• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kinerja Karyawan .1 Pengertian Kinerja .1 Pengertian Kinerja

TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Kinerja Karyawan .1 Pengertian Kinerja .1 Pengertian Kinerja

Pada dasarnya kinerja merupakan sesuatu hal yang bersifat individual,

karena setiap karyawan memiliki tingkat kemampuan yang berbeda dalam

mengerjakan tugasnya. Kinerja tergantung pada kombinasi antara kemampuan,

usaha, dan kesempatan yang diperoleh. Hal ini berarti bahwa kinerja karyawan

merupakan hasil kerja karyawan dalam bekerja untuk periode waktu tertentu dan

penekanannya pada hasil kerja yang diselesaikan karyawan dalam periode waktu

tertentu (Timpe, 2000 : 56).

Menurut Wibowo (2012 : 7), kinerja berasal dari pengertian performance.

Ada pula yang memberikan pengertian performance sebagai hasil kerja atau

prestasi kerja. Namun, sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas,

bukan hanya hasil kerja, tetapi termasuk bagaimana proses pekerjaan berlangsung.

Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang

pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang

diberikan (Mangkunegara, 2005 : 67).

Menurut Rivai dan Basri (2005 : 14) kinerja adalah kesediaan seseorang

atau sekelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan

menyempurnakannya sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab

masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar

hukum dan tidak bertentangan dengan moral dan etika.

Menurut Hariandja (2007 : 195) kinerja atau unjuk kerja merupakan hasil

dengan perannya dalam organisasi. Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang

sangat penting dalam usaha organisasi untuk mencapai tujuannya, sehingga

berbagai kegiatan harus dilakukan organisasi untuk meningkatkannya. Salah

satunya adalah melalui penilaian kinerja.

Menurut Moeheriono (2009 : 60), kinerja merupakan gambaran mengenai

tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam

mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi yang dituangkan melalui

perencanaan strategis suatu organisasi. Kinerja dapat diketahui dan diukur jika

individu atau sekelompok karyawan telah mempunyai kriteria atau standar

keberhasilan tolak ukur yang ditetapkan organisasi.

2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja menurut Mangkuprawira dan

Hubeis (2007 : 56) adalah:

1. Faktor personal/individual, meliputi unsur pengetahuan, keterampilan (skill),

kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh

tiap individu pegawai.

2. Faktor kepemimpinan, meliputi aspek kualitas manajer dan team leader

dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan dukungan kerja kepada

pegawai.

3. Faktor tim, meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh

rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim,

4. Faktor sistem, meliputi sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang

diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam

organisasi.

5. Faktor kontekstual (situasional), meliputi tekanan dan perubahan lingkungan

eksternal dan internal.

Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja menurut Handoko

(2001 : 193) yaitu :

1. Motivasi

Faktor pendorong penting yang menyebabkan manusia bekerja adalah adanya

kebutuhan yang harus dipenuhi. Kebutuhan-kebutuhan ini berhubungan

dengan sifat hakiki manusia untuk mendapatkan hasil terbaik dalam kerjanya.

2. Kepuasan kerja

Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya.

Hal ini terlihat dari sikap positif karyawan terhadap pekerjaannya dari segala

sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.

3. Tingkat stress

Stress merupakan suatu kondisi ketegangan mempengaruhi emosi, proses

berpikir dan kondisi sekarang. Tingkat stress yang terlalu besar dapat

mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan sehingga

dapat mengganggu pelaksanaan pekerjaan mereka.

4. Kondisi pekerjaan

Kondisi pekerjaan yang dimaksud dapat mempengaruhi kinerja disini adalah

5. Sistem kompensasi

Kompensasi merupakan tingkat balas jasa yang diterima karyawan atas apa

yang telah dilakukannya untuk perusahaan.

6. Desain pekerjaan

Desain pekerjaan merupakan fungsi penetapan kegiatan-kegiatan kerja

seorang individu atau kelompok karyawan secara organisasional. Desain

pekerjaan harus jelas supaya karyawan dapat bekerja dengan baik sesuai

dengan pekerjaan yang telah diberikan kepadanya.

