BAB I : PENDAHULUAN
A. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mengatur tentang tindak pidana kesusilaan terhadap anak di bawah umur terdapat beberapa pasal yang mengaturnya yaitu Pasal 289, Pasal 290, Pasal 292, Pasal 293, Pasal 294, Pasal 295, dan Pasal 296.
Pasal 289 KUHP, menentukan:
“Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun”.
Perbuatan cabul adalah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu termasuk dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya meraba-raba anggota badan atau kemaluan, yang dilarang dalam pasal ini bukan saja sengaja memaksa orang untuk melakukan perbuatan cabul, tetapi juga memaksa orang untuk membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul.
Pasal 290 KUHP, menentukan:
a. Pasal 290 ayat (2) KUHP :
“Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas, bahwa yang bersangkutan belum masanya dikawin”.
Perbuatan yang dilarang disini adalah perbuatan sengaja memaksakan kehendak dari orang dewasa yaitu melakukan tindakan-tindakan melanggar kesusilaan terhadap anak dibawah umur (belum lima belas tahun) atau anak yang tidak diketahui jelas umurnya dan belum saatnya dikawin.
b. Pasal 290 ayat (3) KUHP :
“Barang siapa membujuk (menggoda) seseorang, yang diketahuinya atau patut harus disangkanya bahwa umur orang itu belum cukup lima belas tahun atau kalau tidak nyata berapa umurnya, bahwa ia belum mampu dikawin, untuk melakukan atau membiarkan perbuatan cabul atau bersetubuh diluar perkawinan dengan orang lain”.
Adapun yang dimaksud membujuk (menggoda) dalam pasal ini adalah seorang laki-laki atau perempuan yang melakukan perbuatan mempengaruhi kehendak orang lain agar kehendak orang itu sama dengan kehendaknya. Pada dasarnya membujuk adalah menarik kehendak orang yang bersifat mengiming-imingi yaitu berhubung orang yang dibujuk adalah anak-anak yang secara psikis masih lugu atau polos yang lebih mudah dipengaruhi kehendaknya daripada orang dewasa, dengan memberikan permen, boneka lucu atau uang yang sudah cukup untuk menarik kehendak seorang anak yang tidak mungkin dilakukan terhadap orang
dewasa.95 Menurut R. Soesilo, seorang wanita yang melakukan persetubuhan dengan anak laki-laki yang berumur kurang dari 15 (lima belas) tahun dapat dikenakan pasal ini.96
Pasal 292 KUHP menentukan:
“Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang belum dewasa dari jenis kelamin yang sama, sedang diketahuinya atau patut disangkanya hal belum dewasa itu, dihukum penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun”.
Pasal ini mengatur mengenai perbuatan cabul yang dilakukan orang dewasa terhadap anak yang belum dewasa yang berjenis kelamin sama dengan pelaku.
Dewasa berarti telah berumur dua puluh satu tahun atau belum berumur dua puluh satu tahun tetapi sudah pernah kawin. Jenis kelamin yang sama berarti laki-laki dengan laki-laki dan perempuan dengan perempuan. Perbuatan cabul yang dimaksud sama dengan penjelasan Pasal 289 KUHP yaitu segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu termasuk dalam lingkungan nafsu birahi kelamin.
Pasal 293 KUHP menentukan:
(1) “Barang siapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang, menyalahgunakan pembawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan sengaja menggerakkan seorang belum dewasa dan baik tingkah lakunya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum kedewasaannya,
95 Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, Op.cit., hlm. 86.
96 R. Soesilo, Op.cit., hlm. 78.
diketahui atau selayaknya harus diduganya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya dilakukan kejahatan itu.
(3) Tenggang waktu tersebut dalam Pasal 74, ditentukan buat satu-satu pengaduan ini adalah 9 (sembilan) dan 12 (dua belas) bulan”.
Adapun yang dimaksud dalam pasal ini adalah sengaja membujuk orang untuk melakukan perbuatan cabul dengan dia atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul pada dirinya. Ketika membicarakan kejahatan membujuk orang yang umurnya belum lima belas tahun untuk melakukan perbuatan cabul dan yang dipergunakan yakni hadiah atau perjanjian berupa uang, atau pengaruh yang berlebihan atau tipuan.97
Pasal 294 KUHP, menentukan :
(1) “Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, tirinya, anak angkatnya, anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau dengan orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan, atau penjagaannya dianya yang belum dewasa diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama:
1. Pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan adalah bawahannya, atau dengan orang yang penjagaannya dipercayakan atau diserahkan kepadanya.
2. Pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas, atau pesuruh dalam penjara, tempat pekerjaan Negara, tempat pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga sosial yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya”.
Adapun yang diancam dalam pasal ini adalah seseorang yang sengaja melakukan perbuatan asusila atau cabul terhadap anak kandung, anak tiri, anak angkat, dan anak di bawah pengawasannya yang belum cukup umur atau belum
97 R. Soesilo, Op.cit., hlm. 215.
dewasa yang tanggung jawab pemeliharaan, pendidikan, penjagaan, atau semua kebutuhan atas anak tersebut ada pada atau menjadi tanggung jawab pelaku.
Pasal 295 KUHP, menentukan :
“Diancam :
1. Dengan pidana penjara paling lama lima tahun barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul oleh anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, atau anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau oleh orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya, ataupun oleh bujangnya atau bawahannya yang belum cukup umur, dengan orang lain.
2. Dengan pidana penjara paling lama empat tahun barang siapa dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul, kecuali yang tersebut dalam butir 1 di atas, yang dilakukan oleh orang yang diketahuinya belum dewasa atau yang sepatutnya harus diduganya demikian, dengan orang lain”.
Jika yang melakukan kejahatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, maka pidana dapat ditambah sepertiga.
Pasal 296 KUHP, menentukan :
“Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah”.
Berdasarkan ketentuan pasal mengenai tindak pidana kesusilaan sebagaimana diatur dalam KUHP tersebut, maka didapati rata-rata hukuman pidana penjarara minimal 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan, dan maksimal 7 (tujuh) tahun. Terhadap Anak Berkonflik dengan Hukum (ABH) tindak pidana kesusilaan, jika
dipersangkakan menggunakan pengaturan KUHP, maka berdasarkan ketentuan syarat diversi dalam UU SPPA dapat diterapkan. Namun, pada praktik di lapangan kenyataannya penyidik selalu mensubsidairkan Anak Berkonflik dengan Hukum tindak pidana kesusilaan dengan UU Perlindungan Anak yang ancaman ketentuan pidana penjaranya minimal 5 (lima) tahun dan maksimal 15 (lima belas) tahun.
Subsidiaritas yang dilakukan oleh penyidik terkait dengan azas lex specialis derogat legi generali yaitu asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis).98 Contoh ketentuan di dalam KUHP yang mengatur mengenai asas lex specialis ini terdapat pada Pasal 62 ayat (2), bahwa: “Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan”.
Dalam hal ini, dikarenakan sudah terdapat UU Perlindungan Anak yang mengatur tindak pidana kesusilaan terhadap Anak Berkonflik dengan Hukum lebih khusus lagi, maka UU Perlindungan Anak wajib digunakan dan diterapkan dalam tindak pidana kesusilaan yang dilakukan oleh Anak Berkonflik dengan Hukum.
B. Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas