• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Kisah Hidup

Ibu mana yang tidak sayang kepada anaknya, bagaimanapun kondisi sang anak adalah naluri seorang ibu untuk menumpahkan kasih sayang penuh terhadap anaknya. Tak terkecuali Ibu Umi yang menurut saya orang hebat dari salah satu mahasiswa IAIN Salatiga yang bernama Lilik Supriyono, Ibu dari seorang anak yang berkebutuhan khusus lebih tepatnya tuna daksa. Lilik merupakan anak ke empat dari empat bersaudara dan ketiga kakanya terlahir normal.

Sejak lahir Lilik sudah dilahirkan dalam keadaan cacat dengan tidak mempunyai tangan sebelah kanan tangan sebelah kiri hanya mempunyai tiga jari dan itu berukuran pendek. Menurut cerita bu Umi ketika beliau mengandung tidak mengetahui sama sekali karena memang pendidikan beliau dan pengetahuannya masih rendah bahkan pendidikan sekolah dasar saja tidak lulus, beliau sadar akan kehamilannya ketika janin berusia 4 bulan (W6 R1 1).

Dari dalam kandungan sudah ada proses kejanggalan, yaitu saat proses bayi bergerak pada usia 4 bulan karena di tiupkannya ruh, ini tidak bergerak sama sekali seperti bayi pada umumnya, dan baru mulai

bergerak pada kandungan usia 8 bulan itupun hanya sekali. Dari keluarganya tidak ada riwayat tunadaksa sama sekali (W6 R1 5).

Setelah Lilik dilahirkan, ayah kandungnya pergi meninggalkan dia dan keluarganya alasannya untuk bekerja di Malaysia. Dari penuturan orang-orang sekitar dan tetangga beliau pergi karena tidak sanggup untuk menerima kelahiran Lilik dalam keadaan seperti itu. Lilik kecil hingga usia 6 tahun hanya dibesarkan oleh ibu dan kakek neneknya. Karena ayah kandungnya tidak menafkahi maka ibu yang banting tulang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan bekerja di Semarang seminggu atau sebulan sekali pulang.

Lilik tumbuh seperti anak normal pada umumnya mulai bisa jalan dalam usia 10 bulan. Dan hebatnya dalam usia 12-20 bulan sudah bisa menulis, Lilik tergolong anak yang aktif dan cerdas. Pada usia anak-anak dia juga mempunyai banyak teman bermain seperti anak normal pada umumnya. Walaupun banyak teman-temannya yang suka mem-bully dengan ejekan, perlakuan yang tidak semestinya.

Dalam bergaul Lilik tergolong anak yang supel banyak mempunyai teman dia suka bercanda gampang akrab dengan teman, ketika ia dibully dia hanya diam tidak pernah membalas. Namun, terkadang Lilik tidak kuat menahan emosi karena dengan faktor usia yang juga masih anak-anak ketika dibully ia marah dan perasaan minder itu terus muncul hingga Lilik pernah berantem dengan teman yang mem-bully karena saking tidak sanggupnya menahan emosi.

Bahkan kakak kandungnya malu memiliki adik seperti Lilik dengan keadaan seperti itu, bu Umi tidak hentinya memberi nasihat pada kakaknya. Namun dengan berjalannya waktu dan dukungan semangat serta rasa percaya diri yang besar ditumbuhkan oleh sang ibu, Lilik semakin faham tidak sering marah lagi ketika dibully. Sifat minder juga sirna dari sikapnya, walaupun melalui proses yang sangat panjang.

Untuk melakukan aktifitas sehari-hari Lilik tidak mempunyai banyak kendala semisal makan, minum, mandi, mencuci, menimba air, bersepeda, bahkan menyetir sepeda motor dan menyetir mobil bisa ia lakukan. Walaupun sulit untuk meyakinkan kedua orang tua dan keluarganya supaya diizinkan menyetir motor dan mobil. Namun yang tidak bisa ia lakukan hingga saat ini adalah mengancingkan kancing baju paling atas karena ukuran tangan yang pendek. Ia selalu minta bantuan orang di sekelilingnya (W6 R1 10).

