• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kinerja Keterkaitan Fungsi Penelitian dan Penyuluhan Keterkaitan di Tingkat Badan Litbang Pertanian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kinerja dan Permasalahan Keterkaitan Fungsi Penelitian dan Pengkajian Dengan Penyuluhan Di BPTP

4.1.2. Kinerja Keterkaitan Fungsi Penelitian dan Penyuluhan Keterkaitan di Tingkat Badan Litbang Pertanian

Badan Litbang Pertanian bertugas menciptakan pengetahuan dan teknologi, serta sekaligus menyusun dan merekomendasikan berbagai model pembangunan pertanian, pendampingan, dan diseminasi teknologi di lapangan. Sesuai dengan Renstra Badang Litbang 2015-2019, visinya adalah menghasilkan pengetahuan dan menciptakan teknologi yang mampu untuk: (1) meningkatkan kapasitas produksi melalui peningkatan produktivitas dan perluasan areal pertanian, (2) meningkatkan daya saing dan nilai tambah komoditas pertanian, (3) meningkatkan produksi dan diversifikasi sumber daya pertanian, (4) pengelolaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati, serta (5) memperkuat kapasitas mitigasi. Badan Litbang Pertanian menetapkan sasaran strategis berupa penciptaan varietas unggul dalam bentuk galur, teknologi, model pengembangan, rekomendasi kebijakan, serta diseminasi teknologi.

Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, diseminasi teknologi pertanian merupakan tugas dari direktorat teknis. Posisi Badan Litbang adalah membangun berbagai model kelembagaan diseminasi inovasi yang selanjutnya akan dimassalkan ke berbagai daerah oleh direktorat teknis bekerjasama dengan pemerintah daerah. Dalam rangka mendukung aktivitas diseminasi tersebut, pada periode 2015-2019, ditargetkan penciptaan varietas unggul rata-rata sebanyak 80 klon per tahun.Demikian juga dengan target model kelembagaan teknologi spesifik lokasi yang ditargetkan rata-rata 75 model setiap tahunnya (Balitbangtan 2016).

24

Tabel 4.1. Sasaran, indikator, dan target kinerja kegiatan Balitbangtan 2015-2019

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan Target 1. Tersedianya varietas dan galur/klon unggul baru Jumlah varietas unggul/klon/ galur baru Varietas/ galur 79 82 82 85 89 2. Tersedianya teknologi dan inovasi pertanian Jumlah teknologi dan inovasi peningkatan produksi pertanian, jumlah teknologi dan inovsi peningkatan produksi Teknologi 195 270 300 312 322 3. Tersedianya model pengembangan inovasi Jumlah model sistem kelembagaa n dan inovasi spesifik lokasi Model 77 68 79 79 79 Jumlah taman sains pertanian (TSP) Provinsi 6 4 10 10 4 Jumlah taman teknologi pertanian (TTP) Kabupaten 16 10 20 30 24 4. Tersedianya rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian Jumlah rekomendasi kebijakan pembanguna n pertanian Rekomenda si 91 90 52 52 52 5. Tersedianya dan terdistri-businya produk inovasi pertanian Jumlah benih sumber tanaman Ton 3487 1725 1801 1814 1814 Jumlah bibit sumber ternak Ekor 1187 5 1350 0 1423 5 1457 0 1490 0 Jumlah teknologi yang terdiseminasi -kan kepada pengguna Teknologi 96 164 148 198 198 Sumber: Balitbangtan, 2016

25

Inovasi yang dihasilkan Badan Litbang Pertaniansejatinya terdiri atas dua bentuk, yaitu inovasi teknologi dan inovasi kelembagaan adopsi inovasi. Inovasi kelembagaan merupakan upaya untuk mendiseminasikan hasil-hasil teknologi yang telah dihasilkan melalui perumusan model dan aplikasi di lapangan kepada petani, dengan melibatkan petugas lapang baik peneliti, penyuluh maupun aparat Pemerintah Daerah. Aplikasi di lapangan yang dilaksanakan oleh Badan Litbang Pertanian dilakukan secara terbatas dalam konteks ”menyusun rumusan model”, yang kemudian disarankan untuk diimplemantasikan oleh pihak lain secara lebih luas.

