• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA 1 Virus Avian Influenza

2.7 Klorin dan Klorinasi Klorin Klorin

Klorin merupakan elemen kimia dengan simbol CI yang tergolong dalam keluarga halogen. Berat atom klorin adalah 35,457. Klorin tidak dijumpai di alam dalam bentuk murni namun diperoleh dengan cara melakukan elektrolisis larutan garam atau dengan proses oksidasi hydrogen chloride (HCl). Bentuk klorin sebagai gas berwarna kuning kehijauan dan mempunyai berat 2,5 kali lebih berat daripada udara yaitu 3,2 g/l pada suhu 00C dan tekanan 101,3 kPa. Klorin dalam bentuk cair adalah sodium hypochlorite (NaOCl) dan banyak dijual sebagai pemutih. Konsentrasi sediaan komersialnya adalah berkisar antara 5-15%. Sementara sediaan padat klorin adalah calcium hypochlorite (Ca(OCl)2), merupakan sediaan klorin yang mudah digunakan dan mudah ditransportasikan. Kedua bentuk sediaan tersebut harus disimpan dengan baik agar tidak mengalami kerusakan karena klorin tidak stabil di lingkungan termasuk di dalam air, sehingga seiring dengan berjalannya waktu kandungan klorin dalam suatu larutan akan terus menurun. Senyawa klorin dalam bentuk cair harus terlindung dari panas,

cahaya, pH dan keberadaan kation logam berat. Sedangkan sediaan padat harus terlindung dari panas, material organik dan kelembapan (FPTCDW 2007).

Klorin termasuk salah satu jenis disinfektan yang paling sering digunakan secara luas karena mempunyai sifat efektif pada konsentrasi rendah, mudah digunakan dan memiliki bentuk residual pada dosis penggunaan yang diinginkan. Kemampuan disinfeksi klorin terletak pada kemampuannya sebagai agen oksidasi kuat. Klorin akan mengoksidasi enzim-enzim sel mikroba yang sangat penting dalam proses metabolisme sel mikroba (Reynolds 1982).

Sebagai disinfektan, klorin efektif terhadap berbagai jenis agen penyakit baik virus beramplop maupun tidak beramplop, cendawan, bakteri dan alga (Ivanov 2008).

Secara ekonomis untuk mendapatkan 1 liter larutan klorin 0,5%, dibandingkan sodium hipoklorit dan bentuk sediaan lainnya, kaporit merupakan bahan pelepas klorin yang paling terjangkau. Dalam kondisi normal, kaporit yang telah dilarutkan akan meninggalkan endapan dalam larutan (Anonim 1996).

Kalsium hipoklorit yang merupakan bentuk sediaan kering dari preparat klorin, bila dicampur dengan air akan terionisasi dan menghasilkan ion hipoklorit sebagai berikut :

Ca(OCl)2 Ca2+ + 2OCl- (2)

Ion hipoklorit yang dihasilkan pada persamaan reaksi (1) selanjutnya akan membentuk keseimbangan dengan ion hidrogen ketika klorin atau hipoklorit ditambahkan dalam air. Derajat keasaman mempunyai pengaruh dalam keseimbangan jumlah ion hipoklorit dan asam hipoklorit (Sawyer et al. 1994).

Asam hipoklorit dan ion hipoklorit keduanya memiliki kemampuan disinfeksi. Namun, senyawa dalam bentuk asam lebih efektif daripada ion. Keduanya akan bereaksi dengan material organik dan inorganik yang terkandung dalam air (Reynolds 1982).

Dalam penggunaan klorin, perlu dipertimbangkan beberapa aspek yang berkaitan dengan sifat oksidasi klorin yaitu dosis, demand dan residual. Dosis klorin adalah jumlah keseluruhan klorin yang dipergunakan. Demand adalah

21

jumlah klorin yang telah terpakai atau bereaksi oksidasi dengan material tertentu. Residual klorin adalah jumlah yang masih ada atau masih tersisa setelah proses oksidasi berlangsung (Reynolds 1982). Dengan demikian demand klorin dapat diukur dan dihitung dengan mengurangkan dosis dengan residual (Sawyer et al. 1994).

