• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.5. Kinerja Bank Jabar Banten

Kinerja Bank BJB mengalami peningkatan dari sejak berdiri pada tahun 1961 hingga sekarang. Hal ini terkait dengan strategi yang digunakan oleh perusahaan dalam menjalankan perusahaan. Hasil analisis terhadap strategi menunjukkan bahwa dalam penyusunan perencanaan penyertaan modal disusun berdasarkan matriks IE. Matriks IE menghasilkan strategi pertumbuhan. IE (Internal-Eksternal) Matriks : memposisikan organisasi ke dalam matriks dengan EFE (baris) dan IFE (kolom) dengan 3 ukuran, kuat- sedang-lemah. Umumnya matriks ini digunakan untuk menilai posisi bersaing sebuah organisasi atau sebuah unit di dalam perusahaan. Posisi ini akan menentukan strategi dan keputusan di dalam perusahaan.

Dalam kasus pengembangan usaha Bank BJB, matriks IE digunakan untuk mengetahui posisi bersaing Bank BJB dalam persaingan pengembangan usaha. Posisi ini penting untuk menentukan posisi strategi yang akan ditetapkan. Secara umum, matriks ini menghasilkan tiga posisi strategi yaitu:

57 

 

1. Strategi Pertumbuhan. Organisasi yang berada pada sel I, II, dan IV dapat digambarkan sebagai grow dan build. Strategi-strategi yang cocok bagi organisasi ini adalah strategi intensif.

2. Strategi Stabilitas. Organisasi yang berada pada sel-sel III, V, atau VII paling baik dikendalikan dengan strategi hold dan maintain.

3. Strategi Penciutan. Organisasi yang berada pada sel-sel VI, VIII, atau IX dapat menggunakan strategi harvest atau divestiture.

Hasil analisis IFE dan EFE menunjukkan bahwa skor bobot faktor internal adalah 2.8 dan skor bobot faktor eksternal adalah 2.94, artinya tingkat reaksi reaksi atau respon perusahaan terhadap pengaruh dari faktor internal terhadap penyertaan modal adalah rata-rata dan reaksi dari faktor internal terhadap penyertaan modal adalah sedang. Sehingga bentuk diagram matriks IE digambarkan pada Gambar 4.

Total Skor Bobot IFE

Kuat Rata-rata Lemah 3.0 - 4.0 2.0 - 2.99 1.0 - 1.99 Tinggi I II III 3.0 - 3.99 Sedang IV V VI Total Skor Bobot EFE 2.0 - 2.99 Rendah VII VIII IX 1.0 - 1.99

Gambar 4. Matriks IE Pengembangan Usaha di Bank BJB

Kombinasi faktor eksternal dan internal tersebut pada matriks IE menghasilkan posisi strategi stabilitas (Hold and Maintain). Strategi Hold and Maintain ini menunjukkan bahwa perusahaan harus mempertahankan kondisi saat ini untuk menghadapi tantangan yang semakin besar. Tantangan tersebut adalah pengembangan usaha yang diarahkan kepada upaya investasi, agar mampu membangun daya tarik perusahaan di mata

2.8

58 

 

penanam modal untuk melakukan investasi. Oleh karena itu, salah satu yang harus diperhatikan adalah posisi strategi Bank BJB saat ini tepat dengan menjaga stabilitas pengembangan usaha di Bank BJB, antara lain upaya mempertahankan kinerja perusahaan dan mengembangkan pasar.

Uraian di atas menunjukkan bahwa posisi kompetitif perusahaan di dalam industri membuat perusahaan harus selalu berupaya mendapatkan dana (modal) yang ingin dicapai. Kekuatan perusahaan mampu memperoleh modal pada industri ini, jika semua kondisi terpenuhi. Posisi strategi Hold and Maintain menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Depok layak menempatkan sahamnya di Bank BJB pada tahun ini.

Untuk dapat merealisasikan target dana yang ditetapkan, maka yang diperlukan perusahaan adalah menentukan langkah-langkah operasional yang tepat dalam mencapai target dana tersebut. Langkah-langkah tersebut dapat dianalisis dengan menggunakan matriks SWOT.

