• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Karateristik Responden

XII. Pengelolaan Dudukuhan

XIII. Ketersediaan lahan

Akses kepemilikan lahan dudukuhan berasal dari berbagai jalur baik melalui sistem pewarisan, jual beli maupun penggarapan dengan sistem bagi hasil. sebagian besar (60 %) petani memperoleh lahan dudukuhan sebagai hasil warisan. Hal ini menyebabkan luasan lahan yang diwariskan semakin sempit dari generasi ke generasi sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan jumlah para petani penggarap yang tidak memiliki lahan. Tabel 8 memperlihatkan secara lengkap data asal pemilikan lahan dudukuhan di Desa Parakanmuncang.

Tabel 8 Asal Pemilikan Lahan Dudukuhan di Desa Parakanmuncang

No Asal pemilikan lahan Jumlah Petani Persentase (%) 1 2 3 4 Warisan Jual-beli Bagi hasil Warisan+Beli 19 8 2 1 60,0 30,0 6,7 3,3 Jumlah 30 100,0

Berdasarkan data pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa 30 % petani (8 responden) memperoleh dudukuhan dari hasil jual-beli. Hal ini umumnya dilakukan oleh para petani yang memiliki modal besar baik modal pengetahuan

maupun modal finansial. Pengalihan kepemilikan lahan dudukuhan melalui proses jual beli dapat dilakukan kepada siapa saja yang berminat baik masyarakat dari dalam desa maupun dari luar desa. Pengelolaan dudukuhan dengan sistem bagi hasil juga ditemukan di desa Parakanmuncang. Para petani tersebut mengelola lahan milik orang lain yang berdomisili di luar Desa Parakanmuncang. Para petani umumnya memiliki keinginan untuk menambah luas lahan dudukuhan miliknya namun terbentur pada masalah modal.

Berdasarkan hasil pengamatan sebagian besar lahan dudukuhan terletak di daerah pegunungan yang bertopografi miring. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dudukuhan umumnya berasal dari lahan hutan atau lahan kosong yang kemudian ditanami dengan berbagai jenis tanaman untuk mengurangi bahkan menghilangkan bagian kosong pada lahan garapan.

Dudukuhan berisi berbagai jenis tanaman baik tanaman pertanian maupun jenis pepohonan buah dan kayu. Sebagian besar tanaman dalam lahan dudukuhan merupakan jenis asli desa seperti jeunjing, afrika, puspa, manggis, kemang, nangka, melinjo dan lainnya. Jenis tanaman lain yang dominan dalam lahan dudukuhan adalah pisang dan bambu.

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan para petani, kecuali untuk dudukuhan tipe kayu-kayuan, jenis pepohonan buah merupakan jenis yang dominan. Hal ini disebabkan karena jenis buah-buahan mudah dijual dan akses menuju Desa Parakanmuncang cukup terbuka sehingga produk buah mudah dipasarkan baik ke pasar-pasar terdekat maupun dijual ke pedagang pengumpul (tengkulak). Jenis buah-buahan yang biasanya dijual adalah jenis yang sering berbuah seperti nangka, cempedak, dan melinjo serta jenis yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi seperti manggis, duku, durian, kemang, petai dan jengkol. Jenis kayu-kayuan yang cukup dominan adalah jenis kayu jeunjing, puspa dan afrika. Ketiga jenis kayu ini merupakan jenis asli desa, cepat tumbuh dan tidak membutuhkan pemeliharaan yang intensif. Jenis bambu merupakan jenis yang hampir setiap tahun dipanen dan bersama pepohonan kayu seringkali dijadikan sebagai sumber dan cadangan pendapatan tunai bagi para petani pada saat dibutuhkan.

Tanaman pertanian yang dominan dalam lahan dudukuhan adalah kacang tanah, jagung dan pisang. Beberapa petani mengelola secara bersama-sama atau bergiliran jenis tanaman pertanian dengan sawah tadah hujan. Hal ini bertujuan meningkatkan produktivitas lahan serta untuk meningkatkan keragaman hasil panenan pada satu musim tanam.

XIV. Produksi, Pengolahan dan Pemasaran Hasil

XV. Produksi

Kegiatan produksi dalam pengelolaan dudukuhan terdiri atas penanaman, pemeliharaan dan pemanenan.

