• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.6 Klasifikasi Trauma Kapitis

Secara klinis, trauma kapitis dibagi atas : 2.6.1. Komosio serebri (Geger Otak) 43

Komosio serebri adalah keadaan dimana si penderita setelah mendapat trauma kapitis mengalami kesadaran yang menurun sejenak (tidak lebih dari 10 menit). Kemudian si penderita dengan cepat siuman kembali tanpa mengalami suatu kelainan neurologis.

Gejala-gejala yang dapat dilihat adalah : a. Penderita tidak sadar sejenak (± 10 menit) b. Wajahnya pucat

c. Kadang-kadang disertai muntah d. Nadi agak lambat : 60-70/ menit e. Tensi normal atau sedikit menurun

f. Suhu normal atau sedikit menurun

g. Setelah sadar kembali mungkin tampak ada amnesia retrogad h. Tidak ada Post-Traumatic Amnesia (PTA)

2.6.2. Kontusio serebri (memar otak)21

Kontusio serebri adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh trauma kapitis yang menimbulkan lesi perdarahan intersitiil (perdarahan yang terjadi diantara bagian-bagian atau sela-sela jaringan) nyata pada jaringan otak tanpa terganggunya kontinuitas jaringan dan dapat mengakibatkan gangguan neurologis yang menetap. Jika lesi otak menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan maka disebut laserasio serebri.

2.6.3. Hematoma epidural

Hematoma epidural ialah perdarahan yang terjadi diantara tulang tengkorak dan durameter. Perdarahan epidural terjadi pada 1-3% kasus trauma kapitis. Perdarahan ini terjadi akibar robeknya salah satu cabang arteria meningea media, robeknya sinus venosus durameter, dan robeknya arteria diploika.44

Gejala-gejala yang dapat dijumpai yaitu : 43

a. Adanya suatu “lucid interval” yang berarti bahwa diantara waktu terjadinya trauma kapitis dan waktu terjadinya koma terdapat waktu dimana kesadaran penderita adalah baik.

b. Tensi yang semakin bertambah tinggi c. Nadi yang semakin bertambah lambat

d. Sindrom weber, yaitu midriasis (pupil mengecil) di sisi ipsilateral dan hemiplegi di sisi kontralateral dari garis fraktur.

f. Foto Roentgen : garis fraktur yang jalannya melintang dengan jalan arteri meningea media atau salah satu cabangnya.

2.6.4. Hematoma subdural44

Hematoma subdural adalah perdarahan yang terjadi diantara durameter dan arakhnoidea. Hematoma ini timbul karena adanya sobekan pada “bridging veins”. Menurut saat timbulnya gejala-gejala klinis, hematoma subdural dibagi atas 3 jenis :

a. Hematoma subdural akut

Gejala-gejala timbul segera hingga berjam-jam setelah trauma. Perdarahan dapat kurang dari 5 mm tebalnya tetapi melebar luas.

b. Hematoma subdural sub-akut

Gejala-gejala timbul beberapa hari hingga 10 hari setelah trauma. Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukan kapsula di sekitarnya.

c. Hematoma subdural kronik

Gejala-gejala timbul lebih dari 10 hari hingga beberapa bulan setelah trauma. Kapsula jaringan ikat terbentuk mengelilingi hematoma. Pada hematoma yang baru, kapsula masih tipis atau belum terbentuk di daerah permukaan arakhnoidea. Kapsula merekat pada araknoidea bila terjadi robekan pada selaput otak. Kapsula ini mengandung pembuluh-pembuluh darah yang tipis dindingnya terutama di sisi durameter. Karena dindingnya yang tipis ini protein dari plasma darah dapat menembusnya dan meningkatkan volume hematoma. Pembuluh darah ini dapat pula pecah dan menimbulkan perdarahan baru yang menyebabkan menggembungnya hematoma.

Darah di dalam kapsula akan terurai membentuk cairan kental yang dapat menghisap cairan dari ruangan subdural arakhnoidea. Hematoma akan membesar dan menimbulkan gejala-gejala seperti tumor serebri. Sebagian besar hematoma subdural ditemukan pada pasien berusia diatas 50 tahun.