4.5.1 Analisis SWOT

Bank BJB adalah salah satu BUMD yang bergerak di sektor perbankan. Umumnya setiap unit bisnis harus memantau kekuatan lingkungan makro yang menjadi penentu (demografi-ekonomi, teknologi, politik-hukum, dan sosial-budaya), dan pelaku lingkungan mikro utama (pelanggan, pesaing, saluran distribusi, pemasok) yang berdampak pada kemampuannya memperoleh laba (Kotler, 2005). Dari empat perbandingan yang disajikan, yang hanya sesuai dengan analisis kelembagaan hanya perbandingan kesatu dan keempat. Maka, pada tahap ini Perbandingan ke-1 (Penyertaan Modal terhadap Bank BJB) dan Perbandingan Ke-4 (Penyertaan Modal terhadap Produk Perbankan lainnya) dikaji dari sektor internalnya (kekuatan, kelemahan) dan sektor eksternalnya (peluang dan ancaman) menggunakan Analisis SWOT, seperti yang disajikan di bawah ini:

Analisis SWOT pada Perbandingan Ke-1 (Penyertaan Modal terhadap Bank BJB) antara lain:

59 

 

a. Kekuatan

ƒ Bank Terbaik Kategori Pembangunan Daerah.

Hal ini dibuktikan dengan Bank BJB meraih prestasi pada tahun 2009 sebagai "The Best BPD" Bank Terbaik Kategori Pembangunan Daerah.

ƒ Pertumbuhan penghimpunan dana masyarakat yang baik. Hal ini terlihat dari penghimpunan dana pada tahun 2005 sebesar Rp. 13.350.999 juta dan pada tahun 2009 meningkat menjadi Rp.32.410.329 juta

ƒ Pertumbuhan laba yang meningkat.

Laba sebelum pajak meningkat secara terus menerus dari tahun 2005, sebesar Rp 511.048 juta sampai tahun 2009 menjadi sebesar Rp. 985.377 juta.

ƒ Memiliki nama dan citra perusahaan yang berkinerja baik. Kinerja keuangan Bank Jabar Banten sampai dengan tahun 2009 menunjukkan perkembangan yang semakin baik. Hal ini ditunjukan oleh beberapa indikator kinerja keuangan pada periode tahun 2005-2009. Jumlah aset Bank Jabar Banten pada tahun 2009 telah mencapai 32,4 triliun atau mengalami peningkatan sebesar Rp. 6,4 triliun atau tumbuh sebesar 24,61% dibandingkan dengan tahun 2008 yaitu sebesar Rp. 26 triliun. Dana pihak ketiga yang dihimpun pada tahun 2009 sebesar 23,7 triliun atau meningkat sebesar 5,4 triliun. Sedangkan untuk posisi 30 Juni 2010 (unaudited), Dana Pihak Ketiga mencapai Rp. 32,0 triliun atau tumbuh sebesar 35,2% dibandingkan posisi Desember 2009.

ƒ Simpanan yang berhasil dihimpun oleh Bank BJB Unit merupakan modal untuk melakukan ekspansi.

Dana pihak ketiga yang dihimpun pada tahun 2009 sebesar 23,7 triliun atau meningkat sebesar 5,4 triliun. Sedangkan untuk posisi 30 Juni 2010 (unaudited), Dana Pihak Ketiga

60 

 

mencapai Rp. 32,0 triliun atau tumbuh sebesar 35,2% dibandingkan posisi Desember 2009.

ƒ Potensi pasar yang masih besar akan dapat meningkatkan jumlah nasabah baru.

Setelah secara resmi mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI), maka akan mengubah citra penilaian baru terhadap Bank BJB, sehingga adanya potensi untuk meningkatkan jumlah nasabah baru.

ƒ Struktur Organisasi yang menunjang efektifitas operasional. Penggunaan desain struktur organisasi yang menggunakan Struktur Strategic Bussiness Unit (SBU) sehinngga memudahkan mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab untuk setiap unti kepada eksekutif senior yang melapor secara langsung pada CEO (Chief Executive Officer).

b. Kelemahan

ƒ Promosi yang masih minim terhadap sektor publik.

Karena Bank BJB baru go public pada bulan Juli 2010 sehingga perhatian pemasarannya masih kurang terhadap publik secara luas.

ƒ Kurangnya tenaga khusus promosi.

Dengan adanya IPO, sehingga memunculkan para investor baru dan memungkinkan bertambahnya nasabah, seharusnya Bank BJB menambah tenaga pemasarannya untuk menaikkan pangsa pasar Bank BJB.

