• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produktivitas dudukuhan dihitung sebagai selisih antara manfaat (pendapatan) yang diterima petani dengan biaya pengelolaan dudukuhan dalam waktu satu tahun. Dalam penelitian ini, biaya pengelolaan dudukuhan adalah rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk proses produksi dalam kurun waktu lima tahun. Biaya pengelolaan dudukuhan di Desa Parakanmuncang sebagian besar dialokasikan untuk biaya rutin pajak tahunan. Hal ini disebabkan karena pengelolaan dudukuhan masih dilakukan secara tradisional dan sederhana dengan menggunakan tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga. Penanaman dan pengadaan bibit umumnya dilakukan sendiri menggunakan bibit-bibit yang berasal dari dudukuhan milik sendiri atau tetangga. Hanya 5 responden yang memperoleh bibit dengan cara membeli. Kegiatan pemeliharaan hanya terbatas pada penyiangan dan pembersihan bagian bawah tegakan. Pemanenan dilakukan menggunakan alat dan teknik yang sederhana sehingga tidak membutuhkan biaya. Pada Tabel 11 dapat dilihat besarnya biaya pengelolaan dudukuhan untuk tiap tipe dudukuhan.

Tabel 11 Biaya Pengelolaan/Hektar/Tahun/Tipe Dudukuhan

Tipe Dudukuhan Biaya/hektar/tahun (Rp)

Kayu-kayuan

Campuran kayu-buah

Campuran kayu-buah-tanaman pertanian

73.482 447.738 417.737 Total Rata-rata 938.957 312.986

Biaya pengelolaan terbesar untuk tipe dudukuhan penghasil kayu-buah. Hal ini disebabkan karena para responden untuk tipe dudukuhan tersebut umumnya memiliki lahan dengan luas lebih dari 0,5 ha. Semakin luas lahan semakin beragam pula jenis tanaman yang ditanam. Luas lahan mempengaruhi besarnya biaya pengelolaan. Semakin besar luas lahan yang dikelola semakin besar pula biaya pengelolaan lahan.

Biaya pengelolan dudukuhan lebih sedikit bila dibandingkan biaya pengelolaan sawah (pertanian monokultur). Hal ini disebabkan karena pengelolaan sawah dilakukan jauh lebih intensif dibanding dudukuhan. Pengelolaan sawah membutuhkan pengadaan bibit unggul, tenaga kerja, pupuk serta obat hama dan penyakit. Hasil wawancara dengan para responden menyebutkan bahwa besarnya biaya pengelolaan sawah tidak menjamin peningkatan hasil panen. Meskipun demikian para petani tidak akan meninggalkan usaha tani sawah. Selain merupakan penghasil utama kebutuhan pangan dan menjadi bagian kehidupan sosial budaya, mereka juga tidak memiliki keahlian untuk berusaha dibidang lain.

Dalam penelitian ini pendapatan kotor adalah rata-rata pendapatan yang diperoleh dari dudukuhan dalam jangka waktu lima tahun. Hasil dudukuhan dengan berbagai jenis tanaman yang dihitung hanya untuk jenis tanaman yang dijual saja. Tabel 12 menggambarkan secara lengkap pendapatan kotor per hektar per tahun untuk tiap tipe dudukuhan.

Tabel 12 Pendapatan Kotor /Hektar/Tahun/Tipe Dudukuhan

No Tipe Dudukuhan Pendapatan (Rp)

1 2 3

Kayu-kayuan

Campuran kayu-buah

Campuran kayu-buah-tanaman pertanian

146.965 1.407.671 1.327.805 Jumlah Rata-rata 2.882.441 960.814

Tipe dudukuhan campuran kayu-buah memberikan pendapatan kotor terbesar dibandingkan tipe dudukuhan lain. Hal ini disebabkan selain para responden yang mengelola dudukuhan tipe ini memiliki lahan yang luas.Berdasarkan Tabel 12 juga dapat dilihat bahwa perbedaan pendapatan antara dudukuhan tipe kayu-buah dan tipe kayu-buah-tanaman pertanian tidak terlalu

besar. Hal ini disebabkan karena jenis-jenis tanaman pertanian pada dudukuhan tipe kayu-buah-tanaman pertanian lebih banyak digunakan untuk kebutuhan sendiri. Dudukuhan tipe ini merupakan tipe dudukuhan yang paling diminati petani. Dalam jangka pendek dapat memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga petani pengelola sedangkan untuk jangka panjang menjadi sumber dan cadangan kebutuhan uang tunai. Pada penelitian ini produktivitas didefinisikan sebagai selisih antara pendapatan kotor dengan biaya yang dibayarkan. Pada Tabel 13 disajikan hasil perhitungan produktivitas menggunakan kriteria NPV.