Beberapa di antara model dimaksud sudah diaplikasikan secara luas dan diadopsi oleh berbagai kementerian, misalnya pengembangan permodalan dengan manajemen Kredit Usaha Mandiri (KUM) dan sekolah lapang. Sementara, beberapa model yang dikembangkan oleh Badan Litbang Pertaniantelah pula diadopsi namun dengan melakukan beberapa penyempurnaan terutama di lingkup Kementerian Pertanian, misalnya pengembangan program PUAP yang berasal dari pembelajaran pelaksanaan Prima Tani mulai pertengahan tahun 2000-an.

Dari buku “40 Inovasi Kelembagaan Diseminasi Teknologi Pertanian: Catatan Perjalanan 40 Tahun Balitbangtan” (Syahyuti et al. 2014) dipaparkan tentang berbagai kegiatan diseminasi inovasi ke tengah masyarakat yang disusun menurut rentang waktu tertentu. Pada periode 1970-1979, belum banyak kegiatan diseminasi teknologi yang dijalankan, dimana Badan Litbang Pertanian masih berada pada tahap awal pembentukannya.Penelitian terkait lahan kering menjadi topik yang banyak dipelajari pada periode ini. Pada periode ini, dikembangkan juga berbagai model pengembangan lahan kering dengan menerapkan teknologi konservasi dan kelembagaan pelaksananya. Berikutnya pada periode Tahun 1980-1989, beberapa pola diseminasi juga telah dikembangkan antara lain melalui pendekatan “Sekolah Lapang” dan “Kredit Usaha Mandiri” (KUM).Merujuk pada konsepsi inovasi, maka aktivitas tersebut ini sudah mulai mengarah kepada pendekatan sistem inovasi, karena melibatkan proses interaksi antar aktor dan membutuhkan partisipasi pelakunya.

Pada periode Tahun 2000-2009, inovasi-inovasi yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian untuk meluaskan inovasi jauh lebih banyak dan dengan pendekatan beragam. Perhatian dan cakupan teknologi sebagai objek semakin meluas, dan pendekatan yang dibangun juga variatif dan berupaya menerapkan berbagai pemikiran berkembang dalam pemberdayaan masyarakat pada era ini. Semenjak tahun 2010 sampai sekarang, dengan semakin banyaknya teknologi yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian, maka tuntutan untuk mendiseminasikannya semakin besar pula. Pada masa 4 tahun terakhir ini telah dirumuskan berbagai inovasi kelembagaan untuk diseminasi teknologi yang umumnya

26

menggunakan pendekatan komprehensif, melibatkan para pihak yang diharapkan mendukung terciptanya inovasi.

Peran sebagai fasilitator ini berimplikasi bahwa tugas yang dimainkan oleh Badan Litbang Pertanian lebih dari sekedar pendamping teknologi dan pendiseminasi inovasi. Seorang fasilitator harus dapat mengidentifikasi, mengakomodasikan dan menghubungkan kebutuhan pengguna sampai pada akhir terciptanya inovasi (Klerkx et al. 2010).

Namun demikian, dari hasil wawancara dengan berbagai pihak, hilirisasi teknologi dan diseminasi hasil penelitian dirasakan belum bersinergi secara optimal dengan penyuluhan yang dikoordinasikan oleh BPSDMP. Penyebabnya berkaitan dengan aspek struktural dan juga manajerial (akan dijelaskan pada subbab 4.2.).

“Inovasi” merupakan kata kunci dalam kegiatan sehari-hari di Badan Litbang Pertanian. Lemahnya inovasi pertanian akan menjadi salahsatu faktor sulitnya mewujudkan pembangunan pertanian modern di Indonesia. Inovasi yang berupa teknologi ataupun cara melakukan sesuatu akan diuji lebih lanjut dari sisi-sisi kemanfaatannya (relative advantage), kesesuaiannya dengan kebutuhan pengguna (compatibility), kesulitan untuk diterapkan (complexity), kemudahanutuk dicoba (trialibility), dan kemudahaan untuk dapat disimak oleh pengguna (observability) (Rogers 2003).

Keberadaan BPTP dengan Tupoksi nya merupakan elemen penting dalam keseluruhan visi dan misi Badan Litbang Pertanian. Mandat utama BPTP adalah mendiseminasikan teknologi pertanian yang dihasilkan oleh Balai Komoditas lingkup Badan Litbang Pertanian.