1. Penanaman

Tahapan awal sebelum penanaman dilakukan adalah penyiapan lahan. Lahan biasanya dibersihkan menggunakan sistem tebas bakar. Petani memilih menggunakan sistem tebas bakar untuk membersihkan lahan karena pertimbangan lebih murah dari segi biaya, tenaga kerja dan waktu serta dapat merangsang permudaan alami beberapa jenis pepohonan kayu asli desa seperti jeunjing, afrika dan puspa. Pembersihan dan pembukaan lahan dengan sistem tebas bakar dilakukan pada awal /menjelang musim hujan untuk mencegah terjadinya kebakaran.

Tahapan selanjutnya adalah tahapan penanaman yang sebagian besar dilakukan secara tradisional. Bibit tanaman diperoleh dari hasil regenerasi alami lahan milik, bibit dari lahan tetangga dan biasanya langsung dipindahkan ke lapangan tanpa perawatan terlebih dahulu. Para petani memperoleh bibit tanaman dengan berbagai cara. Sebagian besar petani (24 responden) merawat bibit hasil regenerasi alami dibawah tegakan induk. Beberapa responden (5 orang) memperoleh bibit tanaman dengan cara membeli sedangkan 1 responden melakukan pembibitan sendiri dengan cara membuat okulasi dan cangkokan tanaman. Pengolahan tanah sebelum penanaman dilakukan secara sederhana berupa pembuatan lubang tanam. Pola tanam yang lazim digunakan adalah kebun pepohonan campuran.

Para petani pengelola dudukuhan di Desa Parakanmuncang sebagian besar menanami pepohonan dalam lahan dudukuhan miliknya dengan jarak tanam 2 x 3

m. Kebiasaan ini dilakukan oleh 88,3 % petani (25 orang) dan umumnya disebabkan karena para petani tidak ingin menyisakan bagian lahan yang kosong. Meskipun jumlahnya sedikit, tercatat 5 petani (16,7 %) yang menanami pohon dalam lahan dudukuhan miliknya dengan jarak tanam 4 x 4 m. Jarak tanam yang cukup renggang ini dimaksudkan untuk memudahkan rotasi atau pergiliran penanaman tanaman pertanian pada awal pengelolaan dudukuhan.

Pada tahap awal lahan ditanami dengan jenis-jenis tanaman pertanian/palawija seperti pisang, kacang tanah, singkong, ubi dan jenis lainnya. Bagian lahan yang pada musim hujan digenangi air akan ditanami padi. Pengelolaan padi huma ini berlangsung selama 3 bulan. Setelah dipanen, lahan tersebut kemudian ditanami dengan rotasi jenis-jenis tanaman pertanian seperti kacang tanah, singkong, ubi jalar, jagung dan sebagainya. Hal ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga/keluarga. Pada tahapan ini lahan disebut huma/tegalan.

Selama dua-tiga tahun para petani mengelola huma/tegalan dan melakukan kegiatan pengayaan secara terus menerus dengan menanami bagian-bagian kosong dari lahan dengan jenis pepohonan baik kayu maupun buah. Selanjutnya tanaman pertanian akan digantikan jenis tanaman lain terutama ketika jenis pepohonan mulai tumbuh dan menimbulkan naungan yang menghambat pertumbuhan dan produktivitas tanaman pertanian. Secara bertahap keadaan ini merubah fungsi lahan menjadi berbagai tipe dudukuhan.

Di Desa Parakanmuncang ditemukan tiga bentuk/tipe dudukuhan yang dibedakan berdasarkan karateristik fisik lahan dan jenis tanaman dominan. Ketiga tipe tersebut adalah dudukuhan tipe pohon penghasil kayu-kayuan, campuran pohon penghasil kayu-buah serta tipe dudukuhan campuran penghasil kayu-buah- tanaman pertanian. Selain ketiga tipe tersebut terdapat pula tipe dudukuhan lahan tidur. Lahan tidur terbentuk ketika terhadap lahan dudukuhan tidak dilakukan pengelolaan dalam bentuk apapun dan lahan dibiarkan terlantar tak terurus.

