• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengangkatannya sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi diiringi protes para aktivis antikorupsi. Kasus penangkapan jaksa Urip membuat hubungannya dengan Kejaksaan Agung merenggang.

Karier Antasari Azhar kini berada di tepi jurang. Jika pekan-pekan ini penyelidikan polisi menemukan lebih banyak bukti keterlibatan Antasari dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, tamatlah riwayat pria kelahiran Pang-kalpinang, Bangka, 56 tahun silam ini di bidang penegakan hukum.

Selalu tampil rapi, Antasari dikenal sebagai pribadi yang pandai bergaul. Ketika bertugas sebagai juru bicara Kejaksaan Agung, wartawan mengenalnya sebagai sumber yang tidak pelit memberikan informasi. Ditemui dimanapun, ia siap berbicara. Pembawaannya ini tak berubah tatkala ia kemudian "meloncat" menjadi Ketua KPK.

Perjalanan karier Antasari di kejaksaan memang panjang. Ia pernah men-jadi Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat, sebelum kemudian menjadi Direktur Penuntutan Tindak Pidana Umum.

Pada 2007, bersama empat jaksa senior lainnya, antara lain Marwan Ef-fendy yang kini Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Antasari mendapat perintah dari Jaksa Agung Hendarman Supandji mencalonkan diri sebagai pimpinan KPK. Pencalonan itu mendapat kritik keras dari para aktivis antikorupsi. Antasari, misalnya, dianggap "menyelamatkan" terdakwa kasus korupsi Bank Bali, Joko Chandra. Selain itu, ia dinilai memperlambat eksekusi Tommy Soeharto dalam kasus pembunuhan hakim agung Syafiudin Kartasasmita. Sewaktu memimpin Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat, Antasari juga ditengarai sengaja memperlambat eksekusi terdakwa korupsi sejumlah anggota DPRD. Di Kendari sejumlah mahasiswa juga mendemo Antasari. Ia dinilai bermain mata dalam kasus korupsi lelang kayu di Kabupaten Muna.

Toh, Antasari tak terbendung. Dengan dukungan, terutama, Fraksi PDI Perjuangan dan Golkar, dia akhirnya terpilih menjadi Ketua KPK periode 2007-2011. Antasari menjawab tudingan miring terhadap dirinya. "Saya istigfar saja, kenapa bisa muncul tudingan seperti itu. Dalam uji kelayakan, hal ini juga ditanyakan dan saya jawab tidak benar, selesai," kata Antasari dalam wawancara khusus dengan Tempo beberapa saat setelah ia terpilih menjadi Ketua KPK (Tempo, 16 December 2007). Ia juga menegaskan tak akan pandang bulu untuk "menyikat" siapa pun yang korupsi.

Bak membuktikan ucapannya, KPK kemudian "membekuk" jaksa Urip Tri Gunawan, yang tertangkap tangan menerima duit sekitar Rp 6 miliar dari Artalyta Suryani. Penangkapan Urip ini berimbas kepada sejumlah pucuk pimpinan

Kejaksaan Agung, yang notabene kolega Antasari sendiri. Mereka yang terjungkal misalnya Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kemas Yahya Rachman dan Direktur Penyidikan M. Salim. Menurut sumber Tempo, sejak kasus inilah hubungan beberapa orang penting Kejaksaan Agung dengan Antasari merenggang. "Masak dia menghancurkan temannya sendiri," ujar sumber Tempo di Kejaksaan Agung.

Di bawah Antasari, pamor KPK memang berkilat. Sejumlah anggota DPR ditangkap dan kasus suap dana Bank Indonesia dikuak. Kasus terakhir ini juga membuat besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Aulia Pohan, menjadi tahanan KPK.

Kendati demikian, sejumlah kritik terhadap kerja KPK juga muncul. Antasari dianggap tak berani jika mengusut kasus yang melibatkan anggota DPR, yang dianggap mendukungnya sewaktu ia menjalani uji kelayakan di DPR. Kasus pengaduan bekas anggota Fraksi PDI Perjuangan Agus Condro, yang menyebut sejawatnya menerima suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda S. Goeltom, sampai kini tak terdengar kelanjutannya. Ia juga dinilai tak serius mengungkap kasus pembelian mobil pemadam kebakaran karena sampai kini tak kunjung menyentuh mantan Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno. Padahal, menurut sumber Tempo, bukti yang menunjukkan keterlibatan Hari sa-ngat kuat.