Lilik merupakan anak yang berbakat dan bisa disebut mandiri, karena dengan kondisi dia yang tunadaksa ia sudah bekerja dan menghasilkan uang tanpa membebani orang tua, sejak di bangku sekolah dasar kelas 3 ia sudah menggantikan guru kelas 1 semisal guru lagi ada kepentingan, semisal membacakan cerita menulis dipapan tulis. Lilik juga sudah menjadi guru les privat teman-teman di sekitarnya. Ia juga rajin dan selalu membantu orang tua dalam keadaan apapun.

Hingga dewasa ini ia hidup mandiri, dengan mempunyai beberapa pekerjaan. Dia sebagai guru SD, SMP, dan SMA di daerah rumahnya dia bekerja disalah satu shorum di Semarang. Dia juga menjadi sekertaris kepala desa di rumahnya. Memiliki usaha bengkel audio musik untuk membantu kakaknya, hingga setelah lulus dari bangku SMA Lilik berhenti satu tahun untuk bekerja karena jika kuliah orang tuanya tidak sanggup memberi biaya hidup untuknya (W6 R1 20).

Walaupun Lilik sudah diterima dibeberapa universitas dan mendapatkan beasiswa bidikmisi, akan tetapi orang tua memang tidak sanggup untuk membiayai biaya hidup sehari-harinya. Disisi lain orang tua juga tidak bisa mengizinkan kalau Lilik kuliah terlalu jauh dari orang tuanya. Tidak bisa dipungkiri akhirnya Lilik memutuskan untuk bekeja di Kalimantan dan Bogor ,bekerja disalah satu kantor arsitek sebagai tenaga design grafis.

Mengenai pendidikan sejak SD Lilik sudah sekolah disekolah formal atau umum, ia juga banyak mempunyai prestasi dengan mengikuti beberapa lomba. Lomba dimulai ketika ia duduk di bangku sekolah dasar ia juara pertama dalam lomba bidang pendidikan, Lomba melukis yang diawali tingkat kecamatan sampai nasional, mulai berlanjut SMP tepatnya kelas 2 ia meraih juara pertama dalam bidang catur tingkat kabupaten hingga melaju sampai tingkat nasional. Hobi catur itu ia kembangkan hingga sekarang.

Sewaktu SMP ia juga mempunyai banyak prestasi dalam bidang pendidikan, hingga berlanjut ketingkat SMA, setelah lulus Lilik melanjutkan sekolah perguruan tinggi dan ia pun kuliah disalah satu perguruan tinggi di Salatiga tepatnya IAIN Salatiga. Prestasi itu tidak berhenti ditingkat SMA saja, ia juga mewakili kampus mengikuti lomba dalam bidang catur se-IAIN di kota Palu Sulawesi Tengah. Dan meraih juara dua (W6 R1 30).

2. Rahmat

Menyambung dari kisah hidup Lilik tadi, terdapat kisah dari seorang mahasiswa yang bernama Rahmat. Salah satu mahasiswa bidikmisi dari FTIK PAI IAIN Salatiga. Ia juga mengalami tunadaksa yang memiliki niat dan usaha yang kuat dalam menggapai semua cita- citanya, dia akan berusaha semaksimal mungkin untuk meraihnya, menggapainya, dan memenuhinya.

Sejak lahir Rahmat tidak memiliki tangan kiri yang sempurna hanya berukuran pendek dan tidak mempunyai jari, menurut penuturannya tidak ada keturunan tunadaksa dikeluarganya. Rahmat merupakan anak ke lima dari enam bersaudara. Ia tumbuh seperti anak normal pada umumnya, ketika sang ibu mengandung juga tidak ada firasat yang aneh atau kejanggalan apapun(W2 R2 5).

Dalam masalah keluarga internal, kelahiran Rahmat justru tidak membuat keluarga bersikap sedih atau tidak menerima kehadirannya di

Allah berikan di tengah-tengah keluarganya. Tidak ada kesenjangan apapun dengan kondisi Rahmat. Justru banyak orang disekitar Rahmat yang sangat mendukung perkembangan dan pertumbuhannya. Hal yang paling menguatkan adalah keluarga Ayah, Ibu dan Kakaknya. lingkungan sekitar seperti saudara dan tetangga juga tidak menganggap kalau Rahmat itu berbeda.

