PRESTASI MAHASISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS
DI IAIN SALATIGA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
OLEH
SOFYA CHAIRUNNISA
NIM: 11111089
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA (IAIN)
SALATIGA
PRESTASI MAHASISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS
DI IAIN SALATIGA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
OLEH
SOFYA CHAIRUNNISA
NIM: 11111089
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA (IAIN)
SALATIGA
MOTTO
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu,
dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya
PERSEMBAHAN
Seribu nama takkan cukup mewakili persembahan skripsi ini...
Bapak dan Ibundaku tercinta, Abdul Manaf dan Amiratul Muflichah yang telah dipilih Allah untuk aku
dititipkan dalam kehidupannya, yang berkorban tanpa letih dan pamrih demi
kesuksesan putrinya.
Adikku, Muhammad Alfaniam Alfaied
Imamku, Muhammad Hanif Jefriyan yang mampu membuatku jatuh cinta berkali-kali,
Para guru dan kiyaiku...
Sebuah keistimewaan bagi Icha, karena telah dididik oleh orang-orang
istimewa seperti kalian.
Sahabat-sahabat terkasih..
Sungguh berada di sisi kalian adalah luar biasa.
Peri-peri kecilku yang tak henti membuatku berimajinasi,
Dan untuk semua…
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah Swt.
Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat diberikan
kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga
tercurah kepada Rasulullah Saw, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.
Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi
syarat guna untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan Islam. Skripsi ini adalah
“PRESTASI MAHASISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS DI IAIN
SALATIGA”. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai pihak yang telah
memberikan dukungan moril maupun materiil. Dengan penuh kerendahan hati,
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
3. Ibu Siti Rukhayati M.Ag. , selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
(PAI).
4. Ibu Dr. Muna Erawati M.Si. sebagai Dosen Pembimbing skripsi yang telah
memberikan bantuan dan bimbingan dengan ikhlas dan sabar serta
pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk
5. Ibu Siti Farikhah, M.Pd. selaku Dosen pembimbing akademik yang telah
membantu peneliti selama menuntut ilmu di IAIN Salatiga.
6. Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang telah membekali berbagai ilmu
pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini.
7. Karyawan-karyawati IAIN Salatiga yang telah memberikan layanan serta
bantuan.
8. Sahabat-sahabatku Zizul, Anul, Titik, Ema, Mba Diyah, Mba Fajar, Mba
Feny terima kasih atas dukungan, motivasi serta inspirasinya.
9. Teman-teman seperjuangan angkatan 2011, khususnya teman-teman PAI C
Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian
skripsi ini semoga amal kebaikannya diterima di sisi Allah Swt.
Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah Swt serta
mendapatkan balasan yang berlipat ganda amiin. Peneliti sadar bahwa dalam
penulisan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, dengan kerendahan hati peneliti mohon saran dan kritik yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan penelitian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi peneliti pada khususnya maupun pembaca pada umumnya dan
memberikan sumbangan bagi pengetahuan dunia pendidikan. Aamiin ya robbal
„alamiin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
ABSTRAK
Chairunnisa, Sofya. 2015. Profil Mahasiswa Berkebutuhan Khusus di IAIN
Salatiga. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Muna Erawati, M.Si..
Kata Kunci: Prestasi, Mahasiswa Berkebutuhan Khusus, Tunadaksa
Anak berkebutuhan khusus apapun jenis dan karakteristiknya, bukanlah suatu aib yang harus disembunyikan. Anak berkebutuhan khusus berhak mendapatkan layanan pendidikan sebagaimana yang didapatkan oleh anak normal, Seperti yang dijelaskan juga dalam undang-undang No.20 tahun 2003 memberi landasan yang kuat bahwa anak berkelainan semestinya berhak memperoleh kesempatan yang sama sebagaimana yang diberikan kepada anak normal lainnya dalam hal pendidikan dan pengajaran hingga jenjang pendidikan tinggi. Seperti halnya dalam perguruan tinggi keagamaan islam negeri (PTKIN). Walaupun IAIN Salatiga menerima calon mahasiswa berkebutuhan khusus tetapi beberapa kondisi dimana fasilitas belajar kampus belum memadai bagi mahasiswa berkebutuhan khusus. Hal ini mendorong peneliti mengenai beberapa pertanyaan sebagai berikut. : 1. Bagaimana penyesuaian diri dan sosial mahasiswa berkebutuhan khusus di IAIN Salatiga. 2. Hambatan-hambatan apa saja yang dialami mahasiswa berkebutuhan khusus baik internal maupun eksternal di IAIN Salatiga. 3. Bagaimana prestasi akademik dan non akademik mahasiswa berkebutuhan khusus. 4. Harapan yang dicita-citakan mahasiswa berkebutuhan khusus.
Penelitian ini merupakan penelitian pendekatan deskriptif kualitatif. Pendekatan ini digunakan karena data yang dikumpulkan berupa kata-kata, dan bukan angka-angka. Data yang berasal dari naskah, wawancara, catatan, lapangan, dokumentasi, dideskripsikan sehingga sehingga dapat memberikan kejelasan terhadap keadaan atau realitas. Sedangkan dalam pengumpulan datanya menggunakan metode wawancara mendalam (Depth interview) wawancara mendalam (depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL ... i
LEMBAR BERLOGO ... ii
JUDUL ... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
PENGESAHAN KELULUSAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... .. vi
MOTTO ... vii
PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
ABSTRAK ... xi
DAFTAR ISI ...xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
G. Sistematika Penulisan Skripsi ... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 14
A. Percaya Diri ... 14
1. Pengertian Percaya Diri ... 14
2. Ciri-ciri Seseorang Percaya Diri ... 15
B. Interaksi Sosial ... 15
1. Pengertian Interaksi Sosial ... 16
2. Faktor-faktor Terjadinya Interaksi Sosial ... 16
C. Teori Dasar Kepribadian ... 17
1. Faktor yang Mempengaruhi Teori Kepribadian ... 18
D. Perkembangan Emosi ... 18
1. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi ... 19
2. Pola-pola Emosi yang Umum ... 19
E. Anak Berkebutuhan Khusus ... 22
1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus ... 22
2. Jenis Anak Berkebutuhan Khusus ... 23
F. Pengertian, Karakteristik, dan Masalah Perkembangan Tunadaksa 27 1. Pengertian Tunadaksa ... 27
2. Cacat Fisik ... 29
3. Klasifikasi Tunadaksa ... 29
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ... 38
A. Kisah Hidup ... 38
1. Lilik Supriyono………. ... 38
2. Rahmat……….. ... 42
B. Temuan Penelitian ... 45
1. Cara Menyesuaikan Diri……… .. 45
2. Hambatan-hambatan……….. .. 48
3. Hasil Prestasi……….. . 48
4. Harapan dan Cita-cita………. . 50
C. Pendapat Orang Terdekat………. 50
1. Karakter yang Paling dikenal……….. 50
2. Cara Menjaga Percaya Diri……….. 51
3. Mengagumkan……….. 51
4. Hasil Prestasi Akademik Non Akademik………. 51
5. Harapan dan Cita-cita………... 52
BAB IV ANALISIS DATA ... 53
A. Cara Menyesuaikan Diri ... 53
B. Hambatan-hambatan ... 56
C. Prestasi Akademik dan Non Akademik……… 57
D. Harapan yang diCita-citakan………. 60
BAB IV PENUTUP ... 61
A. Kesimpulan ... 61
B. Saran ... 62
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Tugas Pembimbing Skripsi
Lampiran 2 Daftar Nilai SKK
Lampiran 3 Lembar Bimbingan Skripsi
Lampiran 4 Riwayat Hidup Penulis
Lampiran 5 Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 6 Surat Keterangan Setelah Penelitian
Lampiran 7 Surat Keterangan Nama Responden diPublikasikan
Lampiran 8 Verbatim
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia diciptakan oleh Sang Khaliq diturunkan ke dunia ini
dilengkapi dengan berbagai perangkat dan potensi. Baik dalam arti fisik
maupun non fisik, semua diciptakan Allah Swt sesuai dengan porsinya agar
manusia dapat mengembangkan diri sebaik mungkin dan dapat mengabdi
kepada Tuhan dengan sepenuhnya.
