• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

2. Kinerja kesopanan

Penghargaan dan pengaturan citra diri cenderung dipakai sebagai kerangka rujukan pemilihan pemakaian kenerja verbal tindak tutur permintaan dalam interaksi Bahasa Jepang pada Film TLSy, seperti terlihat pada tabel 3 berikut:

Lampiran 2 Kinerja Kesopanan N o Fungsi Tuturan

Tuturan Permintaan Arti

Tuturan

1 Tuturan

performatif

Sebaiknya

2 3 Tuturan Proposisi Keharusan Tuturan yang menunjukk an kesangsian Wakareta hou ga ii ne

Ishhouniitainoni,nandekonaikana.

Aa, Sekiguchisan to Mikamisan wa misede matteru kara, ikanakya.

Ne,isshonikonaika

Hisashiburi,,nomi demo, douda?

Minnade, isshouni gohan demotabeniikanai.

,

Hitotsu, kiitemo ii?

saja. Sebenarnya, ingin bersama- sama mengapa tidak datang? Oya, karena Sekiguchi dan Mikami menunggu di toko, kita harus pergi. Mau ngak datang bersama- sama. Sudah lama rasanya tidak pergi minum, bisa ngak? Semuanya, mau ngak pergi makan bersama- sama. Boleh, bertanya sesuatu. Sebagai

4

Tuturan pengandaia n bersyarat

Sono kawari, ore wa kattara, Sekiguchi wa ore no

mono da.

Nagao, ore to Sekiguchi wakaretara, ureshika.

pengganti nya, seandainya saya menang Sekiguchi jadi milik saya. Nagao, kalau aku dan Sekiguchi putus, apa kamu senang? 4.1.3 Kinerja Ketidaksopanan

Ketidaksopanan cenderung terjadi dalam interaksi kurang memperhatikan citra muka mitra tutur, kurang menguntungkan mitra tutur. Oleh sebab itu kinerja tindak tutur permintaan yang tidak sopan cenderung kurang menghargai dan mengakui citra diri mitra tutur seperti terlihat pada tabel 4 berikut:

Lampiran 3 Kinerja Ketidaksopanan

No Fungsi Tuturan Tuturan Permintaan Arti Tuturan 1 2 Tuturan Bermodus Imperatif Tuturan performatif eksplisit. .

Ore no sanporu ni tsuitekita,

jyuyona no chekushite kure

Hoka nomise niikou

Chotto misete,,,,,

Doushita, hayakuike,,,,,,

Sokomade kangaeruno, dete

ike yo.

Coba,, kamu periksa contoh barang yang sudah datang.

Ayo pergi ke toko yang lain.

Perlihatkan sebentar,,

Kenapa, saya minta cepat pergi,,,

Sampai disitu berpikirmu,

saya minta cepat keluar,,,

4.1.4 Pemakaian Ragam Kinerja Verbal Tindak Tutur Permintaan Bahasa Jepang dalam Film Tokyo Love Story

Pemakaian bentuk tindak tutur permintaan oleh penutur bahasa Jepang pada Film

TLS cenderung berpedoman pada tingkatan bahasa, dalam penggunaanya perlu

dipertimbangkan banyak faktor seperti status sosial pembicara dan pendengar serta suasana yang mengiringinya. Disamping itu, pula perlu dikenali apakah ungkapan tersebut umum digunakan oleh laki-laki atau perempuan, anak-anak, atau orang dewasa serta bagaimana hubungan yang mempertautkan mereka menurut Edizal (2001 : 1)

Sebagai bagian masyarakat tutur yang berpedoman pada tingkatan bahasa yaitu adanya bahasa ragam hormat dan ragam biasa, pemakaian tindak tutur permintaan dalam interaksi pada masyarakat Jepang ternyata tidak dapat melepaskan pandangan hidup masyarakat Jepang pada umumnya, yaitu pandangan hidup yang mengindahkan prinsip hormat dan senioritas.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Ragam Kinerja Verbal Tindak Tutur Permintaan

Tabel 2 menunjukkan ragam kinerja verbal tindak tutur permintaan dalam Bahasa Jepang pada Film TLS.

