• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA 1 Virus Avian Influenza

2.8 Telur Ayam Ras Konsumsi

dilakukan untuk mengeliminasi kemungkinan cemaran virus LPAI maupun HPAI akibat kotoran atau feses yang menempel pada permukaan kerabang (IAFP 2005). Menurut Rice et al. (2007), klorin dapat menginaktivasi virus AI H5N1. Dengan jumlah residual klorin bebas 0,52-1,08 mg/l sudah cukup untuk mematikan 5,26-5,32 log10 TCID50/ml virus H5N1 yang terkandung pada cairan alantois dalam waktu 1 menit.

Air yang diklorinasi tidak terbukti bersifat karsinogenik, demikian juga dengan klorin baik dalam sediaan padat maupun cair (IARC 1997). Namun demikian, apabila klorin yang larut dalam media air bertemu dengan humic substance akan menghasilkan senyawa trihalometan yang dapat berpotensi karsinogenik (Sawyer et al. 1994)

2.8 Telur Ayam Ras Konsumsi

Telur merupakan bahan pangan alami yang mempunyai banyak kegunaan pada produk makanan. Albumen (putih telur) merupakan komponen telur yang sering digunakan sebagai agen pengikat atau pelekat pada industri pangan. Sedangkan yolk (kuning telur) merupakan komposisi lipoprotein pada telur dalam bentuk yang teremulsi (Jones 2007). Telur merupakan bahan pangan yang paling disukai oleh hampir seluruh orang di dunia. Kandungan nutrisinya sangat lengkap dan mempunyai banyak manfaat bagi tubuh baik untuk pertumbuhan, perkembangan, laktasi maupun reproduksi. Menurut Akpabio et al. (2007), telur mempunyai kandungan air sebanyak 78%, protein 13-14%, lemak 10-15%, karbohidrat 1-2% dan abu 1%.

Menurut Abanikannda dan Leigh (2007), telur disusun oleh putih telur, kuning telur dan kerabang dengan komposisi masing-masing adalah lebih kurang 58%, 31% dan 11% dari berat telur secara berurutan. Putih telur merupakan komponen yang mengandung lebih dari separoh total protein telur, sedangkan kuning telur mengandung total lemak dan hampir seluruh vitamin telur.

Kerabang merupakan bagian telur yang paling keras dan kaku. Fungsinya adalah sebagai pelindung isi telur dari kontaminasi mikroba. Kerabang memiliki ribuan pori-pori yang berfungsi sebagai jalur pertukaran gas. Pori-pori tersebut memiliki ukuran 0,01-0,07 mm dan tersebar di seluruh permukaan kerabang.

Ujung tumpul telur memiliki jumlah pori-pori per satuan luas yang lebih banyak dibandingkan dengan bagian lain. Pori-pori telur yang masih baru dilapisi oleh kutikula yang terdiri dari 90% protein dan sedikit lemak. Fungsi kutikula adalah mencegah penetrasi mikroba, mengurangi evaporasi air yang terlalu cepat dan mencegah masuknya cairan polar melalui kerabang sehingga hanya udara dan air saja yang dapat masuk melalui sistem difusi (Harahap 2007). Jumlah pori-pori pada seluruh permukaan kerabang dapat mencapai 10.000 buah (Davis dan Reeves 2002).

Kerabang yang baik adalah kerabang yang terlihat bersih dan terasa licin pada saat diraba. Kerabang sebagian besar terdiri dari kalsium yaitu lebih kurang 97% karbonat dan selebihnya adalah fosfat dan magnesium. Rasio magnesium dengan kapur akan meningkat secara logaritmik ke arah bagian luar dari kerabang (Hunton 2005, Harahap 2007). Luas permukaan telur dapat diperkirakan dengan menggunakan formulasi Carter yaitu 3,9782 x W.7058. dimana W adalah berat telur dalam ukuran gram (Anderson et al. 2004).

Telur cenderung mudah mengalami keretakan atau pecah bila berat kerabangnya menurun. Kualitas kerabang dapat diamati melalui dua parameter yaitu ketebalan dan berat kerabang. Kualitas kerabang dapat diperkirakan melalui pengujian specific gravity (SG). Telur yang memiliki warna kerabang yang lebih pekat cenderung memiliki nilai SG yang tinggi. Hal ini mungkin berkaitan dengan proses pigmentasi dan kalsifikasi ketika telur akan dihasilkan oleh seekor ayam dimana deposit pigmen menunjukkan deposit dari kalsium. Ketebalan kerabang mempunyai korelasi yang kuat dengan SG bila dibandingkan dengan warna kerabang. Warna kerabang sangat dipengaruhi oleh faktor umur dan strain unggas. Meski warna kerabang mempunyai korelasi yang kuat dengan kualitas kerabang namun tidak seakurat parameter specific gravity (SG) dan ketebalan kerabang dalam menduga kualitas kerabang telur (Ingram et al. 2008).