Dukungan untuk SDM dan Anggaran

Seberapa besar perhatian terhadap keterkaitan penelitian dan penyuluhan diindikasikan secara tidak langsung dari komposisi antara SDM peneliti dan penyuluh. Kebijakan Badan Litbang Pertanian terhadap diseminasi terlihat dari komposisi SDM sebagai pendukung program. Tabel dan gambar berikut memperlihatkan perkembangan jumlah peneliti dan penyuluh di lingkup Badan Litbang Pertanian mulai dari tahun 2006 sampai 2017. Terlihat bahwa proporsi penyuluh hanya belasan persen, atau rata-rata hanya seperlima kurang dibanding tenaga peneliti. Tenaga perekayasa (misalnya pada Alsintan)dan teknis Litkayasa (misalnya untuk tenaga di laboratorium dan kebun percobaan) berperan penting dalam kegiatan pengkajian dan diseminasi.

27

Tabel 4.2. perkembangan SDM penelitian dan Penyuluhan di badan Litbang Pertanian, tahun 2006-2017

Tahun Peneliti Penyuluh Perekayasa Teknisi

Litkayasa Jumlah 2006 1.617 326 28 749 4.084 2007 1.522 204 30 665 7.812 2008 1.542 197 31 634 8.229 2009 1.984 270 35 907 8.124 2010 2.069 285 36 863 8.202 2011 2.085 293 41 859 8.151 2012 2.050 303 40 786 7.780 2013 1.650 309 41 598 7.643 2014 1.780 291 37 549 7.454 2015 1.859 330 40 587 7.525 2016 1.807 354 36 565 7.037 2017 1.659 378 33 569 6.548

Gambar 4.1.. Perbandingan jumlah tenaga peneliti dan penyuluh di lingkup Badan Litbang Pertanian, 2006-2017 (dalam persen)

Untuk tingkat BPTP, perbandingan jumlah peneliti dan penyuluh relatif lebih baik. Meskipun jumlah peneliti selalu lebih banyak dibandingkan penyuluh, namun jumlahnya cukup berimbang. 0 20 40 60 80 100 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Penyuluh Peneliti

28

Table 4.3.. Komposisi tenaga peneliti dan penyuluh pertanian di BPTP, tahun 2018

BPTP Peneliti Penyuluh Total BPTP Peneliti Penyuluh Total

Aceh 11 19 30 NTT 19 17 36 Sumut 35 9 44 Kalbar 20 12 32 Sumbar 32 15 47 Kalteng 11 6 17 Riau 24 12 36 Kalsel 19 15 34 Jambi 35 7 42 Kaltim 14 6 20 Babel 11 6 17 Sulut 22 18 40 Sumsel 19 12 31 Gorontalo 13 5 18 Lampung 30 24 54 Sulteng 20 11 31 Bengkulu 27 12 39 Sulsel 39 22 61 Banten 20 10 30 Sultra 24 12 36 Jabar 32 20 52 Maluku 19 9 28 Jakarta 17 6 23 Papua 16 6 22 Jateng 59 21 80 Malut 12 9 21

DIY 45 17 62 Papua Barat 16 3 19

Jatim 44 25 72 Sulbar 7 2 9

Bali 24 19 43 Kepri 6 3 9

NTB 28 20 48 TOTAL 770 410 1180

Sumber: SDM Profesional badan Litbang Pertanian

(http://www.litbang.pertanian.go.id/peneliti/?n=&jf=&js=&u=1262&b=&k=)

Gambar 4.2.. Perbandingan jumlah tenaga peneliti dan penyuluh di lingkup BPTP, 2006-2017 (dalam persen) 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 Penyuluh Peneliti

29

Komparasi Dukungan Anggaran Untuk Pengkajian Dan Diseminasi

Besarnya perhatian terhadap kegiatan diseminasi juga terlihat dari dukungan anggaran yang disediakan. Data yang terkumpul dari laporan-laporan tahunan memperlihatkan bahwa nggaran untuk diseminasi mencakup kegiatan diseminasi, promosi, komunikasi dan publikasi; namun dalam beberapa laporan disebut pula dengan “akselerasi pemasyarakatan teknologi”. Kegiatan diseminasi ini dibedakan dengan anggaran untuk mendukung penciptaan teknologi, yang lebih berada di hulu.

