• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEOR

2.3 Kinerja Karyawan

Pada umumnya, kinerja diberi batasan sebagai kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Teori mengenai kinerja dikemukakan oleh Miner dalam Sutrisno (2010:170), kinerja adalah bagaimana seseorang diharapkan dapat berfungsi dan berperilaku sesuai dengan tugas yang telah dibebankan kepadanya. Menurut Wibowo (2007:4) kinerja merupakan implementasi dari rencana yang telah disusun tersebut. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi, dan kepentingan. Bagaimana organisasi menghargai dan memperlakukan sumber daya manusianya akan memengaruhi sikap dan perilakunya dalam menjalankan kinerja.

Menurut Irianto dalam Sutrisno (2010:171), mengemukakan kinerja karyawan adalah prestasi yang diperoleh seseorang dalam melakukan tugas. Keberhasilan organisasi tergantung pada kinerja para pelaku organisasi bersangkutan. Oleh karena itu, setiap unit kerja dalam suatu organisasi harus dinilai kinerjanya, agar kinerja sumber daya manusia yang terdapat dalam unit- unit dalam suatu organisasi tersebut dapat dinilai secara objektif. Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas, penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud kinerja karyawan adalah hasil kerja karyawan dilihat pada aspek kualitas, kuantitas, waktu kerja, dan kerja sama untuk mencapai tujuan yang sudah

ditetapkan oleh organisasi. Menurut Miner dalam Sutrisno (2010:172-173) mengemukakan secara umum dapat dinyatakan empat aspek dari kinerja, yaitu sebagai berikut:

1. Kualitas yang dihasilkan, menerangkan tentang jumlah kesalahan, waktu dan ketepatan dalam melakukan tugas.

2. Kuantitas yang dihasilkan, berkenaan dengan berapa jumlah produk atau jasa yang dapat dihasilkan.

3. Waktu kerja, menerangkan akan berapa jumlah absen, keterlambatan, serta masa kerja yang telah dijalani individu pegawai tersebut.

4. Kerja sama, menerangkan akan bagaimana individu membantu atau menghambat usaha dari teman sekerjanya.

Dengan keempat aspek kinerja diatas dapat dikatakan bahwa individu mempunyai kinerja yang baik bila dia berhasil memenuhi keempat aspek tersebut sesuai dengan target atau rencana yang telah ditetapkan oleh organisasi. Menurut Swanson dan Graudous dalam Sutrisno (2010:173) menjelaskan bahwa dalam sistem, berapa pun ukurannya, semua pekerjaan saling berhubungan. Hasil dari seperangkat kinerja pekerjaan adalah masukan bagi usaha kinerja lainnya. Karena saling bergantung, apa yang tampaknya merupakan perolehan kinerja yang kecil dalam suatu aspek pekerjaan dapat menghasilkan perolehan besar secara keseluruhan. Jadi, produktivitas suatu sistem bergantung pada kecermatan dan efisiensi perilaku kinerja.

Kinerja dapat dipandang sebagai proses maupun hasil pekerjaan. Kinerja merupakan suatu proses tentang bagaimana pekerjaan berlangsung untuk

mencapai hasil kerja. Namun, hasil pekerjaan itu sendiri juga menunjukkan kinerja. Terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk suatu organisasi mempunyai kinerja yang baik, yaitu menyangkut pernyataan tentang maksud dan nilai-nilai, manajemen strategis, manajemen sumber daya manusia, pengembangan organisasi, konteks organisasi, desain kerja, fungsionalisasi, budaya, dan kerja sama.(Wibowo, 2007:67).

Menurut Armstrong dan Baron dalam Wibowo (2007:74), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah sebagai berikut:

1. Personal factors, ditunjukkan oleh tingkat keterampilan, kompetensi yang

dimiliki, motivasi, dan komitmen individu.

2. Leadership factors, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan

dukungan yang dilakukan manajer dan team leader.

3. Team factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan sekerja.

4. System factors, ditunjukkan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang

diberikan organisasi.