Secara tradisional jenis-jenis tanaman yang menjadi komponen penyusun yang dominan pada tipe dudukuhan penghasil kayu-kayuan adalah jeunjing, afrika, puspa, manggis dan duku. Para petani memilih menanam jenis-jenis tanaman tersebut karena bibitnya mudah diperoleh serta memiliki nilai guna dan

nilai ekonomis tinggi. Saat ini para petani menanam beberapa jenis baru yang dulu tidak lazim ditanam di Desa Parakanmuncang yaitu durian, cengkeh, mahoni, rambutan dan mangga. Motivasi petani menanam jenis mahoni, rambutan, pinus dan akasia adalah karena adanya kebijakan pemerintah untuk tujuan reboisasi dan pencegahan erosi. Alasan lain adalah karena nilai ekonomis jenis tersebut cukup tinggi dan mudah dijual pada saat petani terdesak kebutuhan. Penanaman jenis mangga saat ini adalah upaya petani untuk melihat kecocokan tanaman ini dengan jenis tanah di Desa Parakanmuncang serta dipicu oleh tingginya nilai jual dan peluang pemasaran jenis buah-buahan. Beberapa jenis tanaman yang juga disukai petani adalah jengkol, petai, nangka, cempedak, kemang dan melinjo (tangkil). Jengkol dan petai disukai karena memberikan hasil sepanjang tahun juga tidak membutuhkan perawatan intensif. Jenis buah-buahan seperti nangka, cempedak, kemang dan melinjo disukai karena mudah berbuah, dapat diambil hasilnya sepanjang tahun, harganya cukup tinggi dan mudah dijual.

Jenis tanaman yang dominan pada tipe dudukuhan penghasil kayu-kayuan adalah kayu jeunjing dan kayu afrika. Meskipun puspa juga cukup dominan namun biasanya tidak dijual. Jenis kayu puspa tidak dijual karena riapnya kecil dan setelah ditebang tidak dilakukan penanaman sehingga agak jarang ditemui. Kayu puspa lebih banyak digunakan untuk kebutuhan sendiri. Dudukuhan didominasi oleh jenis afrika dan jeunjing karena kedua jenis tanaman tersebut merupakan jenis asli desa, bibit tanamannya mudah diperoleh dan tidak memerlukan perawatan intensif. Selain untuk tujuan subsisten kedua jenis tanaman ini dapat dijual dan cukup diminati di pasaran.

Jenis tanaman yang dominan pada tipe dudukuhan campuran buah-kayu- tanaman pangan antara lain jeunjing, afrika, puspa, manggis, duku, durian, kemang, melinjo, cempedak, nangka, pisang dan tanaman pertanian. Jenis tanaman pertanian yang terdapat dalam dudukuhan terdiri dari kelompok Cerealia

(jagung dan padi), kacang-kacangan dan umbi-umbian serta tanaman tahunan seperti pisang dan bambu. Para petani biasa menanam secara bergiliran jenis tanaman tersebut dalam satu lahan. Pemilihan jenis tanaman tersebut adalah karena dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga serta memiliki

nilai ekonomis tinggi. Jenis tanaman tersebut menyediakan kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang petani.

Jenis tanaman yang juga dominan dalam lahan dudukuhan adalah pisang dan bambu. Kedua jenis tanaman ini disukai karena mudah tumbuh, tidak membutuhkan perawatan intensif serta menghasilkan sepanjang tahun. Kedua jenis tanaman ini selain menjadi sumber pangan dan bahan bangunan juga dapat dijadikan sumber cadangan pendapatan tunai karena mudah dijual.

Perubahan tipe bentuk lazim terjadi ditandai dengan perubahan jenis tanaman yang menyusun lahan dudukuhan. Lahan dapat berubah bentuk menjadi tipe dudukuhan campuran kayu-buah-tanaman pertanian bila selama masa pengelolaan lahan tegalan petani mengupayakan pengayaan dan penyulaman lahan secara terus-menerus. Sebaliknya sebidang lahan yang sebelumnya dikelola dengan tipe kayu-kayuan atau tipe campuran kayu-buah dapat berubah bentuk menjadi tegalan bila petani melakukan kegiatan pemanenan terhadap jenis vegetasi yang ada di dalamnya. Pemanenan dengan sistem tebang habis biasanya dilakukan apabila jenis-jenis kayu dan buah sudah memasuki usia tua sehingga tidak produktif lagi.

Tipe dudukuhan kayu-kayuan atau campuran kayu-buah yang tidak dikelola dan dibiarkan terlantar sehingga didominasi oleh bambu dan semak belukar dapat berubah bentuk menjadi lahan tidur. Berdasarkan hasil wawancara dengan para responden perubahan bentuk dudukuhan menjadi tipe lahan tidur dipengaruhi oleh kemampuan petani (usia, kesehatan dan modal) serta jarak tempuh dukuh dari rumah. Berdasarkan hasil wawancara dengan para responden, perubahan tipe dudukuhan menjadi lahan tidur disebabkan karena usia dan kesehatan yang membuat para petani tidak mungkin mengelola lahan.