4.2.1.1 Tuturan Bermodus Imperatif

Imperatif sebagaiman pendapat Alisjahbana (1959 : 54) dan Mees (1969 : 161) dapat dimaksudkan sebagai perintah langsung, yaitu makna literal langsung dimana tuturan yang disampaikan sama dengan makna yang dimaksud. Interaksi dalam sebuah

perusahaan, yang menggunakan tuturan yang bermodus imperatif cenderung dimaksudkan sebagai perintah positif, karenanya cenderung lugas.

(1a)

Ore no sanporu ni tsuitekita, jyuyona no chekushitekure

Ore no sanporu ni kitekita, jyuyona no chekushitekure Kamu Pem. S (pos) sampel yang datang dengan teliti periksa. Kamu periksa dengan teliti contoh sampel yang sudah datang. (2a)

Hoka no mise ni ikou

Yang lain toko ke pergi ayo Ayo pergi ke toko yang lain (3a)

Chotto misete,,,,,

Sebentar perlihatkan,,,,,

Perlihatkan sebentar,,,,

Kinerja verbal dengan tuturan yang berfungsi sebagai modus Imperatif seperti contoh diatas ditunjukkan kepada orang yang lebih muda sebagai pelaksana tunggal keinginan orang yang lebih berkuasa (atasan – bawahan) Pada lazimnya, tuturan modus imperatif cendeung menimbulkan konflik antara orang yang tua kepada orang yang lebih muda, karena orang yang memiliki kekuasaan hanya mementingkan kesesuaian peran dan status mereka dalam interaksi dengan mudah, misalnya dalam tuturan (1a), (2a) dan (3a) sama sekali tidak menggambarkan pernyataan permintaan bantuan ataupun permintaan mengajak, melainkan merupakan kalimat perintah yang termasuk dalam suruhan.

Sebalaiknya bagi yang menerima tuturan modus tuturan imperatif tersebut wajar dituturkan kepadanya, meskipun dapat mengancam citra dirinya (nosi negatif) karena merasa kurang dihargai oleh orang lebih tua.Upaya untuk mengurangi keterancaman citra diri tersebut misalnya : penambahan kata tolong dan mari dimaksudkan sebagai permintaan. Penambahan kata tolong dan mari tersebut dapat ditambahkan pada akhir tuturan dalam kalimat bahasa Jepang, misalnya sebagai berikut:

(1b)

Ore no sanporu ni kitekita,jyuuyona chekushite kudasai.

Kamu sampel yang sudah datang dengan teliti periksa tolong. Tolong kamu periksa dengan teliti contoh barang yang sudah datang. (2b)

Hoka no mise ni ikimashou

Yang lain toko ke mari Mari pergi ke toko yang lain.

(3a) .

Chotto misete kudasai.

Sebentar perlihatkan tolong.

Tolong perlihatkan sebentar.

Pada tutturan permintaan (1a.b) seorang atasan (laki-laki) pada sebuah perusahaan memerintahkan bawahanya untuk mengecek / memeriksa barang-barang yang baru saja datang. Pada tuturan permintaan (2a.b) seorang majikan mengajak pembantunya untuk pergi ke toko yang lain. Pada tuturan permintaan (3a.b) seorang teman sebaya (laki-laki)

ingin melihat buku yang sedang dipegang oleh teman (wanita) nya. Pada waktu itu si laki-laki meminta dengan modus yang tidak sopan sehingga si wanita menolak untuk memperlihatkan buku miliknya (lampiran data). Pada waktu itu atasan, majikan teman (laki-laki) meminta ataupun mengajak dengan menggunakan model kalimat langsung literal bermodus imperatif yaitu dengan melakukan permintaan secara lugas yang cenderung memerintah, sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman pada mitra tutur sebagai pendengar meskipun dia sebagai bawahan. Sehingga tindak tutur dengan fungsi imperatif ini tergolong tindak tutur yang tidak sopan.