Ketika dokter mengabarkan ke dunia adalah saat-saat yang pasti
membahagiakan dalam hidup anda sebagai orang tua. Namun bagaimana jika
ternyata anak anda tersebut dilahirkan dengan “kekurangan”, kekurangan
karena tidak memilki anggota tubuh yang lengkap seperti orang normal
kebanyakan atau kekurangan-kekuranngan lain. Anak tersebut biasa disebut
dengan anak berkebutuhan khusus (ABK). Sebagai orang tua seharusnya anda
berbangga hati karena anda dipilih untuk menjadi orang tua dari anak yang
terlahir “istimewa” jadikan “kekurangan” anak tersebut bukan halangan untuk
meraih masa depannya (Smart, 2010: 6).
Anak berkebutuhan khusus merupakan anak dengan karakteristik khas
yang berbeda dengan anak pada umumnya yang menunjukkan kelainan pada
aspek fisik, mental kognitif, emosi dan sosial. Yang termasuk ABK antara
lain:tuna rungu, tuna grahita, tuna netra, tuna daksa, tuna laras, kesulitan
Pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam kehidupan
suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.
Karena bagaimanapun juga, pendidikan merupakan sarana untuk mencetak
Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas (Suhartono, 2008: 43).
Pendidikan merupakan hak dan kewajiban bagi setiap individu untuk
memanfaatkan semua potensi yang dimilikinya. Maka sangat wajar apabila
pendidikan memiliki posisi penting dalam kehidupan manusia. Dalam ajaran
islam juga mengutamakan tentang keimanan dan ilmu pengetahuan, hal ini
sesuai dengan firman Allah SWT dalam Q.S Al Mujadalah ayat 11 yang
Artinya: Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya
Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan:
"Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dalam pengertian ayat di atas Allah memerintahkan bahwa hambanya
kedudukan yang penting. Pendidikan juga bermakna luas tidak memandang
fisik seseorang baik dia normal ataupun memiliki keterbatasan fisik, mental,
maupun perilaku, anak berkebutuhan khusus juga berhak mendapatkan
pendidikan.
Seperti yang dijelaskan juga dalam undang-undang No.20 tahun 2003
bagi anak penyandang kelainan, memberi landasan yang kuat bahwa anak
berkelainan perlu memperoleh kesempatan yang sama sebagaimana yang
diberikan kepada anak normal lainnya dalam hal pendidikan dan pengajaran.
Namun, anak berkebutuhan khusus yang hanya mempunyai kelainan
fisik bukan kelainan mental biasa disebut juga dengan “tuna daksa” ada dari
mereka lebih memilih sekolah atau kuliah di lembaga pendidikan umum.
Bukan lembaga pendidikan khusus inklusi maupun SLB dan mereka juga
mempunyai hak pendidikan yang sama seperti orang normal lainnya. Seperti
contohnya di IAIN Salatiga ini ada beberapa dari mahasiswanya yang
berkebutuhan khusus lebih tepatnya “tuna daksa”.
Penulis menyebut bahwa diantara ribuan mahasiswa, terdapat
mahasiswa berkebutuhan khusus yang mempunyai semangat mencari ilmu
walaupun memiliki kekurangan tidak seperti selayaknya orang normal.
Mereka mempunyai sifat percaya diri yang sangat besar malah terkadang kita
yang normal kalah dengan mereka yang memiliki kekurangan. Sepatutnya kita
malu terhadap mereka, contoh terkecil saja mereka bisa berangkat sampai
kampus tepat waktu dengan kekurangan fisik yang mereka miliki sedangkan
bisa bergaul seperti layaknya mereka tidak memliki kekurangan apapun bisa
mempunyai banyak teman itu yang terkadang membuat penulis menitikan air
mata.
Tidak bisa dibayangkan bagaimana mahasiswa berkebutuhan khusus
ini mampu bersaing dengan teman-teman di kampus dalam mengikuti
pembelajaran mata kuliah, mengikuti organisasi di kampus, mempunyai
banyak teman, mampu melakukan hal yang sama dengan orang normal pada
umumnya. Dari ketertarikan diatas penulis berinisiatif untuk menyusun skripsi
dengan judul “PRESTASI MAHASISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS
DI IAIN SALATIGA” B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas dapat diambil rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana penyesuaian diri dan sosial mahasiswa berkebutuhan khusus di
IAIN Salatiga?
2. Apa saja hambatan-hambatan yang dihadapi mahasiswa berkebutuhan
khusus di lingkungan IAIN Salatiga dalam hal :
a. Interaksi/pergaulan internal maupun eksternal dengan teman sebaya
dan lawan jenis?
b. Pembelajaran di kelas dan luar kelas?
3. Bagaimana prestasi akademik dan non akademik yang diperoleh
mahasiswa berkebutuhan khusus selama menjadi mahasiswa di IAIN
4. Apa harapan yang dicita-citakan mahasiswa berkebutuhan khusus?
C. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana cara menyesuaikan diri mahasiswa
berkebutuhan khusus selama di IAIN Salatiga.
2. Untuk mengetahui hambatan apa saja yang dihadapi mahasiswa
berkebutuhan khusus dalam hal interaksi/pergaulan dan pembelajaran di
kelas maupun di luar kelas?
3. Untuk mengetahui bagaimana prestasi akademik dan non akademik
mahasiswa berkebutuhan khusus.
4. Untuk mengetahui harapan yang dicita-citakan mahasiswa berkebutuhan
khusus.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini setidaknya memiliki dua kontribusi,
yaitu:
1. Manfaat teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah dalam
kajian pendidikan islam. Lebih khususnya pada topik pendidikan bagi
peserta berkebutuhan khusus dalam bidang pendidikan islam.
2. Secara praktis
a. Diharapkan bisa menjadi rujukan bagi lembaga pendidikan secara
umum yang memiliki fasilitas dan memberi layanan pendidikan yang
b. Memberikan sumbangan ilmiah bagi kalangan akademis yang
mengadakan penelitian berikutnya maupun mengadakan riset baru
tentang peserta didik berkebutuhan khusus.
E. Penegasan Istilah
1. Anak berkebutuhan khusus
Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khas
yang berbeda dengan anak pada umumnya yang menunjukkan kelainan
pada aspek fisik, mental kognitif, emosi dan sosial. Anak berkebutuhan
khusus terbagi menjadi; tuna rungu, tuna netra, tuna daksa, tuna grahita,
tuna laras, autis, down syndrome, kemunduran (retradasi mental).
Anak berkebutuhan khusus menurut lynch lewis dalam Yusuf dkk
(2003: 7) mengelompokkan anak berkebetuhan khusus menjadi: anak
berkesulitan belajar, gangguan wicara, retradasi mental, gangguan emosi,
gangguan fisik dan kesehatan, gangguan pendengaran, gangguan
penglihatan, dan tuna ganda.
Anak berkebutuhan khusus (ABK) dapat dimaknai dengan
anak-anak tergolong cacat atau menyandang ketunaan, dan juga anak-anak berbakat.
Dalam perkembangannya saat ini konsep ketunaan berubah menjadi
berkelainan (exception) atau luar biasa (Sujiono, 2009: 166).
Mahasiswa berkebutuhan khusus yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah khususnya kelainan pada bagian tangan.
1. Pendekatan dan jenis penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan
deskriptif kualitatif. Pendekatan ini digunakan karena data yang
dikumpulkan berupa kata-kata, dan bukan angka-angka.
Sedangkan yang disebut kualitatif menurut Lexy Moleong adalah
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis, gambar, dan bukan angka, yang mana data diperoleh dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2011: 4). Data yang
berasal dari naskah, wawancara, catatan, lapangan, dokumentasi,
dideskripsikan sehingga sehingga dapat memberikan kejelasan terhadap
keadaan atau realitas.