Alih bentuk/tipe dudukuhan dimaksudkan untuk mempertahankan bahkan meningkatkan produktivitas dudukuhan serta memenuhi kebutuhan rumah tangga keluarga. Jenis-jenis pohon asli desa seperti biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Jenis-jenis eksotik seperti mahoni, kamper, dan durian dapat dijual dan menjadi sumber atau cadangan pendapatan yang bisa diambil setiap saat. Gambar 3 menunjukkan tahapan peralihan bentuk tipe dudukuhan.

Lahan Tidur

Tegalan Pisang atau Palawija

Tipe Kayu-Buah-Tanaman Pertanian Tipe Kayu-kayuan

Tipe Kayu-Buah

2. Pemeliharaan O. Penyiangan

Kegiatan penyiangan dan pembersihan bagian bawah tegakan dilakukan oleh semua petani. Hal ini disebabkan karena kedua kegiatan ini tidak dilakukan secara periodik. Biasanya penyiangan dilakukan pada saat petani memiliki waktu luang diluar pekerjaan rutin sehari-hari. Penggunaan tenaga kerja untuk kegiatan ini sangat jarang dilakukan.

P. Pemupukan

Sebagian besar petani pengelola dudukuhan tidak melakukan kegiatan pemupukan. Sejak lama masyarakat menganggap tanah di Desa Parakanmuncang cukup subur. Pada kenyataannya tanpa pemupukan dudukuhan selalu menyediakan hasil yang dapat dipanen setiap tahun. Hal ini memperkuat penelitian Oche dan Terra (1973) dalam Harun (1995). Dalam penelitian tersebut dikemukakan bahwa tanpa pemupukan sebuah wana tani pekarangan/ kebun campuran dapat memberikan sumbangan terhadap pendapatan rumah tangga petani pengelola berkisar antara 20 % hingga 28 %.

Sebelumnya hampir seluruh petani di Desa Parakanmuncang tidak melakukan kegiatan pemupukan. Hal ini terutama dipengaruhi oleh orientasi usaha dudukuhan yang lebih banyak ditujukan untuk keperluan subsisten. Saat ini tercatat 12 responden (40 %) yang melakukan kegiatan pemupukan. Kegiatan pemupukan dilakukan untuk meningkatkan produktivitas dudukuhan. Pemupukan dilakukan terutama karena mulai terjadi pergeseran orientasi usaha dari subsisten ke arah semi komersial hingga komersial. Pupuk yang digunakan dapat berupa pupuk kandang buatan sendiri, pupuk kimia atau kombinasi pupuk kandang dengan pupuk kimia. Sebagian besar responden yang melakukan kegiatan pemupukan memilih pupuk kandang karena pupuk kandang lebih mudah diperoleh, lebih murah dan dapat dibuat sendiri. Alasan lain adalah karena pupuk kandang dianggap dapat membuat tanah menjadi gembur. Tabel 9 menggambarkan secara rinci jumlah petani serta jenis pupuk yang digunakan dalam pengelolaan dudukuhan di Desa Parakanmuncang.

Tabel 9 Penggunaan Pupuk Berdasarkan Jenis Pupuk yang Digunakan

Jenis Pupuk N (orang) Persentase (%)

Pupuk kimia Pupuk kandang

Pupuk kimia + kandang Tanpa pupuk 2 3 7 18 6,7 10,0 23,3 60,0 Jumlah 30 100,0 Q. Penjarangan

Para petani melakukan kegiatan penjarangan bila di dalam lahan terdapat tegakan yang tumbang atau rusak atau sudah tidak produktif lagi dan menganggu pertumbuhan tanaman lain di sekitarnya sehingga perlu ditebang. Kegiatan penjarangan juga dilakukan bila lahan akan ditanami dengan jenis tanaman baru yang dianggap lebih menguntungkan baik dari segi hasil maupun pendapatan yang akan diperoleh. Kegiatan ini sangat jarang dilakukan.