Ketika kecil teman-teman bermain Rahmat juga banyak, mereka bermain seperti halnya anak pada umumnya. Tidak ada yang menanggap aneh dengan keadaan Rahmat tidak ada yang mem-bully. Rahmat juga merupakan anak yang periang dan mudah bergaul ia merasa seolah-olah tidak memiliki kekurangan pada dirinya.

Mindset yang orang tua tumbuhkan pada Rahmat mulai sejak kecil adalah bahwa ia tidak memiliki kekurangan apapun. Jadi rasa minder itu justru malah tidak ada mulai dari ia kecil hingga dewasa ini, walaupun ada rasa minder sedikit yang terkadang masih menyelinap tetapi dengan berjalannya waktu perasaan itu sedikit demi sedikit hilang. Karena apa yang orang normal bisa lakukan Rahmat bisa melakukan.

Orang-orang yang ada di sekitar Rahmat khusunya tetangga masyarakat di desanya mengagumi Rahmat karena walaupun dengan keadaan Rahmat yang memiliki satu tangan kanan yang sempurna dan tangan kirinya hanya berukuran pendek ia bisa terampil bisa melakukan semua hal sama seperti orang normal. Tetangga juga sangat

care dengan Rahmat, itu pula penambah rasa percaya dirinya semakin tinggi.

Untuk melakukan aktifitas sehari-hari Rahmat tidak

mempunyai kesulitan, walaupun dulu waktu kecil ia sedikit mengalami kesulitan karena memang usia yang masih kecil dan belum bisa mandiri. Dengan berjalannya waktu sudah hilang dan mulai bisa melakukan segala aktifitas contohnya menimba, naik sepeda motor, sepeda. Rahmat bisa melakukan semua aktifitas yang orang normal bisa lakukan.

Berbeda dengan Lilik, untuk aktifitas di luar kampus seperti mengajar atau les privat untuk saat ini Rahmat belum ada. Namun dalam waktu dekat ini ia akan mengajar TPQ dan les privat mengaji.

Mengenai pendidikan Rahmat tidak berbeda dengan Lilik, sejak bangku sekolah dasar hingga kuliah ia menuntut ilmu disekolah formal. Walaupun Ketika kelas satu MI guru dari SLB menyarankan Rahmat untuk sekolah di SLB, namun orang tua dan kakak Rahmat menentang keras. Rahmat pernah mempunyai pengalaman ketika lulus sekolah dasar dari kepala desa mengundang Rahmat dalam acara diklat

penca “pendidikan orang cacat”. Disitu ada kegiatan menjait, mengobras, dan lain-lain. Rahmat diberi peralatan menjait juga.

Ia juga termasuk siswa yang berprestasi disekolahnya, ketika MI pernah mengikuti lomba olimpiade MIPA MI dan MIN tingkat

kecamatan dan meraih juara satu. Dan meraih juara tiga lomba cerdas cermat MI tingkat kecamatan, juara satu tilawah tingkat kecamatan.

Setelah lulus dari bangku menengah atas, Rahmat melanjutkan ke jenjang pendidikan perguruan tinggi. Ia mencoba mendaftar beasiswa bidikmisi di IAIN Salatiga, dengan beberapa syarat yang ditentukan dari kampus dan persaingan yang ketat dari beberapa mahasiswa yang mendaftarkan beasiswa ini, akhirnya Rahmat diterima dan mendapatkan beasiswa bidikmisi.

Karena menjadi mahasiswa bidikmisi berbeda dengan mahasiswa reguler pada umumnya, mengapa tidak karena mahasiswa bidikmisi dituntut setiap semesternya mendapatkan IPK cumlaude. Berkesinambungan dengan hal tersebut maka disemester 4 ini Rahmat meluangkan waktu liburan dari kampus untuk kursus bahasa inggris di Pare Jawa Timur.

Dokumen terkait