Dengan menambahkan modal di belakang imperatif yaitu kata kudasai

“tolong” pada tuturan (1 dan 3) dan menambahkan kata mashou “mari” pada

tuturan kalimat di atas itu berarti penutur menunjukkan adanya kecenderungan untuk mengakui diri mitra tutur dan cenderung dimaksudkan untuk memperkecil kesan pemaksaan dan konflik serta sebagai upaya untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara penutur dan mitra tutur serta cenderung dimaksudkan sebagai penanda kesopanan dalam situasi yang bersifat tidak resmi.

Dengan demikian, tuturan modus imperatif di atas dapat memberikann tingkat keterancaman citra diri ( nosi negatif ) tingkat nominasi dalam interaksi antara orang tua- anak, atasan – bawahan, pembantu- majikan, namun semua tuturan modus imperatif

tersebut apabila ditambahkan modal tolong dan mari dapat mengurangi keterancaman

citra diri mitra tutur dan merupakan pernyataan bantuan ataupun permintaan.

Tuturan performatif eksplisit merupakan tuturan yang menggunakan kalimat dengan formula subjek orang pertama, misalnya dalam tindak tutur permintaan, isi proposisi Leech (1993 : 176) dan Fasold (1984 : 149). Tuturan performatif eksplisit tersebut menurut Fasold (1984 : 149) harus dikenal oleh pelaku tutur yang benar, dan dituturkan dalam situasi yang benar pula. Oleh sebab itu, tindak tutur permintaan dengan tuturan performatif eksplisit dikatakan wajar dalam ranah keluarga, perusahaan jika dituturkan oleh orang tua kepada anaknya, majikan kepada pembantunya, kakak kepada adiknya, atasan kepada bawahannya, atau sebaliknya sesuai dengan kewenangan dan latar yang tepat dalam ranah keluarga, perusahaan , meskipun cenderung kurang menguntungkan mitra tutur karena penutur kurang mengindahkan citra diri mitra tutur.

Sebagai kinerja verbal tindak tutur permntaan, tuturan performatif eksplisit itu cenderung menunjukkan dominasi peran penutur. Tuturan performatif eksplisit ditandai dengan kata misalnya minta, seperti contoh kalimat berikut:

(4)

Doushita, hayaku ike,,,,,,

Kenapa, saya cepat pergi minta,,,, Kenapa, saya minta cepat pergi. (5)

Sokomade kangaeruno, dete ike yo.

Sampai disitu berpikir, keluar pergi minta.

Sampai disitu berpikirmu, saya minta pergi keluar.

Pada tuturan performatif eksplisit, seperti halnya tuturan modus imperatif, hanya mitra tutur sajalah yang melakukan keinginan penutur. Menurut mereka tuturan performatif eksplisit cenderung bertujuan untuk menempatkan dan menunjukkan

kewenangan penutur berdasarkan peran dan statusnya dalam interaksi dengan mitra tutur. Ketegasan kewenangan penutur tersebut menurut tindakan yang diinginkan penutur dan harus dilaksanakan oleh mitra tutur. Dalam tuturan (4) dituturkan oleh seorang atasan (laki-laki) kepada bawahannya (wanita), tuturan (5) dituturkan oleh seorang teman (laki- laki) kepada teman sebayanya (wanita). Kinerja tuturan performatif eksplisit pada tuturan (4) dan (5) tersebut tidak memberikan peluang mitra tutur untuk menolaknya, terkesan adanya pemaksaan keinginan atasan kepada bawahannya, keinginan seorang teman (laki- laki) kepada teman (wanita) nya. Ini berarti penutur tidak mengindahkan citra diri mitra tutur, tidak memberikan kesempatan menolak, tidak memberikan alternatif tindakan dan kebebasan berfikir kepada mitra tutur.

Ada beberapa alasan pemakaian tuturan performatif eksplisit tersebut digunakan dalam interaksi, misalnya pada tuturan (4) bawahannya yang bekerja di perusahaan itu kerap beberapa kali melamun di ruangan atasannya setelah pekerjaanya selesai, sehingga atasan membentaknya, dan pada tuturan (5) teman laki-lakinya merasa marah karena si wanita berpikir hal yang kurang baik tentang dirinya, sehingga membuat si laki-laki marah dan menyuruhnya pergi keluar dari rumah tersebut.