Dengan demikian laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan
data untuk memberikan gambaran penyajian laporan secara jelas. Dalam
hal ini penulis akan mengkaji permasalahan secara langsung dengan
sepenuhnya melibatkan diri pada situasi yang diteliti dan mengkaji
buku-buku yang berhubungan dengan permasalahan sebagai berikut.
2. Kehadiran Peneliti
Sesuai dengan pendekatan yang digunakan, yakni deskriptif
kualitatif maka kehadiran peniliti dikancah menjadi mutlak adanya.
Karena dalam penelitian kualitatif peneliti menjadi “key instrumen” atau
alat peneliti utama. Peneliti mengadakan sendiri pengamatan atau
wawancara tak berstruktur, sering hanya menggunakan buku catatan.
menggunakan alat rekam atau kamera, dan peneliti tetap memegang
peranan utama sebagai alat penelitian.
3. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian yang dijadikan sebagai objek kajian dalam
penyusunan skripsi ini adalah IAIN Salatiga. Lokasi kampus
mempermudah penulis untuk melakukan observasi dan bertemu langsung
dengan mahasiswa berkebutuhan khusus yang bersangkutan.
4. Sumber data
Sumber data yang digunakan peneliti adalah:
a. Sumber Data Primer (utama)
Sumber data utama adalah sumber informasi yang langsung
mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap pengumpulan
dan penyimpanan data (Ali, 1993: 42).
Digunakan untuk mendapatkan data tentang profil mahasiswa
Berkebutuhan Khusus di IAIN Salatiga. Adapun untuk memperoleh
data dengan melakukan wawancara dengan para informan mahasiswa
berkebutuhan khusus yang mempunyai kelainan tuna daksa untuk
menggali data.
b. Sumber Data Sekunder (pendukung)
Sumber data sekunder adalah sumber data pendukung atau
yang digunakan untuk memperkuat sumber data utama atau data yang
didapat dari sumber bacaan dan berbagai sumber lainnya.
Sumber data pendukung disini adalah buku-buku yang terkait
dengan anak berkebutuhan khusus, tuna daksa, dan buku karya ilmiah
lainnya.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Data diperoleh dengan cara:
a. Wawancara mendalam (Depth interview)
Dalam penelitian dikenal dengan wawancara
mendalam (Hariwijaya 2007: 73-74). Teknik ini biasanya melekat erat
dengan penelitian kualitatif. Wawancara mendalam (depth interview)
adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan
cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan
responden atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa
menggunakan pedoman (guide) wawancara di mana pewawancara dan
informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.
Keunggulannya ialah memungkinkan peneliti mendapatkan jumlah
data yang banyak, sebaliknya kelemahan ialah karena wawancara
melibatkan aspek emosi, maka kerjasama yang baik antara
pewawancara dan yang diwawancari sangat diperlukan.
Tujuan dari wawancara dalam penelitian ini adalah untuk
sebagai acuan pokok untuk mendapatkan informasi tentang mahasiswa
berkebutuhan khusus di IAIN Salatiga.
b. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data
dengan menghimpun data dan menganalisis dokumen-dokumen baik
dokumen tertulis, gambar, maupun elektronik (Sukmadianata, 2007:
221).
Catatan kegiatan yang menunjukkan sejumlah fakta dan data
tersimpan dalam bahan penelitian yang bisa terbentuk gambar foto,
video atau rekaman wawancara, naskah atau berkas-berkas dan
dokumentasi pendukung lainnya. Seluruhnya dapat digunakan sebagai
penguat seluruh informasi.
c. Analisis Data
Analisis data kualitatif (Bogdan & Taylor 1992) adalah upaya
yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan
data memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa
yang penting dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakana
kepada orang lain. Dengan menggunakan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Display data, peneliti menyajikan semua data yang diperolehnya
2. Reduksi data, peneliti memotong data-data yang tidak perlu untuk
dibuang. Laporan-laporan yang dimabil hanya yang pokok saja,
difokuskan pada hal-hal yang penting.
3. Verifikasi data, sejak mulanya peneliti berusaha untuk mencari
makna data yang dikumpulkannya, kemudian disimpulkan untuk
menjawab tujuan penelitian.
d. Pengecekan Keabsahan Data
Agar data dalam suatu penelitian dapat dikatakan valid, maka
diperlukan adanya uji keabsahan data. Keabsahan data merupakan
konsep penting yang harus diperbarui dari konsep kesahihan data
(validitas) dan keandalan (realibilitas). Untuk mendapatkan keabsahan
data diperlukan teknik pemeriksaan, salah satunya adalah derajat
kepercayaan (creadibility).
Dalam penelitian ini dilakukan uji keabsahan data dengan
menggunkan teknik triangulasi adalah teknik yang paling banyak
digunakan untuk pemeriksaan melalui sumber lainnya untuk
keperluan pembanding dengan tujuan meningkatkan kualitas
penelitian. Triangulasi merupakan salah satu teknik pemeriksaan dari
kriteria kredibilitas atau cara untuk meningkatkan keabsahan data
dalam penelitian kualitatif.
Terdapat enam macam teknik triangulasi, yaitu sebagai teknik
pemeriksaan yang memanfaatkan teori, data, sumber, metode,
triangulasi. Sedangkan pengumpulan data yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah metode wawancara, dan dokumentasi.
e. Tahap-tahap penelitian
Dalam penelitian kualitatif ada beberapa tahap yang perlu
dilakukan, yaitu:
1. Tahap Pra Lapangan (menyusun rencana penelitian dan memilih
lapangan, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai keadaan
lapangan, memilih dan memanfaatkan informasi, menyiapkan
kelengkapan penelitian, memperhatikan etika penelitian).
2. Tahap Pekerjaan Lapangan (memahami latar penelitian dan
persiapan diri, memasuki lapangan, berperan aktif sambil
mengumpulkan data).
3. Tahap Analisis Data (menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari interview, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain
sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat
diinformasikan kepada orang lain. Tahap ini dilakukan peneliti
sesuai dengan cara yang telah ditentukan).
4. Tahap Pelaporan Data (merupakan tugas akhir dari rangkaian
proses penelitian. Pada tahap ini peneliti menyusun laporan hasil
penelitian dengan format tulisan dan bahasa yang mudah dipahami
oleh pembaca).
G. Sistematika Penulisan
rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah,
metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : Penegasan istilah adalah teori yang digunakan untuk
landasan kerja penelitian tentang topik yang diambil
untuk diteliti.
BAB III : Gambaran umum tentang mahasiswa berkebutuhan
khusus yang mempunyai kelainan fisik tuna daksa, yang
berisi tentang bagaimana cara menyesuaikan diri di
kampus IAIN Salatiga, hambatan-hambatan apa saja
yang dialami mahasiswa berkebutuhan khusus di
lingkungan kampus IAIN Salatiga, bagaimana hasil IPK
Akademik dan non akademik, apa harapan yang
dicita-citakan mahasiswa berkebutuhan khusus.
BAB IV : Analisis hasil penelitiannya berisikan tentang profil
Mahasiswa Berkebutuhan Khusus di IAIN Salatiga.
BAB V : Penutup yang terdiri dari beberapa kesimpulan yang
menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kepercayaan
1. Pengertian Percaya Diri
Percaya diri adalah sikap yang timbul dari keinginan
mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan,
rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari
lingkungan (Purwadi, 2009: 1).
Menurut Purwadi (2009: 1) percaya diri adalah salah satu
kondisi psikologi seseorang yang berpengaruh terhadap aktifitas
fisik dan mental dalam proses pembelajaran. Rasa percaya diri
umumnya muncul ketika seseorang akan melakukan atau terlibat di
dalam suatu aktifitas tertentu dimana fikirannya terarah untuk
mencapai suatu hasil yang diinginkan. Dari dimensi
perkembangan, rasa percaya diri akan tumbuh dengan sehat apabila
ada pengakuan dari lingkungan.