Seringkali trauma kapitis yang menyebabkan hematoma subdural juga menimbulkan lesi pada jaringan otak berupa hematoma serebri, laserasi atau kontusio serebri yang menyebabkan keadaan pasien menjadi lebih parah dengan mortalitas yang lebih tinggi. Gejala-gejala hematoma subdural akut sama dengan gejala-gejala hematoma epidural, yaitu midriasis pupil ipsilateral dan hemiparesis kontralateral. Mungkin dapat juga dijumpai defisit neurologis lainnya. Pada perdarahan campuran keadaan umum dapat lebih buruk dan defisit neurologisnya dijumpai lebih banyak. Defisit neurologis yang terjadi mungkin disebabkan oleh lesi parenkimnya dan bukan oleh penekanan hematomanya.

Pada hematoma subdural sub-akut gejala-gejala berkembang lebih lambat. Hematoma subdural kronik pada sebagian kasus menimbulkan gejala tumor serebri, sisanya tidak memberikan gejala atau hanya gejala ringan yang dapat diabaikan atau diobati sendiri oleh pasien. Hal ini terjadi bila perdarahannya kecil dan penyerapannya berjalan dengan baik. Gejala-gejala yang dapat timbul ialah nyeri kepala yang kronis dan progresif, mungkin hemiparesis, anisokori pupil (pupil tidak sama besar), kaku kuduk, apatis (tidak acuh), amnesia, perubahan kepribadian dan perilaku misalnya menjadi acuh tidak acuh terhadap orang lain atau dirinya sendiri, tanda-tanda demensia, dan mungkin pula kejang.

2.6.5. Hematoma intraserebral44

Hematoma intraserebral terjadi bersama dengan kontusio sehingga secara umum lebih buruk baik dioperasi maupun tidak. Dorongan yang mengancam terjadianya herniasi oleh bekuan darah di tengah otak disertai edema lokal yang hebat biasanya berprognosis buruk daripada hematoma epidural yang dioperasi. Pada suatu hematoma intraserebral, seorang penderita yang setelah mengalami trauma kapitis akan memperlihatkan gejala : hemiplegi, papiledem (pembengkakan pada mata) serta gejala- gejala lain dari tekanan intrakranium yang meningkat, dan artreiografi karotis dapat memperlihatkan suatu peranjakan dari arteri perikalosa ke sisi kontralateral serta gambaran cabang-cabang arteri serebri media yang tidak normal.

2.6.6. Fraktura kranii

Pada setiap penderita dengan trauma kapitis sebaiknya diperiksa secara rutin dengan foto Roentgen kepala terutama untuk melihat ada tidaknya fraktur pada tulang tengkorak. Penderita dengan trauma kapitis sebaiknya dipalpitasi dengan teliti untuk mengetahui ada tidaknya suatu hematoma karena dibawah hematoma mungkin tersembunyi suatu garis fraktur. Pada fraktur impresi (juga disebut fraktur depresi), bagian yang patah menonjol ke dalam rongga tengkorak.44

Biasanya fraktur kepala berbeda dengan fraktur tulang di tulang panjang. Disini tidak diperlukan fiksasi maupun reposisi-fiksasi karena kedudukan selalu baik, kecuali bila terjadi fraktur impresi pada kalvarium yang harus ditangani agak cepat (sebelum 8 minggu) karena potensial menyebabkan epilepsi pascatrauma. Juga fraktur basis kranii memerlukan perawatan lama karena selalu bersama kontusio serebral yang berat dan kadang-kadang ada likuore (otore:perdarahan pada telinga atau rinore:perdarahan di

hidung) yang apabila ditunggu 4 minggu tidak menutup secara spontan, memerlukan operasi penutupan kebocoran dura.45

2.6.7. Post-concussion syndrome45

Pada Post-concussion syndrome secara umum terdapat gejala-gejala psikiatrik- neurastenik-hipokhondrik seperti palpitasi, konsentrasi menurun, demensia ringan, mudah tersinggung, gangguan seksual, berkeringat, cepat lelerusakan jaringan otak), psikologik (termasuk premorbid personality) dan sosio-ekonomi (pekerjaan, tingkat pendidikan, lingkungan dan keuangan). Pada umumnya sindrom pascatrauma jarang disebabkan oleh satu faktor saja. Ketiga faktor tersebut dapat berkombinasi sehingga menimbulkan masalah yang kompleks.

2.7. Akibat Jangka Panjang Trauma Kapitis45

Dokumen terkait