2.3.3 Dimensi Kinerja

Menurut Mathis dan Jackson (2002 : 78) ada beberapa dimensi kinerja

yaitu:

1. Kualitas kerja

Kualitas kerja yaitu kerapian, ketelitian, dan keterkaitan hasil dengan tidak

mengabaikan volume kerja. Dengan adanya kualitas kerja yang baik dapat

menghindari tingkat kesalahan dalam penyelesaian suatu pekerjaan serta

produktifitas kerja yang dihasilkan dapat bermanfaat bagi kemajuan

perusahaan.

2. Kuantitas kerja

Kuantitas kerja yaitu volume kerja yang dihasilan dibawah kondisi normal.

Kuantitas kerja menunjukkan banyaknya jenis pekerjaan yang dilakukan

dalam satu waktu sehingga efisisensi dan efektivitas dapat terlaksana

3. Kerja sama

Kerja sama yaitu kemampuan menangani hubungan kerja yang

disesuaikan dengan target waktu yang ditentukan.

4. Pemanfaatan waktu

Pemanfaatan waktu yaitu penggunaan masa kerja yang disesuaikan dengan

target waktu yang ditentukan.

2.3.4 Penilaian Kinerja

Menurut Mondy (2009 : 257) penilaian kinerja (performance appraisal)

adalah sistem formal untuk menilai dan mengevaluasi kinerja tugas individu atau

tim. Penilaian kinerja merupakan faktor penting untuk suksesnya manajemen

kinerja. Nawawi (2008 : 234) penilaian kinerja sebagai kegiatan manajemen

SDM juga dikatakan sebagai proses pengamatan (observasi) terhadap pelaksanaan

pekerjaan oleh seorang pekerja.

Menurut Moeheriono (2009 : 106) ada empat aspek penilaian kinerja,

yaitu:

1. Hasil kerja, yaitu keberhasilan karyawan dalam pelaksanaan kerja (output)

biasanya terukur seberapa besar yang telah dihasilkan, berapa jumlahnya dan

berapa besar kenaikannya, misalnya omset pemasaran, jumlah keuntungan

dan total perputaran asset , dan lain-lain.

2. Perilaku, yaitu aspek tindak tanduk karyawan dalam melaksanakan pekerjaan,

pelayanan, kesopanan, sikap, dan perilakunya, baik terhadap sesama

3. Atribut dan kompetensi, yaitu kemahiran dan penguasaan karyawan sesuai

tuntutan jabatan, pengetahuan, keterampilan dan keahliannya, seperti

kepemimpinan, inisiatif dan komitmen.

4. Komparatif, yaitu membandingkan hasil kinerja karyawan dengan pegawai

lainnya yang selevel dengan yang bersangkutan, misalnya sesama sales

berapa besar omset penjualannya selama satu bulan.

Tujuan dilakukannya penilaian kinerja secara umum adalah untuk

memberikan feedback kepada karyawan dalam upaya memperbaiki tampilan

kerjanya dan upaya meningkatkan produktivitas organisasi, dan kebijaksanaan

terhadap karyawan seperti untuk tujuan promosi, kenaikan gaji, pendidikan dan

latihan dan lain-lain.

Menurut Dessler (2006 : 325) penilaian kinerja dilakukan untuk :

1. Evaluasi hasil keja setelah melakukan pelatihan

Penilaian harus memberikan peran yang terintegrasi dalam proses manajemen

kinerja pengusaha, penilaian kinerja memberikan manfaat setelah melakukan

pelatihan.

2. Perencanaan perbaikan jika tujuan belum tercapai

Penilaian memungkinkan atasan dan bawahan menyusun sebuah rencana

untuk mengoreksi semua kekurangan yang ditemukan dalam penilaian dan

3. Penunjang perencanaan karier

Penilaian harus melayani tujuan perencanaan karier dengan memberikan

kesempatan meninjau rencana karier karyawan dengan memperhatikan

kekuatan dan kelemahannya secara spesifik.

