• Tidak ada hasil yang ditemukan

KPAP ‐ berat sampel setelah dikeringkan berat awal ‐KA contoh

bar 15. Ting Kom

C. PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK MIE KERING JAGUNG SUBSTITUSI SUBSTITUSI

4. Kinetika Penurunan Mutu Parameter Kritis a.Atribut warna a.Atribut warna

Hasil uji sensori terhadap atribut warna mie kering jagung substitusi oleh panelis terlatih selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 16. Berdasarkan grafik tersebut, dapat diketahui bahwa selama penyimpanan atribut warna mengalami perubahan mutu yang cenderung lambat. Hal ini dapat ditunjukkan dengan terdapatnya pola perubahan mutu tidak terlalu tajam pada sampel dua suhu penyimpanan (37oC dan

55 45oC) yang keduanya hampir saling berhimpit. Kondisi ini memperlihatkan bahwa atribut warna kurang sensitif terhadap perubahan suhu.

Gambar 17. Perubahan Mutu Atribut Warna Selama Penyimpanan

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam ANOVA, diketahui bahwa sampel berpengaruh nyata terhadap skor mutu atribut warna pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 17). Uji lanjutan Duncan memperlihatkan bahwa sampel mie jagung yang disimpan pada suhu penyimpanan 37oC dan 45oC tidak berbeda nyata satu sama lain. Namun kedua sampel tersebut berbeda nyata dengan sampel suhu penyimpanan 50oC pada taraf α 0.05.

Hasil pemplotan grafik penurunan mutu (Lampiran 7) menunjukkan bahwa nilai R2 pada ordo nol lebih besar dibandingkan dengan ordo satu. Oleh karena itu, pendugaan umur simpan pada parameter/atribut warna dilakukan dengan menggunakan ordo nol. Selanjutnya, ordo reaksi yang dipakai dalam pendugaan umur simpan produk mie jagung substitusi berdasarkan parameter-parameter mutu lainnya adalah ordo nol. Penetapan ordo reaksi ini didasarkan oleh pemrolehan nilai R2 yang lebih tinggi pada ordo nol dibandingkan dengan ordo satu.

Pengukuran atribut warna mie kering jagung substitusi oleh panelis memperlihatkan pola nilai konstanta penurunan mutu (k) yang fluktuatif. Nilai k pada suhu penyimpanan 37oC, 45oC dan 50oC masing-masing

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 7 14 21 28 35 sk or mut u w arna

waktu penyimpanan (hari ke-)

suhu 37 suhu 45 suhu 50

56 sebesar 0.087. 0.081 dan 0.104. Nilai k yang diperoleh ini memiliki kecenderungan pola turun naik yang cukup tajam sehingga dapat diperkirakan atribut ini bukanlah parameter penduga umur simpan yang baik.

b. Atribut Kecerahan

Perubahan mutu atribut kecerahan mie kering substitusi jagung selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 18. Pola grafik penurunan mutu pada ketiga kondisi suhu penyimpanan terlihat berhimpitan satu sama lain. Hal ini menunjukkan bahwa atribut/parameter kecerahan cenderung tidak sensitif terhadap perubahan suhu. Kenaikan suhu diketahui tidak memberikan perubahan penurunan mutu yang berarti diantara ketiga jenis kondisi penyimpanan sampel.

Gambar 18. Perubahan Mutu Atribut Kecerahan Selama Penyimpanan Hasil analisis sidik ragam ANOVA menunjukkan bahwa sampel berpengaruh nyata terhadap skor mutu atribut kecerahan pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 18). Uji lanjutan Duncan memperlihatkan bahwa sampel mie jagung yang disimpan pada ketiga suhu penyimpanan (37oC, 45oC dan 50oC ) tidak berbeda nyata satu sama lain.

