• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa kadar etanol dilakukan dengan metode Gas Chromatography (GC). Hasil analisa disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Nilai kadar etanol dan nilai parameter kinetika fermentasi

Substrat

Karakteristik

Kadar Etanol (%) Kadar Etanol (g/l) ∆s/s Y p/s

pH 3 0.220 1.738 0.126 0.022

pH 4 0.314 2.481 0.180 0.032

pH 5 0.361 2.852 0.250 0.036

Otoklaf pH 5 (pembanding) 1.840 14.536 0.167 0.186

Glukosa teknis pH 5 (kontrol) 1.611 12.727 0.118 0.175

Dari Tabel 12 dapat dilihat kadar etanol yang dihasilkan pada substrat dari perlakuan hidrolisis dengan pemanasan gelombang mikro (substrat pH 3, 4 dan 5) sangat rendah dibandingkan substrat perlakuan otoklaf dan glukosa teknis. Hal ini diduga karena gula sederhana yang menjadi sumber karbon bagi pertumbuhan khamir jumlahnya sedikit dan sebagian besar masih berbentuk gula kompleks (oligosakarida) yang dapat dilihat dari nilai DP = 2.04-2.15 (Tabel 11) sehingga tidak dapat langsung dikonsumsi oleh khamir. Jadi, perlakuan hidrolisis dengan menggunakan otoklaf lebih baik

dibandingkan gelombang mikro dua tahap dalam menghasilkan fermentable sugar karena mampu memecah pati menjadi glukosa (DP=1). Substrat fermentasi yang merupakan produk dari hidrolisis menggunakan otoklaf lebih baik diduga karena dengan pemanasan yang lebih lama membuat proses hidrolisis lebih sempurna menghasilkan gula-gula sederhana dari pada hidrolisis dengan gelombang mikro yang hanya beberapa menit. Dengan demikian terlihat bahwa I. orientalis hanya mampu mengkonsumsi glukosa untuk pertumbuhan dan pembentukan etanol. Hal ini didukung oleh Shin et al. (2002), bahwa I. orientalis tumbuh dengan baik pada medium pertumbuhan dengan unsur karbon dari glukosa pada keadaan aerobik, sedangkan dengan menggunakan fruktosa (disakarida) tidak dapat tumbuh.

Pada pH yang lebih tinggi, kadar etanol yang dihasilkan menjadi lebih tinggi karena pH yang rendah akan menghambat proses fermentasi akibat banyaknya jumlah sel yang mati, dan seiring lamanya waktu fermentasi, pH akan semakin rendah sehingga proses pertumbuhan sel akan semakin terhambat. Hal ini seperti yang diungkapkan Prescott dan Dunn (1981) dalam Dwiko (2010), pada pH tinggi maka fase penyesuaian (lag phase) akan berkurang dan aktifitas fermentasi akan naik.

Hidrolisis dengan menggunakan asam pada suhu tinggi dapat membentuk produk samping (inhibitor) seperti hidroksimetilfurfural (HMF) dan furfural pada substrat sehingga dapat menghambat proses fermentasi. Walaupun jumlah inhibitor sangat kecil (HMF kecil dari 2 g/l dan furfural kecil dari 1.5 g/l ) sehingga masih mampu ditoleransi oleh mikroba, namun adanya kombinasi penghambatan lainnya seperti rendahnya kadar gula sederhana dan kondisi media pertumbuhan yang semakin asam dapat menghambat laju pertumbuhan khamir.

Empulur sagu yang menjadi bahan baku pembuatan fermentable sugar pada penelitian ini mengandung komponen lignin yang cukup tinggi, yaitu 6.86%. Proses hidrolisis secara asam dengan energi panas yang sangat tinggi menyebabkan dekomposisi produk, salah satunya adalah dekomposisi dari senyawa lignin. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Palmqvist dan Hahn-Hagerdal (2000), bahwa inhibitor yang terbentuk pada hidrolisis asam dipengaruhi oleh suhu, waktu dan konsentrasi asam yang digunakan. Pada suhu dan tekanan yang tinggi, xilosa dan glukosa akan terdegradasi menjadi furfural dan HMF, sedangkan lignin dapat terpecah (terdekomposisi) menjadi senyawa-senyawa fenol yang juga terbentuk selama proses degradasi karbohidrat. Inhibitor tersebut akan mengurangi hasil dan produktivitas mikroorganisme yang digunakan selama proses fermentasi karena bersifat toksik.

Pada penelitian ini kadar pembentukan senyawa fenol akibat degradasi lignin tidak dihitung secara kuantitatif. Adanya dugaan di dalam fermentable sugar terdapat senyawa fenol didukung oleh kadar etanol yang dihasilkan dari fermentasi substrat perlakuan gelombang mikro sangat sedikit, hal ini menandakan telah terjadinya penghambatan produktivitas, karena dalam jumlah yang kecil senyawa fenol sudah perpotensi toksik terhadap pertumbuhan khamir. Parajo (1998) melaporkan bahwa produk degradasi lignin lebih bersifat toksik dibandingkan HMF dan furfural walaupun konsentrasinya sangat rendah. Konsentrasi produk dari degradasi senyawa lignin sebesar 0.2 g/l bisa sangat menghambat pertumbuhan sel khamir karena bersifat racun, menyebabkan kehilangan integritas dinding sel (membran), dan mengurangi kemampuan sel untuk menghasilkan enzim pada metabolisme pertumbuhan dan pembentukan produk (Villa et al. 1998).

