• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Literatur

1. Kinerja Keuangan

Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi atau indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Sedangkan kinerja keuangan adalah suatu tampilan tentang kondisi keuangan lain yang bersifat penunjang. Informasi kinerja bermanfaat untuk memprediksi kapasitas perusahaan dalam menghasilkan arus kas dari sumber dana yang ada. (Wirawan : 2009) dalam Fahrizal (2012:12).

Tujuan manajemen adalah untuk memaksimalkan nilai perusahaan. Untuk mencapai tujuan ini, perusahaan secara konsisten memperbaiki kelemahan-kelemahan perusahaan dan memanfaatkan keunggulan perusahaan.

Agar tujuan perusahaan untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham dapat tercapai, maka perlu di ambil berbagai keputusan keuangan (financial decision) yang relevan dan mempunyai pengaruh bagi peningkatan nilai perusahaan.

xviii A. Kebijakan Deviden

Dividen adalah bagian dari laba bersih (retained earning) atau laba setelah pajak (earning after tax) yang dibagikan kepada para pemegang saham. Pada dasarnya laba tersebut bisa di bagi sebagai dividen atau laba yang di tahan untuk diinvestasikan kembali. Perusahaan bisa membagi dividen dalam bentuk uang tunai atau dalam bentuk saham (stock dividend).

Kebijakan dividen sering dianggap sebagai signal bagi investor dalam menilai baik atau buruknya suatu perusahaan, hal ini disebabkan karena kebijakan dividen dapat membawa pengaruh terhadap harga saham perusahaan (Umi dkk, 2012;3).

Jika perusahaan mampu meningkatkan pembayaran dividen karena peningkatan laba, maka harga saham akan naik. Jadi, kenaikan harga saham tersebut pada dasarnya merupakan akibat dari kenaikan laba. Pemberian dividen dimungkinkan hanya apabila perusahaan memperoleh keuntungan, namun tidak menutup kemungkinan perusahaan tetap membagi dividen meskipun perusahaan menderita kerugian. Semakin banyak dividen yang ingin dibayarkan oleh perusahaan, semakin besar kemungkinan berkurangnya laba di tahan.

Setiap perusahaan di satu pihak menginginkan adanya pertumbuhan bagi perusahaan, dan di lain pihak juga ingin membayarkan dividen kepada para pemegang saham. Sehingga perusahaan akan berupaya mempertahankan

xix

dividend payout ratio meskipun terjadi penurunan jumlah laba yang diperoleh. Oleh karena itu, Dividend Payout Ratio (DPR) sering kali dikaitkan dengan

Signaling theory (Jogiyanto Hartono : 1998 dalam Hardiyanti : 2012). Dividen payout ratio yang berkurang dapat mencerminkan laba perusahaan yang makin berkurang. Akibatnya sinyal buruk akan muncul karena mengindikasikan bahwa perusahaan kekurangan dana. Kondisi ini menyebabkan preferensi investor akan suatu saham berkurang karena investor memiliki prefensi yang sangat kuat atas dividen. Dividen tunai merupakan keuntungan finansial yang diharapkan pemegang saham dalam menginvestasikan modal pada perusahaan. Adanya pemberian dividen tunai maka tujuan pemegang saham untuk mendapatkan keuntungan tercapai dan masalah dengan agent (manajemen) dapat dikurangi. Karena agent kecenderungan untuk menginvestasikan kembali laba yang diperoleh, daripada membagikan dividen tunai dengan tujuan agar perusahaan terus mengalami pertumbuhan.

Besarnya dividend tergantung kebijakan dividen masing-masing perusahaan. Menurut (Naveli, 1989 dalam Suharli dan Oktorina 2005), secara umum kebijakan dividen yang di tempuh perusahaan adalah salah satu dari 3 (tiga) kebijakan ini, yaitu:

1) Constant Dividend Payout Ratio

Terdapat beberapa cara mengatur dividend payout ratio yang dibagikan secara tetap dalam persentase atau rasio tertentu, yaitu:

xx a) Membayar dengan jumlah persentase yang tetap dari pendapatan

tahunan.

b) Menentukan dividen yang akan diberikan dalam setahun sama dengan jumlah persentase tetap dari keuntungan tahun sebelumnya.

c) Menentukan proyeksi payout ratio untuk jangka waktu panjang.

2) Stable Per Share Dividend

Kebijakan yang menetapkan besaran dividen dalam jumlah yang tetap. Kebijakan ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan laba yang tinggi.

3) Regular Dividend Plus Extra

Dalam kebijakan ini perusahaan akan memberikan suatu tingkat dividen yang relatif rendah tetapi dalam jumlah yang pasti, dan memberikan tambahan apabila perusahaan membukukan laba yang cukup tinggi.

Kebijakan dividen dalam penelitian ini, diproksikan oleh dividend payout ratio (DPR). Dividend Payout Ratio (DPR) dipakai sebagai alat ukur kebijakan dividen karena kualitas saham suatu perusahaan tidak bisa dijamin dari tiap lembar saham yang di bagikan jika menggunakan dividend per shared (DPS).

Moeljadi (2006) merumuskan DPR sebagai berikut :

xxi B. Kebijakan Utang

Pengertian utang menurut FASB dalam SFAC NO. 6 utang adalah pengorbanan manfaat ekonomi masa mendatang yang mungkin timbul karena kewajiban sekarang suatu entitas untuk menyerahkan aktiva atau memberikan jasa kepada entitas lain di masa mendatang sebagai akibat transaksi masa lalu.

Pengertian utang (kewajiban) menurut PSAK No. 57. Utang (kewajiban) merupakan utang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, yang penyelesaiannya diperkirakan mengakibatkan arus kas keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi.

Perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya memerlukan dana yang cukup agar operasional perusahaan dapat berjalan dengan lancar. Perusahaan yang kekurangan dana akan mencari dana untuk menutupi kekurangannya akan dana tersebut. Dana tersebut bisa diperoleh dengan cara memasukan modal baru dari pemilik perusahaan atau dengan cara melakukan pinjaman ke pihak di luar perusahaan. Apabila perusahaan melakukan pinjaman kepada pihak di luar perusahaan maka akan timbul utang sebagai konsekuensi dari pinjamannya tersebut.

Penggunaan utang merupakan keputusan yang bersifat strategik, karena membawa konsekuensi finansial jangka panjang yang berdampak pada resiko dan nilai perusahaan. Setiap perusahaan akan menetapkan proporsi utang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi finansial yang dihadapi. Terkait dengan

xxii proporsi utang, menurut Myers : 1977 (dalam Herry Subagyo:2011-60) dalam

Balancing theory menjelaskan bahwa proporsi penggunaan utang dapat meningkatkan nilai perusahaan pada tingkat tertentu, akan tetapi setelah melewati batas optimal penggunaan hutang dapat menurunkan nilai perusahaan.

Kebijakan utang merupakan kebijakan perusahaan tentang seberapa besar kebutuhan dana perusahaan dibiayai oleh utang. Semakin tinggi penggunaan utang, maka kemungkinan resiko keuangan dan kegagalan perusahaan juga semakin tinggi. Jadi seharusnya keberadaan utang jika dikelola secara efektif maka akan meningkatkan harga saham. Namun apabila keberadaan utang tersebut dikelola secara tidak efektif maka akan menurunkan harga saham.

Kebijakan utang dalam penelitian ini, diproksikan oleh Debt to equity ratio (DER). Debt to Equity Ratio (DER) di pakai sebagai alat ukur kebijakan utang karena menyangkut tentang bagaimana membiayai perusahaan dalam melunasi utang dan ekuitas apa yang harus digunakan, atau jenis sekuritas utang serta ekuitas khusus apa yang harus diterbitkan pada perusahaan. Debt to equity ratio dapat juga menggambarkan sumber pendanaan perusahaan yang akan berakibat pada reaksi pasar saham, volume perdagangan saham sehingga secara otomatis berpengaruh pada harga saham.

Brigham dan Houston (2001) merumuskan DER sebagai berikut :

xxiii C. Profitabilitas

Menurut Hermuningsih (2013) profitabilitas adalah rasio dari efektifitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang dihasilkan dari penjualan investasi. Profitabilitas penting bagi perusahaan dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka panjang, karena profitabilitas menunjukkan apakah badan usaha tersebut mempunyai prospek yang baik dimasa yang akan datang.

Menurut Wirajaya dan Dewi (2013), para investor menanamkan saham pada perusahaan adalah untuk mendapatkan return. Semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba, maka semakin besar return yang diharapkan investor.

Menurut Sujoko dan Soebiantoro (2007), dalam Ayuningtias (2013), menyatakan bahwa profitabilitas yang tinggi menunjukkan prospek perusahaan yang baik dan kelangsungan hidup perusahaan lebih terjamin, sehingga investor akan merespon sinyal positif tersebut dan nilai perusahaan akan meningkat. Hal ini, dapat dipahami karena perusahaan yang berhasil membukukan laba yang meningkat, akan mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut mempunyai kinerja yang baik, sehingga dapat menciptakan penilaian yang positif dari investor dan dapat membuat harga saham perusahaan meningkat. Dengan begitu, meningkatnya harga saham akan meningkatkan nilai perusahaan juga.

xxiv Proksi yang digunakan dalam penelitian ini, adalah Return on Equity. Menurut Brigham dan Houston (2001) ROE merupakan rasio laba bersih setelah pajak terhadap modal sendiri. Sedangkan menurut Sutrisno (2001:267), ROE merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan modal sendiri yang dimiliki, sehingga ROE ini ada yang menyebut sebagai rentabilitas modal sendiri. Berdasarkan definisi ROE diatas maka dapat disimpulkan bahwa ROE merupakan alat analisis keuangan untuk mengukur profitabilitas. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan berdasarkan modal tertentu. Rasio ini merupakan ukuran profitabilitas dari sudut pandang pemegang saham (Hanafi dan Halim, 1996:85).

Salah satu alasan utama perusahaan beroperasi adalah menghasilkan laba yang bermanfaat bagi para pemegang saham, ukuran dari keberhasilan pencapaian alasan ini adalah angka Return on Equity berhasil dicapai. Semakin besar Return on Equity mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan yang tinggi bagi pemegang saham.

Adanya pertumbuhan ROE menunjukkan prospek perusahaan yang semakin baik karena berarti adanya potensi peningkatan keuntungan yang diperoleh perusahaan, sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor serta akan mempermudah manajemen perusahaan untuk menarik modal dalam bentuk saham.

Rasio ini berguna untuk mengetahui efisiensi manajemen dalam menjalankan modalnya, semakin tinggi ROE berarti semakin efisien dan

xxv efektif perusahaan menggunakan ekuitasnya, dan akhirnya kepercayaan investor atas modal yang diinvestasikannya terhadap perusahaan lebih baik serta dapat memberi pengaruh positif bagi harga sahamnya di pasar.

Return on Equity enunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba bersih. Semakin tinggi ROE perusahaan dianggap sebagai sinyal yang baik, karena ROE yang besar berarti semakin besar peluang para investor untuk memperoleh laba bersih dari setiap modal yang diinvestasikan (Prabowo, 2015:15).

Dokumen terkait