2.3.5 Cara-cara untuk Meningkatkan Kinerja

Menurut Timpe (2000 : 134) cara-cara untuk meningkatkan kinerja, antara

lain :

1) Diagnosis

Suatu diagnosis yang berguna dapat dilakukan secara informal oleh setiap

individu yang tertarik untuk meningkatkan kemampuannya dalam

mengevaluasi dan memperbaiki kinerja. Teknik-tekniknya seperti refleksi,

mengobservasi kinerja, mendengarkan komentar-komentar-komentar orang

lain tentang mengapa segala sesuatu terjadi, mengevaluasi kembali

dasar-dasar keputusan masa lalu, dan mencatat atau menyimpan catatan harian kerja

yang dapat membantu memperluas pencarian manajer penyebab-penyebab

kinerja.

2) Pelatihan

Setelah gaya atribusional dikenali dan dipahami, pelatihan dapat membantu

manajemen bahwa pengetahuan ini digunakan dengan tepat.

3) Tindakan

Tidak ada program dan pelatihan yang dapat mencapai hasil sepenuhnya

dilakukan secara rutin sebagai bagian dari tahap-tahap penilaian kinerja

formal.

2.3.6 Metode Penilaian Kinerja

Menurut Moehoriono (2009 : 108) beberapa metode penilaian kinerja yang

diterapkan adalah:

1. Metode Skala Peringkat

Sistem ini terdiri atas dua bagian yaitu: pertama, bagian suatu daftar

karakteristik dan kedua, bidang ataupun perilaku yang akan dinilai dan bagian

skala. Kekuatan sistem ini adalah dapat diselesaikan dengan cepat dan dengan

upaya sesering mungkin. Kelemahan dari sistem ini adalah subjektif karena

kriteria penilaian yang digunakan sangat samar dan kurang tepat, khususnya

pada skala yang digunakan.

2. Metode Daftar Pertanyaan (checklist)

Hasil metode ini adalah bobot nilai pada lembar Checklist, tetapi checklist

dapat dijadikan sebagai gambaran hasil kerja karyawan yang akurat.

Keuntungannya adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah, penilai

hanya membutuhkan waktu pelatihan yang sederhana dan distandarisasi.

Kelemahannya terletak pada penyimpangan penilai yang lebih mengedepankan

kriteria pribadi karyawan dalam menentukan kriteria hasil kerja, kesalahan

menafsir materi-materi checklist, dan penentuan bobot nilai tidak seharusnya

3. Metode Pilihan Terarah (Forced Choice Method)

Sistem ini menggunakan evaluasi dalam lima skala yaitu:

a. Berkinerja sangat tinggi

b. Berkinerja rata-rata tinggi

c. Berkinerja rata-rata

d. Berkinerja rata-rata rendah

e. Berkinerja sangat rendah

Kekuatan sistem ini adalah dapat mengidentifikasikan karyawan yang memiliki

prestasi tinggi dan luar biasa serta dapat mengurangi penyimpangan penilaian.

Kelemahannya adalah tidak realistis mendorong pimpinan yang memiliki

hanya empat atau lima karyawan untuk mendistribusikannya ke lima level.

4. Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method)

Pada sistem ini dilaksanakan dengan membuat catatan-catatan contoh yang luar

biasa baik atau tidak diinginkan dari perilaku yang berhubungan dengan kerja

seorang karyawan dan meninjaunya bersama karyawan lain pada waktu yang

telah ditentukan sebelumnya. Keuntungan metode ini adalah menyajikan

fakta-fakta keras yang spesifik untuk menjelaskan evaluasi dan memastikan

bahwa pimpinan berfikir tentang evaluasi, serta mengidentifikasikan

contoh-contoh khusus tentang kinerja yang baik dan jelek dan merencanakan

perbaikan terhadap kemerosotan. Kelemahannya adalah sulit untuk menilai