5. Contextual/situational factors, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.

Seperti diketahui tujuan organisasi hanya dapat dicapai, karena organisasi tersebut didukung oleh unit-unit kerja yang terdapat didalamnya. Terdapat beberapa cara untuk peningkatan kinerja karyawan. Menurut Stoner dalam Sutrisno (2010:184-185), mengemukakan adanya empat cara, yaitu:

Seorang manajer harus mampu membedakan secara objektif antara mereka yang dapat memberi sumbangan berarti dalam pencapaian tujuan organisasi dengan mereka yang tidak. Dalam konteks penilaian kinerja memang harus ada perbedaan antara karyawan yang berprestasi dengan karyawan yang tidak berprestasi. Oleh karena itu, dapat dibuat keputusan yang adil dalam berbagai bidang, misalnya pengembangan SDM (Sumber Daya Manusia), penggajian, dan sebagainya.

2. Pengharapan

Dengan memerhatikan bidang tersebut diharapkan bisa meningkatkan kinerja karyawan. Karyawan yang memiliki nilai kinerja tinggi mengharapkan pengakuan dalam bentuk berbagai pengharapan yang diterimanya dari organisasi. untuk mempertinggi motivasi dan kinerja, mereka yang tampil mengesankan dalam bekerja harus diidentifikasi sedemikian rupa sehingga penghargaan memang jatuh pada tangan yang memang berhak.

3. Pengembangan

Bagi yang bekerja dibawah standar, skema untuk mereka adalah mengikuti program pelatihan dan pengembangan. Sedangkan yang di atas standar, misalnya dapat dipromosikan kepada jabatan yang lebih tinggi. Berdasarkan hasil laporan manajemen, bagaimanapun bentuk kebijakan organisasi dapat terjamin keadilan dan kejujurannya. Untuk itu diperlukan suatu tanggung jawab yang penuh pada manajer yang membawahinya.

4. Komunikasi

Para manajer bertanggung jawab untuk mengevaluasi kinerja para karyawan dan secara akurat mengomunikasikan penilaian yang dilakukannya. Untuk dapat

melakukan secara akurat, para manajer harus mengetahui kekurangan dan masalah apa saja yang dihadapi para karyawan dan bagaimana cara mengatasinya. Di samping itu, para manajer juga harus mengetahui program pelatihan dan pengembangan apa saja yang dibutuhkan. Untuk memastikannya, para manajer perlu berkomunikasi secara intens dengan karyawan.

Perusahaan sebagai suatu organisasi mempunyai tujuan yakni memperoleh keuntungan. Organisasi perusahaan hidup karena aktivitas yang dilakukan oleh para karyawannya. Sesuai dengan unit kerja yang terdapat dalam organisasi perusahaan, maka masing-masing unit dinilai kinerjanya, agar kinerja sumber daya manusia yang terdapat dalam unit dapat dinilai secara objektif. Untuk mengetahui kinerja karyawan diperlukan kegiatan-kegiatan khusus. Menurut Bernardin dan Russel dalam Sutrisno (2010:179) ada enam kinerja primer yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja, yaitu:

1. Quality, merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan

kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan. 2. Quantity, merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah rupiah, unit,

dan siklus kegiatan yang dilakukan.

3. Timeliness, merupakan sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu

yang dikehendaki, dengan memerhatikan koordinasi output lain serta waktu yang tersedia untuk kegiatan orang lain.

4. Cost effectiveness, merupakan tingkat sejauh mana penggunaan sumber daya

organisasi (manusia, keuangan, teknologi, dan material) dimaksimalkan untuk mencapai hasil tertinggi atau pengurangan kerugian dari setiap unit penggunaan sumber daya.

5. Need for supervision, merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang supervisior untuk mencegah tindakan yang kurang diinginkan.

6. Interpersonal impact, merupakan tingkat sejauh mana pegawai memelihara

harga diri, nama baik, dan kerja sama di antara rekan kerja dan bawahan.

Dokumen terkait