Telur ayam segar yang disimpan pada suhu ruang dapat bertahan 10-14 hari, setelah waktu tersebut telur akan mengalami kerusakan (Harahap 2007). Menurut Jones (2007), pada suhu 40C, telur dapat disimpan selama 10 minggu yang mana

25

pada suhu penyimpanan tersebut kualitas putih telur masih cukup baik namun kualitas kuning telur telah menurun.

Kontaminasi bakteri terhadap kerabang telur dapat berasal dari tempat atau lingkungan dimana jumlah bakteri yang paling tinggi dapat ditemukan pada sangkar ayam, ruang perpindahan dalam suatu farm, di belakang mesin pencuci telur dan mesin pengering telur (Northcutt et al. 2004).

Pencucian, sanitasi dan fumigasi telur diterapkan di Australia untuk menginaktivasi mikroorganisme patogen yang mengkontaminasi kerabang. Keberadaan material organik ataupun kotoran akan mempengaruhi efektivitas disinfeksi. Jenis bahan kimia yang digunakan untuk mendisinfeksi kerabang tergantung pada peruntukan telurnya. Telur tetas didisinfeksi dengan cara fumigasi menggunakan formaldehyde atau direndam dengan menggunakan virkon, sedangkan pada telur konsumsi disinfeksi dilakukan dengan menggunakan sanitiser berbahan dasar klorin (AFFA 2000).

Di Amerika, industri telur membutuhkan lebih kurang 9,46 milyar liter air per tahun untuk keperluan pencucian telur. Penggunaan air pada industri unggas menjadi semakin meningkat ketika program Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) diterapkan untuk komoditi daging dan fasilitas pengolahan hasil unggas. Program HACCP pada saat tersebut belum diterapkan pada telur dan masih dalam tahap perkembangan dalam regulasinya. Industri unggas mempunyai peran dalam pencemaran lingkungan melalui sampah dan kotoran yang dihasilkan. Penelitian yang dilakukan oleh Jones dan Northcutt pada 2005 memperoleh kesimpulan bahwa di Amerika, penggunaan air sebagai sarana pencucian dan disinfeksi telur tidak mengakibatkan penggunaan air menjadi lebih boros. Namun demikian, pengurangan penggunaan air akan memberikan keuntungan tersendiri pada aspek ekonomis dan mengurangi peluang pencemaran lingkungan (Jones dan Northcutt 2005).

Dalam praktek pencucian telur, air yang digunakan untuk mencuci telur hendaknya lebih hangat atau suhunya sedikit lebih tinggi bila dibandingkan dengan telur yang dicuci (11,10C). Hal ini dimaksudkan supaya tidak terjadi perkembangan mikroba pembusuk yang kemungkinan mencemari telur pada saat

pencucian dilakukan. Air yang digunakan untuk mencuci hendaknya mengandung maksimal 103 cfu/ml untuk mencegah kemungkinan terjadinya pembusukan ketika telur disimpan. Berdasarkan hasil penelitian dari Jones et al. (2005) diperoleh kesimpulan bahwa pencucian telur dengan menggunakan air bersuhu 48,90C kemudian diikuti dengan air cuci bersuhu 230C atau 150C dapat lebih banyak menurunkan jumlah bakteri Salmonella enteritidis yang dikontaminasikan pada kerabang bila dibandingkan pada pencucian dengan suhu 23,90C diikuti dengan suhu 15,60C. Pencucian terhadap telur biasanya dilakukan dengan menggunakan air yang pH nya basa. Setelah pencucian biasanya dilakukan disinfeksi dengan menggunakan klorin dosis 200 ppm. Setelah itu telur dibiarkan mengering dan di packing untuk selanjutnya siap dijual (Jones et al. 2005).

Secara umum faktor-faktor kualitas telur dibagi menjadi 2 macam yaitu faktor eksterior dan faktor interior. Faktor eksterior terdiri dari warna, bentuk, tekstur, keutuhan dan kebersihan kerabang. Sedangkan faktor interior meliputi keadaan putih telur yaitu kekentalan, bentuk kuning telur dan tidak ada noda baik pada putih maupun kuning telur (Harahap 2007).

Menurut Yakubu et al. (2008), kualitas eksterior yang bisa diamati diantaranya adalah berat telur (gram), panjang telur (cm), lebar telur (cm) dan egg shape index (ESI) (%). Sedangkan kualitas interior yang bisa diamati antara lain adalah berat kerabang (gram), ketebalan kerabang (mm), berat putih telur (gram), tinggi putih telur (mm), indeks putih telur, tinggi kuning telur (mm), diameter kuning telur (mm), berat kuning telur (gram), indeks kuning telur dan haugh unit (Hu). Indeks kuning telur termasuk salah satu parameter yang paling bagus untuk menentukan kualitas interior telur. Indeks kuning telur dapat ditentukan dengan menghitung rasio antara tinggi dengan diameter kuning telur. Kualitas telur juga dapat dipantau dengan menentukan Hu dari telur tersebut.