ƒ Cakupan operasional bisnis perbankan belum berskala nasional.

Bank BJB yang berstatus Badan Usaha Milik Daerah memiliki nasabah Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebesar 70% dan sisanya masyarakat umum.

ƒ Skala permodalan sebagian besar masih lingkup pemerintah.

61 

 

Berdasarkan struktur saham Bank BJB setelah IPO pada bulan Juli 2010 sebesar 75% masih dikuasai oleh pemerintah.

ƒ Pembinaan nasabah kurang selektif, seperti kurangnya kecepatan dalam pelayanan.

Pelayanan pada teller dan customer service masih kurang efektif dan efisien dibuktikan dengan jumlah nasabah yang menumpuk dan waktu penanganan per nasabah yang masih lambat.

ƒ Kurangnya Kantor Cabang Pembantu (KCP) dan jaringan ATM yang memadai.

Saat ini Bank Jabar Banten hanya memiliki 44 kantor cabang, 131 kantor cabang pembantu, 44 kantor kas, 34 payment point, dan 269 jaringan ATM. Jumlah jaringan kantor ini telah dikurangi oleh jumlah jaringan kantor Bank Jabar Banten Syariah yang terdiri dari 6 kantor cabang syariah, 15 kantor cabang pembantu syariah dan 10 ATM syariah. Jumlah ini dibilang kurang memadai jika dibandingkan dengan bank lainnya.

ƒ Kualitas SDM yang masih berkategori rata-rata.

Ditunjukkan dengan pelayanan Bank BJB dan inovasi- inovasi yang belum muncul dari pihak bjb.

ƒ Produk yang ditawarkan masih terbatas.

Produk Bank BJB masih terpusat pada simpanan dan kredit (yang kebanyakan kredit konsumtif PNS), belum ada layanan yang berbasis internasional, seperti pelayanan pengiriman uang ke luar negeri.

ƒ Belum adanya program komputerisasi tersentral dan penggunaan jaringan komunikasi khusus (seperti VSAT, atau Jaringan List Line Fiber Optic). Sehingga memungkinkan dilakukannya real time transaksi, online

62 

 

system, phone banking maupun internet banking dengan program tersebut.

ƒ Keberpihakan kepada pengusaha kecil dan mikro yang masih minim.

Saat ini nilai kredit yang disalurkan masih relatif kecil dibandingkan nilai Investasi UMKM dengan rasio rata-rata jumlah kredit UMKM terhadap nilai Investasi UMKM untuk wilayah Jawa Barat dan Banten sebesar 34,3 persen, sedangkan nasional 55,4 persen. Adapun rasio kredit terhadap nilai investasi UMKM sebesar 7,9 persen.

c. Peluang

ƒ Penggunaan teknologi dalam pelayanan.

Menggunakan teknologi berbasis komputerisasi dan penggunaan jaringan komunikasi khusus untuk meningkatkan pelayanan terhadap nasabah.

ƒ Meningkatnya konsumsi masyarakat akan perbankan.

Mengencarkan promosi melalui media massa untuk meningkatkan minat masyarakat terhadap Bank BJB.

ƒ Perizinan yang mendukung dalam aspek hukum untuk perkembangan perusahaan.

Didukung dengan berbagai Peraturan Republik Indonesia seperti Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2005, Peraturan Menteri Dalam negeri Nomor 13 Tahun 2006, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2000.

ƒ Potensi dana masyarakat yang sangat besar di Jawa Barat. Kepemilikan saham Pemprov. Jabar sekarang sebesar 38% dari seluruh saham Bank BJB dan setelah IPO ini dapat meningkatkan minat masyarakat secara umum untuk berinvestasi secara langsung terhadap Bank BJB.

ƒ Kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia yang mendukung.

63 

 

Adanya sentralisai dari Bnak Indonesia terhadap seluruh bank-bank di Indonesia dan kebijakan pemerintah untuk mengutamakan asset-aset pemerintah, seperti Bank BJB sebagai BUMD.

ƒ Memiliki dukungan modal dan komitmen pemegang saham yang kuat

Terbukti untuk posisi 30 Juni 2010 (unaudited), Dana Pihak Ketiga mencapai Rp. 32,0 triliun atau tumbuh sebesar 35,2% dibandingkan posisi Desember 2009.

ƒ Kondisi ekonomi nasional mulai menunjukan perbaikan dengan dibuktikan oleh pertumbuhan ekonomi yang mulai positif pada beberapa tahun terakhir.