Tabel 13 Produktivitas/Hektar/Tahun/Tipe Dudukuhan

No Tipe Dudukuhan Pendapatan (Rp)

1 2 3 Kayu-kayuan Campuran kayu-buah Campuran kayu-buah-tanaman pertanian 73.482 959.933 910.068 Jumlah Rata-rata 1.943.483 647.828

Berdasarkan Tabel 13 terlihat rata-rata produktivitas menunjukkan nilai positif. Hasil ini menunjukkan bahwa manfaat yang diperoleh dari dudukuhan lebih besar bila dibandingkan dengan biaya yang dibayarkan. Tingkat produktivitas dudukuhan tertinggi diperoleh pengelola dudukuhan tipe campuran pohon penghasil kayu dan buah. Hal ini disebabkan karena hasil tanaman pertanian pada dudukuhan tipe campuran pohon penghasil kayu-buah dan tanaman pertanian tidak dijual dan lebih diperuntukkan untuk menuhi kebutuhan sendiri. Bila dibandingkan dengan pengelolaan sawah, dudukuhan memberikan keuntungan lebih. Keuntungan tersebut berupa tersedianya berbagai kebutuhan rumah tangga petani pengelola baik untuk kebutuhan pangan maupun bahan bangunan, kayu bakar serta obat-obatan. Keuntungan lain adalah karena dudukuhan dengan beragam jenis tanaman yang ada didalamnya memiliki waktu panen sepanjang tahun. Dengan mengacu pada hasil perhitungan ini serta hasil wawancara disimpulkan bahwa pengelolaan dudukuhan sebetulnya lebih produktif bila dibandingkan dengan pengelolaan lahan monokultur (padi). Hasil penelitian Budidarsono, Roshetko dan Wijaya (2004) menyebutkan bahwa tingkat penggunaan input produksi dan rata-rata panenan padi di Desa Parakanmuncang

jauh lebih tinggi dari rata-rata penggunaan input produksi dan hasil panen padi di Propinsi Jawa Barat. Bersama dengan Desa Kalong Liud, Parakanmuncang menjadi pusat produksi padi di Kecamatan Nanggung. Selanjutnya dijelaskan bahwa penggunaan input pestisida dan pupuk di Desa Parakanmuncang tidak efisien bila dibandingkan dengan karateristik fisik lahan serta sempitnya luasan lahan yang dapat dikelola. Saat ini para petani mengeluhkan hasil panen padi yang semakin tidak sepadan dengan modal yang sudah mereka bayarkan.

Upaya peningkatan produktivitas dudukuhan terus berjalan sepanjang waktu. Para petani melakukan kegiatan penyulaman sambil lalu dengan sistem sisipan serta permudaan alami secara terus menerus. Selain meningkatkan produktivitas, kegiatan penyulaman juga menjamin ketersediaan hasil sepanjang tahun. Saat ini petani mulai mengupayakan pengelolaan dudukuhan secara intensif. Para petani juga mengupayakan penanaman jenis-jenis baru bernilai tinggi seperti mahoni, kamper, durian, dan pinus. Selain memelihara bibit atau anakan jenis kayu, para petani juga mulai melakukan seleksi terhadap jenis tanaman yang akan mereka tanam di lahan dudukuhan. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh hasil tanaman yang berkualitas baik. Berbagai upaya tersebut merupakan bukti adanya usaha peningkatan produktivitas dudukuhan oleh para petani di Desa Parakanmuncang.

F. Keberlanjutan

Dudukuhan merupakan pola pemanfaatan dan pengelolaan lahan yang sudah berlangsung turun-temurun di Desa Parakanmuncang dan desa lain di kecamatan Nanggung. Selama ini masyarakat mempertahankan keberadaan dudukuhan. Selain sebagai bagian dari kehidupan sosial budaya masyarakat setempat, dudukuhan menyediakan berbagai produk kebutuhan hidup rumah tangga Masyarakat memposisikan dudukuhan sebagai cadangan pendapatan yang selalu dapat dijual pada saat mereka terdesak kebutuhan.

Usaha masyarakat mempertahankan keberadaan dudukuhan diidentifikasi berdasarkan berbagai upaya masyarakat meningkatkan produktivitas dudukuhan. Meskipun jumlah tidak banyak, saat ini para petani mulai melakukan kegiatan pengelolaan dudukuhan secara intensif. Selain menambah jumlah jenis/individu

tanaman para petani juga mulai mempertimbangkan jenis tanaman yang selain cocok ditanam juga memiliki nilai kegunaan dan nilai ekonomis yang cukup tinggi. Para petani saat ini juga mulai menanam dudukuhan dengan jenis-jenis yang sebelumnya tidak lazim ditanam di Desa Parakanmuncang. Jenis-jenis baru tersebut antara lain kamper, mahoni, durian, pinus dan akasia. Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh petani tersebut menunjukkan kecenderungan peningkatan produktivitas dan orientasi keberlanjutan.

Beberapa hambatan dalam hal keberlanjutan dudukuhan adalah generasi muda yang diharapkan menjadi pewaris dan penerus pengelolaan lahan pertanian dan dudukuhan saat ini lebih suka mencari alternatif pekerjaan lain di kota kecamatan bahkan beberapa kota besar yang dapat menghasilkan pendapatan yang nyata dalam waktu singkat. Hal ini dipicu oleh luas lahan yang semakin sempit akibat kegiatan penjualan lahan dan sistem pewarisan serta daya tarik urbanisasi yang cukup tinggi. Beberapa responden bahkan membiarkan lahan dudukuhan menjadi lahan tidur karena usia dan kesehatan yang sudah tidak memungkinkan. Anak-anak yang yang diharapkan mewarisi dudukuhan lebih memilih menjadi buruh atau kuli. Hal ini disebabkan karena pendapatan yang diperoleh nyata dan dalam waktu singkat.

Dokumen terkait