Menurut (Syaifullah, 2010) membagi percaya diri menjadi
dua yaitu percaya diri batin dan percaya diri lahiriah. Percaya diri
batin adalah kepercayaan diri yang memberikan perasaan dan
anggapan bahwa individu dalam keadaan baik, sedangkan percaya
diri lahiriah adalah suatu sifat keyakinan seseorang atas segala
Seseorang tersebut akan tampil dan berperilaku dengan
optimis untuk melakukan sesuatu yang diinginkannya dan
menunjukkannya kepada dunia luar bahwa dirinya mampu
melakukan hal tersebut.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
percaya diri adalah sikap positif yang dimiliki seorang individu
yang membiasakan dan menampakan dirinya untuk
mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri
maupun terhadap orang lain, lingkungan serta situasi yang dihadapi
untuk meraih apa yang diinginkan.
2. Menurut (Syaifullah, 2000) ciri-ciri pribadi seseorang yang
memiliki sikap percaya diri:
a. Tidak mudah mengalami rasa putus asa.
b. Bisa menghargai dan usahanya sendiri.
c. Mengutamkan usaha sendiri tidak tergantung orang lain.
d. Berani menyampaikan pendapat. Berpendapat merupakan suatu
hak yang dimiliki oleh setiap orang, tetapi tidak semua orang
mempunyai keberanian untuk menyampaikan pendapatnya.
e. Tanggung jawab dengan tugas-tugasnya.
f. Memiliki cita-cita untuk meraih prestasi.
g. Mudah berkomunikasi dan membantu orang lain.
A. Interaksi Sosial
Interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang
menyangkut antar individu, individu (seseorang), dengan
kelompok dan kelompok dengan kelompok. Tanpa adanya
interaksi sosial maka tidak akan mungkin ada kehidupan bersama.
Menurut Homans dalam Ali (2004: 87) mendefinisikan
interaksi sebagai suatu kejadian ketika suatu aktifitas yang
dilakukan oleh seseorang terhadap individu lain diberi ganjaran
atau hukuman dengan menggunakan suatu tindakan oleh individu
lain menjadi pasangannya.
Maka dapat disimpulkan bahwa interaksi adalah hubungan
timbal balik antara dua orang atau lebih dan masing-masing orang
terlibat di dalamnya memainkan peran secara aktif. Dalam
interaksi juga lebih dari sekedar terjadi hubungan antara
pihak-pihak yang terlibat melainkan terjadi saling mempengaruhi.
2. Faktor-faktor Terjadinya Interaksi Sosial
a. Imitasi merupakan suatu tindakan sosial seseorang untuk
meniru sikap, tindakan, atau tingkah laku dan penampilan fisik
seseorang.
b. Sugesti merupakan rangsangan, pengaruh atau stimulus yang
diberikan seseorang kepada orang lain sehingga ia
melaksanakan apa yang disugestikan tanpa berfikir rasional.
c. Simpati merupakan suatu sikap seseorang yang merasa tertarik
pikirannya sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh orang
yang menaruh simpati.
d. Identifikasi merupakan keinginan sama atau identik bahkan
serupa dengan orang lain yang ditiru (idolanya).
e. Empati merupakan proses ikut serta merasakan sesuatu yang
dialami oleh orang lain. Proses empati biasanya ikut serta
merasakan penderitaan orang lain.
B. Teori Dasar Kepribadian
Istilah “kepribadian” personality sesungguhnya memiliki
banyak arti hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan dalam
penyusunan teori penelitian dan pengukurannya. Kepribadian menurut
pengertian sehari-hari menunjuk kepada bagaimana individu tampil
dan menimbulkan kesan bagi individu-individu lainnya. Pengertian
kepribadian seperti ini mudah dimengerti dan karenanya juga mudah
dipergunakan (Koeswara, 1991: 10).
Kepribadian menurut psikologi, kepribadian adalah suatu
organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang
menentukan tingkah laku dan pemikira individu secara khas, Allport
menggunakan istilah „sistem psikofisik‟ dengan maksud menunjukkan
bahwa „jiwa‟ dan „raga‟ manusia adalah suatu sitem yang terpadu dan
tidak dapat dipisahkan satu sama lain, serta diantara keduanya selalu
terjadi interaksi dalam mengarahkan tingkah laku (Koeswara, 1991:
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi Teori Kepribadian
a. Faktor historis masa lampau
Sebagai bagian yang integral dari disiplin ilmu psikologi teori
kepribadian telah dikenai pengaruh oleh semua faktor yang
mempengaruhi psikologi. Dari sekian banyak faktor historis
yang berkaitan dan menghasilkan psikologi, empat diantaranya
tampil sebagai faktor utama yang berpengaruh langsung atas
pembentukan teori kepribadian; pengobatan klinis di Eropa,
psikometrik, behaviorisme, dan psikologi gestalt.
b. Faktor kontemporer
Faktor kontemporer yang mempengaruhi teori kepribadian itu
berasal baik dari dalam maupun dari luar psikologi. Dari dalam
psikologi faktor-faktor itu muncul berupa perluasan dalam area
atau bidang studi, yang dapat dilihat dari adanya area-area baru
seperti psikologi lintas budaya studi tentang proses-proses
kognitif.
C. Perkembangan Emosi
Pentingnya peranan emosi dalam perkembangan diri seseorang
akan terlihat melalui akibat yang muncul sebagai akibat deprivasi
emosi. Deprovasi emosi diartikan sebagai keadaan dimana seorang
anak kurang memperoleh kesempatan untuk mendapatkan pengalaman
emosioanal yang menyenangkan, khususnya kasih sayang,
1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
a. Perkembangan emosi secara umum dipengaruhi dua faktor
penting yang berhubungan satu dengan lainnya yaitu
kematangan dan proses belajar. Kematangan intelektual
memungkinkan seorang anak mengerti arti-arti baru yang
sebelumnya tidak dimengerti, memusatkan untuk jangka yang
lebih lama , dan memusatkan ketegangan emosional pada suatu
objek tertentu (Somantri, 2006: 25).
b. Perkembangan imajinasi dan perkembangan pengertian
meningkatkan kemampuan anak untuk mengingat dan
membuat antisipasi. Peningkatan kemampuan ini tentu sangat
berpengaruh terhadap respon-respon emosional anak tersebut.
Dengan demikian anak menjadi lebih respontif
stimulus-stimulus yang sebelumnya tidak mempengaruhinya.
2. Pola-pola Emosi yang Umum
a. Takut
Takut merupakan suatu reaksi perlindungan bagi
anak-anak, pada umumnya takut merupakan hasil dari proses belajar,
takut yang bersifat alamiah adalah takut karena suara yang
keras dan mengejutkan.
b. Malu (Shyness)
Malu merupakan bentuk takut yang ditandai dengan
lain. Malu selalu ditimbulkan oleh manusia lain yang tidak
kenal, lebih besar, lebih berkuasa, atau apabila tidak tahu harus
bagaimana menghadapinya (Somantri, 2006: 28)
c. Malu (Embarassment)
Seperti pada shyness, embarassment merupakan reaksi
takut kepada orang karena ketidakpastian penilaian orang
terhadap anak atau terhadap tingkah laku anak. Embarassment
biasanya muncul pada usia lima sampai enam tahun sesuai
dengan perkembangan pengetahuan anak mengenai tuntutan
masyarakat dan cara memenuhi tuntutan tersebut. Dengan
bertambah besarnya anak, embarassement meningkat sebagai
akibat ingatan anak mengenai tingkah lakunya yang tidak
memenuhi tingkatan masyarkat.