ƒ Perhatian pemerintah terhadap kemajuan pengusaha kecil masih besar dengan banyaknya bantuan dari pemerintah baik berupa dana maupun manajemen

Dirut Bank BJB menyebutkan sejak diluncurkan pada 2006, Kredit Mikro Utama tumbuh pesat dengan CAGR periode 2007-2009 sebesar 165 persen. Pada 2009 Kredit Mikro Utama menyumbang sekitar 16,7 persen dari kredit produktif, atau 4,1 persen dari total kredit yang disalurkan perseroan. Pertumbuhan Kredit Mikro Utama memberikan harapan atas pertumbuhan kredit di masa depan, mengingat potensi pertumbuhan kredit UMKM di regional Jawa Barat dan Banten maupun nasional masih sangat besar. Dengan perkembangan UMKM yang masih besar, maka akan adanya peningkatan perhatian pemerintah terhadap sektor UMKM baik dari segi dana maupun bantuan lainnya.

ƒ Potensi pasar terhadap pengusaha di tingkat kecamatan masih banyak yang dapat digali.

Padatnya masyarakat Jawa Barat hingga ke pelosok kecamatan yang masih belum mengenal perbankan, dapat dijadikan target pasar baru dalam ekspansi usaha Bank BJB.

64 

 

ƒ Kepercayaan terhadap nama atau citra Bank BJB di masyarakat masih cukup besar.

Terbukti saat akhir pekan lalu tanggal 9 Desember 2010, harga penutupannya pada level Rp 1.650 per lembar. Bahkan, sempat menembus Rp 1.700 per lembar pada bulan November. Dalam setiap transaksi, rata-rata saham yang tertransaksikan juga menggembirakan pihak Bank BJB, jumlah saham yang tertransaksikan, rata-rata 50-80 ribu lot. Respon positif itu didasari oleh beberapa hal. Di antaranya dalam hal performa, kinerja, dan kepercayaan masyarakat yang positif terhadap citra Bank BJB.

d. Ancaman

ƒ Adanya revisi terhadap undang-undang penanaman modal Pemda sehingga dapat bergulir ke bank swasta

Sampai saat ini, masih ada peraturan yang menekankan bahwa pembelian saham hanya boleh dilakukan pada BUMD. Jika adanya revisi undang-undang penanaman modal, maka pihak Pemerintah akan bergulir ke bank lainnya yang memiliki return yang lebih besar dari pada penanaman modal di Bank BJB.

ƒ Ilmu pengetahuan dan teknologi bank pesaing lebih canggih dan mutakhir

Bank-bank lainnya sudah berbasiskan sistem komputerisasi yang canggih yang memungkinkan melayani nasabah hingga ke luar negeri.

ƒ Pendekatan dari bank pesaing yang memberikan keunggulan produk atau layanan prima

Layanan ramah tamah dan waktu pelayanan yang efektif serta penawaran-penawaran produk yang inovatif membuat nasabah dapat beralih ke bank lainnya.

ƒ Krisis keuangan global dan nasional yang dapat mempengaruhi sektor perbankan

65 

 

Dengan krisis keuangan global membuat perekonomian melemah seperi terjadinya inflasi yang akan menurunkan minat masyarakat terhadap simpanan.

ƒ Arus globalisasi akan mempengaruhi timbulnya bank-bank asing yang membiayai usaha mikro.

Bank-bank milik asing maupun yang telah bekerjasama antara Indonesia dengan pihak asing seperti Bank CIMB Niaga, Bank ANZ Panin, dan Bank OCBC NISP yang makin banyak bermunculan serta mulai menunjukkan ketertarikan dalam usaha mikro.

ƒ Banyaknya bank pesaing yang mulai melakukan pembiayaan mikro seperti Bank BNI, Bank Danamon, BRI, Koperasi dan BPR.

ƒ Menurunkan daya beli masyarakat akibat krisis moneter dan kenaikan harga BBM pada periode yang lalu dan saat ini masih terasa dan untuk menaikkannya sangat tergantung pada perbaikan perekonomian kita.