Tabel berikut memperlihatkan bahwa anggaran untuk diseminasi selalu lebih rendah dibandingkan dengan anggaran untuk pengkajian, atau disebut dengan penciptaan teknologi. Khusus untuk tahun 2017 misalnya, untuk kegiatan teknologi yang didiseminasikan ke pengguna menghabiskan anggaran Rp 71,8 M, dan sisanya sebesar Rp. 195,2 M. untuk menghasilkan teknologi, model teknologi, rekomendasi, benih dan bibit.

Tabel 4.4. Perkembangan anggaran diseminasi teknologi di badan Litbang Pertanian, tahun 2006-2017

Tahun Proporsi anggaran mendukung penciptaan teknologi (%) Proporsi angaran diseminasi, promosi, komunikasi dan publikasi (%) Total anggaran (Rp) 2006 29,32 580.58 M 2007 34,55 780.35 M 2008 33,88 930.24 M 2009 9,1 6,7*) 870.96 M 2010 9,66 3,09 944,59 M 2011 13,39 1.12 T 2012 7,11 1.28 T 2013 9,19 4,57 1.78 T 2014 8,28 1.60 T 2015 12,43 1.69 T 2016 755.8 M **) 1.925 T 2017 700.3 M ***) 1.657 T

Ket. *) = disebut dengan kegiatan akselerasi pemasyarakatan teknologi. **) = khusus untuk lingkup BPTP

***) = khusus untuk mendukung kegiatan di BPTP, yang terbagi untuk anggaran RPTP sebesar Rp 32.7 M, RDHP Rp 176.9 M, dan RKTM Rp 490.7 M rupiah.

Diseminasi Teknologi Di Tingkat Nasional

Sebagaimana tertulis dalam Balitbangtan (2017), dalam rangka mendukung pelaksanaan program Kementerian Pertanian, Balitbangtan menetapkan program utama pada periode 2015 – 2019 yang diarahkan untuk penciptaan teknologi dan inovasi pertanian

30

bioindustri berkelanjutan. Oleh karena itu, Balitbangtan menetapkan kebijakan alokasi sumber daya litbang menurut 11 fokus komoditas yakni (1) padi, (2) jagung, (3) kedelai, (4) gula, (5) daging sapi/kerbau, (6) cabai merah, (7) bawang merah, (8) kelapa sawit, (9) kopi, (10) kakao, dan (11) karet.

Sesuai dengan organisasi Balitbangtan, program Balitbangtan untuk periode 2015-2019 terdiri dari 5 kegiatan berbasiskan kelompok komoditas, serta lima sasaran strategis dan tujuh indikator kinerja yang digunakan sebagai parameter pengukuran realisasi capaian setiap sasaran. , yaitu (1) jumlah varietas (galur/klon) unggul baru, (2) jumlah teknologi dan inovasi peningkatan produksi pertanian, (3) jumlah model pengembangan inovasi pertanian, (4) jumlah rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian, (5) jumlah benih sumber tanaman, (6) jumlah bibit sumber ternak dan (7) jumlah teknologi yang didiseminasikan ke pengguna.

Sasaran Program Balitbangtan adalah: (1) tersedianya varietas dan galur/klon unggul baru, (2) tersedianya teknologi dan inovasi Pertanian, (3) tersedianya model pengembangan inovasi, (4) tersedianya rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian, dan (5) tersedia dan terdistribusinya produk inovasi pertanian.

Gambar 4.3. Keterkaitan visi sampai dengan sasaran Program di Badan Litbang Pertanian

Namun demikian, sebagai mana dilaporkan bahwa diseminasi teknologi di lingkup Badan Litbang belum memuaskan. Hal ini dinyatakan secara terbukan, bahw: “....belum optimalnya pemanfaatan teknologi dan inovasi pertanian, sehingga perlu diupayakan untuk meningkatkan sinergi antara sub sektor, dimana Balitbangtan sebagai penghasil teknologi selayaknya harus menyediakan output sesuai kebutuhan stakeholder, begitupula

31

sebaliknya, perlu ada mekanisme komunikasi dari stakeholder dalam menyampaikan kebutuhannya kepada Balitbangtan” (Balitbangtan, 2017)

Dalam hal penciptaan teknologi spesifik lokasi, untuk tahun 2017, dari target 115 telah dihasilkan 132 teknologi. Sebagian besr merupakan teknologi pada komoditas unggulan utama nasional. Selanjutnya, pada tahun 2017, dari target sebanyak 170 teknologi, telah berhasil didiseminasikan sebanyak 264 teknologi (155,29%).

