S u hu ( oC)

Iradiasi Surya Suhu R.Pengering

0 100 200 300 400 500 600 700 12:00 12:30 13:00 13:30 14:00 Waktu (WIB) Ir ad ias i S u ry a ( W /m 2) 30 32 34 36 38 40 42 44 46 48 Su h u ( oC)

Iradiasi Surya Suhu R.Pengering

0 100 200 300 400 500 600 700 800 9:15 9:45 10:15 10:45 11:15 11:45 12:15 12:45 13:15 13:45 14:15 Waktu (WIB) Ir ad ia si S u ry a ( W /m 2) 20 25 30 35 40 45 50 55 Su h u ( oC)

Iradiasi Surya Suhu R.Pengering

pada parameter-parameter pengeringan yang dipengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung oleh radiasi seperti suhu, kelembaban udara, kadar air bahan, dan laju pengeringan.

Gambar 6. Grafik iradiasi surya pada percobaan 1 (Agriana, 2006).

0 100 200 300 400 500 600 700 800 9:15 9:45 10:15 10:45 11:15 11:45 12:15 12:45 13:15 13:45 14:15 Waktu (WIB) Ir ad ia si S u ry a ( W /m 2) 20 25 30 35 40 45 50 55 Su h u ( oC)

Iradiasi Surya Suhu R.Pengering

Gambar 8. Grafik iradiasi surya hari ke-2 pada percobaan 2 (Agriana,2006).

Gambar 9. Grafik iradiasi surya pada percobaan 3 (Agriana,2006).

Suhu lantai dan suhu ruangan pengering berfluktuasi tiap waktu (Lampiran 5). Fluktuasi ruang pengering dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan suhu absorber sebagai penyerap panas radiasi surya dan panas dari hasil pembakaran biomassa pada tungku yang terletak di dasar alat pengering.

Pada awal pengeringan, suhu ruangan atas selalu lebih rendah dari ruang tengah dan bawah karena pada kondisi intensitas radiasi surya yang sama, udara dalam ruangan atas mengandung uap air yang dibawa dari bawah ke atas menuju lubang outlet akibat dari tarikan putaran vortex. Akan tetapi, suhu udara ruangan atas menjadi lebih tinggi pada akhir pengeringan karena pada saat tersebut laju pengeringan semakin menurun sehingga uap air yang ditarik oleh vortex semakin sedikit.

Suhu ruangan pengering berkisar antara 34-46 P

o P C dengan rata-rata 41.3 P o P

C. Biasanya suhu ruangan pengering tertinggi dicapai pada pukul 12:30 WIB dimana iradiasi surya berada pada puncaknya. Tingkat suhu ini dapat dicapai jika tungku biomassa juga ikut digunakan sebagai pemanas tambahan. Panas yang dihasilkan dari tungku dapat meningkatkan suhu ruangan 3-10 P

o

P

C. Tanpa adanya panas tambahan dari pembakaran biomassa, suhu ruangan pada awal pengeringan biasanya kurang dari 30 P

o

P

Suhu udara pengering memegang peranan penting dalam menentukan cepat lambat tercapainya kadar air yang diinginkan. Semakin tinggi suhu udara atau semakin besar perbedaan antara suhu media pemanas dengan suhu bahan yang dikeringkan, semakin besar pula perbedaan tekanan uap jenuh antara permukaan bahan dengan lingkungan. Hal ini menyebabkan penguapan air yang lebih banyak dan lebih cepat.

Uap air yang terkumpul dalam ruangan pengering menentukan tingkat kelembaban udara dalam ruangan tersebut. Selain itu, kelembaban udara relatif (RH) juga dipengaruhi oleh laju aliran udara kipas dan laju hisapan uap air oleh vortex. Pengukurannya dilakukan dengan mengukur suhu bola basah dan bola kering, lalu dipetakan di tabel psychrometric.

Mengingat kondisi vegetasi di sekitar bangunan alat pengering yang cukup rindang, kecepatan angin yang dibutuhkan untuk memutar vortex terhambat. Selain itu, arah datang angin yang tidak beraturan menyebabkan kecepatan putaran vortex berfluktuasi. Hal ini menyebabkan penarikan uap air dari dalam ruangan pengering tidak berjalan dengan lancar. Dengan begitu, RH di dalam ruang pengering pun berubah-ubah dengan nilai rata-rata 53.6-54.83%. RH berpengaruh terhadap pemindahan cairan atau uap air dari dalam ke permukaan bahan, serta menentukan besar kecilnya kemampuan udara pengering dalam menampung uap air di sekitar permukaan bahan. Semakin rendah RH udara pengering maka semakin tinggi kemampuannya dalam penyerapan uap air dari permukaan bahan, sehingga laju pengeringannya akan semakin cepat.