Kendati sibuk dengan urusan korupsi, toh Antasari tak melupakan hobi lamanya: golf. Ia, misalnya, tercatat sebagai anggota Padang Golf Modern, Tangerang. Menurut Direktur Padang Golf Iwan Suriawijaya, Antasari sudah tiga tahun menjadi anggota. Di sinilah, menurut sumber Tempo, Antasari bertemu Rani Juliani alias Tika, caddy bertubuh bohai, yang diduga istri siri Nasrudin.

Untuk sementara, Antasari harus menyandarkan dulu stick golfnya. Ia juga tak akan muncul lagi di gedung KPK. Pimpinan KPK sepakat menonaktifkan pria yang gemar tampil berjas atau berkemeja batik warna cerah itu.Dari Kejaksaan Agung, tempat kantornya yang lama, juru bicara kejaksaan Jasman Panjaitan menyatakan prihatin atas nasib Antasari. Menurut Jasman, Kejaksaan Agung sebagai institusi kini tak memiliki lagi hubungan dengan Antasari. "Dia bekas jaksa," kata Jasman. (Anne L. Handayani, Rini Kustlani, Cheta Nilawaty)

Analisis

Pada edisi ini, Tempo memuat berita tentang karier Ketua komisi pemberantasan korupsi, Antasari Azhar, terkait kasus pembunuhan terhadap direktur PT. Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen. Narasumber pada pemberitaan tersebut yaitu juru bicara Kejaksaan Agung, Jasman Panjaitan, Antasari Azhar, dan wartawan Tempo.

Dalam berita ini terjadi beberapa proses inklusi yaitu :

1. Nominasi- Kategorisasi

Nominasi Di sinilah, menurut sumber Tempo, Antasari ber-temu Rani Juliani alias Tika yang diduga istri siri Nasrudin.

Kategorisasi Di sinilah, menurut sumber Tempo, Antasari ber-temu Rani Juliani alias Tika, caddy bertubuh

bohai, yang diduga istri siri Nasrudin.

Dalam pemberitaan kalimat diatas, memiliki arti yang sama yaitu Antasari bertemu Rhani Juliani yang diduga istri siri Nasrudin, kalimat kedua dengan kategori “caddy bertubuh bohai”, secara tidak langsung mengasosiasikan ke dalam benak khalayak bahwa Rani Juliani alias Tika, caddy bertubuh bohai, yang diduga istri siri Nasrudin adalah wanita penggoda yang diduga penyebab terjadinya pembunuhan terhadap Nasrudin Zulkarnaen.

2. Nominasi- Kategorisasi

Nominasi Pimpinan KPK sepakat menonaktifkan Antasari

Kategorisasi Pimpinan KPK sepakat menonaktifkan pria yang gemar tampil berjas atau berkemeja batik warna cerah itu.

Dalam kalimat diatas, pemberian kategori apa pun tidak menambah informasi khalayak mengenai siapa Antasari sebenarnya, hal menarik justru bagaimana kategori yang dipakai oleh wartawan dapat menunjukkan hendak dibawa kemana berita mengenai kasus pembunuhan Nasrudin.

Informasi seperti “pria yang gemar tampil berjas atau berkemeja batik warna cerah” secara tidak langsung mengasosiasikan kedalam benak khlayak bahwa setiap pria yang gemar tampil berjas atau berkemeja batik warna cerah identik dengan hal yang baik penuh dengan Nasionalisme, seolah menggambarkan bahwa tidak mungkin Antasari melakukan perbuatan yang sangat tidak manusiawi dengan melakukan pembunuhan terhadap Nasrudin Zulkarnaen.

Dilihat dari penampilan yang menunjukkan rasa Nasionalisme dan cinta tanah air dengan mengenakan batik yang merupakan kain khas bangsa Indonesia, bukan merupakan jaminan bagi siapapun bahwa seorang yang mengenakan kain khas dari pulau Jawa tersebut merupakan orang yang baik..tidak ada mencerminkan sesuatu yang buruk.

4.1.3. Edisi : 4-10 Mei 2009