Kata minta di atas dapat diganti dengan tolong atau silahkan seperti dalam (4a)

dan (5a) sebagai berikut: (4a)

Doushita, hayaku itte kudasai

Kenapa, cepat saya minta pergi tolong Kenapa, saya minta tolong cepat pergi.

(5a)

Sokomade kangaeruno, dette itte kudasai

Sampai disitu berpikir, keluar pergi minta.

Sampai disitu berpikirmu, saya minta tolong pergi keluar.

Tuturan (4a) dan (5a) tersebut di atas, dengan disisipi kata tolong dapat mengurangi pemaksaan kepada mitra tutur untuk melaksanakan tindakan yang dimaksudkan penutur. Ini berarti penutur sedikit mengindahkan citra diri mitra tutur.

4.2.1.3 Tuturan Perforamtif Berpagar

Tuturan performatif berpagar (hedged performative) pada dasarnya bercirikan seperti

dalam 4.2.1.2 yaitu kurang menguntungkan mitra tutur karena menunjukkan dominasi penutur. Namun , tuturan performatif berpagar cenderung dimaksudkan sebagai tuturan tidak langsung ( oratio obliqua) jika dibandingkan dengan tuturan performatif eksplisit Leech (1983 : 139).

Tuturan ini ditandai dengan adanya kelompok kata sebenarnya....,

sebaiknya....,sesungguhnya..., dengan berat hati...., dilihat dari sudut penerimaan oleh

mitra tutur , tuturan performatif berpagar dibutuhkan jalan inferensi yang panjang dari apa yang dimaksudkan penutur bila dibandingkan dengan tuturan performatif eksplisit. Dengan tuturan performatif berpagar penutur telah mempertimbangkan bahwa tindakan yang dimaksudkannya akan mengganggu kebebasan pribadi mitra tutur untuk melaksanakannya. Sebaliknya bagi mitra tutur, mitra tutur merasa citra dirinya dihargai oleh penutur. Oleh sebab itu, dengan mempertimbangkan kebebasan pribadi mitra tutur berarti penutur telah berupaya menghargai citra diri mitra tutur dalam melaksanakan tindakan yang dimaksudkan tuturan performatif berpagar tersebut. Dengan demikian,

tuturan performatif berpagar dapat menekankan kesan pemaksaan dan merupakan upaya untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara penutur dan mitra tutur.

Sebagai contoh analisis tuturan performatif berpagar adalah:

(6)

Wakareta hou ga ii ne

Berpisah saja sebaiknya Sebaiknya kita berpisah saja. (7)

Ishhouni itai noni, nande konaikana.

Bersama-sama ingin sesungguhnya, mengapa tidak datang. Sesungguhnya, ingin bersama-sama mengapa tidak datang.

Tuturan (6) adalah permintaan yang diinginkan oleh seorang wanita kepada teman lelakinya untuk mengakhiri hubungan mereka / putus. Si wanita tidak ingin menyakiti perasaan temannya dengan mengucapkan tuturan langsung sehingga dia menggunakan tuturan jenis tidak langsung yang menyatakan fungsi performatif berpagar agar mereka

berpisah saja yaitu sebaiknya..., dan tuturan (7) adalah permintaan yang

diinginkan oleh seorang wanita kepada teman laki-lakinya yang tidak menepati janji untuk bertemu, si wanita tersebut ingin marah tetapi tidak mau menyakiti perasaan temannya tersebut dengan mengucapkan tuturan permintaan langsung sehingga dia menggunakan tuturan jenis tidak langsung yang menyatakan fungsi performatif berpagar