Embarassment seperti juga shyness mempengaruhi
konsep diri anak dan mempengaruhi penyesuaian diri dan
penyesuaian social anak. Bila anak sering mengalami shyness
dan embarrassment maka anak akan menunjukkan
kecenderungan untuk merasa rendah diri dan merasa ditolak
oleh lingkungan sosialnya (Somantri, 2006: 29).
d. Kekhawatiran
Kekhawatiran adalah takut yang dibayangkan, tidak riil,
merupakan hasil pemikiran anak. Kekhawatiran yang biasanya
keluarga, rumah tangga, hubungan dengan teman seusia atau
kehidupan sekolah. Respon terhadap kekhawatiran sangat
bervariasi sesuai dengan pola kepribadian anak yang
bersangkutan (Somantri, 2006: 29).
e. Kecemasan
Jersild mendefinisikan kecemasan sebagai keadaan
pikiran yang tidak menyenangkan sehubungan dengan sakit
yang mencekam atau sakit yang diantisipasikan. Kecemasan ini
biasanya disertai dengan perasaan tidak berdaya. Respon umum
yang terlihat sebagai akibat kecemasan adalah perasaan,
tertekan, gelisah, mudah tersinggung (Somantri, 2006: 30).
f. Marah
Reaksi marah merupakan hal yang lebih banyak
dijumpai dibandingkan dengan takut. Cara mengungkapkan
marah ini berbeda-beda tergantung dari intensitas, frekuensi,
dan kemampuan anak untuk mengendalikannya. Dengan
bertambahnya usia anak maka respon marahnya pun makin
meningkat karena anak sudah mengalami proses belajar untuk
mengungkapkan kemarahannya tanpa menimbulkan penolakan
yang terlalu besar baginya (Somantri, 2006: 31).
g. Iri Hati
Iri hati merupakan respon yang sering terjadi terhadap
orang lain. Respon iri hati bervariasi sesuai dengan situasi,
secara umum dapat dibedakan menjadi respon langsung seperti
menyerang, memukul, dan sebagainya (Somantri, 2006: 31).
h. Sedih
Sedih biasanya muncul bila anak kehilangan sesuatu
yang dicintai dan merupakan emosi yang tidak menyenangkan.
Sedih jarang dijumpai pada anak-anak karena orang-orang
dewasa cenderung untuk menghindarkan anak dari pengalaman
tersebut, juga karena daya ingat anak terbatas, dan
kemungkinan memberikan penggantian atas benda yang hilang
(Somantri, 2006: 31).
i. Hasrat ingin tahu
Hasrat ingin tahu merupakan keadaan emosi yang
menyenangkan yang mendorong anak untuk mengadakan
penjelajahan dan mempelajari arti-arti yang baru. Hasrat ingin
tahu seorang anak meliputi hal yang berhubungan dirinya
sendiri, alat-alat mekanik, misteri hidup, dan
perubahan-perubahan yang terjadi secara tiba-tiba (Somantri, 2006: 33).
D. Anak Berkebutuhan Khusus
1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus merupakan anak dengan
karakteristik khas yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa
Yang termasuk ABK antara lain ; tuna rungu, tuna grahita, tuna
netra, tuna daksa, tuna laras, kesulitan belajar, gangguan perilaku,
anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan dalam anak
berkebutuhan khusus istilahnya anak cacat dan anak luar biasa.
2. Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus
a. Tunarungu
Tunarungu adalah istilah umum yang digunakan untuk
menyebut kondisi seseorang yang mengalami gangguan dalam
indra pendengaran. Pada anak tunarungu ketika dia lahir dia
tidak menangis. Meskipun menggunakan cara adat sekalipun,
misalnya adat jawa, yaitu dengan cara digeblek atau si bayi
dibuat kaget agar bisa menangis (Smart, 2010: 33).
b. Tunanetra
Tunanetra merupakan sebutan untuk individu yang
mengalami gangguan pada indra penglihatan. Pada dasarnya
tunanetra dibagi menjadi dua kelompok yaitu, buta total dan
kurang penglihatan (low vision).
Buta total bila tidak dapat melihat dua jari dari
mukanya atau hanya melihat sinar atau cahaya yang lumayan
dapat dipergunakan untuk orientasi mobilitas mereka tidak bisa
menggunakan huruf lain selain huruf braile.
Sedangkan yang disebut low fision adalah apabila
memiliki pemandangan kabur ketika melihat objek (Smart,
2010: 36).
c. Tunadaksa
Tunadaksa merupakan sebutan halus bagi orang-orang
yang memiliki kelainan fisik khususnya anggota badan seperti
kaki, tangan, atau bentuk tubuh. Salah seorang guru dari salah
satu sekolah SLB mengatakan tunadaksa adalah istilah lain dari
tunafisik berbagai jenis gangguan fisik yang berhubungan
dengan kemampuan motorik dan beberapa gejala penyerta yang
mengakibatkan seseorang mengalami hambatan dalam
mengikuti pendidikan normal, serta dalam proses penyesuaian
diri dengan lingkungannya. Namun , tidak semua anak tuna
daksa memiliki keterbelakangan mental. Malah ada yang
memiliki kemampuan daya pikir lebih tinggi dibandingkan
anak normal pada umumnya.
Bahkan tak jarang kelainan yang dialami oleh
penyandang tunadaksa tidak membawa pengaruh buruk
terhadap perkembangan jiwa dan pertumbuhan fisik serta
kepribadiannya. Demikian pula ada diantara anak tunadaksa
hanya mengalami sedikit hambatan sehingga mereka dapat
mengikutu pendidikan sebagaimana anak normal lainnya
d. Tunagrahita
Tunagrahita merupakan istilah yang digunakan untuk
menyebut anak atau orang yang memiliki kemampuan
intelektual dibawah rata-rata atau bisa juga disebut dengan
retradasi mental. Tunagrahita ditandai dengan keterbatasan
intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial.
Keterbatasan inilah yang membuat para tunagrahita
sulit untuk mengikuti program pendidikan seperti anak pada
umumnya. Oleh karena itu, anak-anak ini membutuhkan
sekolah khusus pendidikan khusus pula (Smart, 2010: 49).
e. Tunalaras
Tunalaras merupakan individu yang mengalami
hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial.
Individu tunalaras biasanya menunjukkan perilaku
menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang
berlaku disekitarnya (Smart, 2010: 53).
f. Autis
Autisme adalah kategori ketidakmampuan yang
ditandai dengan adanya gangguan dalam komunikasi, interaksi
sosial, gangguan indrawi, pola bermain dan perilaku emosi.
Ciri anak autis mulai terlihat sebelum anak-anak berumur tiga
g. Down syndrome
Down syndrome merupakan kelainan genetik yang
terjadi pada kromosom 21 pada berkas q22 gen SLC5A3 yang
dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup
khas. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan
pertumbuhan fisik dan mental ini pertama kali dikenal pada
tahun 1866 oleh Dr. John Longdon Down. Karena ciri-ciri yang
tampak aneh seperti tinggi badan relative pendek, kepala
mengecil, hidung yang datar menyerupai orang mongoloid
maka sering juga dikenal dengan mobgolisme (Smart, 2010:
63).
h. Kemunduran (retradasi) mental
Retradasi mental adalah disabilitas/ketidakmamapuan
yang ditandai denganfungsi intelektual dibawah rata-rata dan
rendahnya kemampuan untuk menyesuaikan diri (perilaku
adaptif). Ketidakmampuan ini muncul sebelum berusia 18
tahun. Sekitar 2-3% dari populasi dunia mengalami retradasi
mental. Retradasi mental dapat muncul sebagai salah satu
E. Pengertian, Karakteristik, dan Masalah Perkembangan Anak Tunadaksa
1. Tuna Daksa
Tuna daksa merupakan sebutan halus bagi orang-orang
yang memiliki kelainan fisik, khususnya anggota badan, seperti
kaki, tangan, atau bentuk tubuh. Salah seorang guru dari salah satu
sekolah SLB mengatakan tuna daksa adalah istilah lain dari tuna
fisik yang berhubungan dengan kemampuan motorik dan beberapa
gejala penyerta yang mengakibatkan seseorang mengalami
hambatan dalam mengikuti pendidikan normal, serta dalam proses
penyesuaian diri dengan lingkungannya.(Aqila smart, 2010: 44)
Namun, tidak semua anak-anak tuna daksa memiliki
keterbelakangan mental. Malah, ada yang memiliki kemampuan
daya pikir lebih tinggi dibandingkan anak normal pada umumnya.