Tabel. 4.5. Rekapitulasi teknologi spesifik lokasi lingkup BBP2TP

Jenis teknologi Jumlah teknologi

yag dihasilkan 1. Teknologi spesifik lokasi padi 35 2. Teknologi spesifik lokasi jagung 11 3. Teknologi spesifik lokasi kedelai 8 4. Teknologi spesifik lokasi cabai 7 5. Teknologi spesifik lokasi bawang

merah

11 6. Teknologi spesifik lokasi tebu 1 7. Teknologi spesifik lokasi kakao 6 8. Teknologi spesifik lokasi mendukung

swasembada daging

24 9. Teknologi spesifik lokasi mendukung

komoditas lainnya

29

Total 132

Tabel 4.6. Rekapitulasi Output Teknologi yang Didiseminasikan

Jenis teknologi Jumlah

(unit)

Teknologi Tanaman Pangan 105

Teknologi Hortikultura 68

Teknologi Tanaman Perkebunan 19

Teknologi Peternakan 36

Diseminasi teknologi 36

Teknologi diseminasi yang didistribusikan ke pengguna

mendukung komoditas lainnya

0

264 No Jenis Teknologi yang didiseminasikan Target Realisasi

Diseminasi teknologi berlangsung untuk berbagai komoditas, terutama yang tergolong sebagai komoditas unggulan nasional. Berikut beberapa bentuk dan kelompok komoditas. Untuk komoditas hortikultura misalnua, selama tahun 2017 misalnya benih sumber hortikultura telah terdistribusi ke 29 provinsi, 33 BPTP, dan 24 Pertanian Dinas Pertanian di seluruh Indonesia diantaranya Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera

32

Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Papua, dan Papua Barat. Diadopsinya teknologi buah tropika yaitu pisang varietas Raja Kinalun (VUB yang dilepas Balitbu Tropika tahun 2009) dan pisang varietas Ayam (varietas pisang lokal yang hampir punah), merupakan kerjasama antara Balitbu Tropika dengan CV. Kiniko Kabupaten Tanah Datar dalam bentuk pengembangan pisang. Kerjasama ini merupakan lanjutan dari tahun 2015.

Mangga Garifta yang terdiri dari empat varietas yaitu Garifta Merah, Garifta Kuning, Garifta Gading, dan Garifta Oranye yang dilepas pada tahun 2008 mulai dikembangkan di sentra produksi Jawa Timur dan Indonesia Bagian Timur. VUB Pepaya Merah Delima telah dilepas oleh Balitbangtan pada tahun 2011 dengan provitas tinggi yaitu mencapai 70-90 ton/ha/musim. Penyebaran papaya ini hampir di seluruh Indonesia, terdistribusi kurang lebih 30 Provinsi sehingga adopsi masyarakat terhadap pepaya ini dinilai cukup tinggi. Varietas Krisan Puspita Nusantara telah diadopsi secara luas oleh petani di berbagai sentra produksi krisan di Indonesia. Pada tahun 2012, UPBS Balitbangtan telah mendistribusikan sebanyak 97.285 stek.

Khusus untuk komoditas peternakan, dDalam upaya pengelolaan dan pemanfaatan bibit sumber sapi potong dan perbaikan kualitas genetik sapi di lapangan, pada tahun 2017 Loka Penelitian Sapi Potong melakukan penyebaran 69 ekor sapi PO terseleksi diantaranya di kabupaten Tuban (20 ekor), di kabupaten Cirebon (20 ekor), di Jambi (15 ekor), di kabupaten Trenggalek (11 ekor) dan di DIY (3 ekor).

Selain itu, juga telah dilakukan penyebaran 35 ekor kambing Boerka diantaranya tersebar di Aceh (9 ekor), Bengkulu (5 ekor) dan Riau (21 ekor); penyebaran 20.272 ekor bibit Ayam KUB-1 dan 3.568 ekor Ayam Sensi ke beberapa wilayah diantaranya peternak di Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Sulawesi Utara dan Aceh.