R. Penyulaman dan Pengayaan

Kegiatan penyulaman dan pengayaan dengan sistem sisipan biasanya dilakukan para petani secara terus-menerus. Selain untuk meningkatkan jumlah dan jenis vegetasi juga untuk mengurangi bahkan tidak menyisakan bagian lahan yang kosong. Para petani dengan satuan lahan yang luas memiliki kesempatan lebih besar untuk memilih jenis tanaman yang akan ditanam di lahan dudukuhan miliknya. Biasanya tanaman yang dipilih adalah jenis yang memiliki nilai guna dan nilai ekonomis tinggi. Para petani dengan satuan lahan sempit umumnya cenderung menanami bagian kosong pada lahannya dengan jenis beraneka jenis tanaman.

S. Penyemprotan Hama dan Penyakit

Kegiatan penyemprotan hama penyakit menggunakan pestisida sebenarnya tidak lazim dilakukan di desa Parakanmuncang terutama karena yang biasanya disemprot dengan obat hama atau pestisida hanyalah jenis tanaman pertanian dan padi. Menurut Soemarwoto (1975) dalam Harun (1995), meskipun rumah tangga petani pengelola wana tani pekarangan/ kebun campuran tidak menggunakan pestisida namun sangat jarang terjadi serangan hama. Terdapat 4 responden yang

sudah melakukan kegiatan penyemprotan hama penyakit terhadap anakan tanaman pepohonan buah dan kayu yang ada di dalam lahan dudukuhan miliknya. Keempat responden ini adalah mereka dengan pendidikan cukup tinggi (SMA, 2 responden) dan tergabung dalam kelompok tani hutan (2 responden). Terhadap mereka sudah diberikan pengetahuan dan informasi pengelolaan lahan secara intensif.

3.Pemanenan

Pemanenan tanaman yang terdapat dalam lahan dudukuhan terjadi pada periode waktu berbeda karena tiap jenis memiliki tingkat produktivitas, umur dan waktu tanam yang berbeda. Pemanenan jenis kayu umumnya dilakukan pada saat petani terdesak kebutuhan seperti untuk membayar hutang,pajak tahunan, membuka lahan sawah baru, ada hajatan, biaya sekolah anak dan keperluan lain. Petani mulai menjual kayu afrika dan kayu jeunjing pada usia mulai 3 tahun ketika diameter tegakan mencapai 10 cm. Hal ini mempengaruhi posisi tawar petani terhadap tengkulak atau pedagang pengumpul karena kualitas kayu yang kurang baik serta tingkat kebutuhan mendesak membuat petani cenderung menjual hasil kayu dibawah harga pasar.

Pemanenan jenis tanaman buah seperti durian, duku, manggis, kemang dan jenis lain biasanya dilakukan pada musim buah ketika tanaman tersebut sudah mencapai usia produktif. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa jenis buah seperti duku, manggis, dan rambutan biasanya tidak dijual. Para petani mengutamakan jenis tersebut untuk konsumsi sendiri. Jenis tanaman pertanian tidak membutuhkan waktu lama untuk dipanen. Usia produktif tanaman pertanian cukup singkat dengan intensitas produksi hampir sepanjang tahun terutama bila petani memberlakukan sistem rotasi pada tanaman pertanian yang ditanam di lahannya. Jenis bambu biasanya dipanen satu tahun sekali.

Kegiatan pemanenan dapat dilakukan sendiri oleh petani. Hal ini biasanya dilakukan oleh para petani untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Pemanenan dapat dilakukan oleh pedagang pengumpul atau tengkulak bila hasil produksi lahan dijual. Bila dilakukan oleh pedagang pengumpul (tengkulak) biasanya diberlakukan sistem borongan dimana pedagang memilih, menandai dan

menebang atau memetik sendiri produk lahan yang diinginkan. Petani lebih memilih menjual hasil dudukuhan (kayu, bambu dan buah) dengan sistem borongan. Dengan sistem ini petani tidak perlu membayar biaya pemanenan.

b. Orientasi, Pemanfaatan dan Pengolahan Hasil

Orientasi pemanfaatan hasil dudukuhan sebagian besar untuk kebutuhan sendiri (subsisten) terutama untuk jenis pisang, palawija dan sayuran. Sebagian besar responden memanfaatkan hasil dudukuhan untuk keperluan subsisten. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa 70 % petani (21 orang) mengelola dudukuhan miliknya untuk tujuan subsisten atau dikonsumsi sendiri. Meskipun demikian terdapat pola khas yaitu petani selalu menjual hasil produk kayu dan bambu pada saat terdesak kebutuhan.