Laju pengeringan di tiap rak berkisar antara 18.93-35.91%bk/jam (Lampiran 16). Pada awal pengeringan laju pengeringan cukup tinggi karena jumlah air yang dikandung produk masih tinggi sehingga uap air yang dikeringkan pun tinggi. Semakin lama laju pengeringan semakin menurun seiring dengan berkurangnya kadar air dalam produk.

e. Rendemen

Pada tahap awal pengeringan, adonan dendeng dalam loyang dijemur dibawah sinar matahari langsung dengan kadar air awal 78- 81%bb selama 2-3 jam. Setelah dendeng berkurang kadar airnya hingga 57-63%bb, dendeng dibalik dan disusun dalam rak-rak pengering. Pembalikan dilakukan agar pengeringan tidak terjadi pada satu sisi dendeng saja. Pengeringan di dalam alat pengering biasanya dilakukan selama 5-6 jam. Jika kapasitas dipenuhi atau sekitar 46.75 kg dalam satu kali pengeringan, produk kering yang dapat dihasilkan berkisar antara 12-13 kg. Rendemen pengeringan berkisar antara 26-28%.

f. Konsumsi Energi dan Efisiensi

Untuk mengeringkan dengan baik, pemanfaatan energi surya saja tidak cukup. Diperlukan adanya sumber energi tambahan yang berasal dari pembakaran biomassa dalam tungku. Namun, penggunaan biomassa jarang dilakukan karena pasokan terbatas kecuali untuk musim hujan. Sumber energi lain yang digunakan pada alat pengering ini adalah listrik. Energi lisrik dipakai untuk menggerakkan kipas sebagai inlet udara yang akan dipanaskan. Kipas yang digunakan memerlukan daya sebesar 65 Watt. Kipas ini terus dinyalakan selama proses pengeringan berlangsung dengan tujuan untuk mengganti udara dalam ruang pengering yang telah mengandung uap air dari bahan yang dikeringkan. Sumber energi ini dimanfaatkan untuk memanaskan udara, memanaskan bahan dan menguapkan air (Tabel 7). Konsumsi energi pada proses pengeringan ditunjukkan oleh Tabel 6 berdasarkan 3 kali percobaan yang dilakukan oleh Agriana (2006).

Tabel 6. Komposisi konsumsi energi untuk satu kali pengeringan dendeng jantung pisang (Agriana, 2006)

Sumber energi Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3

(kJ) (%) (kJ) (%) (kJ) (%) Iradiasi Surya 102620.1 37.92 150524.7 98.62 101306.15 46.10 Batok Kelapa 166600 61.56 0 0.00 117300 53.37 Listrik (kipas) 1404 0.52 2106 1.38 1170 0.53 Total 270624.1 100 152630.7 100 219776.15 100

Tabel 7. Pemanfaatan energi untuk satu kali pengeringan dendeng jantung pisang (Agriana, 2006)

Pemanfaatan energi Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3

(kJ) (kJ) (kJ)

Pemanasan udara 45866.29 105752.96 67289.68 Pemanasan bahan 319.81 528.29 186.39

Penguapan 20332.75 28949.38 25920.91

Kinerja alat pengering dinyatakan dalam nilai efisiensi baik efisiensi pengeringan, efisiensi termal maupun efisiensi sistem. Efisiensi merupakan perbandingan antara besarnya energi yang digunakan untuk mengeringkan bahan dengan besarnya energi yang tersedia untuk jalannya proses pengeringan.

Dalam Agriana (2006), Perhitungan efisiensi dilakukan hanya pada percobaan 1 dan 2. Pada percobaan 3 tidak dilakukan karena bahan yang dikeringkan sedikit atau tidak memenuhi kapasitas alat. Efisiensi termal alat pengering ini untuk percobaan 1 dan 2 sebesar 17.04% dan 70.26%. Efisiensi pengeringan pada percobaan 1 dan 2 sebesar 45.02% dan 27.87%, sedangkan efisiensi sistemnya sebesar 7.63% dan 19.31%. Energi spesifik yaitu energi total perkilogram massa air yang diuapkan pada percobaan 1 dan 2 sebesar 21.73 dan 10.85 MJ/kg uap air. Perbedaan efisiensi dan energi spesifik antara percobaan 1 dan 2 disebabkan pada percobaan 2 tidak menggunakan energi dari biomassa sehingga proses pengeringannya hanya menggunakan energi surya.

Dokumen terkait