Seleksi genetik mempunyai pengaruh terhadap perubahan bentuk telur, dimana bentuknya akan menjadi lebih bulat dengan permukaan yang lebih luas dan lebih tahan terhadap keretakan atau tidak mudah pecah. Telur yang dihasilkan oleh ayam layer yang telah lewat masa produksinya, akan memiliki ukuran yang

27

cenderung besar namun ketebalan dan kekuatan kerabangnya menurun (Anderson et al. 2004).

Dalam penelitian analisa alometrik, beberapa parameter bagi kualitas telur seperti berat putih telur ternyata mempunyai korelasi yang kuat terhadap keseluruhan berat telur, sedangkan berat kuning telur mempunyai korelasi yang kuat dengan umur telur (Abanikannda dan Leigh 2007).

Karakteristk parameter kualitas telur sangat dipengaruhi oleh sifat genetik dari ayamnya. Berat telur dan proporsi putih telur, kuning telur dan kerabang sangat bervariasi tergantung dari jenis ayamnya. Breed ayam dan waktu simpan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap kualitas telur kecuali untuk parameter diameter telur. Kombinasi antara breed dengan masa simpan berpengaruh terhadap panjang telur, ESI, tinggi putih telur dan Hu. Telur segar cenderung memiliki berat, panjang, diameter, tinggi putih telur dan Hu yang lebih bagus daripada telur yang telah lama disimpan. Ayam White Leghorn memiliki parameter kualitas berat telur, panjang telur, diameter telur dan kekuatan kerabang yang lebih bagus bila dibandingkan dengan breed lain. Sedangkan ayam White Rock memiliki ESI dan tinggi putih telur yang lebih baik (Monira et al. 2003).

Menurut Yakubu et al. (2008), kualitas telur dapat ditingkatkan dengan melakukan perpaduan sifat genetik ayam leher gundul (legun) dengan memasukkan gen ayam legun tersebut ke ayam asli. Hal ini diperkirakan bisa meningkatkan kualitas telur karena telur ayam legun terbukti mempunyai kualitas yang lebih bagus bila dibandingkan dengan telur ayam lokal. Pengujian terhadap kualitas telur dapat dilakukan dengan mengamati beberapa parameter kualitas, yaitu kondisi kerabang, kondisi kantung udara, kondisi putih telur, kondisi kuning telur, dan bau (RSNI3a 2008). Sedangkan kualitas kerabang dapat diamati dari parameter berat kerabang, prosentase kerabang, ketebalan kerabang, Beta-particle backscatter dan Ultrasound wave reflection (Hunton 2005).

Semakin lama waktu penyimpanan telur akan menyebabkan lapisan kutikula rusak dan pori-pori kerabang menjadi semakin membesar sehingga air, gas dan bakteri menjadi lebih mudah melewati kerabang dan mengakibatkan kualitas dan kesegaran telur menjadi turun (Harahap 2007).

Penurunan indeks putih telur selama penyimpanan dapat terjadi akibat penguapan gas CO2 yang tinggi sehingga nilai pH menjadi naik dan mengakibatkan proses pemecahan ovomucin menjadi lebih cepat. Ovomucin merupakan kompartemen dari putih telur berupa glikoprotein yang berbentuk seperti serabut dan berfungsi untuk mengikat air membentuk struktur gel. Meningkatnya pemecahan ovomucin membuat putih telur menjadi lebih encer (Buckle et al. 1987 dalam Harahap 2007).

Penurunan indeks kuning telur terjadi sebagai lanjutan dari penurunan indeks putih telur. Putih telur yang mulai encer akan menimbulkan perbedaan tekanan osmosis antara putih telur dan kuning telur yang dipisahkan oleh membran vitelin. Perbedaan tekanan osmosis tersebut akan menyebabkan elastisitas dari membran vitelin menurun. Dengan demikian, aliran air dari putih telur ke dalam kuning telur akan terus terjadi sehingga diameter kuning telur menjadi melebar (Romanoff dan Romanoff 1963 dalam Harahap 2007).

Selama penyimpanan, telur juga akan mengalami susut bobot yang secara paralel terjadi dengan penurunan indeks putih dan kuning telur akibat penguapan air dan gas CO2. Susut bobot selanjutnya akan mengakibatkan kedalaman kantong udara menjadi bertambah. Penurunan kualitas telur dapat dihambat dengan melakukan pelapisan pada kerabang. Kitosan merupakan bahan pelapis yang paling baik untuk keperluan tersebut (Harahap 2007).

29

3. METODE

Dokumen terkait