Bahkan, tak jarang kelainan yang dialami oleh penyandang tuna
daksa tidak membawa pengaruh buruk terhadap perkembangan
jiwa dan pertumbuhan fisik serta kepribadiannya. Demikian pula
ada diantara anak tuna daksa hanya mengalami sedikit hambatan
sehingga mereka dapat mengikuti pendidikan sebagaimana anak
normal lainnya.
Menurut Djaja Rahaja, tuna daksa digolongkan menjadi dua
golongan. Golongan pertama tuna daksa murni golongan ini
poliomyelitis serta cacat ortopedis lainnya. Golongan kedua adalah
golongan kombinasi, golongan ini masih ada yang normal namun
kebanyakan mengalai gangguan mental seperti anak cerebral
palsy.
Adapun pendapat lain tuna daksa seseorang atau anak yang
memiliki cacat fisik, tubuh, dan cacat orthopedic. Dalam bahasa
asing sering kali dijumpai istilah crippled, physically disabled,
physically handicapped. Tunadaksa merupakan istilah lain dari
cacat tubuh/tunafisik yaitu berbagai kelainan bentuk tubuh yang
mengakibatkan kelainan fungsi tubuh untuk melakukan
gerakan-gerakan yang dibutuhkan (Misbach, 2012: 15).
Seorang penyandang tunadaksa dapat didefinisikan sebagai
penyandang bentuk kelainan atau kecacatan pada sistem otot,
tulang, dan persendian yang mengakibatkan gangguan koordinasi,
komunikasi, adaptasi, mobilisasi, dan gangguan perkembangan
keutuhan pribadi. Salah satu definisi mengenai anak tunadaksa
menyatakan bahwa anak tunadaksa adalah anak penyandang cacat
jasmani yang terlihat pada kelainan bentuk tulang, otot sendi
maupun saraf-sarafnya.
Dalam definisi yang lain menerangkan bahwa seseorang
dikatakan sebagai anak tunadaksa jika kondisi fisik atau kesehatan
sehari-hari, sekolah, rumah, dan lingkungannya (Misbach, 2012:
17).
2. Cacat fisik
Fisik seseorang merupakan faktor yang sangat penting
dalam pembentukan gambaran tubuh dan dalam perkembangan
selfconcept. Jika fisik jelas berbeda atau menyimpang dari yang
normal, dengan cacat pada indra atau organ motorik, maka
penyimpangan seperti itu akan sangat memepengaruhi bentuk dari
gambaran diri seseorang. Cara individu mengintegrasikan
selfconcept yang muncul dengan variable lain yang berarti dalam
hidupnya akan menentukan penyesuaian diri yang harmonis atau
tidak harmonis. Harus diperhatikan bahwa cacat fisik yang parah
tidak selalu mengakibatkan kerusakan kepribadian (Semiun, 2006:
296)
Jadi dapat disimpulkan bahwa kelainan fisik seseorang
tidak berpengaruh terhadap kepribadiannya. Tetapi tergantung
orang tersebut bisa atau tidak membuat hubungan yang harmonis
dengan orang lain.
3. Klasifikasi Tunadaksa
Adapun dilihat dari segi tingkat gangguan penyandang
tunadaksa, maka terdiri dari kelainan pada sistem selebrai
selebrai yang disebabkan pada letak penyebab kelahiran dan
letaknya pada system saraf pusat (Misbach D, 2012: 16)
a. Kelainan pada system serebral
Penggolongan anak tunadaksa dalam kelainan system
(cerebral) disebabkan pada letak penyebab kelahiran yang
terletak dalam system syaraf otak (otak dan sumsum tulang
belakang).
b. Klasifikasi golongan
Klasifikasi dilihat dari sudut pandang cerebral palsy;
1) Golongan ringan adalah mereka yang dapat berjalan tanpa
menggunakan alat , berbicara tegas, dapat menolong
dirinya sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Mereka dapat
hidup bersama-sama dengan anak normal lainnya,
meskipun cacat tetapi tidak mengganggu kehidupan dan
pendidikannya.
2) Golongan sedang adalah mereka yang membutuhkan
treatment atau latihan khusus untuk bicara, jalan, dan
mengurus dirinya sendiri, golongan ini memerlukan
alat-alat khusus untuk membantu geraknya, seperti brace untuk
membantu penyangga kai, kruk/tongkat sebagai penopang
berjalan. Dengan pertolongan khusus annak-anak kelompok
3) Golongan berat adalah anak cerebral palsy golongan ini
yang tetap membutuhkan perawatan dalam ambulasi,
bicara, dan menolong dirinya sendiri mereka tidak dapat
hidup mandiri ditengah-tengah masyarakat (Misbach D,
2012: 17)
c. Klasifikasi golongan menurut topografi
1) Monoplegia hanya satu anggota gerak yang lumpuh missal
kaki kiri dengan kaki kanan dan kedua tangannya normal.
2) Hemiplegia, lumpuh anggota gerak atas dan bawah pada
sisi yang sama misalnya tangan kanan dan kaki kanan atau
tangan kiri dan kaki kiri.
3) Paraplegia lumpuh pada kedua tangkai kakinya.
4) Diplegialumpuh kedua tangan kanan dan kiri atau kaki
kanan dan kiri.
5) Triplegia tiga anggota gerak mengalami kelumpuhan
misalnya tangan kanan dan kedua kakinya lumpuh atau
tangan kiri dan kedua kakinya lumpuh.
6) Quadriplegia anak jenis ini mengalami kelumpuhan
seluruhnya anggota geraknya.mereka cacat pada kedua
tangan dan kedua kakinya, quadriplegia juga disebut juga
d. Klasifikasi menurut fisiologi (kelainan gerak)
1) Spastic
Tipe penyandang tunadaksa yaitu yaitu yang berkaitan
dengan spastic ini ditandai dengan adanya gejala
kekejangan kekakuan pada sebagian ataupun seluruh otot.
2) Athetoid
Pada tipe ini penyandang tunadaksa tidak terdapat
kekejangan atau kekauan. Otot-ototnya dapat digerakkan
dengan mudah, cirri khas tipe ini terdapat pada system
gerakan.
3) Ataxia
Adapun ciri khas tipe ini adalah seakan-akan kehilangan
keseimbangan, kekakuan memang tidak tampak tetapi
mengalami kekakuan pada waktu berdiri dan berjalan.
4) Tremor
Gejala yang jelas pada tremor adalah senantiasa dijumpai
adanya gerakan-gerakan kecil dan terus menerus
berlangsung sehingga tampak seperti bentuk
getaran-getaran.
5) Rigrid
Pada tipe ini penyandang tunadaksa mendapati gejala
6) Tipe campuran
Pada tipe ini penyandang tunadaksa akan menunjukkan dua
jenis atau lebih gejala tuna CP, sehingga akibatnya akan
lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang hanya
memiliki satu jenis/tipe kecacatan (Misbach D,2012: 19).
e. Klasifikasi pada system rangka (musculus scelatel system)
1) Poliomylitis
Penderita polio adalah penderita mengalami kelumpuhan
otot sehingga otot akan mulai mengecil dan tangannya
melemah, peradangan akibat virus polio yang menyerang
susm-sum tulang belakang pada anak usia 2 (dua) tahun
sampai 6 (enam) tahun.
2) Muscle dystrhopy
Anak mengalami kelumpuhan pada fungsi otot,
kelumpuhan pada penderita muscle dystrhopy sifatnya
progresif semakin hari semakin parah. Kondisi
kelumpuhannya bersifat simestris yaitu pada kedua tangan
atau kedua kaki saja, atau kedua tangan dan kedua kakinya
(Misbach D,2012: 20).
4. Faktor penyebab terjadinya tunadaksa
Adapun berbagai macam sebab yang dapat menimbulkan
kerusakan pada anak hingga menjadi penyandang tunadaksa.
sumsum tulang belakang, dan pada system musculus selektal.