Pada tingkat organisasi, permasalahan yang masih ditemui dalam pelaksanaan kegiatan perumusan rekomendasi kebijakan adalah masih adanya kesenjangan kapasitas peneliti junior dengan senior karena jenjang pendidikan formal maupun pengalaman dalam kegiatan penelitian. Kesenjangan terutama mencakup kapasitas dalam membuat proposal penelitian yang baik, penguasaan metodologi penelitian, teknik pengumpulan dan pengolahan data, serta analisis hasil pengolahan data terutama dalam merumuskan rekomendasi kebijakan pertanian.

Sebagian kegiatan pengkajian dan diseminasi teknologi pertanian, tergantung dari kebijakan sub sektor lain terutama dalam hal penentuan lokasi dan calon petani koperator.

33

Hal ini ditemui dalam kegiatan-kegiatan pendampingan seperti PTT, PKAH, kawasan peternakan dan lainnya.

Keterkaitan penelitian dan penyuluhan di Tingkat BPTP

Semenjak tahun 1990-an, yakni belum lama setelah BPTP berdiri di seluruh provinsi di Indonesia, kegiatan penelitian dan penyuluhan telah menjadi tugasnya sehari-hari yang dikenal dengan Litkajibangrap, kependekan dari “penelitian, pengkajian, pengembangan dan penerapan”. Saat ini, dalam konteks diseminasi, BPTP menjalankan berbagai bentuk kegiatan yaitu temu lapang (field day), temu teknis, temu aplikasi teknologi, bimbingan teknis, sarasehan, seminar, dan lain-lain.

Sejak awal pendirian BPTP, berbagai bentuk program diluncurkan untuk mengawal atau menjalankan aktivitas diseminasi. Sebagai contoh, sekitar tahun 1995, zonasi agroekosistem digunakan sebagai acuan diseminasi teknologi Badan Litbang Pertanian yang disesuaikan dengan karakteristiak sifat-sifat fisik lahan, kondisi infrastruktur, elevasi, dan sebagaimya. Peta ini merupakan data geospasial tematik turunan dari peta tanah atau satuan lahan, yang menyajikan sebaran satuan-satuan lahan yang mempunyai kesamaan karakteristik iklim, terrain, tanah, dan potensi untuk pengembangan komoditas pertanian (Hikmatullah dan Ritung 2014). Teknologi yang akan didiseminasikan lebih difokuskan kepada kesesuaian lahan tersebut untuk teknologi yang akan diperkenalkan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk dukungan Badan Litbang Pertanian terhadap diseminasi teknologi yang diharapkan akan lebih mendekatkan kesesuaian teknologi dengan sifat-sifat fisik lahan setempat.

Selanjutnya, bentuk lain dari kegiatan penelitian yang berhubungan langsung dengan end users (petani dan pengguna di daerah) yaitu penelitian adaptif di lahan petani (on-farm adaptive research) dan penelitian sistem usahatani (Farming System research/FSR). Kedua basis penelitian ini muncul karena didasari dengan keterbatasan konsep transfer teknologi, dimana interaksi umpan balik antara pemilik dan pengguna teknologi kurang mendapat perhatian. Penelitian adaptif membutuhkan keterlibatan petani atau stakeholdersselama proses penelitian sehingga teknologi yang diujicobakan mendapatkan umpan balik untuk perbaikannya (Norman 2002, Pant and Hambly-Odame 2009).

Dalam perjalanannya masih terdapat kelambanan dalam penyampaian hasil inovasi kepada pengguna. Oleh karena itu, Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani) diluncurkan sejak tahun 2005 untuk mempercepat transfer inovasi. Program ini fokus pada harmonisasi subsistem onfarm-off farm, dengan subsistem pengadaan (generating sub-system) yaitu Balitbangtan. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai media pembuktian kepada masyarakat bahwa teknologi yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian tepat guna dan memiliki keunggulan, sehingga muncul keyakinan di