Pengukuran terhadap atribut kecerahan mie kering jagung substitusi memperlihatkan pola nilai konstanta penurunan mutu (k) yang memiliki kecenderungan meningkat. Nilai k pada suhu penyimpanan 37oC, 45oC dan 50oC masing-masing sebesar 0.076. 0.088 dan 0.089.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 7 14 21 28 35 skor mutu kecerahan

waktu penyimpanan (hari ke-)

suhu 37 suhu 45 suhu 50

57 Adanya tren peningkatan nilai k ini diperkirakan akan memberikan model Arrhenius yang cukup tinggi nilai koofisien korelasinya (R2).

c. Atribut Kerapuhan

Atribut/parameter mutu lain yang dianalisis pada pendugaan umur simpan produk mie kering substitusi jagung adalah atribut tekstur (kerapuhan). Hasil pengamatan bersama panelis memperlihatkan bahwa mie kering jagung substitusi yang telah lama disimpan mengalami penurunan mutu tekstur menjadi lebih rapuh dan hancur.

Hasil sensori terhadap atribut kerapuhan mie jagung selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 19. Berdasarkan grafik tersebut. diketahui bahwa pola data penurunan mutu sampel pada 3 kondisi suhu penyimpanan cenderung terlihat menyebar dan tidak beraturan. Hal ini menunjukkan bahwa atribut/parameter mutu ini dikatakan kurang sensitif terhadap perubahan suhu.

Gambar 19. Perubahan Mutu Atribut Kerapuhan Selama Penyimpanan Berdasarkan analisis sidik ragam ANOVA. diketahui bahwa sampel tidak berpengaruh nyata terhadap skor mutu atribut kerapuhan pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 19). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sampel mie jagung yang disimpan pada ketiga suhu penyimpanan (37oC, 45oC dan 50oC ) tidak berbeda nyata satu sama lain. Pengukuran terhadap atribut kerapuhan mie kering substitusi jagung memperlihatkan pola nilai konstanta penurunan mutu (k) yang juga tidak memiliki kecenderungan meningkat. Nilai k pada suhu

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 7 14 21 28 35 skor mutu ker a puhan

waktu penyimpanan (hari ke-)

suhu 37 suhu 45 suhu 50

58 penyimpanan 37oC, 45oC dan 50oC masing-masing sebesar 0.088. 0.086 dan 0.111. Nilai k dengan pola turun naik ini diperkirakan kurang dapat memberikan model persamaan Arrhenius yang baik, sehingga dapat dikatakan pula bahwa atribut ini bukanlah atribut/parameter penduga umur simpan yang baik.

d. Atribut Aroma Tengik

Atribut aroma tengik pada penelitian ini merupakan salah satu atribut/parameter mutu kritis mie kering jagung substitusi yang utama. Penolakan produk mie jagung substitusi oleh konsumen diduga karena adanya off odor (ketengikan). Menurut Nawar (1996), hasil utama autooksidasi dan oksidasi asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat adalah malonaldehida. Penetapan atribut aroma sebagai parameter mutu kritis utama diperkuat oleh hasil pengamatan yang memperlihatkan penurunan mutu mie kering jagung substitusi terutama disebabkan oleh timbulnya aroma tengik (Tabel 10). Hasil evaluasi atribut aroma oleh panelis dapat dilihat pada Lampiran 6.

Gambar 20 menunjukkan terjadinya peningkatan skor mutu atribut aroma tengik selama lima minggu pada masing-masing suhu penyimpanan. Peningkatan nilai skor pada suhu 50oC terlihat lebih tajam dibandingkan kedua suhu penyimpanan lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nawar (1996) bahwa laju oksidasi akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu. Peningkatan laju oksidasi ini menyebabkan semakin banyaknya pelepasan molekul volatil penyebab ketengikan, sehingga panelis mulai dapat merasakan tengik (off odor) pada produk (Prasetiawati, 2009).

59

Gambar 20. Perubahan Mutu Atribut Aroma Tengik Selama Penyimpanan

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam ANOVA, diketahui bahwa sampel berpengaruh nyata terhadap skor mutu atribut aroma tengik pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 20). Uji lanjutan Duncan memperlihatkan bahwa sampel mie jagung yang disimpan pada masing-masing suhu penyimpanan berbeda nyata satu sama lain pada taraf α 0.05.

Hasil pemplotan grafik penurunan mutu (Lampiran 13) menunjukkan bahwa nilai R2 pada ordo nol lebih besar dibandingkan dengan ordo satu. Oleh karena itu, pendugaan umur simpan pada parameter/atribut aroma tengik selanjutnya dilakukan dengan mengikuti ordo reaksi nol.

