BAB II KERANGKA PEMIKIRAN
A. Profil KH. Muhammad Idris Jauhari
3. Kiprah Dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari
Dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari di luar PP. Al-amien adalah seperti mengadakan kelompok-kelompok pengajian, dakwah bil hal-nya seperti mengadakan Bitul Mal Wat Tamwil, berupa gerakan-gerakan sosial yang dilakukan oleh PP. Al-amien kepada masyarakat. Dan dakwah bil kitabah KH. Muhammad Idris Jauhari menyukai tulis-menulis, seperti mengarang buku, yakni salah satunya adalah buku Dzikrullah sepanjang waktu.1
1
Wawancara bersama KH. Muhammad Idris Jauhari di PP. Al-Amien, Prenduan, Sumenep, Madura. Pada tanggal 15 Maret 2010
Selama mengurus pondok pesantren Al-Amien, KH. Muhammad Idris Jauhari lebih banyak memperhatikan pengembangan pondoknya. Dari pengajaran dan pendidikan yang berikannya kepada santrinya dengan harapan bahwa kelak kemudian hari pada santrinya bisa menggantikan kedudukannya sebagai da’i di desanya masing-masing sebagai petugas agama dalam komunitas Islam, sehingga dengan demikian akan menjamin dakwah Islam melalui pengajaran dan pendidikan. Di samping itu KH. Muhammad Idris Jauhari beranggapan bahwa mendidik santri adalah merupakan suatu tugas yang mulia. Oleh karenanya mendidik santri sudah merupakan suatu hobi pada dirinya. Untuk itu KH. Muhammad Idris Jauhari lebih menyenangi dan lebih memfokuskan perhatiannya kepada pendidikan dan pengembangan pondoknya dengan tidak meninggalkan dakwahnya kepada masyarakat.
Dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari adalah melalui dakwah Lembaga Sosial yaitu melalui pendidikan sosial yang berbentuk Pondok Pesantren yang di dalamnya diajarkan ajaran Islam secara praktis atau praktek sehari-hari. Metode ini agar masyarakat menjadikan tradisi mengamalkan ajaran Islam secara sadar ataupun tidak sadar karena sudah menjadi kebiasaan yang diterapkan dalam sistem pendidikan pesantren tersebut, seperti prakata “Ala bisa karena biasa”. Sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam, pondok pesantren harus membawa misi da’wah Islamiyah. Segala kegiatan yang dilaksanakan harus selalu berada dalam dan tidak lepas dari konteks dakwah itu sendiri. Sekali pun fungsi dan misi utama pesantren adalah mendidik santri atau mendidik orang agar menjadi santri. tetapi bukan berarti pondok pesantren harus melepaskan diri dari persoalan-persoalan aktual yang berkembang di tengah-tengah masyarakat.
Dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari yaitu melalui kaderisasi atau pengkaderan santriwan dan santriwati dari PP. Al-Amien Prenduan Madura, ketika mereka berada di kelas 6 Mu’allimin yang setingkat dengan kelas 3 Madrasah Aliyah mereka disebar ke tempat-tempat sekitar Madura yang masih kurang Ilmu ke-Islamannya. Hal ini menunjukkan bahwa Pondok pesantren harus memiliki kepedulian yang tinggi terhadap masalah-masalah masyarakat dan melibatkan diri secara aktif dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan (dakwah praktis). Sebab jika tidak demikian, berarti pesantren telah menafikan dirinya sebagai sebuah lembaga yang berasal dari, dikelola oleh dan melaksanakan misinya untuk masyarakat. Hanya saja, kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang dilakukan pesantren harus tetap berhulu dan bermuara pada dasar, bingkai dan tujuan-tujuan pendidikan, sebagai misi dan tugas utama pesantren. Metode pengkaderan ini juga pernah dilakukan oleh para Wali Songo, contohnya seperti Sunan Ampel memerintahkan Raden Fatah untuk berhijrah ke hutan Bintara, membuka hutan tersebut dan membuat kota baru, dan kota tersebut bernama Demak.
Beberapa kenyataan tentang hakikat pondok pesantren sebagai berikut:
a. Pondok pesantren berdiri atas niat untuk memberikan pendidikan dan pengajaran tentang agama Islam kepada masyarakat, sehingga karenanya pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam.
b. Misi dan fungsi pondok pesantren tidak bisa dilepaskan dari misi dan fungsi dakwah Islamiyah, sebagai kelanjutan dari risalah yang telah dirintis oleh para Nabi dan Rasul.
c. Seluruh penghuni pesantren selalu memiliki niat yang sama, yaitu semata-mata untuk beribadah, mengabdi, berjuang dan berkorban li-i'laai kalimatillah. Karenanya pesantren bisa disebut sebagai lembaga pengabdian, perjuangan dan pengorbanan.
d. Nilai-nilai dasar, jiwa, dan tradisi-tradisi yang menjadi landasan dan dikembangkan di pesantren adalah Islami, tarbawi dan ma’hadi.
e. Pondok pesantren berasal dari kebudayaan asli bangsa Indonesia dan hanya ada, di Indonesia. Karenanya, ia selalu memiliki komitmen yang kuat dengan budaya dan konsensus-konsensus bangsa, serta memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pembangunan bangsa yang sedang berlangsung.
f. Pondok pesantren selalu berdiri atas kehendak atau inisiatif santri dan masyarakat, dikelola oleh santri bersama masyarakat, dan menjalankan misinya untuk kepentingan masyarakat. Karena itu, pondok pesantren memiliki kepedulian yang tinggi pada masalah-masalah kemasyarakatan dan para penghuninya selalu hidup harmonis dengan masyarakat sekitarnya.
g. Pondok pesantren selalu dipimpin oleh seorang kyai yang berwibawa, dihormati dan diteladani oleh santri dan masyarakat sekitarnya, yang sejak awal memang sudah diakui otoritas dan kapasitas iman, akhlak. ilmu dan amaliyahnya.
h. Kehidupan di pesantren selalu dilandasi oleh akidah, syariah, dan akhlak Islam, yang realisasinya disesuaikan dengan tradisi dan kondisi masyarakat setempat.
i. Kehidupan di pesantren selalu berlangsung dalam pancaran Pancajiwa Pesantren, yaitu keikhlasan, kesederhanaan, kekeluargaan dan persaudaraan, kemandirian dan kepercayaan diri, serta kemerdekaan dan kebebasan yang bertanggung jawab.
j. Segala kegiatan di pesantren berlangsung dalam bentuk tradisi atau sunnah yang berjalan secara otomatis, bukan sekedar aturan atau slogan kosong.
k. Tradisi dan sunnah tersebut menyangkut hubungan antara kyai dengan santri, antara sesama santri, dan antara kyai dan santri dengan masyarakat sekitar.
l. Di lingkungan pesantren selalu ada dua sarana pendidikan yang paling pokok, yaitu masjid atau langgar tempat seluruh penghuninya beribadah dan belajar, serta pondokan atau asrama tempat para santri tinggal sehari-hari. Sedangkan sarana-sarana yang lain biasanya berkembang secara bertahap.
m. Segala kegiatan dan kebutuhan para santri sehari-hari selalu diatur dan dikelola oleh para santri sendiri secara koperatif dan dalam bentuk self govement.
Dari hal itulah terlihat sebuah dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari dalam mendirikan dan mengasuh Pondok Pesantren yang sangat besar tanggung jawabnya. Baik kepada santrinya, masyarakat yang percaya untuk menyerahkan anak-anaknya untuk dididik ilmu agama dan tanggung jawab yang lebih besar lagi adalah kepada Allah SWT.