yang menyatakan keinginannya untuk bersama yaitu dengan menggunakan kata noni

sesungguhnya”...Ketidaklangsungan tuturan tersebut dipahami oleh mitra tutur

tuturan performatif berpagar sangatlah diindahkan dalam interaksi dengan mitra tutur . Dengan demikian, citra diri mitra tutur merasa dihargai. Penghargaan citra diri berarti tuturan performatif berpagar ini cenderung memberikan kesempatan kepada mitra mitra tutur untuk menolak, sedangkan dengan pengakuan citra diri tuturan performatif berpagar cenderung menyenangkan mitra tutur yang sesuai dengan keinginan dan keyakinan untuk bertindak. Dengan memperhatikan keakraban hubungan, senioritas, umur, dan pendidikan, seseorang akan akan memilih dan menggunakan tuturan tuturan performatif berpagar, karena dengan tuturan jenis ini diupayakan ke arah hubungan simetris, sehingga penghargaan citra diri dan pengakuan citra diri mendapat pertimbangan utama dalam interaksi tersebut dan dimaksudkan untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara penutur dengan mitra tutur.

Perhatikan tuturan berikut apabila dilepaskan penanda tuturan berpagar ini akan tampak selengkapnya dalam (6a) dan (7a) berikut ini:

(6a) ?? Wakareta ?? ii ne

?? berpisah saja baik Lebih baik kita berpisah saja.

(7a) , ??

?? ingin bersama-sama megapa tidak datang

Tuturan yang langsung tanpa penanda kesopanan sangat kurang diterima di masyarakat seperti dilambangkan dengan tanda tanya ganda di atas. Masyarakat tutur dalam ranah keluarga menghendaki berbicara yang sopan, karena sandaran normatif masyarakat pada etika, tata nilai yang disebut tata krama sosial atau adat kebiasaan, apabila tidak mematuhi prinsip kesopanan atau lebih-lebih melanggar kesopanan maka si penutur dipandang sebagai manusia yang tidak beretika, tidak bernilai, tidak tahu tata krama. Dari uraian ini jelas bahwa tuturan performatif berpagar merupakan suatu tuturan yang sopan.

4.2.1.4 Tuturan Dengan Proposisi Keharusan

Tuturan dengan proposisi keharusan cenderung dimaksudkan pemaksaan, namun pemaksaan yang dimaksud adalah pemaksaan positif dan menguntungkan mitra tutur. Tuturan jenis ini ditandai denagn kata harus, mesti, wajib.

Kinerja verbal tindak tutur permintaan dengan proposisi keharusan dimaksudkan sebagai tindakanmemberikan kesempatan menolak namun tindakan tersebut menguntungkan mitra tutur dalam interaksi. Dengan keyakinan penutur dan cenderung dipahami juga oleh mitra tutur , bahwa tuturan dengan proposisi keharusan tidak dapat ditolak dan harus dilaksanakan oleh pelaku tutur, karena apa yang diingini penutur sesuai dengan keinginan dan kehendak mitra tutur selama ini.

Oleh sebab itu, tuturan proposisi keharusan bukanlah merupakan tindakan yang cenderung bersifat kompetitif dan tindakan yang dapat menimbulkan konflik (seperti dalam tuturan modus imperatif) dalam berinteraksi, meskipun tuturan performatif

keharusan tidak memberikan kesempatan untuk menolak dan memilih alternatif tindakan dalam interaksi, tidak berarti tindakan itu bersifat memaksa, karena alternatif yang baik telah diyakini oleh penutur sangat menguntungkan mitra tutur dan demikian juga dipahami oleh mitra tutur sangat menguntungkan dirinya. Dapat dilihat pada tuturan (8) berikut ini:

(8)

Aa, Sekiguchisan to Mikamisan wa misede matteru kara, ikanakya.

Oya, Sekiguchi dan Mikami toko di menunggu karena, pergi harus. Oya, karena Sekiguchi dan Mikami menunggu di toko, kita harus pergi.

Tuturan (8) adalah tuturan dengan modus pernyataan kepada mitra tutur. Tuturan ini dimaksudkan sebagai permintaan.

Tuturan dengan proposisi keharusan pada tuturan (8) merupakan permintaan seorang teman laki-laki kepada teman perempuannya untuk segera pergi karena teman mere menunggu di sebuah toko, tindak permintaan tersebut disambut baik oleh si wanita karena dia merasa diingatkan untuk pergi sehingga dia tidak lupa.