Selain menganalisis dari segi faktor internal dan eksternal Bank BJB (perbandingan ke-1) dilakukan juga perbandingan antara produk perbankan (deposito, tabungan, dan obligasi pemerintah) dari setiap bank untuk mengetahui produk dan dari bank mana yang paling layak untuk Pemerintah Daerah Kota Depok berinvestasi. Maka, perbandingan ke-4 ini, dapat dilihat pada Tabel 8:

Tabel 8. Analisis SWOT pada Perbandingan Ke-4 (Penyertaan Modal terhadap Produk Perbankan lainnya)

Deposito Tabungan Obligasi Pemerintah

Strength

(kekuatan)

•Nilainya tetap dan dijamin oleh pemerintah

•Memiliki suku bunga yang tinggi

•Likuiditas tinggi, dapat diambil kapan saja, meskipun ada jangka waktu tertentu.

•Dapat dijaminkan: untuk mendapatkan hutang dari bank yang sama.

•Dijamin oleh pemerintah

• Nominal yang tidak

ditentukan (bebas sesuai dengan keinginan nasabah)

• Likuiditas yang tinggi, dapat diambil kapan saja: counter bank dan ATM

• Kemudahan bertransaksi: pengiriman uang, pembayaran (telepon, kartu kredit, dan lain- lain), penukaran uang, dan lain-lain.

• Memiliki risiko yang rendah

• Nilainya dijamin oleh pemerintah

• Kemungkinan kecil

terjadi risiko gagal bayar

• Tingkat pengembalian lebih tinggi dari deposito

66 

 

Lanjutan Tabel 8.

Deposito Tabungan Obligasi Pemerintah

Weakness

(kelemahan)

•Jangka waktu yang telah ditetapkan (jatuh tempo tidak fleksibel)

•Adanya denda jika

pencairan dilakukan sebelum jatuh tempo

•Bunga kena pajak 20%, di atas Rp 7,5 juta.

•Adanya penurunan minat investor

•Suku bunga yang diberikan sangat rendah, di bawah tingkat inflasi.

•Bunga kena pajak 20% untuk yang di atas Rp 7,5 juta.

•Sebagian besar adalah obligasi ritel (individu)

•Tidak setiap saat tersedia

•Kurang likuid

Opportunity

(Peluang)

•Pertumbuhan ekonomi

yang semakin pesat

• Bertambahnya kebutuhan masyarakat akan menabung •Berkembangnya paradigma tentang obligasi pemerintah Threat (Ancaman)

•Adanya penurunan minat investor

•Krisis keuangan global dan nasional yang dapat mempengaruhi investor

• Adanya ketentuan

nominal simpanan yang dijamin LPS yakni di bawah Rp.100 juta jika bank mengalami kebangkrutan

• Krisi keuangan global dan nasional yang dapat mempengaruhi investor

•Adanya nilai VaR yang dapat menurun karena inflasi

Dilihat dari dari kekuatannya, seperti dari segi suku bunga yang diberikan, obligasi pemerintah seperti Sukuk Negara Ritel Seri SR-001 yang memberikan suku bunga sebesar 12,00%, namun dari segi likuiditas menunjukkan bahwa tabunganlah yang memiliki likuiditas tertinggi karena tidak memiliki jatuh tempo dalam pencairan dananya, serta kemudahan bertransaksi seperti untuk pembayaran dan sebagainya. Selanjutnya dilihat dari kelemahannya, suku bunga terendah dimiliki oleh tabungan. Faktor lainnya seperti likuiditas, deposito dan obligasi pemerintah memiliki jangka waktu dalam pengambilannya, sehingga dananya tidak dapat dicairkan kapan saja. Dari faktor eksternal seperti peluang, peluang tertinggi berada pada deposito. Hal ini terlihat dari jumlah sumber dana yang berasal dari deposito pada bank umum di tahun 2005 mencapai Rp 455.308 miliar dan pada tahun 2009 meningkat menjadi Rp 758.280 miliar sedangkan untuk jumlah sumber dana yang berasal dari tabungan di bank umum pada tahun 2009 sebesar Rp 565.610 miliar. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa minat nasabah pada simpanan (investasi) jenis deposito lebih besar dari pada tabungan dan obligasi pemerintah belum banyak diminati oleh masyarakat. Untuk faktor eksternal selanjutnya yakni ancaman, untuk deposito dan tabungan belum adanya jaminan untuk dana yang disimpan

67 

 

lebih dari Rp 100 juta, hal ini dapat berpengaruh pada ketidakamanan dana yang diinvestasikan.