Faktor utama yang mempengaruhi keputusan petani mengarahkan pengelolaan dudukuhan untuk tujuan subsisten adalah satuan lahan yang dikuasai relatif sempit sehingga produktivitas lahan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sendiri. Hal ini terutama dipicu pula kemampuan sarana bertani yang rendah. Tanpa bantuan dari pihak luar sulit bagi para petani untuk mendapat bibit unggul, pupuk dan sarana lain yang dibutuhkan untuk meningkatkan skala usaha pertanian. Orientasi subsisten juga disebabkan oleh pandangan para petani yang cenderung memilih memenuhi dulu kebutuhan mereka sendiri dan dibagi-bagikan kepada tetangga sekitar serta saudara sebagai bagian dari ibadah daripada menjual hasil lahan. Hal ini juga menggambarkan tingginya ketergantungan masyarakat terhadap lahan dudukuhan sehingga meskipun tidak dikelola secara intensif petani masih mempertahankan keberadaan dudukuhan. Para petani biasanya menjual hasil dudukuhan baik kayu maupun buah sebagai bahan mentah dan tidak diolah sebelum dijual.

c. Pemasaran Hasil

Jenis tanaman yang dipasarkan tersebut didominasi oleh jenis bambu, kayu dan beberapa jenis buah yang memiliki nilai ekonomis tinggi seperti durian, nangka, kemang, melinjo, cempedak, petai dan jengkol. Tabel 10 memperlihatkan data beberapa produk utama dudukuhan di Desa Parakanmuncang. Volume

penjualan biasanya ditentukan oleh kebutuhan rumah tangga, ketersediaan pangan dan modal. Para petani petani baru menjual hasil panen setelah kebutuhan rumah tangganya terpenuhi. Kegiatan pemasaran dilakukan setiap kali para petani terdesak kebutuhan mendadak.

Tabel 10 Produk Utama Dudukuhan di Desa Parakanmuncang

Jenis Tanaman Tipe Produk Frekuensi panen

Untuk dijual : Bambu Kayu Duku Manggis Nangka Cempedak Durian Melinjo Pisang Rebung Batang Kayu Bangunan Buah Segar Buah segar Buah Segar Buah Segar Buah Segar biji Buah/daun Bambu muda Setiap tahun Tergantung kebutuhan Musiman Musiman Sepanjang tahun Musiman Musiman Sepanjang tahun Sepanjang tahun Tergantung persediaan Konsumsi RT : Bambu Kayu Kayu Duku Manggis Rambutan Pisang Batang Kayu bangunan Kayu bakar Buah segar Buah segar Buah segar Buah/daun/Bakal Buah Setiap tahun Tergantung kebutuhan Sepanjang tahun Musiman Musiman Musiman Sepanjang Tahun

Lokasi penjualan tergantung pada kesepakatan petani dengan pedagang. Biasanya penjualan dilakukan dirumah. Sebagian besar responden (93,3 %) memilih hasil dudukuhan di rumah dengan mempertimbangkan biaya transportasi yang harus dikeluarkan bila menjual sendiri kepasar. Hanya dua responden yang memilih menjual sendiri hasil panen tanaman pertanian. Responden yang memiliki mata pencaharian utama sebagai pedagang bambu biasa menjual hasil panen bambunya sampai keluar kota. Penjualan hasil kayu dan bambu biasanya dilakukan secara borongan dengan sistem transaksi tunai atau dengan panjar (uang muka). Pada kegiatan penjualan kayu petani memberikan kebebasan kepada tengkulak atau pedagang untuk memilih, menandai kemudian memanen sendiri

jenis yang diinginkan. Umumnya kayu dijual mulai ukuran diameter 10 cm. Kayu dengan ukuran

berukuran diameter sedang biasanya dijual dengan harga Rp. 30.000. Kayu dengan ukuran diameter 50 cm dijual dengan harga Rp 40.000 - Rp. 50.000/batang. Selain ditentukan oleh ukuran diameter, harga kayu juga dipengaruhi oleh jenis kayu. Kebutuhan hidup yang semakin mendesak menyebabkan petani cenderung menjual hasil lahan dengan harga murah bahkan di bawah harga pasar. Para petani kurang memiliki posisi tawar yang seimbang dengan para pedagang pengumpul (tengkulak).

C. Kinerja Dudukuhan

Dokumen terkait