Menurut penilaian mitra tutur, tuturan dengan proposisi keharusan merupakan kinerja tindak yang menguntungkan dirinya, misalnya dukungan, bantuan,dan peran serta penutur terhadap tindakan yang dilakukannya. Dengan demikian tuturan dengan proposisi keharusan merupakan kinerja pemberian pengakuan dan penghargaan citra diri yang dimilikinya dalam interaksi dengan penutur.

Keharusan ini mengandung pemaksaan yang positif, oleh karena itu apabila

digantikan dengan modalitas ingin yang dipakai sebagaiman dalam tuturan (8a) tidak

bukanlah tuturan yang sesuai untuk bentuk keharusan. Secara lengkap dapat dilihat dalam conto berikut ini:

(8a)

Aa, Sekiguchisan to Mikamisan wa misede matteru kara, ikitai.

Oya, Sekiguchi dan Mikami toko di menunggu karena, pergi ingin. Oya, karena Sekiguchi dan Mikami menunggu di toko, kita ingin pergi.

4.2.1. 5 Tuturan yang menunjukkan Kesangsian (Pesimis)

Tuturan yang menunjukkan kesangsian terjadi karena peran dan persepsi tindakan yang diinginkan atau diharapkan penutur kepada mitra tutur dimungkinkan dapat merugikan baik bagi penutur sendiri maupun bagi mitra tutur dalam interaksi. Tuturan yang menunjukkan kesangsian ditandai dengan adanya kelompok kata,...

apa mungkin...., apa bisa..., boleh tak...., bisa...., boleh..., mau ngak.

Tuturan yang menunjukkan kesangsian cenderung menyediakan alternatif tindakan (menolak atau menyetujui), namun tetap menjaga kehormatan (citra muka) untuk tidak mempermalukan penutur dan tetap terjaga hubungan yang harmonis dengan mitra tutur. Tugas yang demikian itu cenderung menyediakan antisipasi, baik yang berhubungan dengan penjagaan hubungan dan penyelamat muka tersebut dalam interaksi dalam Eviravriza (2000 : 66).

Misalnya dalam tuturan yang menunjukkan kesangsian penutur cenderung mempersiapkan antisipasi penolakan (negatif), jika tuturan menunjukkan kesangsian yang ditolak oleh mitra tutur. Dengan antisipasi respon penolakan (negatif) tersebut, hubungan antara penutur dengan mitra tutur tetap terjaga dengan harmonis, serta diantara

mereka tidak merasa dipermalukan akibat respon penolakan mitra tutur tersebut. Perwujudan tuturan yang menunjukkan kesangsian dapat diperiksa dalam tuturan (9), (10), (11), (12) berikut merupakan pertanyaan yang dimaksudkan sebagai permintaan. Selengkapnya dapat dilihat dalam contoh di bawah ini:

(9)

Ne,isshonikonaika

Mm,,sama-sama datang mau ngak? Mau ngak datang sama-sama

(10)

Hisashiburi,,nomi demo, douda?

Sudah lama rasanya, tidak minum-minum, bisa ngak? Sudah lama rasanya tidak pergi minum-minum, bisa ngak?

(11)

Minnade, isshouni gohan demo tabeni ikanai.

Semuanya, sama-sama makan pergi mau ngak? Semuanya, mau ngak pergi makan sama-sama? (12) ,

Hitotsu, kiitem ii?

Sesuatu, bertanya boleh? Boleh, bertanya sesuatu?

Pada tuturan (9) dituturkan oleh seorang teman laki-laki kepada teman perempuannya yang meminta pergi bersama-sama dengannya. Pada kalimat tuturan

permintaan tersebut mitra tutur memberikan tanggapan yang positif terhadap permintaan penutur, tuturan (10) dituturkan oleh seorang atasan perusahaan kepada bawahannyayang mengajak untuk pergi minum bersama-sama. Tetapi pada tuturan ini mitra tutur tidak memberikan tanggapan yang positif, malah cenderung mengarah pada tanggapan yang negatif meskipun mitra tutur tidak melakukan penolakan secara langsung. Tetapi dia menjawab dengan nada ragu-ragu “gi mana ya” (Lihat data terlampir) dituturkan oleh

teman sebaya kepada teman-temanya yang ditandai dengan minnade

“semuanya” yang merupakan permintaan untuk mengajak makan, tuturan (12) dituturkan oleh seorang teman wanita kepada teman laki-lakinya bahwa dia ingin minta izin menanyakan sesuatu hal.