Klorin aman terhadap kesehatan manusia dan tidak termasuk dalam kategori senyawa yang dapat mengakibatkan kanker karena tidak ada bukti yang cukup, baik pada hewan percobaan maupun kejadian kasus pada manusia (IARC 1991 dalam AISE 1997).

Konsumsi klorin 20 ppm terbukti secara ilmiah tidak menimbulkan gangguan metabolisme lemak dan tiroid dalam tubuh manusia. Kandungan klorin 50 ppm apabila dikonsumsi oleh manusia juga tidak mengakibatkan sakit ataupun gangguan kesehatan. Sementara itu, konsumsi air dengan kandungan klorin lebih kurang 32 ppm selama beberapa bulan juga tidak mengakibatkan efek gangguan kesehatan. Konstriksi kerongkongan dan iritasi pada mulut dan kerongkongan baru terjadi apabila manusia mengkonsumsi air yang mengandung klorin lebih dari 90 ppm (FPTCDW 2007).

Meski demikian, pekerja industri perunggasan yang menggunakan klorin sebagai disinfektan rentan terhadap kejadian iritasi mata dan gangguan saluran pernafasan atas karena gas klorin yang mungkin mengkontaminasi ruangan (King et al. 2004).

Klorinasi

Klorinasi pada awalnya merupakan suatu teknik disinfeksi yang diterapkan pada sumber air, bahkan sampai dengan saat ini. Teknik ini pertama kali diterapkan sekitar tahun 1850 yang mana pada waktu tersebut mulai diketahui bahwa air dapat berperanan penting dalam penyebaran suatu penyakit, sehingga diperlukan suatu perlakuan yang dapat mengatasi permasalahan tersebut (Sawyer et al. 1994).

Pada industri pengolahan air, jenis-jenis klorin yang dapat digunakan adalah gas klor dengan kandungan klor aktif minimal 99%, kaporit dengan kandungan klor aktif minimal 60-70% dan sodium hipoklorit dengan kandungan klor aktif

minimal 15%. Dosis klor ditentukan melalui perhitungan jumlah klor yang dikonsumsi air, dimana besarannya tergantung pada kualitas air bersih yang diproduksi serta sisa klor sebagai residual klorin yaitu 0,25-0,35 ppm (RSNI3b 2007).

Dalam perkembangannya, klorin juga digunakan untuk mendisinfeksi komoditi hasil pertanian. Pada industri pangan, belum ada sanitiser lain yang dapat menggantikan peran klorin. Larutan klorin digunakan untuk mencuci dan memilah buah-buahan dan sayuran, mencegah kontaminasi patogen pada daging (sapi, unggas) dan telur. Kombinasi klorin dan deterjen sering digunakan pada industri telur konsumsi untuk menghilangkan kontaminasi dan membersihkan permukaan kerabang (AISE 1997, CCC 2002).

Klorin yang digunakan untuk mendisinfeksi karkas sapi kandungan total klorin dalam setiap liternya adalah 20 ppm atau dengan kandungan asam hipoklorit 10 ppm yang selanjutnya diikuti dengan pembilasan untuk menghilangkan residu yang mungkin tersisa. Karkas ayam juga sering diberi perlakuan dengan klorin baik dengan cara direndam, di semprot ataupun dicuci dengan air yang mengandung 20-50 ppm total klorin atau 10 ppm asam hipoklorit, diikuti dengan pembilasan. Residu klorin pada bahan pangan belum pernah ditemukan. Karena sifatnya yang mudah larut dan sangat reaktif, maka klorin tidak akan terakumulasi atau mengalami biokensentrasi pada rantai makanan (FPTCDW 2007).

Menurut CAC (2000), disinfeksi komoditi pertanian untuk karkas broiler dosis klorin yang digunakan adalah 30 ppm, telur konsumsi dosisnya 100-200 ppm, buah dan sayur 50-200 ppm (maksimum 2000 ppm untuk washing) dan ikan 10 ppm.

Desinfeksi telur dengan metode imersi, direkomendasikan di Belgia untuk mendisinfeksi permukaan kerabang yang terkontaminasi oleh cendawan dan kapang (Ivanov 2008).

Di Amerika Utara, pemasok telur konsumsi melakukan pencucian dan disinfeksi permukaan telur konsumsi dengan menggunakan klorin. Hal ini

Dokumen terkait