Berdasarkan Analisis SWOT terhadap produk perbankan lainnya, jika Pemerintah Daerah Kota Depok menginginkan suku bunga yang tinggi, maka dapat memilih investasi pada obligasi pemerintah, namun jika membutuhkan investasi dengan likuiditas tinggi maka dapat memilih simpanan jenis tabungan atau deposito berjangka satu bulan. Sedangkan dari sisi yang berpeluang tinggi, maka dapat memilih deposito. Namun, dari faktor ancaman Pemerintah Daerah Kota Depok dapat memilih obligasi pemerintah yang memiliki rendah risiko.

4.6 Analisis Finansial

Analisis finansial mencakup perbandingan EPS (Earning Per Share),

ROE (Return On Equity), dan tingkat suku bunga. Obligasi Negara Republik Indonesia yang ditawarkan seri ORI003-ORI004, kupon rate yang ditawarkan adalah ORI003 sebesar 9.4000%, ORI004 sebesar 9.5000%, ORI005 sebesar 11.4500%, ORI006 sebesar 9.1500%, dan ORI007 sebesar 7.9500%, serta jenis Sukuk Negara Ritel Seri SR-001 sebesar 12.0000%, dan Sukuk Negara Ritel Seri SR-002 sebesar 8.7000%. Pemerintah Daerah Kota Depok dapat membeli obligasi pemerintah sebagai salah satu investasi jangka panjang yang memberikan nilai suku bunga yang tinggi seperti Sukuk Negara Ritel Seri SR-001 yang memberikan suku bunga sebesar 12,00%. Namun, pembelian obligasi pemerintah ini harus bersifat permanen yakni tidak berpindah tangan atau diperjualbelikan di pasar sekunder, hanya boleh diperjualbelikan di pasar primer.

Dari sisi EPS, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 9 bahwa rata-rata EPS tertinggi diraih oleh BRI yakni Rp. 429,23 dan yang terendah dimiliki oleh Bank Panin sebesar 38,96. Hal ini menunjukkan bahwa BCA memberikan rata-rata pengembalian dari saham yang ditanamkan lebih besar dibandingkan keenam bank lainnya. Sedangkan EPS dari Bank BJB menempati peringkat kelima dari ketujuh bank. Hal ini terlihat bahwa sebagai bank yang masih berskala daerah dan baru melakukan IPO, Bank

68 

 

BJB dapat bersaing dengan memberikan nilai rata-rata EPS sebesar Rp 76.18,- dibandingkan dengan bank yang sudah berskala nasional maupun internasional seperti Bank ANZ Panin.

Tabel 9. Perbandingan EPS dari Bank BJB dan pesaingnya Nama

Bank

EPS (dalam Rupiah) Rata-rata EPS 2005 2006 2007 2008 2009 2010 BRI 321.7 355.62 403.64 496.99 442.17 555.25 429.23 Bank Danamon 407.71 268.91 423.27 303.7 186.36 262.12 308.68 BCA 213 345 183 236 209 251 239.50 BNI 106 145 64 80 163 193 125.17 Bank BJB - 29.58 69.56 91.82 113.75 - 76.18 Bank Permata 38.1 40.23 64.45 58.43 62.01 67.33 55.09 Bank Panin 31.48 37.46 42.32 34.6 41.01 46.87 38.96 Sumber: Laporan Keuangan BRI, Danamon, BCA, BNI, Bank BJB, Permata, dan

Bank Panin dari Tahun 2005-2010

Untuk rata-rata ROE tertinggi diraih juga oleh BRI yakni sebesar 34.40% dan terendah pada Bank Panin. Dilihat dari sisi ROE bahwa pada hampir semua bank mengalami tingkat ROE yang fluktuatif, namun pada BNI dan BCA cenderung naik dari tahun 2007-2010 seperti yang disajikan pada Tabel 10. Dilihat dari ROE Bank BJB, terlihat jelas bahwa Bank BJB memiliki rata-rata tertinggi kedua setelah BRI, mengalahkan bank lainnya seperti BCA dan BNI. Dari hal ini, maka pengembalian atas ekuitas Bank BJB berkategori baik dan dapat bersaing dengan bank lainnya yang berskala nasional. Dengan ROE yang tinggi maka akan berdampak pada peningkatan laba yang akan diperoleh perusahaan sehingga akan berdampak pula terhadap deviden. Deviden yang dibagikan kepada para pemegang saham adalah minimum 40% dari laba yang diperoleh perusahaan. Maka, dengan ROE yang tinggi akan meningkatkan deviden.