Jika asumsi penolakan penutur betul, maka penutur sudah menyiapkan jawaban. Berikut diberikan contoh pasangan berdampingan pada tuturan (9a) sampai (12a).

(9) A :

Ne, isshoni konaika

Mm,,sama-sama datang mau ngak? Mau ngak datang sama-sama? B: Iino, kochirakoso Boleh, terimakasih A: un ya

Hisashiburi,,nomi demo, douda?

Sudah lama rasanya, tidak minum-minum, bisa ngak? Sudah lama rasanya tidak pergi minum-minum, bisa ngak?

B:

Doushoukana

Gimana ya,, A:

Un, nandemo ii yo Ya,, terserah saja

(11) A:

Minnade, isshouni gohan demo tabeni ikanai.

Semuanya, sama-sama makan pergi mau ngak? Semuanya, mau ngak pergi makan sama-sama? B:

Hontou, ii no yo

Betul,,, ayo...ayo.

(12) A: ,

Hitotsu, kiitemo ii?

Sesuatu, bertanya boleh? Boleh, bertanya sesuatu? B:

Un, kiite iiyo

Ya, tanya boleh Ya, boleh tanya.

Tuturan diatas menggunakan jenis tuturan langsung literal, karena penutur mengungkapakan langsung apa permintaan yang diinginkannya.

Tuturan yang menunjukkan kesangsian cenderung menguntungkan baik penutur maupun mitra tutur, karena selain memberikan penghargaan citra diri dan pengakuan citra diri mitra tutur, tuturan menunjukkan kesangsian dapat menyelamatkan muka penutur jika terjadi penolakan terbuka oleh mitra tutur. Oleh sebab itu dalam pemakaiannya tuturan menunjukkan kesangsia cenderung sopan, karena penutur dan mitar tutur tidak merasa dirugikan jika tuturan menunjukkan kesangsian menghasilkan tindakan seperti yang dimaksudkan penutur.

Pengungkapan tutur dengan kesangsian terhadap tindakan yang dimaksud penutur cenderung tidak memaksakan keinginan penutur kepada mitra tutur, meskipun penutur menilai bahwa mitra tutur dapat dan akan melaksanakan tindakan yang dimaksudnya. Dengan kesan tidak memaksa dan tidak merugikan penutur atau mitra tutur, tuturan menunjukkan kesangsian dan dapat menghindarkan diri dari konflik dan tetap terjaga hubungan mereka secara harmonis.

4.2.1.6 Tuturan dengan Pengandaian Bersyarat

Pengandaian terjadi berdasar pada orientasi penutur dalam melaksanakan sesuatu kepada mitra tutur, namun dalam pengandaian tindakan yang dimaksudkan penutur menguntungkan mitra tutur dan tidak merugikan penutur. Demikian juga, tuturan dengan

pengandaian bersyarat dapat memberikan kebebasan berfikir mitra tutur untuk menerima atau menolaknya terhadap alternatif tindakan yang dimaksudkan penutur. Dengan memberikan kebebasan berfikir berarti tuturan pengandaian bersyarat cenderung tidak dimaksudkan untuk memaksakan kehendak penutur kepada mitra tutur dan dengan demikian tuturan pengandaian bersyarat cenderung dimaksudkan sebagai saran terbaik dan sekaligus dapat dimaksudkan sebagai saran terbaik dan sekaligus dapat dimaksudkan sebagai masukan pemecahan masalah bagi mitra tutur. Tuturan pengandaian bersyarat

ditandai dengan adanya kelompok kata, misalnya seandainya….., asalkan….,

sekiranya……, seumpama……kalau……,dengan diikuti oleh persona atau kata ganti

persona dan isi tindakan yang dimaksudkan penutur. Selengkapnya dapat dilihat pada

Dokumen terkait