34

masyarakat atau calon pengguna untuk mengadopsinya (Mardiharini, 2013). Sejak adanya program ini, peran BPTP dalam kegiatan diseminasi menjadi semakin berkembang, antara lain melalui pendampingan program strategis Kementerian Pertanian, dimana BPTP mengembangkan berbagai mekanisme kerja bersama aparat terkait di daerah. Program Primatani selanjutnya menjadi dasar pengembangan model komprehensif pendekatan pembangunan pertanian di daerah seperti Model Pembangunan Pertanian Berbasis Inovasi (MP2BBI), Model Pembangunan Pertanian Perdesaan melalui Inovasi (MP3MI), Bioindustri, Laboratorium Lapang Inovasi Pertanian. Sebagai contoh, target model pengembangan inovasi teknologi Bioindustri sebanyak 66 model di seluruh BPTP pada tahun 2015, berbagai metode dan media diseminasi yang ditargetkan sebanyak 276 teknologi, serta teknolologi spesifik lokasi dengan target sebanyak 227 teknologi (BBP2TP, 2016).

Penyusunan kegiatan pengkajian dan diseminasi di lingkup BBP2TP merujuk kepada sasaran strategis Badan Litbang (BBP2TP, 2015). Ada 6 sasaran strategis Balitbangtan yakni: (1) Tersedianya varietas dan galur/klon unggul baru, adaptif dan berdaya saing dengan memanfaatkan advanced technology dan bioscience, (2) Tersedianya teknologi dan inovasi budidaya, pasca panen, danprototipe alsintan berbasis bioscience danbioenjineringdengan memanfaatkan advanced techonology, seperti teknologi nano, bioteknologi, iradiasi, bioinformatika dan bioprosesing yang adaptif, (3) Tersedianya data dan informasi sumberdaya pertanian (lahan, air, iklim dan sumberdaya genetik)berbasis bio-informatika dan geo-spasial dengan dukungan IT, (4) Tersedianya model pengembangan inovasi pertanian, kelembagaan, dan rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian, (5) Tersedia dan terdistribusinya produk inovasi pertanian (benih/bibit sumber, prototipe, peta, data, dan informasi) dan materi transfer teknologi, serta (6) Penguatan dan perluasan jejaring kerja mendukung terwujudnya lembaga Litbang pertanian yang handal dan terkemuka serta meningkatkan HKI.

Sementara pada tingkat BPTP, arah kebijakan pengkaian dan diseminasi teknologi inovasi spesifi k lokasi 2015-2019 harus mengacu pada arah kebijakan pembangunan Pertanian Nasional (RPJMN) dan arah kebijakan pembangunan pertanian yang ada dalam SIPP 2015-2045, serta arah kebijakan litbang pertanian. Berdasarkan arahan dari kebijakan litbang pertaian untuk pengembangan nilai tambah kegiatan pertanian melalui penerapan konsep pertanian bio-industri,novasi maka arah kebijakan pengkajian dan diseminasi teknologi dan inovasi pertanian spesifi k lokasi adalah mengembangkan sistem pengkajian dan diseminasi mendukung pertanian bioindustri berbasis sumberdaya lokal, sesuai dengan Program Badan Litbang Pertanian 2015-2019: penciptaan teknologi dan inovasi pertanian bioindustri berkelanjutan.

35

Secara rici arah kebijakan Pengembangan pengkajian dan diseminasi teknologi inovasi pertanian spesifik lokasi kedepan adalah:

1. Mengembangkan kegiatan pengkajian dan diseminasi yang menunjang ke arah peningkatan produksi hasil pertanian wilayah, mendukung program swasembada pangan nasional.

2. Mendorong pengembangan dan penerapan advance technology untuk meningkatkan efi siensi dan keefektivan pemanfaatan sumberdaya lokal sepsifi k lokasi, yang terbatas jumlahnya.

3. Mendorong terciptanya suasana keilmuan dan kehidupan ilmiah yang kondusif sehingga memungkinkan optimalisasi sumberdaya manusia dalam pengembangan kapasitasnya dalam melakukan pengkajian dan diseminasi teknologi inovasi pertanian spesifi k lokasi.

4. Mendukung terciptanya kerjasama dan sinergi yang saling menguatkan antara UK/UPT lingkup Balitbangtan dan Balitbangtan dengan berbagai lembaga terkait, terutama dengan stakeholder di daerah.

Adapun sasaran pengembangan pengkajian dan diseminasi teknologi inovasi pertanian spesifi k lokasi yang akan dicapai pada periode 2015-2019 adalah sebagai berikut:

1. Tersedianya inovasi pertanian spesifi k lokasi mendukung pertanian bioindustri Berkelanjutan,

2. Terdesiminasinya inovasi pertanian spesifi k lokasi yang unggul serta terhimpunnya umpan balik dari implementasi program dan inovasi pertanian unggul spesifi k lokasi,

3. Tersedianya model-model pengembangan inovasi pertanian bioindustri spesifik lokasi

4. Dihasilkannya rumusan rekomendasi kebijakan mendukung percepatan pembangunan pertanian wilayah berbasis inovasi pertanian spesifi k lokasi, dan 5. Terbangunnya sinergi operasional pengkajian dan pengembangan inovasi

pertanian unggul spesifi k lokasi

Inovasi pertanian unggul spesifik lokasi dicapai melalui penyempurnaan sistem dan perbaikan fokus kegiatan pengkajian yang didasarkan pada kebutuhan pengguna (petani dan pelaku usaha agribisnis lainnya) dan potensi sumberdaya wilayah. Strategi ini diwujudkan ke dalam pengkajian inovasi pertanian unggulan spesifi k lokasi. Sementara, penyediaan model-model pengembangan inovasi pertanian bioindustri spesifik lokasi dicapai

36

melalui peningkatan keefektivan kegiatan tematik di BPTP yang disinergikan dengan UK/UPT lingkup Balitbangtan, terutama dalam menerapkan hasil-hasil litbang pertanian dalam super impose model pertanian bio-industri berbasis sumberdaya lokal.

Rumusan rekomendasi kebijakan mendukung percepatan pembangunan pertanian wilayah berbasis inovasi pertanian spesifik lokasi dicapai melalui peningkatan kajian-kajian tematik terhadap berbagai isu dan permasalahan pembangunan pertanian baik bersifat responsif terhadap dinamika kebijakan dan lingkungan strategis maupun antisipatif terhadap pandangan futuristik kondisi pertanian pada masa mendatang. Rumusan rekomendasi yang dihasilkan dikaitkan untuk mendukung empat sukses Kementerian Pertanian.

Pelaksanaan kegiatan BBP2TP tahun 2016 mencakup kinerja kegiatan (BBP2TP, 2017) berupa: (1) Teknologi spesifik lokasi (tanaman pangan, tanaman hortikultura, tanaman perkebunan, peternakan), (2) Pendampingan kawasan (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan), (3) Pengembangan Taman Agro Inovasi dan Agrimart, (4) Koordinasi kegiatan KATAM terpadu, (5) Dukungan teknologi UPSUS pada komoditas utama, (6) Pembinaan Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), (7) Model pengembangan inovasi teknologi pertanian bioindustri (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan), (8) Pengembangan Taman Sains Pertanian dan Taman Teknologi Pertanian, (9) Kelembagaan UPBS dan kedaulatan desa mandiri benih, (10) Analisis Kebijakan, serta (11) Kerjasama pengkajian.

Sementara, kegiatan di lingkup BPTP terbagi beberapa bentuk yaitu: (1) Pengkakajian teknologi spesifik lokasi (empat sub sektor), (2) Diseminasi teknologi dan pendampingan (kawasan tanaman empat sub sektor, ditambah taman agroinovasi dan agrimart, Katam terpadu, dukungan teknologi UPSUS, dan pendampingan PUAP), (3) Model pengembangan inovasi teknologi bioindustri (empat sunb sektor), (4) Pengembangan Taman Sain Pertanian (TSP) dan Taman Teknologi Pertanian (TTP), dan (5) Pengembangan benih (UPBS dan Desa Mandiri Benih). Berikut disampaikan deskripsi beberapa kegiatan utama yang dijalankan.

Pendampingan Pengembangan Kawasan Pertanian

Kegiatan pendampingan kawasan agribisnis hortikultura pada tahun 2016 misalnya difokuskan pada komoditas bawang merah, cabe dan jeruk. BPTP mengembangkan dan mendampingi penerapan inovasi yang dihasilkan Puslitbang Hortikultura pada kondisi spesifik lokasi. Kegiatan pendampingan ini ditentukan secara selektif dengan mempertimbangkan beberapa kriteria, seperti peluang keberhasilan, dukungan pemerintah daerah setempat, dukungan sumber daya lahan dan air, ketersediaan inovasi untuk kondisi