Pada ordo nol, nilai slope atau kemiringan yang diperoleh dari grafik masing-masing tingkatan suhu menyatakan nilai konstanta penurunan mutu produk (k). Hasil penelitian menunjukkan pola nilai k yang memiliki kecenderungan meningkat. Nilai konstanta penurunan mutu atribut aroma tengik pada suhu penyimpanan 37oC, 45oC dan 50oC masing-masing sebesar 0.054, 0.066 dan 0.092.

Semakin meningkatnya nilai k pada kondisi penyimpanan suhu yang lebih tinggi menunjukkan semakin tingginya laju penurunan mutu produk pada penyimpanan suhu yang semakin tinggi. Adanya tren

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 7 14 21 28 35 skor mutu aroma

waktu penyimpanan (hari)

suhu 37 suhu 45 suhu 50

60 peningkatan nilai k ini diperkirakan akan memberikan model Arrhenius yang cukup tinggi nilai koofisien korelasinya (R2).

e. Atribut Rasa

Atribut/parameter organoleptik produk mie kering substitusi jagung setelah rehidrasi yang dianalisis selama periode penyimpanan adalah atribut rasa menyimpang. Berdasarkan hasil pengamatan pada saat pelatihan panelis, diketahui bahwa mie jagung kategori rusak ternyata memiliki penyimpangan karakteristik atribut rasa yang cukup jelas. Sebagian besar panelis mampu mendeteksi adanya rasa mie yang menyimpang, yaitu kecenderungan mengarah pada rasa pahit.

Perubahan mutu atribut rasa mie kering jagung substitusi selama periode penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 21. Grafik tersebut memperlihatkan bahwa pola peningkatan skor mutu sampel pada tiga kondisi suhu penyimpanan memiliki kecenderungan yang sama. Peningkatan skor mutu pada sampel dengan suhu penyimpanan 50oC terlihat lebih tajam dibandingkan dengan sampel pada kedua suhu penyimpanan lainnya. Hal ini menunjukkan hubungan yang sesuai bahwa penyimpanan sampel pada kondisi suhu penyimpanan lebih tinggi (50oC) akan menghasilkan pembentukan senyawa oksidatif off flavor yang lebih jelas terlihat pula. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa atribut/parameter mutu ini dikatakan cenderung cepat dan sensitif terhadap perubahan suhu.

Gambar 21. Perubahan Mutu Atribut Rasa Selama Penyimpanan 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 7 14 21 28 35 sk or mut u ra sa

waktu penyimpanan (hari)

suhu 37 suhu 45 suhu 50

61 Hasil analisis sidik ragam ANOVA menunjukkan bahwa sampel berpengaruh nyata terhadap skor mutu atribut rasa pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 21). Uji lanjutan Duncan memperlihatkan bahwa pada taraf α 0.05 sampel mie jagung yang disimpan pada suhu penyimpanan 37oC dan 45oC berbeda nyata dengan sampel pada suhu penyimpanan 50oC. Begitu pula halnya dengan sampel yang disimpan pada suhu penyimpanan 45oC dan 50oC berbeda nyata dengan sampel pada suhu penyimpanan 37oC. Namun, diantara dua sampel pada suhu penyimpanan 37oC dan 45oC serta 45oC dan 50oC keduanya tidak berbeda nyata satu sama lain.

Pengukuran atribut rasa mie kering jagung substitusi memperlihatkan pola nilai konstanta penurunan mutu (k) yang memiliki kecenderungan naik. Nilai k pada suhu penyimpanan 37oC, 45oC dan 50oC masing-masing sebesar 0.035, 0.048 dan 0.093. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa atribut/parameter mutu yang memiliki model matematika cukup baik ini sesuai bila digunakan untuk menduga umur simpan produk.

f. Bilangan TBA

Pengukuran parameter obyektif bilangan TBA dilakukan terhadap mie kering jagung substitusi untuk mendukung data subyektif atribut organoleptik aroma. Sama seperti halnya parameter subyektif. pengukuran parameter obyektif selama penyimpanan juga dilakukan setiap minggu yaitu pada hari ke- 0, 7, 14, 21, 28 dan 35. Hasil pengukuran bilangan TBA selama periode penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 6.