Tabel 10. Perbandingan ROE dari Bank BJB dan pesaingnya Nama Bank ROE(%) Rata-rata ROE 2005 2006 2007 2008 2009 2010 BRI 38.00 33.75 31.64 34.50 34.23 34.28 34.40 Bank BJB 23.54 22.28 19.58 25.54 28.09 31.70 25.12 BCA 27.35 29.07 26.74 30.16 32.00 32.25 29.60 Bank Danamon 24.20 15.10 22.90 22.30 14.90 19.70 19.85  

69      Lanjutan Tabel 10. Bank Permata 14.30 13.10 18.10 12.40 18.02 25.10 16.84 BNI 12.64 22.61 8.03 9.01 16.34 25.12 15.63 Bank Panin 14.14 14.27 13.98 10.16 10.40 15.48 13.07 Sumber: Laporan Keuangan BRI, Danamon, BCA, BNI, Bank BJB, Permata, dan

Bank Panin dari Tahun 2005-2010

Pada Tabel 11 yang telah diolah, EPS dari tahun 2005-2010 dan data ROE dari tahun 2006-2010, Bank BJB memiliki rata-rata ROE sebesar 25.12% dan rata-rata EPS sebesar Rp. 76.18. Rata-rata pertumbuhan EPS dari tahun 2006-2009 yakni 33.67% dan rata-rata pertumbuhan EPS dari tahun 2005-2010 sebesar 4.88%. Data tersebut menunjukkan pertumbuhan EPS Bank BJB terlihat bahwa pertumbuhan dari tahun ke tahun mengalami penurunan, sedangkan pertumbuhan ROE Bank BJB berada dalam keadaan yang fluktuatif seperti yang dittampilkan pada Gambar 5.

Tabel 11. Perhitungan Pertumbuhan EPS dan ROE Bank BJB Tahun Pertumbuhan EPS Pertumbuhan ROE

2005-2006 --- . . . % 2006-2007 . . . % . . . % 2007-2008 . . . % . . % . % 2008-2009 . . . % . . % . % 2009-2010 --- . . % . % Rata-Rata 33.67% 4.88%

Sumber : www.bankjabar.co.id (diolah)

Gambar 5. Grafik Perkembangan EPS dan ROE Bank BJB 0 50 100 150 2006 2007 2008 2009 EPS (Rp) EPS (Rupiah) 0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% ROE (%) ROE (%)

70 

 

Selanjutnya dilakukan analisis tren dengan metode kuantitatif pada ROE (%) dan EPS (Rupiah) pada Bank BJB Data historis yang digunakan adalah tahun 2006 sampai dengan 2010. Untuk peramalan EPS, bentuk persamaan yang dihasilkan merupakan hubungan antara variabel dependen (Yt) yang berupa EPS (Rp) dan variabel independen (t) yang berupa deret waktu (tahun) sedangkan untuk ROE variabel dependen (Yt) yang berupa ROE (%) dan variabel independen (t) yang berupa deret waktu (tahun). Tampilan perhitungan analisis tren menggunakan program komputer

MInitab untuk EPS dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Forecasting untuk EPS Bank BJB

Dari data yang telah diperoleh pada Gambar 6, sehingga model matematis untuk peramalan EPS adalah Yt =7.485+27.477*t dengan nilai kesalahan peramalan, yakni MAD = 4.5125, MSD = 24.1428, MAPE = 8.4270. Model matematis tersebut dapat meramalkan EPS untuk masa yang akan datang. Dari data pada Tabel 12, menunjukkan peramalan untuk EPS Bank BJB lima tahun ke depan akan mengalami peningkatan, sehingga dengan keadaan EPS yang meningkat dapat menguntungkan para pemegang saham Bank BJB.

Tabel 12. Peramalan EPS Bank BJB Tahun 2010 - 2014

Tahun Forecast (Rupiah)

2010 144,870 2011 172,347 2012 199,824 2013 227,301 2014 254,778 I ndex C 1 0 9 8 7 6 5 4 3 2 1 250 200 150 100 50 0 Accuracy Measur es MAPE 8.4270 MAD 4.5125 MSD 24.1428 Variable For ecasts Actual Fits

Trend Analysis Plot for C1 0

Linear Trend Model

Dokumen terkait