Adanya keragaman jenis tunadaksa dan masing-masing kerusakan,
karena disebabkan timbulnya berbeda-beda (Misbach D, 2012: 21).
a. Sebab-sebab sebelum lahir (fase prenatal)
1) Infeksi atau penyakit yang menyerang ketika ibu
mengandung sehingga menyerang otak bayi yang sedang
dikandungnya misalnya infeksi syphilis, rubella dan typus
abdominolis.
2) Kelainan kandungan yang menyebabkan peredaran
terganggu tali pusat tertekan sehingga merusak
pembentukan syaraf-syaraf didalam otak.
3) Bayi di dalam kandungan terkena radiasi.
4) Ibu yang sedang mengandung mengalami trauma
(kecelakaan) yang dapat mengakibatkan terganggunya
pembentukan system syaraf pusat.
b. Sebab-sebab pada saat kelahiran (fase natal dan pre natal)
1) Proses kelahiran terlalu lama karena tulang pinggang ibu
kecil sehingga bayi mengalami kekurangan oksigen,
kekurangan oksigen menyebabkan terganggunya system
metabolism dalam otak bayi, akibat jaringan syaraf pusat
2) Pemakaian alat bantu berupa tang ketika proses kelahiran
yang mengalamimkesulitan sehingga dapat merusak
jaringan syaraf otak pada bayi.
3) Pemakaian anestesi yang melebihi ketentuan.
c. Sebab-sebab setelah proses kelahiran (fase post natal)
Pada tahapan setelah fase kelahiran adalah masa dimana
sebab-sebab prosesi yang dimulai ketika bayi yang dilahirkan
sampai masa perkembangan otak dianggap sempurna, yaitu
ketika anak pada usia 5 tahun. Adapun terdapat suatu indeksi
yang dapat menyebabkan kecacatan setelah bayi lahir adalah
sebagai berikut :
1) Kecelakaan/trauma kepala, sehingga menyebabkan
amputasi.
2) Infeksi penyakit menyerang otak.
3) Anoxia/hypoxia.
5. Karakteristik Anak Tunadaksa
Dalam karakteristik anak tunadaksa mempunyai berbagai
macam klasifikasi yang disesuaikan dengan peran dan fungsinya
masing-masing, setiap karakter memiliki tujuan masing-masing.
Sehingga menjadikan anak tunadaksa bisa berkembang sesuai
a. Karakteristik akademik
Pada umumnya tingkat kecerdasan anak tunadaksa yang
mengalami kelainan pada system otot dan rangka adalah
normal sehingga dapat mengikuti pelajaran sama dengan anak
normal, sedangkan anak tunadaksa yang mengalami kelainan
pada system celebral, tingkat kecerdasannya berjenjang mulai
dari tingkat idiocy sampai dengan gifted.
Selain tingkat kecerdasan yang bervariasi anak cerebral
palsy juga mengalami kelainan persepsi kognisi dan
simbolisasi. Kelainan persepsi terjadi karena syaraf
penghubung dan jaringan syaraf ke otak mengalami kerusakan
sehingga proses persepsi yang dimulai dari stimulus
merangsang alat maka diteruskan ke otak oleh syaraf sensoris
kemudian ke otak (yang bertugas menerima dan menafsirkan
serta menganalisis) mengalami gangguan.
Kemampuan kognisi terbatas karena adanya kerusakan
otak sehingga menganggu fungsi kecerdasan, penglihtan,
pendengaran, bicara rabaan dan bahasa. Gangguan pada
simbolisasi ini disebabkan oleh adanya kesulitan dalam
menerjemahkan apa yang didengar dan dilihat, kelainan yang
kompleks ini mempengaruhi presatasi akademiknya (Misbach
D, 2012: 43).
Karakteristik sosial/emosional anak tunadaksa bermula
dari konsep diri anak yang merasa dirinya cacat, tidak berguna
dan menjadi beban orang lain yang mengakibatkan mereka
malas belajar, bermain, dan berperilaku salah lainnya.
Kehadiran anak cacat yang tidak diterima oleh orang tua dan di
singkirkan dari masyarakat akan merusak perkembangan
pribadi anak.
Kegiatan jasmani yang tidak bisa dilakukan oleh anak
penyandang tunadaksa dapat mengakibatkan timbulnya
problem emosi seperti mudah tersinggung, mudah marah,
rendah diri, kurang dapat bergaul, menyendiri dan frustasi.
Problem emosi tersebut banyak ditemukan pada anak
tunadaksa dengan gangguan system cerebral, oleh sebab itu
tidak jarang dari mereka tidak memiliki rasa percaya diri dan
tidak dapat menyesuaikan diri dengan sosialnya (Misbach D,
2012: 43).
c. Karakteristik fisik/kesehatan
Karakteristik fisik kesehatan anak tunadaksa biasanya
selain mengalami cacat tubuh adalah kecenderungan
mengalami gangguan lain seperti sakit gigi, berkurangnya daya
pendengaran, penglihatan, gangguan bicara, dan lain-lain.
Kelainan tambahan itu banyak ditemukan pada anak tunadaksa
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. KISAH HIDUP 1. Lilik Supriyono
Ibu mana yang tidak sayang kepada anaknya, bagaimanapun
kondisi sang anak adalah naluri seorang ibu untuk menumpahkan kasih
sayang penuh terhadap anaknya. Tak terkecuali Ibu Umi yang menurut
saya orang hebat dari salah satu mahasiswa IAIN Salatiga yang
bernama Lilik Supriyono, Ibu dari seorang anak yang berkebutuhan
khusus lebih tepatnya tuna daksa. Lilik merupakan anak ke empat dari
empat bersaudara dan ketiga kakanya terlahir normal.
Sejak lahir Lilik sudah dilahirkan dalam keadaan cacat dengan
tidak mempunyai tangan sebelah kanan tangan sebelah kiri hanya
mempunyai tiga jari dan itu berukuran pendek. Menurut cerita bu Umi
ketika beliau mengandung tidak mengetahui sama sekali karena
memang pendidikan beliau dan pengetahuannya masih rendah bahkan
pendidikan sekolah dasar saja tidak lulus, beliau sadar akan
kehamilannya ketika janin berusia 4 bulan (W6 R1 1).
Dari dalam kandungan sudah ada proses kejanggalan, yaitu saat
proses bayi bergerak pada usia 4 bulan karena di tiupkannya ruh, ini
bergerak pada kandungan usia 8 bulan itupun hanya sekali. Dari
keluarganya tidak ada riwayat tunadaksa sama sekali (W6 R1 5).
Setelah Lilik dilahirkan, ayah kandungnya pergi meninggalkan
dia dan keluarganya alasannya untuk bekerja di Malaysia. Dari
penuturan orang-orang sekitar dan tetangga beliau pergi karena tidak
sanggup untuk menerima kelahiran Lilik dalam keadaan seperti itu.
Lilik kecil hingga usia 6 tahun hanya dibesarkan oleh ibu dan kakek
neneknya. Karena ayah kandungnya tidak menafkahi maka ibu yang
banting tulang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan bekerja
di Semarang seminggu atau sebulan sekali pulang.
Lilik tumbuh seperti anak normal pada umumnya mulai bisa
jalan dalam usia 10 bulan. Dan hebatnya dalam usia 12-20 bulan sudah
bisa menulis, Lilik tergolong anak yang aktif dan cerdas. Pada usia
anak-anak dia juga mempunyai banyak teman bermain seperti anak
normal pada umumnya. Walaupun banyak teman-temannya yang suka
mem-bully dengan ejekan, perlakuan yang tidak semestinya.
Dalam bergaul Lilik tergolong anak yang supel banyak
mempunyai teman dia suka bercanda gampang akrab dengan teman,
ketika ia dibully dia hanya diam tidak pernah membalas. Namun,
terkadang Lilik tidak kuat menahan emosi karena dengan faktor usia
yang juga masih anak-anak ketika dibully ia marah dan perasaan
minder itu terus muncul hingga Lilik pernah berantem dengan teman
Bahkan kakak kandungnya malu memiliki adik seperti Lilik
dengan keadaan seperti itu, bu Umi tidak hentinya memberi nasihat
pada kakaknya. Namun dengan berjalannya waktu dan dukungan
semangat serta rasa percaya diri yang besar ditumbuhkan oleh sang
ibu, Lilik semakin faham tidak sering marah lagi ketika dibully. Sifat
minder juga sirna dari sikapnya, walaupun melalui proses yang sangat
panjang.