Grafik pada Gambar 22 menunjukkan bahwa perubahan mutu bilangan TBA mie kering jagung substitusi selama penyimpanan sangatlah tidak beraturan. Hasil uji bilangan TBA seharusnya memiliki kecenderungan meningkat selama penyimpanan akibat peningkatan jumlah molekul malonaldehida hasil oksidasi lemak. Namun demikian,

62 diketahui hal sebaliknya bahwa nilai bilangan TBA yang diperoleh memiliki pola naik turun tidak teratur dan cukup tajam.

Gambar 22. Perubahan Mutu Bilangan TBA Selama Penyimpanan

Hal ini memperlihatkan bahwa parameter bilangan TBA tidak sesuai bila digunakan dalam pendugaan umur simpan produk mie jagung. Dugaan ini diperkuat pula oleh hasil penelitian sejenis yang dilakukan Harnani (2001), bahwa perbedaan suhu penyimpanan yang digunakan (30oC, 40oC dan 50oC) ternyata tidak mempengaruhi terjadinya reaksi oksidasi yang ditunjukkan dengan bilangan TBA.

Pendugaan umur simpan produk dengan parameter bilangan TBA untuk selanjutnya tidak dapat digunakan mengingat pola/tren penurunan mutu selama penyimpanannya yang tidak beraturan. Hal ini diperkirakan dipengaruhi oleh adanya beberapa kelemahan uji TBA menurut Ketaren (1989), bahwa TBA bersifat tidak stabil dan mampu mengalami dekomposisi di bawah kondisi pengujian (yaitu dengan adanya pemanasan dan asam keras), terutama karena adanya peroksida. Hasil degradasi yang terbentuk ini memiliki warna yang sama dengan kompleks TBA-malonaldehida, sehingga dapat menyebabkan terjadinya kesalahan positif.

g. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP)

Pengukuran parameter obyektif KPAP dilakukan terhadap mie kering jagung substitusi untuk mendukung data subyektif atribut

0,000 0,001 0,001 0,002 0,002 0,003 0,003 0,004 0 7 14 21 28 bil TBA (mg MDA/g sa mpe l)

waktu penyimpanan (hari ke-)

suhu 37 suhu 45 suhu 55

63 organoleptik tekstur. Hasil pengukuran nilai KPAP selama periode penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 6.

Sama halnya dengan parameter bilangan TBA, perubahan mutu nilai KPAP mie kering jagung substitusi selama penyimpanan juga sangat tidak beraturan. Hal ini ditunjukkan seperti pada Gambar 23. Pola penurunan mutu nilai KPAP yang naik turun memperlihatkan bahwa parameter ini memang tidak sensitif terhadap kenaikan suhu dan dapat dipastikan akan memiliki nilai koofisien korelasi (R2) yang rendah. Oleh karena itu, parameter mutu nilai KPAP tidak digunakan pula dalam pendugaan umur simpan produk mie kering substitusi jagung.

Gambar 23. Perubahan Mutu Atibut KPAP Selama Penyimpanan

h. Warna-Hunter

Salah satu parameter obyektif penting yang digunakan pada pendugaan umur simpan produk mie kering jagung substitusi adalah parameter warna dengan metode Hunter. Grafik pada Gambar 24 menunjukkan perubahan mutu warna yang terjadi pada produk mie kering jagung selama penyimpanan. Hasil yang diperoleh baik pada nilai kecerahan (L) maupun pada nilai intensitas kuning (b), keduanya tidak memperlihatkan penurunan mutu yang signifikan terhadap perubahan suhu. Oleh karena itu, parameter mutu obyektif warna tidak digunakan pula dalam pendugaan umur simpan produk mie kering jagung substitusi.

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 0 7 14 21 28 35 KPA P (% )

waktu penyimpanan (hari ke-)

suhu 37 suhu 45

64

Gambar 24. Perubahan Mutu Atribut Warna-Hunter Selama Penyimpanan