Rendahnya konsentrasi etanol yang terbentuk dari substrat perlakuan gelombang mikro dapat juga disebabkan oleh komposisi kimiawi nutrien yang kurang seimbang pada substrat. Tidak tersedianya sumber nitrogen yang cukup karena proses pembentukan nutrien (nitrogen) hanya diharapkan dari penambahan amoniak, tidak disertai dengan penambahan NPK dan ZA seperti halnya pada substrat glukosa teknis (kontrol). Selain itu, tidak adanya penambahan unsur nutrien lain seperti magnesium, posfor, Fe, Zn dan Cu juga dapat menghambat pertumbuhan khamir, hal ini seperti yang dijelaskan oleh Sa`id (1987), media kultur harus mengandung semua elemen yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan mikroba dalam proporsi yang serupa dengan yang ada pada sel mikroba tersebut. Umumnya yang disebut sebagai makronutrien adalah elemen yang dibutuhkan dalam jumlah yang besar seperti unsur C, H, O, dan N. Mikronutrien merupakan elemen yang dibutuhkan dalam jumlah yang lebih sedikit seperti Mg, P dan S, sedangkan unsur Fe, Cu dan Zn dibutuhkan dalam jumlah yang sangat sedikit namun dianggap penting untuk mendukung pembentukan dan pertumbuhan sel.

Kualitas kultur mikroba yang digunakan juga mempunyai peran penting terhadap penentuan mutu produk etanol yang dihasilkan seperti yang dinyatakan oleh Underkofler dan Hickey (1954), bahwa konsentrasi alkohol yang dihasilkan dalam fermentasi bergantung pada jenis khamir yang dipakai dan kadar gula, sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh temperatur, aerasi, kadar gula dan keasaman.

Nilai ∆s/s menunjukkan pemanfaatan substrat menjadi etanol. Dari Tabel 12, pemanfaatan substrat perlakuan gelombang mikro pada pH 5 jauh lebih tinggi dibandingkan substrat perlakuan otoklaf yang secara jelas lebih tinggi kadar gula sederhananya (glukosa). Hal ini seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pemanfaatan gula oleh khamir pada substrat perlakuan gelombang mikro telah berubah ke arah pembentukan biomassa dan respirasi sebab kondisi fermentasi kemungkinan terjadi pada keadaan earobik.

Yield produk (Yp/s) adalah rendemen produk yang terbentuk per substrat yang dikonsumsi. Yield tertinggi diperoleh dari perlakuan otoklaf, yaitu 0.186. Tingginya yield yang diperoleh dari perlakuan otoklaf dibandingkan dengan perlakuan gelombang mikro karena produk etanol yang terbentuk dari fermentasi menggunakan substrat otoklaf lebih tinggi dibandingkan fermentasi dengan perlakuan gelombang mikro. Perolehan etanol dari substrat glukosa teknis sedikit lebih rendah dibandingkan substrat dari perlakuan otoklaf. Hal ini diduga karena pada substrat glukosa teknis telah terjadi proses karamelisasi pada saat sterilisasi, terbukti terjadi perubahan warna pada substrat menjadi lebih gelap setelah sterilisasi. Karamelisasi ini dapat terjadi walaupun tanpa ada senyawa amino. Adanya proses karamelisasi ini dapat juga dilihat dari jumlah total gula yang turun sekitar 8 g/l karena kadar total gula awal fermentasi yang diatur sebesar 80 g/l turun menjadi 72 g/l setelah sterilisasi. Namun, walaupun pemanfaatan substrat dalam proses fermentasi paling rendah nilainya (∆s/s = 0.118) daripada substrat perlakuan gelombang mikro, proses fermentasi berjalan sangat efisien dan sempurna karena sebagian besar komposisi gula terdiri dari glukosa sehingga dapat langsung dikonsumsi oleh I. orientalis untuk pertumbuhan dan pembentukan etanol.

Bila dilihat dari yield dan etanol yang terbentuk selama proses fermentasi pada substrat perlakuan gelombang mikro, jumlahnya semakin meningkat dengan semakin tingginya pH. Hal ini menunjukkan bahwa khamir memiliki kondisi optimal pertumbuhan yang lebih baik pada pH yang tidak terlalu asam, yaitu pada pH 5. Selain itu, pH substrat otoklaf dan glukosa teknis yang diatur menjadi pH 5 menghasilkan etanol terbanyak, hal ini mendukung pernyataan bahwa I. orientalis dapat tumbuh dengan baik pada pH 5 untuk memproduksi etanol.

Dokumen terkait