Untuk melakukan aktifitas sehari-hari Lilik tidak mempunyai
banyak kendala semisal makan, minum, mandi, mencuci, menimba air,
bersepeda, bahkan menyetir sepeda motor dan menyetir mobil bisa ia
lakukan. Walaupun sulit untuk meyakinkan kedua orang tua dan
keluarganya supaya diizinkan menyetir motor dan mobil. Namun yang
tidak bisa ia lakukan hingga saat ini adalah mengancingkan kancing
baju paling atas karena ukuran tangan yang pendek. Ia selalu minta
bantuan orang di sekelilingnya (W6 R1 10).
Lilik merupakan anak yang berbakat dan bisa disebut mandiri,
karena dengan kondisi dia yang tunadaksa ia sudah bekerja dan
menghasilkan uang tanpa membebani orang tua, sejak di bangku
sekolah dasar kelas 3 ia sudah menggantikan guru kelas 1 semisal guru
lagi ada kepentingan, semisal membacakan cerita menulis dipapan
tulis. Lilik juga sudah menjadi guru les privat teman-teman di
sekitarnya. Ia juga rajin dan selalu membantu orang tua dalam keadaan
Hingga dewasa ini ia hidup mandiri, dengan mempunyai
beberapa pekerjaan. Dia sebagai guru SD, SMP, dan SMA di daerah
rumahnya dia bekerja disalah satu shorum di Semarang. Dia juga
menjadi sekertaris kepala desa di rumahnya. Memiliki usaha bengkel
audio musik untuk membantu kakaknya, hingga setelah lulus dari
bangku SMA Lilik berhenti satu tahun untuk bekerja karena jika kuliah
orang tuanya tidak sanggup memberi biaya hidup untuknya (W6 R1
20).
Walaupun Lilik sudah diterima dibeberapa universitas dan
mendapatkan beasiswa bidikmisi, akan tetapi orang tua memang tidak
sanggup untuk membiayai biaya hidup sehari-harinya. Disisi lain
orang tua juga tidak bisa mengizinkan kalau Lilik kuliah terlalu jauh
dari orang tuanya. Tidak bisa dipungkiri akhirnya Lilik memutuskan
untuk bekeja di Kalimantan dan Bogor ,bekerja disalah satu kantor
arsitek sebagai tenaga design grafis.
Mengenai pendidikan sejak SD Lilik sudah sekolah disekolah
formal atau umum, ia juga banyak mempunyai prestasi dengan
mengikuti beberapa lomba. Lomba dimulai ketika ia duduk di bangku
sekolah dasar ia juara pertama dalam lomba bidang pendidikan, Lomba
melukis yang diawali tingkat kecamatan sampai nasional, mulai
berlanjut SMP tepatnya kelas 2 ia meraih juara pertama dalam bidang
catur tingkat kabupaten hingga melaju sampai tingkat nasional. Hobi
Sewaktu SMP ia juga mempunyai banyak prestasi dalam
bidang pendidikan, hingga berlanjut ketingkat SMA, setelah lulus Lilik
melanjutkan sekolah perguruan tinggi dan ia pun kuliah disalah satu
perguruan tinggi di Salatiga tepatnya IAIN Salatiga. Prestasi itu tidak
berhenti ditingkat SMA saja, ia juga mewakili kampus mengikuti
lomba dalam bidang catur se-IAIN di kota Palu Sulawesi Tengah. Dan
meraih juara dua (W6 R1 30).
2. Rahmat
Menyambung dari kisah hidup Lilik tadi, terdapat kisah dari
seorang mahasiswa yang bernama Rahmat. Salah satu mahasiswa
bidikmisi dari FTIK PAI IAIN Salatiga. Ia juga mengalami tunadaksa
yang memiliki niat dan usaha yang kuat dalam menggapai semua
cita-citanya, dia akan berusaha semaksimal mungkin untuk meraihnya,
menggapainya, dan memenuhinya.
Sejak lahir Rahmat tidak memiliki tangan kiri yang sempurna
hanya berukuran pendek dan tidak mempunyai jari, menurut
penuturannya tidak ada keturunan tunadaksa dikeluarganya. Rahmat
merupakan anak ke lima dari enam bersaudara. Ia tumbuh seperti anak
normal pada umumnya, ketika sang ibu mengandung juga tidak ada
firasat yang aneh atau kejanggalan apapun(W2 R2 5).
Dalam masalah keluarga internal, kelahiran Rahmat justru tidak
membuat keluarga bersikap sedih atau tidak menerima kehadirannya di
Allah berikan di tengah-tengah keluarganya. Tidak ada kesenjangan
apapun dengan kondisi Rahmat. Justru banyak orang disekitar Rahmat
yang sangat mendukung perkembangan dan pertumbuhannya. Hal
yang paling menguatkan adalah keluarga Ayah, Ibu dan Kakaknya.
lingkungan sekitar seperti saudara dan tetangga juga tidak menganggap
kalau Rahmat itu berbeda.
Ketika kecil teman-teman bermain Rahmat juga banyak,
mereka bermain seperti halnya anak pada umumnya. Tidak ada yang
menanggap aneh dengan keadaan Rahmat tidak ada yang mem-bully.
Rahmat juga merupakan anak yang periang dan mudah bergaul ia
merasa seolah-olah tidak memiliki kekurangan pada dirinya.
Mindset yang orang tua tumbuhkan pada Rahmat mulai sejak
kecil adalah bahwa ia tidak memiliki kekurangan apapun. Jadi rasa
minder itu justru malah tidak ada mulai dari ia kecil hingga dewasa ini,
walaupun ada rasa minder sedikit yang terkadang masih menyelinap
tetapi dengan berjalannya waktu perasaan itu sedikit demi sedikit
hilang. Karena apa yang orang normal bisa lakukan Rahmat bisa
melakukan.
Orang-orang yang ada di sekitar Rahmat khusunya tetangga
masyarakat di desanya mengagumi Rahmat karena walaupun dengan
keadaan Rahmat yang memiliki satu tangan kanan yang sempurna dan
tangan kirinya hanya berukuran pendek ia bisa terampil bisa
care dengan Rahmat, itu pula penambah rasa percaya dirinya semakin
tinggi.
Untuk melakukan aktifitas sehari-hari Rahmat tidak
mempunyai kesulitan, walaupun dulu waktu kecil ia sedikit mengalami
kesulitan karena memang usia yang masih kecil dan belum bisa
mandiri. Dengan berjalannya waktu sudah hilang dan mulai bisa
melakukan segala aktifitas contohnya menimba, naik sepeda motor,
sepeda. Rahmat bisa melakukan semua aktifitas yang orang normal
bisa lakukan.
Berbeda dengan Lilik, untuk aktifitas di luar kampus seperti
mengajar atau les privat untuk saat ini Rahmat belum ada. Namun
dalam waktu dekat ini ia akan mengajar TPQ dan les privat mengaji.
Mengenai pendidikan Rahmat tidak berbeda dengan Lilik,
sejak bangku sekolah dasar hingga kuliah ia menuntut ilmu disekolah
formal. Walaupun Ketika kelas satu MI guru dari SLB menyarankan
Rahmat untuk sekolah di SLB, namun orang tua dan kakak Rahmat
menentang keras. Rahmat pernah mempunyai pengalaman ketika lulus
sekolah dasar dari kepala desa mengundang Rahmat dalam acara diklat
penca “pendidikan orang cacat”. Disitu ada kegiatan menjait,
mengobras, dan lain-lain. Rahmat diberi peralatan menjait juga.
Ia juga termasuk siswa yang berprestasi disekolahnya, ketika